PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA LANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Umum, Dana Bagi Hasil, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Daerah, dan flypaper

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

PENGARUH DESENTRALISASI BPHTB TERHADAP PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN BADUNG. Komang Yogi Wirasatya Made Yenni Latrini

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako)

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri. penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB III METODE PENILITIAN. Negara Indonesia sebanyak 416 kabupaten dan 98 kota. Sampel yang diambil

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

: Central Government Transfer, Tax Effort, Local Revenu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam

BAB IV METODA PENELITIAN

Transkripsi:

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN.......(Rudy Badrudin) PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR Rudy Badrudin STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan, Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail: rudy.badrudin@stieykpn.ac.id ABSTRACT This study examined balance funds and the own-source revenue (PAD) in four regencies in East Java Province based on the data of year 2007 to 2011. Balance funds consist of the Shared Revenue Funds (DBH), the General Allocation Fund (DAU), and the Specific Allocation Fund (DAK). Based on research method using hypothesis test for means (ANOVA), the results show that PAD has difference significant according regency and year; DBH, DAU, and DAK have difference significant according regency; DBH, DAU, and DAK have no difference significant according year. Keywords: own-source revenue, shared revenue fund, general allocation fund, specific allocation fund ABSTRAK Penelitian ini menguji dana perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di empat kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Timur berdasarkan data tahun 2007-2011. Dana Perimbangan meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan metoda penelitian dengan menggunakan uji hipotesis ANOVA, hasil studi menunjukkan bahwa PAD mempunyai perbedaan rata-rata yang signifikan menurut kabupaten dan tahun; DBH, DAU, dan DAK mempunyai perbedaan ratarata yang signifikan menurut kabupaten; DBH, DAU, dan DAK tidak mempunyai perbedaan yang signifikan menurut tahun. Kata kunci: pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus PENDAHULUAN UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal 5 menyatakan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan. Pembiayaan bersumber dari sisa lebih 25

JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013 perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menurut Badrudin (2011), sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia menggantungkan pendapatan daerahnya dari sumber dana perimbangan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketiga komponen dana perimbangan tersebut merupakan trilogi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya mengingat tujuan dari ketiganya adalah saling melengkapi atau yang disebut dengan trilogi dana perimbangan (Badrudin, 2013). Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, PAD dapat menjadi indikator kemandirian keuangan suatu daerah. Apabila kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah semakin besar maka kemandirian keuangan suatu daerah semakin meningkat, dan sebaliknya apabila kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah semakin kecil maka kemandirian keuangan suatu daerah semakin menurun. Sebagai kontributor terbesar pendapatan daerah pada APBD kabupaten/kota, dana perimbangan menjadi salah satu sumber belanja daerah. Oleh karena itu, besarnya nilai dana perimbangan yang diperoleh kabupaten/kota akan mempengaruhi kemudahan dalam mengalokasikan belanja daerah. Dengan demikian, melakukan analisis terhadap PAD dan dana perimbangan menjadi penting karena dapat menunjukkan kemandirian keuangan suatu daerah dan kemudahan dalam mengalo-kasikan belanja daerah (Badrudin, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah empat kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek (World Bank, 2012). Dipilihnya empat kabupaten tertinggal tersebut karena hasil analisis terhadap PAD dan dan perimbangan pada APBD masing-masing kabupaten akan bermanfaat dalam upaya untuk mengangkat Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek menjadi kabupaten yang lebih maju. Berdasarkan uraian dalam pendahuluan yang menjelaskan tentang analisis PAD dan dana perimbangan pada empat kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Timur, maka disusun permasalahan penelitian, yaitu 1) apakah ada perbedaan rata-rata nilai PAD empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten dan tahun; 2) apakah ada perbedaan ratarata nilai DBH empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten dan tahun; 3) apakah ada perbedaan ratarata nilai DAU empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten dan tahun; dan 4) apakah ada perbedaan rata-rata nilai DAK empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten dan tahun. KAJIAN LITERATUR DAN HIPOTESIS UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal 5 menyatakan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari PAD, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan. Pembiayaan bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. PAD pada kelompok pendapatan daerah merupakan jenis pendapatan yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, 26

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN.......(Rudy Badrudin) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan pada kelompok PAD mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/bumn, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Lain-lain PAD yang sah pada kelompok PAD disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. Sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut, dana perimbangan meliputi DBH, DAU, dan DAK. DBH diberikan kepada daerah dengan besaran persentase tertentu berdasarkan realisasi penyetoran ke kas negara sebagai penghargaan atas usaha manusia mengelola pajak maka DBH Pajak diberikan kepada daerah penghasil pajak dengan persentase lebih besar, baru kemudian kepada daerah tetangganya dengan kluster provinsi (termasuk diberikan kepada provinsi). DBH dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. DBH yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari kehutanan; pertambangan umum; perikanan; pertambangan minyak bumi; pertambangan gas bumi; dan pertambangan panas bumi. Berbeda dengan DBH Sumber Daya Alam (SDA) yang diberikan kepada daerah dengan persentase lebih besar kepada daerah penghasil. Dengan demikian, DBH dialokasikan untuk tujuan mengatasi vertical imbalance antara pusat dan daerah. DAU diberikan kepada daerah sebagai instrumen pemerataan karena yang harus diratakan adalah pendapatan dari DBH. Hal ini dilakukan karena umumnya PAD porsinya relatif kecil dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dibandingkan dengan kebutuhannya. Dengan demikian, DAU dialokasikan untuk tujuan mengatasi horizontal imbalance antara daerah satu dengan daerah lainnya. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah 27

JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013 penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan DBH DAK berfungsi untuk membantu keuangan daerah dan wujud intervensi pemerintah pusat terkait dengan prioritas nasional. Dengan demikian, DAK dialokasikan untuk tujuan memeratakan ketimpangan layanan publik antardaerah yang tidak mampu diselesaikan walaupun daerah sudah menerima DBH dan DAU (www.slideshare.net/pramudjo). DAK pada kelompok Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus sebagai urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dirinci menurut obyek pendapatan menurut kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus sebagai urusan daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundangundangan dan karakteristik daerah. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian negara/ kementerian teknis. Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD. Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping. Sumarni (2008) meneliti pengaruh PAD, DAU, dan DAK terhadap pengalokasian anggaran belanja modal daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan model regresi berganda. Hasil penelitiannya adalah secara simultan variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh secara signifikan terhadap variabel alokasi belanja modal. Sedang pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel PAD dan DAK berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal daerah, sedangkan variabel independen DAU berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal daerah. Menurut Solihin dan Niken Ajeng Lestari (2010), desentralisasi fiskal akan mengarahkan program pembangunan pemerintah pada kepentingan lokal yang disesuaikan dengan lingkungan daerah setempat. Hal ini akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi fungsi alokasi oleh pemerintah daerah sehingga akan meningkatkan willingness to pay masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan bagi pemerintah daerah (PAD). Peningkatan PAD akan meningkatkan kemandirian keuangan pemerintah daerah dan mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat. Subchan dan Sudarman (2010), meneliti pengaruh PAD, DAU, DAK, dan belanja pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Populasinya adalah seluruh kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 35. Tahun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan APBD tahun 2006. Dengan menggunakan alat analisis regersi berganda, penelitian ini membuktikan bahwa PAD, DAU, DAK, dan belanja pembangunan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah. Nugraheni (2011) meneliti pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah: Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Hasil 28

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN.......(Rudy Badrudin) penelitiannya adalah DAU, DAK, dan PAD berasosiasi dengan Belanja Daerah (BD). Sedangkan DAUt-1, DAKt-1, dan PADt-1 berpengaruh terhadap BDt dengan lag 1 tahun. Hasil ini membuktikan bahwa DAU, DAK dan PAD merupakan faktor yang signifikan untuk prediksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan penjelasan tersebut, nampak PAD dan dana perimbangan menjadi variabel independen dalam mempengaruhi belanja modal, pertumbuhan ekonomi, dan prediksi belanja modal masing-masing daerah (kabupaten/kota). Dengan demikian, variasi nilai PAD dan dana perimbangan akan mempengaruhi variabel-variabel dependen seperti belanja modal, pertumbuhan ekonomi, dan prediksi belanja modal masing-masing daerah (kabupaten/kota). Oleh karena itu, mempertimbangkan penjelasan tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 1a : Ada perbedaan rata-rata nilai PAD Timur menurut kabupaten. H 1b : Ada perbedaan rata-rata nilai PAD Timur menurut tahun. H 2a : Ada perbedaan rata-rata nilai DBH Timur menurut kabupaten. H 2b : Ada perbedaan rata-rata nilai DBH Timur menurut tahun. H 3a : Ada perbedaan rata-rata nilai DAU Timur menurut kabupaten. H 3b : Ada perbedaan rata-rata nilai DAU Timur menurut tahun. H 4a : Ada perbedaan rata-rata nilai DAK Timur menurut kabupaten. H 4b : Ada perbedaan rata-rata nilai DAK Timur menurut tahun. METODA PENELITIAN Pengujian hipotesis penelitian tersebut menggunakan alat uji hipotesis ANOVA (Subiyakto dan Algifari, 2010: 53). Definisi operasional dan pengukuran setiap variabel penelitian yang berhubungan dengan hipotesis penelitian adalah 1) PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diukur dengan satuan rupiah; 2) DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang diukur dengan satuan rupiah; 3) DAU adalah adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang diukur dengan satuan rupiah; dan 4) DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional yang diukur dengan satuan rupiah. HASIL PENELITIAN Nilai PAD, DBH, dan DAU dan Trenggalek dari tahun 2007-2011 mengalami kenaikan, sedang DAK dan Trenggalek dari tahun 2007-2011 mengalami fluktuasi. Artinya, sebagai sumber pendapatan daerah, kenaikan PAD, DBH, dan DAU dari waktu ke waktu menjadi sumber pendapatan daerah yang pasti. Sedang fluktuasinya DAK dari waktu ke waktu, menjadikan DAK sebagai sumber pendapatan daerah yang tidak 29

JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013 pasti. Berikut ini disajikan Tabel 1 tentang rata-rata nilai PAD, DBH, DAU, DAK, dan pendapatan daerah (PD) selama tahun 2007-2011 per kabupaten. Tabel 1 Rata-Rata Nilai PAD, DBH, DAU, DAK, dan PD Tahun 2007-2011, per Kabupaten (juta Rp) Kabupaten PAD DBH DAU DAK PD Malang 118.940,11 102.015,80 964.867,17 89.810,00 1.275.633,08 Sampang 33.943,66 33.582,66 381.087,05 37.602,30 486.215,67 Situbondo 39.022,49 34.080,83 364.988,87 41.899,30 479.991,49 Trenggalek 44.243,90 42.869,25 474.248,01 61.095,36 622.456,52 Sumber: www.depkeu.go.id. Data diolah. Berdasarkan Tabel 1, tampak nilai rata-rata PAD, DBH, DAU, DAK, dan PD terbesar selama tahun 2007-2011 di antara empat kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Timur dicapai Kabupaten Malang. Nilai rata-rata PAD, DBH, dan DAK terendah selama tahun 2007-2011 di antara empat kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Timur dicapai Kabupaten Sampang, sedang nilai rata-rata DAU dan PD terendah selama tahun 2007-2011 di antara empat kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Timur dicapai Kabupaten Situbondo. Tabel 2 Rata-Rata Kontribusi PAD, DBH, DAU, DAK terhadap PD Tahun 2007-2011, per Kabupaten (%) Kabupaten PAD DBH DAU DAK Malang 9,26 7,90 75,84 7,01 Sampang 24,61 5,72 63,36 6,31 Situbondo 25,56 5,75 61,62 7,07 Trenggalek 7,02 6,86 76,29 9,84 Sumber: www.depkeu.go.id. Data diolah. Berdasarkan Tabel 2, tampak DAU pada empat kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Timur mempunyai kontribusi terbesar dalam menyumbang PD pada masing-masing APBD selama tahun 2007-2011. Artinya, empat kabupaten tersebut mempunyai ketergantungan sangat besar terhadap DAU yang berasal dari pusat. Kemampuan daerah dalam menggali sumber pendapatan yang berasal dari daerah itu sendiri, ditunjukkan oleh Kabupaten Sampang dan Situbondo yang mampu menyumbang rata-rata sebesar 25% (nilai kontribusi PAD) terhadap PD. Hasil pengujian hipotesis untuk mengetahui signifikan tidaknya hipotesis 30

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN.......(Rudy Badrudin) dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Hasil Pengujian Hipotesis dengan ANOVA Hipotesis Jenis Pengujian F test P value Pengujian 1a PAD kabupaten 55,52 0,00 Signifikan *) 1b PAD tahun 3,96 0,03 Signifikan *) 2a 2b 3a 3b DBH kabupaten DBH tahun DAU kabupaten DAU tahun 9,89 1,54 19,89 1,95 0,00 0,25 0,00 0,17 Signifikan *) Tidak Signfikan Signifikan *) Tidak Signifikan 4a DAK kabupaten 7,35 0,00 Signfikan *) 4b DAK tahun 2,71 0,81 Tidak Signifikan Sumber: Hasil olah data. Keterangan: *) pada α = 5%. PEMBAHASAN Pengujian terhadap H1a yang nilai PAD empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten diterima. Artinya, nilai rata-rata PAD Kabupaten berbeda. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kemandirian keuangan Kabupaten Trenggalek berbeda. Berdasarkan Tabel 1, tampak rata-rata PAD tertinggi di antara empat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Malang, sedangkan terendah Kabupaten Sampang. Berdasarkan Tabel 2, tampak PAD Kabupaten Sampang mempunyai kontribusi yang cukup besar (24,61%) terhadap PD Kabupaten Sampang, walaupun rata-rata PAD Kabupaten Sampang paling rendah di antara kabupaten lainnya. Sedang PAD PAD Kabupaten Malang mempunyai kontribusi yang cukup rendah (9,26%) terhadap PD Kabupaten Malang, walaupun rata-rata PAD Kabupaten Malang paling besar di antara kabupaten lainnya. Pengujian terhadap H1b yang nilai PAD empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut tahun diterima. Artinya, nilai rata-rata PAD Kabupaten berbeda. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kemandirian keuangan Kabupaten Trenggalek semakin meningkat berdasarkan kenaikan PAD dari tahun ke tahun. Kenaikan PAD menunjukkan bahwa dan Trenggalek semakin mampu menggali sumber-sumber PAD yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Pengujian terhadap H2a yang nilai DBH empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten diterima. Artinya, nilai rata-rata DBH Kabupaten 31

JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013 berbeda. Perbedaan ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan vertikal antara dan Trenggalek dengan pusat berbeda. Berdasarkan Tabel 1, tampak rata-rata DBH tertinggi di antara empat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Malang, sedangkan terendah Kabupaten Sampang. Hal ini menunjukkan, bahwa ketidakseimbangan vertikal antara Kabupaten Malang dengan pusat lebih rendah daripada ketidakseimbangan vertikal antara Kabupaten Sampang dengan pusat. Hal ini didukung Tabel 2 yang menunjukkan bahwa DBH Kabupaten Sampang, Situbondo, dan Trenggalek mempunyai kontribusi yang rendah terhadap PD. Pengujian terhadap H2b yang nilai DBH empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut tahun ditolak. Artinya nilai rata-rata DBH Kabupaten tidak berbeda. Ketidakbedaan ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan vertikal antara Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek dengan pusat sama dari waktu ke waktu. Pengujian terhadap H3a yang nilai DAU empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten diterima. Artinya, nilai rata-rata DAU Kabupaten berbeda. Perbedaan ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan horisontal antara Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek dengan daerah lain berbeda dari waktu ke waktu. Berdasarkan Tabel 1, tampak rata-rata DAU tertinggi di antara empat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Trenggalek, sedangkan terendah Kabupaten Situbondo. Hal ini menunjukkan, bahwa ketidakseimbangan horisontal antara Kabupaten Trenggalek dengan daerah lainnya lebih rendah daripada ketidakseimbangan horisontal antara Kabupaten Situbondo dengan daerah lainnya. Pengujian terhadap H3b yang nilai DAU empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut tahun ditolak. Artinya nilai rata-rata DAU Kabupaten tidak berbeda. Ketidakbedaan ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan horisontal antara Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek dengan daerah lainnya sama dari waktu ke waktu. Pengujian terhadap H4a yang nilai DAK empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten diterima. Artinya, nilai rata-rata DAK Kabupaten berbeda. Perbedaan ini menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan layanan publik antara Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek dengan daerah lain berbeda. Berdasarkan Tabel 1, tampak rata-rata DAK tertinggi di antara empat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Trenggalek, sedangkan terendah Kabupaten Sampang. Hal ini menunjukkan, bahwa ketidakseimbangan layanan publik Kabupaten Trenggalek dengan daerah lainnya lebih rendah daripada ketidakseimbangan layanan publik Kabupaten Sampang dengan daerah lainnya. Pengujian terhadap H4b yang nilai DAK empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut tahun ditolak. Artinya nilai rata-rata DAK Kabupaten 32

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN.......(Rudy Badrudin) tidak berbeda. Ketidakbedaan ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan layanan publik antara Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek dengan daerah lainnya sama dari waktu ke waktu. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan tersebut, maka disimpulkan bahwa 1) ada perbedaan rata-rata nilai PAD empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten; 2) ada perbedaan rata-rata nilai PAD Timur menurut tahun; 3) ada perbedaan rata-rata nilai DBH empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut kabupaten; 4) tidak ada perbedaan rata-rata nilai DBH empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut tahun; 5) ada perbedaan rata-rata nilai DAU Timur menurut kabupaten; 6) tidak ada perbedaan rata-rata nilai DAU empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut tahun; 7) ada perbedaan rata-rata nilai DAK Timur menurut kabupaten; dan 8) tidak ada perbedaan rata-rata nilai DAK empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur menurut tahun. Oleh karena tidak ada perbedaan rata-rata DBH, DAU, dan DAK yang diterima Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek Provinsi Jawa Timur selama tahun 2007-2011, maka dapat diartikan rata-rata DBH, DAU, dan DAK yang diterima Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek Provinsi Jawa Timur selama tahun 2007-2011 tidak ada perubahan. Berdasarkan nilai DBH, DAU, dan DAK yang diterima dan Trenggalek Provinsi Jawa Timur selama tahun 2007-2011 mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap PD sebesar 75%, maka menjadi wajar apabila keempat kabupaten tersebut menjadi tertinggal dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Timur, karena sebagian besar sumber belanja daerah dan Trenggalek Provinsi Jawa Timur selama tahun 2007-2011 berasal dari pusat melalui DP. Saran Berdasarkan simpulan tersebut, maka saran yang disampaikan adalah 1) pemerintah Kabupaten Malang, Sampang, Situbondo, dan Trenggalek Provinsi Jawa Timur hendaknya meningkatkan kinerja pemerintahan dalam menggali sumbersumber PAD yang tidak membebani masyarakatnya. Peningkatan kinerja ini dapat meningkatkan sumber-sumber PAD sehingga apabila nilai rata-rata DBH, DAU, dan DAK sebagai bagian dari DP tidak ada perubahan dari tahun ke tahun, dan Trenggalek Provinsi Jawa Timur tetap dapat melangsungkan pembangunan sehingga dapat mengangkat dari ketertinggalannya dari kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Timur; dan 2) pemerintah dan Trenggalek Provinsi Jawa Timur hendaknya menindaklanjuti UU Undang- Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah per 1 Januari 2010 dengan menyusun peraturan perundangan untuk pelaksanaannya di masing-masing kabupaten. DAFTAR REFERENSI Badrudin, R. 2011. The Influence of Fiscal Decentralization on Capital Expenditure, Economic Growth, 33

JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013 and Social Welfare of Regency/ City in Central Java Province. Economic Journal of Emerging Markets. Vol. 3 (3): 211-223. Badrudin, R. 2013. Potret Perekonomian Indonesia: Kumpulan Solusi Terhadap Permasalahan dalam Perekonomian Indonesia. Penerbit Goysen Publishing. Yogyakarta. World Bank. 2012. Proposal Public Expenditure and Revenue Analysis Provinsi Jawa Timur. [www.slideshare.net/pramudjo] Nugraeni. 2011. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah: Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Akmenika. Vol. 8 (1): 96-117. Solihin, A. dan Lestari, N.A. 2010. Analisis Ketimpangan Fiskal di Indonesia: Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Majalah EKONOMI. Vol. XX (1): 20-34. Subchan dan Sudarman. 2010. Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Akmenika. Vol. 7 (2): 169-187. Subiyakto, H. dan Algifari. 2010. Praktikum Statistika dengan Microsoft Excel for Windows. BP STIE YKPN. Yogyakarta. Sumarni, S. 2008. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Jurnal Bappeda Bantul. Vol. 2 (1): 42-59. 34