BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gizi lebih mulai menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa gambaran status gizi pada kelompok umur dewasa lebih dari 18 tahun didominasi dengan masalah gizi lebih (28.9%). Obesitas pada perempuan telah mengalami peningkatan di tahun 2013 sebesar 18.1% (32.9%), dibandingkan tahun 2007 (13.9%). Pekerja seks di lokalisasi Sunan Kuning, Semarang pada tahun 2007 memiliki status gizi normal 60% dan status gizi lebih 26%. Selain itu, hasil penelitian pekerja seks di Komplek Resosialisasi Argorejo Semarang memiliki status gizi lebih sebesar 51.8% (KEMENKES, 2014: Yunawanto, 2007; Enggar & Puruhita, 2008). Berat badan lebih dan obesitas pada pekerja seks dapat menimbulkan beberapa konsekuensi kesehatan, sosial, dan ekonomi. Kegemukan dapat meningkatkan resiko penyakit degeneratif seperti: diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit gout, kantong empedu (Almatsier, 2009). Selain itu, penampilan tubuh bagi pekerja seks wanita adalah media untuk menarik pelanggan dan dapat meningkatkan permintaan. Penelitian sebelumnya menyebutkan, pekerja seks wanita yang memiliki persepsi body image yang lebih tinggi merasa penampilan tubuhnya berharga dan akan mendapatkan feedback atau apresiasi yang lebih besar dari kliennya (Sharma, 2015). Wanita pekerja seks memiliki pola hidup yang berbeda dengan kebanyakan masyarakat. Pekerja seks mulai melayani pelanggan dari pukul 18.00 hingga pukul 6.00 pagi hari (Yurmanelli, 2013). Pekerja seks lebih banyak beraktivitas di 1
malam hari serta istirahat di pagi dan siang hari. Perubahan waktu tidur tersebut akan merubah pola makan pekerja seks. Pekerja seks biasanya melewati waktu makan pagi hari atau sarapan karena waktu pagi hari. Hal ini menyebabkan waktu makan pekerja seks lebih banyak pada sore atau malam hari. Selain itu, studi pendahuluan menyebutkan bahwa wanita pekerja seks komersial di Pasar Kembang belum memiliki kebiasaan makan yang baik. Wanita pekerja seks komersial juga cenderung memiliki kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok dan konsumsi alkohol. Wanita pekerja seks komersial juga memiliki pola aktivitas yang berbeda dengan kebanyakan orang. Wanita pekerja seks memiliki pekerjaan untuk melayani pelanggan dengan aktivitas seksual. Aktivitas seksual merupakan salah satu bentuk dari aktivitas fisik. Penelitian Frappier et al. (2013) menunjukkan bahwa energy expenditure selama aktivitas seksual sebesar 85 kcal atau 3.6 kcal/menit dan hasil tersebut setara dengan aktivitas fisik dengan intesitas sedang (5.8 METS). Penelitian Brod (2004) menyatakan bahwa tingginya aktivitas seksual berhubungan dengan ukuran pinggang dan pingul yang lebih kecil yang lebih. Namun belum ada penelitian di Indonesia mengenai gambaran aktivitas seksual dan hubungan antara aktivitas seksual dengan status gizi pada wanita pekerja seks komersial. Status gizi sebagian besar dipengaruhi oleh asupan makan, pola aktivitas, serta gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan larut malam hari meningkatkan resiko untuk mengalami perubahan status gizi. Sedangkan, rendah atau tingginya asupan makan dapat berakibat kekurangan ataupun kelebihan gizi. Status gizi yang buruk dapat dikarenakan asupan makan yang tidak baik dan kurangnya pengetahuan gizi. Selain itu, faktor yang mungkin berpengaruh 2
terhadap status gizi adalah gaya hidup seseorang terkait kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol, pola tidur serta aktivitas fisik. Ketidakseimbangan antara pola konsumsi makanan sumber karbohidrat, sumber lemak, dan sumber protein serta pengeluaran energi melalui aktivitas fisik dapat pula mempengaruhi status gizi seseorang. Penggunaan alat kontrasepsi juga dapat mempengaruhi perubahan berat badan. Penelitian terkait asupan makan, aktivitas fisik, dan status gizi pekerja seks penting dilaksanakan karena pekerja seks memiliki pola aktivitas, pola tidur, dan gaya hidup yang berbeda dari mayoritas masyarakat (Jitnarin et al. 2010; Ahmed & Siwar, 2013; Banwat, 2013; Balieiro et al. 2014, Fitzgerald, et al., 2006; Winarsih, 2012). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan asupan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi pekerja seks komersial. B. Perumusan Masalah 1. Apakah terdapat hubungan antara asupan makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada pekerja seks komersial. 2. Apakah terdapat faktor-faktor lain yang mengganggu hubungan antara asupan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi. C. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara asupan makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada pekerja seks komersial. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran asupan makan, aktivitas fisik, dan status gizi pada pekerja seks komersial. 3
b. Mengetahui hubungan antara asupan makan dengan status gizi pada pekerja seks komersial. c. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada pekerja seks komersial. d. Mengetahui faktor-faktor lain yang dapat menjadi variabel pengganggu dari hubungan antara asupan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi. D. Manfaat Penelitian Diketahuinya hubungan asupan makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pekerja seks komersial. Diharapkan data-data tersebut dapat dimanfaatkan sebagai: 1. Bahan masukan bagi petugas kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat untuk rutin memeriksa kesehatan terutama status gizi pekerja seks sehingga dapat dilakukan pencegahan lebih dini jika ada masalahmasalah kesehatan terkait gizi. 2. Bahan masukan kepada petugas kesehatan atau LSM untuk melakukan intervensi aktif dengan mengajak pekerja seks untuk selalu berperilaku sehat. Perubahan perilaku yang beresiko seperti merokok dan konsumsi alkohol, serta menjaga pola makan dan aktivitas fisik yang baik untuk mendapatkan kualitas kesehatan yang lebih baik. 3. Meningkatkan kesadaran pekerja seks untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan, khususnya mengenai status gizi, asupan makan, dan aktivitas fisik sehari-hari. Pekerja seks juga dapat meningkatkan pengetahuan mengenai gizi seimbang. 4
4. Meningkatkan pengetahuan peneliti, mahasiswa, dan praktisi kesehatan tentang hubungan asupan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi pada pekerja seks. 5. Informasi awal bagi penelitian-penelitian selanjutnya terkait asupan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi pada pekerja seks E. Keaslian penelitian Penelitian yang berusaha untuk memaparkan hubungan asupan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi pada pekerja seks pernah dilaksanakan. Namun, terdapat beberapa hubungan penelitian ini dengan penelitian yang telah dipublikasikan dengan tema yang menyerupai dengan penelitian ini, antara lain: 1. Yunawanto (2007) Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemogobin pada Wanita Pekerja Seks Komersial di Lokalisasi Sunan Kuning. Penelitian Yunawanto (2007) dengan jenis Explanatory Research dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian tersebut menunjukkan status gizi responden 60% status gizi normal, 26% status gizi lebih dan 14% dengan status gizi kurang. Sedangkan kadar hemoglobin menunjukan 86% kadar hemoglobin kurang, 14% kadar hemoglobin yang anemia. Dari uji statistik korelasi Person Product Moment dan Rank Spearman yang dilakukan menunjukkan ada hubungan bermakna antara: Kadar hemoglobin dengan asupan Fe dan kadar hemoglobin dengan vitamin C. Sedangkan tidak ada hubungan bermakna antara kadar hemoglobin dengan protein. Selain itu, IMT dengan protein juga tidak terdapat hubungan bermakna tetapi IMT dengan energi ada hubungan berbanding terbalik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yunawanto (2008) adalah desain 5
penelitian sama, yaitu: cross sectional dan pada subjek yang sama yaitu pekerja seks. Perbedaan penelitian Yunawanto (2007) dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini menambahkan confounding yang mungkin dapat mempegaruhi status gizi yaitu: pengetahuan, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan merokok. Serta penelitian ini tidak meneliti variabel kadar hemoglobin. 2. Frappier et al. (2013) Energy Expenditure during Sexual Activity in Young Healthy Couples. Penelitian Frappier et al. (2013) melibatkan dua puluh satu pasangan heteroseksual dengan rata-rata usia 22.6 tahun. Pengukuran energy expenditure selama aktivitas seksual diukur dengan mini portable Sense-Wear armband. Selain itu, responden juga melakukan 30 menit sesi pengukuran endurance dengan intensitas sedang pada alat treadmill. Hasil penelitian ini menunjukkan energy expenditure selama aktivitas seksual sebesar 85 kcal atau 3.6 kcal/menit dan hasil tersebut setara dengan intesitas sedang (5.8 METS). Penelitian ini menggunakan hasil penelitian Frappier et al. (2013) sebagai dasar penentuan energi yang dikeluarkan responden selama aktivitas seksual. Pengukuran aktivitas fisik pada penelitian ini menggunakan kuesioner long IPAQ (International Physical Activity Questionnaire) dengan penambahan sex frequency questionaire untuk dapat menilai aktivitas seksual. 3. Odukoya et al. (2013) Alcohol Consumption and Cigarette Smoking Pattern among Brothel-Based Female Sex Workers in Two Local Government Areas in Lagos Statse, Nigeria. Penelitian Odukoya, et.al (2013) bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi alkohol dan pola 6
merokok pada pekerja seks wanita di dua area Lagos State, Nigeria. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yang melibatkan 323 pekerja seks wanita. Data diperoleh dengan mewawancarai dengan berdasarkan pada pre-tested structured questionnaire. Hasil dari penelitian ini 67.8% pekerja seks mengkonsumsi alkohol dan mayoritas dari responden (89%) mengkonsumsi alkohol melebihi batas yang ditentukan. Sedangkan 20.7% dari pekerja seks memiliki kebiasaan merokok dan 37.4% dari responden merupakan perokok berat. Dan 19% merupakan pekerja seks yang merokok dan mengkonsumsi alkohol. Konsumsi alkohol berhubungan dengan kebiasaan merokok dan perokok akan mengkonsumsi lebih banyak alkohol dibandingkan dengan tidak memiliki kebiasaan merokok. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Odukoya et al. (2013) adalah penelitian ini selain bertujuan untuk melihat apakah pola makan, konsumsi alkohol, merokok, aktivitas fisik berhubungan dengan status gizi. Namun, penelitian ini juga memiliki kesamaan yaitu melihat gambaran kebiasaan konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok pada pekerja seks wanita. 4. Ristanasari (2009) Hubungan Sindrom Makan Malam dan Makan karena Faktor Emosi dengan Kegemukan pada Wanita Dewasa Usia 18-23 Tahun. Penelitian Ristanasari (2009) memiliki tujuan untuk menganalisis hubungan antara sindrom makan malam (tidak sarapan, tidur larut malam, makan banyak di malam hari) dan makan karena faktor emosi dengan kegemukan pada wanita dewasa usia 18-23 tahun di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Kota Semarang Tahun 7
2009 dengan metode case control. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak sarapan, tidur larut malam, makan banyak di malam hari, dan makan karena faktor emosi berhubungan dengan kejadian kegemukkan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Ristanasari (2009) adalah variabel yang diteliti sama, yaitu: kebiasaan makan malam, tidak sarapan pagi, dan makan banyak di malam hari. Perbedaan penelitian Ristanasari (2009), dengan penelitian ini adalah penelitian ini menambahkan variabel kebiasaan konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok, serta pengetahun yang juga dapat berhubungan dengan resiko kegemukkan. 8