BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa pertumbuhan yang pesat. Namun, masa ini tidak luput dari munculnya masalah kesehatan. Salah satunya anemia. Anemia remaja merupakan salah satu dari masalah kesehatan global yang banyak ditemukan terutama di negara sedang berkembang. WHO mencatat prevalensi pada wanita usia 15 tahun sebesar 30,2% (WHO, 2011). Prevalensi anemia remaja di Indonesia sebesar 35,1% dan ditemukan pada kelompok remaja usia 13-18 tahun lebih banyak terjadi pada yaitu sebesar 22,7% dibandingkan remaja putra sebesar 12,4% (Riskesdas, 2013). Kejadian anemia di Jawa Timur menunjukkan 80,2% dan 91,5% calon pengantin (Depkes RI, 2008). Kejadian anemia remaja banyak terjadi di pondok pesantren. Intami (2013) menyebutkan 59% kelas 2 di SMP Pondok Pesantren Binbaz Piyungan Bantul Yogjakarta mengalami anemia ringan. Astuti dan Rosidi (2015) menemukan 74,6% kelas 1 dan 2 madrasah tsanawiyah yang tinggal di pondok pesantren putri di Desa Brumbung dan Desa Ngemplak Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Di Jawa timur, survei kejadian anemia remaja yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan di Pondok Pesantren Darussalam Kepung Kabupaten Kediri menunjukkan kejadian anemia sebesar 80% (Dinkes Kediri, 2008). Anemia dapat dilihat melalui hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kadar hemoglobin dimana kadar hemoglobin kurang dari batasan normal (Arisman, 2014). Anemia menyebabkan ketidakmampuan sintesis hemoglobin sehingga menghasilkan sel darah merah yang abnormal kecil (mikrositik) dan menurunnya jumlah hemoglobin. Akibatnya terjadi penurunan kapasitas darah dalam memberikan oksigen ke sel-sel tubuh dan jaringan (Evans, 2008). Anemia pada merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Anemia commit dapat to user mengakibatkan terjadinya gangguan proses pertumbuhan. Padahal pertumbuhan fisik yang pesat merupakan 1
2 bagian penting dalam masa remaja. Dampak lain terjadi pada kondisi kekebalan tubuh mengalami penurunan sehingga mudah terinfeksi (Evans,2014). Kondisi tubuh melemah sehingga aktivitas fisik berkurang serta mengurangi kemampuan kerja otak sehingga kemampuan dalam belajar pun menurun. Apalagi jika kondisi anemia ini dibiarkan tanpa ada penanganan dapat membahayakan bagi kesehatan reproduksinya. Remaja putri adalah calon ibu yang akan melahirkan generasi harapan bangsa sehingga status kesehatan pada masa ini memberikan pengaruh kelak saat menjalani tugas reproduksinya (Aguayo et al, 2013). Anemia yang sering terjadi pada remaja adalah anemia defisiensi besi. Hal ini disebabkan besi diperlukan dalam menunjang fase pertumbuhan pesat yang harus dilalui. Adanya menstruasi yang dialami setiap bulan juga merupakan penyebab utama kehilangan zat besi. Selain itu, kekurangan zat besi disebabkan adanya gangguan penyerapan zat besi sebagai akibat infeksi parasit seperti cacing dan malaria (Evans, 2008). Menstruasi menunjukkan sistem reproduksi sudah berfungsi. Menstruasi mengakibatkan terjadinya pengurangan volume darah. Banyaknya darah menstruasi yang dikeluarkan setiap bulan dapat digambarkan dengan pola menstruasi. Lamanya menstruasi ataupun siklus yang pendek menyebabkan darah yang keluar semakin banyak. Perdarahan banyak yang diakibatkan menstruasi mengakibatkan hilangnya zat besi yang banyak pula sehingga memiliki hubungan erat dengan terjadinya anemia (Nelson et al, 2015). Kejadian anemia pada remaja memiliki keterkaitan langsung dengan asupan gizi. Kecukupan asupan zat gizi dapat dilihat dari pola makan. Pola makan menunjukkan kebiasaan individu dalam mengkonsumsi makanan. Pola makan dapat dilihat dari jenis makanan yang mengandung zat gizi dan frekuensinya (Leech et al, 2015). Pola makan yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi adalah pola makan yang tidak baik seperti adanya kebiasaan memilih-milih makanan maupun membatasi porsi dan frekuensi makan harian sehingga berakibat berkurangnya asupan zat gizi yang termasuk didalamnya zat-zat commit gizi to user yang berperan dalam pembentukan darah seperti zat besi, asam folat dan vitamin C.
3 Kejadian anemia pada ditemukan lebih banyak pada mereka yang kurang zat besi, vitamin C dan asam folat (Desalegn et al, 2014). Anemia defisiensi besi ditemukan pada remaja yang jarang mengkonsumsi daging dan sejenisnya (Alaofe, 2008). Hal ini disebabkan zat besi yang terdapat pada bahan makanan tersebut lebih cepat terserap oleh tubuh dibandingkan jenis nabati (Arisman, 2014). Absorbsi zat besi sangat dipengaruhi oleh adanya peran zat yang dapat membantu penyerapan zat besi seperti vitamin C ( Bhakta, 2006) yang banyak terdapat pada buah-buahan. Kurangnya vitamin C memberi kontribusi pada anemia defisiensi besi. Selain itu, anemia juga berkaitan dengan asam folat karena berfungsi dalam pembentukan hemoglobin. Kekurangan asam folat mengakibatkan terjadinya pembesaran ukuran sel darah merah sehingga berdampak pada menurunnya kadar hemoglobin (D Hiru, 2013). Mengkonsumsi berbagai makanan baik dari nabati maupun hewani secara bergantian yang mengandung gizi seimbang untuk mendapatkan kecukupan gizi (Moore et al, 2012). Masalah kekurangan asupan zat gizi sebenarnya dilatarbelakangi karena banyak faktor. Salah satunya berkaitan dengan kehidupan pribadi sebagai seorang remaja yang berhubungan erat dengan lingkungan sosialnya. Pada saat ini penampilan fisik menjadi bagian utama dalam kehidupannya. Munculnya body image yang melekat pada diri remaja memiliki peranan dalam kepercayaan diri (Crespo et al, 2009). Body image sangat penting menjadi perhatian bagi karena adanya gangguan body image dapat memicu melakukan tindakan penurunan berat badan yang ekstrim melalui gangguan makan (Heinicke et al, 2007). Body image bagi sangat penting. Demi meraih impian menjadi perempuan cantik, mereka sering melakukan penilaian berlebihan terhadap penampilan fisik mereka sehingga muncul ketidakpercayaan diri maupun kecemasan yang berlebihan terhadap bentuk tubuh. Hal ini merupakan bentuk gangguan body image karena terdapat kecenderungan pada ketidakpuasan bentuk tubuh sendiri. Over estimate pada bentuk tubuhnya menyebabkan adanya keinginan kuat untuk melakukan tindakan menurunkan berat badannya meskipun commit harus melakukan to user tindakan yang merugikan kesehatan. Salah satu cara yang sering dilakukan dengan membatasi porsi
4 maupun jenis makanan yang dikonsumsi bahkan sampai timbul gangguan pola makan seperti anoreksia (Slater et al, 2010). Kondisi inilah yang menyebabkan kekurangan gizi. Apabila salah satu zat gizi yang kurang tersebut adalah zat besi akan berdampak terjadi anemia defisiensi besi. Lingkungan sosial memiliki peran penting dalam kejadian anemia. Hal ini disebabkan karena kehidupan remaja tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya (Dieny, 2014). Anemia dapat disebabkan oleh pembiasaan makan yang kurang baik ketika masa anak-anak oleh orang tua (Roustit et al, 2011 dan Woodruff et al, 2008) yang berakibat kurang gizi. Disinilah pendidikan ibu dan penghasilan keluarga memiliki arti penting. Pendidikan ibu yang tinggi mempengaruhi pengetahuan ibu tentang gizi sehingga akan mempengaruhi kemampuan ibu menyajikan makanan bergizi untuk keluarga. Pendapatan keluarga penting dalam pembiasaan makan karena mempengaruhi kemampuan belanja makanan bergizi. Demikian pula ketika harus lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan baru bahkan terkadang harus berpisah dari keluarga untuk alasan menempuh pendidikan dapat mengalami perubahan pada kebiasaan makan. Tidak heran jika akhirnya terjadi perubahan kebiasaan pola makan yang menyesuaikan dengan tempat baru yang ditinggali. Disisi lain, teman dan media juga memberikan pengaruh besar pada terjadinya anemia. Banyaknya waktu yang dihabiskan untuk beraktifitas bersama dengan teman terkadang menyebabkan lupa waktu makan. Selain itu, idealisme bersama untuk menjadi perempuan yang sempurna secara fisik menjadi motivasi yang saling menguatkan yang tidak jarang berujung pada pola makan yang tidak benar (Pearson, 2012). Belum lagi ditambah media yang semakin gencar menonjolkan sisi fisik perempuan sehingga semakin menguatkan keinginan untuk memiliki penampilan yang ideal. Menurut Al Faris et al (2015) media pun memiliki peran penting mengingat kondisi di era digital sekarang begitu mudahnya akses terhadap media baik massa, elektronik maupun sosial. Oleh karena itu bisa dikatakan media mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap kebiasaan remaja putri termasuk kebiasaan makan. commit to user
5 Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang anemia pada ditinjau dari pendidikan ibu, penghasilan keluarga, lingkungan diluar keluarga, lama menstruasi, siklus menstruasi, body image maupun pola makan zat besi, pola makan asam folat dan pola makan vitamin c karena hal tersebut tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas masalah penelitian yang dapat dijabarkan adalah sebagai berikut: 1. Apakah pendidikan ibu berhubungan dengan kadar hemoglobin remaja putri? 2. Apakah pendapatan keluarga berhubungan dengan kadar hemoglobin? 3. Apakah lingkungan diluar keluarga berhubungan dengan kadar hemoglobin? 4. Apakah lama menstruasi berhubungan dengan kadar hemoglobin remaja putri? 5. Apakah siklus menstruasi berhubungan dengan kadar hemoglobin remaja putri? 6. Apakah body image berhubungan dengan kadar hemoglobin? 7. Apakah pola makan zat besi berhubungan dengan kadar hemoglobin? 8. Apakah pola makan asam folat berhubungan dengan kadar hemoglobin? 9. Apakah pola makan vitamin C berhubungan dengan kadar hemoglobin? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengkaji bagaimana hubungan lingkungan sosial, pola menstruasi, body image dan pola makan commit dengan to user kadar hemoglobin
6 2. Tujuan Khusus 1. Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan kadar hemoglobin 2. Menganalisis hubungan pendapatan keluarga dengan kadar hemoglobin kadar hemoglobin 3. Menganalisis hubungan lingkungan diluar keluarga dengan kadar hemoglobin 4. Menganalisis hubungan lama menstruasi dengan kadar hemoglobin 5. Menganalisis hubungan siklus menstruasi dengan kadar hemoglobin 6. Menganalisis hubungan body image dengan kadar hemoglobin 7. Menganalisis hubungan pola makan zat besi dengan kadar hemoglobin 8. Menganalisis hubungan pola makan asam folat dengan kadar hemoglobin 9. Menganalisis hubungan pola makan vitamin C dengan kadar hemoglobin D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Bagi Dinas Kesehatan Memberikan masukan dalam upaya pelaksanaan program pecegahan dan penanganan anemia b. Bagi Institusi pendidikan Memberikan gambaran pada institusi pendidikan tentang kejadian anemia pada remaja dan dapat mengambil peran dan kontribusi dalam pencegahannya c. Bagi remaja Memberikan gambaran kejadian anemia pada remaja agar dapat dilakukan upaya pencegahan commit to user dan penanganan.
7 2. Manfaat teoritis Memberikan data empiris tentang bagaimana hubungan lingkungan sosial, pola menstruasi, body image dan pola makan dengan kejadian anemia pada. commit to user