Hubungan antara Defisiensi Besi dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder pada Anak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

Hubungan antara Kadar Zink Plasma dengan Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPP/H)

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK PENGARUH KONSUMSI DHA TERHADAP KECENDERUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS PADA ANAK USIA 3 6 TAHUN

ABSTRAK HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIFITAS (GPPH) TERHADAP STATUS GIZI ANAK DI KLINIK TUMBUH KEMBANG RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

HUBUNGAN STUNTING DAN GIZI KURANG DENGAN SKOR IQ ANAK SEKOLAH DASAR UMUR 8 TAHUN DI KECAMATAN BULULAWANG KABUPATEN MALANG TESIS

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi

Abstract ASSOCIATION OF ATRIAL FIBRILLATION AND ISCHEMIC STROKE ANALYSIS FROM RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5%

ABSTRAK HUBUNGAN RERATA ASUPAN KALSIUM PER HARI DENGAN KADAR KALSIUM DARAH PADA PEREMPUAN DENGAN SINDROMA PREMENSTRUASI

HUBUNGAN ASUPAN VITAMIN D, GAYA HIDUP DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR 25(OH)D SERUM PADA PEREMPUAN USIA TAHUN

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ASUPAN MAGNESIUM DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI PENDERITA ANEMIA DI SUKOHARJO SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. persentase populasi ADB di Indonesia sekitar %. Prevalensi ADB di

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. defisiensi besi sebanyak 25 sebagai kasus dan 37 anak dengan Hb normal

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

Kejadian Ptiriasis Capitis Berbasis Tipe Pomade dan Frekuensi Penggunaannya

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN ANDROPAUSE PADA PEKERJA PRIA PT. DANLIRIS, SUKOHARJO SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK PENGARUH DURASI TIDUR TERHADAP RISIKO OBESITAS PADA PRIA DEWASA. Mutiara Hermana, 2009 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, MKes, AIF

HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci: Asupan Zat Besi, Kadar Hemoglobin, Anak Usia 1-3 Tahun

Hubungan di antara merokok dengan tingkat kecemasan di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2014

PERBEDAAN SATURASI OKSIGEN AWAL MASUK TERHADAP LUARAN PNEUMONIA PADA ANAK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

PENGARUH SUPLEMENTASI ZAT BESI DAN ASAM FOLAT TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DENGAN ANEMIA DI POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA TESIS

Oleh: Esti Widiasari S

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara di dunia. Keadaan ini dapat berupa defisiensi makronutrien,

Hubungan Mengikuti Kelompok Bermain dan Perkembangan Anak

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH LAPORAN AKHIR HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK. Fenny Mariady, Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

ABSTRAK. GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA, SEMARANG

Hubungan antara Anemia dan Kejadian Inersia Uteri di RSUD Dr.Moewardi SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

TESIS AKHIR. dr. Muhammad Windi Syarif Harahap NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

HALAMAN SAMPUL HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN ANEMIA DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI DI SMA BATIK 1 SURAKARTA

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA HAMIL BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS RUTIN DI PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG

Hubungan Karakteristik Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Kejadian Dengue Syok Sindrom (DSS) pada Anak

HUBUNGAN DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN SINDROMA TEROWONGAN KARPAL DI RS BETHESDA YOGYAKARTA

Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara

UNIVERSI MEDAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

PENGARUH STATUS GIZI DAN FREKUENSI SENAM DIABETES TERHADAP PROFIL LIPID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TESIS

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup tempat : RSIA. Hermina Pandanaran Semarang. Indonesia.

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRESTASI AKADEMIK SISWA-SISWI SD. NEGERI NO SUKA MAKMUR KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2011

BAB III METODE PENELITIAN. metode case control dilakukan terlebih dahulu kemudian pengambilan data

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

PERBEDAAN PROFIL LIPID LDL, HDL, DAN TRIGLISERIDA PENDERITA SINDROM KORONER AKUT ANTARA PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK SKRIPSI

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota

Kata kunci: Prevalensi,Anemia, Anemia defisiensi besi, bayi berat lahir rendah, Hb.

Keywords: Anemia, Social Economy

BAB II METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan penderita dengan bangkitan kejang demam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PASIEN MULTIPEL MIELOMA PADA BERBAGAI TAHAP PEMBERIAN KEMOTERAPI ( Studi Observasional di RSUP Dr. Kariadi Semarang )

Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula Elemental Di RSU dr.

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 PSIKIATRI DEPARTEMEN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA FK UNAIR - RSU dr.soetomo SURABAYA 2015

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007

Transkripsi:

Hubungan antara Defisiensi Besi dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder pada Anak Desi Fajar Susanti, Sunartini H, Retno Sutomo Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta Latar belakang. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling banyak dijumpai pada anak. Defisiensi besi diduga berperan dalam kejadian ADHD melalui perubahan neurotransmiter dopamin. Feritin serum merupakan indikator reliabel simpanan besi dalam tubuh termasuk otak. Tujuan. Untuk mengkaji hubungan antara defisiensi besi dan kejadian ADHD pada anak. Metode. Penelitian cross sectional dilakukan di RSUP Dr Sardjito dan Pusat Pengkajian dan Pengamatan Tumbuh Kembang Anak (P3TKA) Yogyakarta. Diagnosis ADHD berdasarkan kriteria DSM IV-TR. Subjek penelitian dipilih secara consecutive mencakup 35 anak dengan ADHD and 35 anak tanpa ADHD. Dilakukan pengukuran kadar serum feritin pada semua subyek. Hubungan antara defisiensi besi dengan ADHD dianalisis dengan chi square dan rerata feritin serum dengan uji Mean Whitney Hasil. Kadar feritin serum yang rendah ditemukan pada 34% anak dengan ADHD dan 25% pada anak tanpa ADHD tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna. Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rerata feritin serum pada pasien ADHD dan tanpa ADHD (24.4 ±22.04 µg/l vs.24.4±19.9 µg/l, p > 0,01). Kesimpulan. Prevalensi defisiensi besi pada anak ADHD dibandingkan tanpa ADHD tidak berbeda secara bermakna. Sari Pediatri 2015;17(1):29-34. Kata kunci: attention deficit/hyperactivity disorder, feritin, defisiensi besi The Relationship between Iron Deficiency and Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder in Children Desi Fajar Susanti, Sunartini H, Retno Sutomo Background. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) is the most common neurobehavioral disorders in children. Iron deficiency has been suggested to contribute in ADHD by altering dopamine neurotransmission. Serum feritin is reliable measurement of iron storage in body tissues including brain. Objective. To analyze the relationship between iron deficiency and ADHD in children. Methods. A cross sectional study was conducted at Dr Sardjito hospital and Pusat Pengkajian dan Pengamatan Tumbuh Kembang Anak (P3TKA) Yogyakarta from December 2010 through February 2011. Diagnosis of ADHD was based on DSM IV-TR criteria. Subjects were recruited consecutively, including 35 children with ADHD and 35 normal children. Serum feritin as indicator of iron deficiency was measured in all subject. Association between iron deficiency and ADHD was analyzed by chi square whereas the mean difference of serum feritin level by Mean Whitney Test. Results. Low serum ferritin levels were found in 34% of children with ADHD and in 25% of controls but it reach no different statistically they were not significantly different. Study result showed that there was no significant difference of mean serum feritin level in patients with attention-deficit hyperactivity disorder and controls ((24.4±22.04 µg/l vs.24.4±19.9 µg/l, p>0,01). Conclusion. Prevalence of iron deficiency in ADHD group and in control was not statistically different. Sari Pediatri 2015;17(1):29-34. Keywords: attention deficit/hyperactivity disorder, ferritin, iron deficiency Alamat korespondensi: Dr. Desi Fajar Susanti. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM/ SMF Kesehatan Anak/RSUP DR. Sardjito, Jl. Kesehatan No. 1, Yogyakarta 55284, Telepon +62274561616, +62274587333 ext. 543. E-mail: desi_lukman@yahoo.com 29

Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu gangguan neurobehavioral dan gangguan tumbuh kembang onset anak-anak yang paling sering terjadi. Prevalensi ADHD pada anak secara umum sekitar 4%- 12% (median: 5,8%) dan 6,68% di Indonesia. 1 Penyebab ADHD masih belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diyakini memegang peranan kuat dalam patofisiologi ADHD terutama melibatkan lintasan neurotransmiter dopaminergik. Defisiensi mikronutrien seperti besi diduga turut berperan di dalamnya. Defisiensi besi menyebabkan terjadinya penurunan ekspresi transporter dopamin dan variasi gen transporter dopamin dihubungkan dengan terjadinya ADHD. 2 Feritin serum merupakan indikator simpanan besi di jaringan tubuh. Menurut Konofal dkk 3 kadar feritin serum yang rendah ditemukan lebih banyak pada anak dengan ADHD (84%) dibandingkan anak tanpa ADHD (18%). Kadar feritin serum yang rendah diketahui memiliki hubungan signifikan dengan keparahan gejala ADHD. 3,4 Pemberian suplementasi besi pada anak ADHD selama lebih dari 12 minggu menghasilkan adanya penurunan skor ADHD rating scale. 4 Peran defisiensi besi dalam patofisiologi timbulnya gejala ADHD sampai saat ini masih kontroversial. Penelitian mengenai kadar besi pada anak ADHD di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian di Jakarta menyebutkan kadar feritin serum tidak berhubungan dengan keparahan gejala ADHD (menggunakan abbreviated corner teacher rating scale (ACTRS), tetapi penelitian tersebut tidak mengkaji adanya hubungan defisiensi besi dengan kejadian ADHD. 5 Penelitian ini mengkaji hubungan defisiensi besi dengan kejadian ADHD pada anak yang belum pernah dilakukan di Indonesia. Metode Penelitian dengan rancangan cross sectional ini dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Februari 2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Dengan ditetapkannya =0,05, proporsi defisiensi besi pada anak bukan ADHD 0,18, 3 dan ketepatan prediksi 20% maka didapatkan subyek penelitian adalah 35 anak usia 3-12 tahun yang terdiagnosis ADHD sesuai dengan kriteria diagnostik DSM IV-TR dan 35 anak tanpa ADHD. Subyek yang diketahui terdiagnosis penyakit kronis, seperti tuberkulosis, penyakit ginjal, penyakit jantung, kelainan darah dan keganasan, serta gizi buruk akan dieksklusi dari penelitian ini. Subjek penelitian menjalani pengambilan darah vena 1 cc 1 kali menggunakan wing needle untuk dilakukan pemeriksaan kadar feritin serum dengan metode atomic absorption spectrophotometry (AAS). Data dianalisis menggunakan program statistical product and service solution. Untuk mengetahui sebaran data dilakukan uji distribusi normal dengan Kolmogorov Smirnov. Hubungan antara defisiensi besi dengan status ADHD diuji dengan uji chi-square jika memenuhi syarat atau uji Fisher jika tidak memenuhi syarat. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah p<0,05 dengan interval kepercayaan 95%. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran UGM. Hasil Subyek penelitian memiliki distribusi usia 5,1-14,3 tahun dengan median 10,8 tahun. Distribusi usia pada kelompok anak dengan ADHD adalah 5,1-14,3 tahun dengan median 9,6 tahun dan pada kelompok bukan ADHD adalah 10,2-12,0 tahun dengan median 11,1 tahun. Rerata usia terdiagnosis ADHD pada penelitian ini adalah 6,1±2,5 tahun. Tumbelaka dkk 5 juga menemukan median usia saat pertama kali terdiagnosis ADHD adalah 4 tahun (rentang 2-10 tahun). Karakteristik demografi subyek penelitian tertera pada Tabel 1. Hasil pemeriksaan kadar serum feritin menunjukkan kadar feritin serum tertinggi pada penelitian ini adalah 102,97 µg/l dan terendah adalah 3,91 µg/l. Rerata kadar feritin serum pada seluruh subjek penelitian adalah 24,45 µg/l ± 20,84. Perbedaan hasil pemeriksaan feritin serum pada kelompok anak ADHD dan bukan ADHD tertera pada Tabel 2. Pembahasan Pada kelompok ADHD didapatkan jumlah anak lakilaki lebih banyak daripada anak perempuan, dengan perbandingan 6:1. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian tentang angka kejadian ADHD yang 30

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian Parameter ADHD Bukan ADHD P* Usia Median (rentang) 9,6 (5,1-14,3) 11,1(10,2-12,0) <0,001 Jenis kelamin; (n, %) Laki-laki 30 (66,7) 15 (33,3) <0,001 Perempuan 5 (20) 20 (80) Pendidikan ibu (n, %) Tinggi Rendah Pendidikan ayah (n, %) Tinggi Rendah Tingkat sosioekonomi (n, %) 19 (90,5) 16 (32,7) 23 (92,2) 12 (26,7) 2 (9,5) 33 (67,3) 2 (8) 33 (73,3) <0,001 <0,001 Baik 29 (60,4) 19 (27,3) 0,010 6 (39,6) 16 (72,7) Kurang Psikostimulan Ya Tidak Keterangan: * p < 0,05 bermakna secara statistik 2 33 Tabel 2. Hubungan defisiensi besi dengan kejadian ADHD Defisiensi besi ADHD n(%) Bukan ADHD n (%) Status besi Defisiensi Tidak defisiensi Rerata feritin serum (SD), µg/l Keterangan: * p<0,05 bermakna secara statistik 15(57,7) 20(45,5) 24,43±22,04 11(42,3) 24(54,5) 24,48±19,90 OR IK95% P 1,6 0,61-4,35 0,32 0,54 mendapatkan rata-rata perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 4:1. 6-8 Anak laki-laki dengan ADHD lebih banyak menderita ADHD tipe hiperaktif dan tipe inattention pada anak perempuan sehingga proporsi anak laki-laki dilaporkan lebih banyak menderita ADHD dibanding anak perempuan. 9 Feritin serum merupakan indikator besi di dalam tubuh yang reliabel termasuk di otak. Kadarnya yang rendah dapat digunakan sebagai deteksi dini adanya defisiensi besi. Defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan neurotransmisi di otak dan diduga memiliki peranan pada patofisiologi ADHD. 10 Cut-off kadar serum feritin untuk menunjukkan adanya hubungan defisiensi besi dengan ADHD yang digunakan dalam berbagai penelitian adalah bervariasi, mulai dari 12 µg/l sampai 45 µg/l. 3,10 Nilai cut off kadar feritin serum yang berbeda tersebut mengambarkan rentang normal pada populasi tetapi tidak menggambarkan kondisi biologi di tubuh sehingga dapat membingungkan dalam evaluasi status besi seseorang. Saat cadangan besi dideplesikan (umumnya digambarkan <12 45 µg/l) maka akan terjadi penurunan sintesis hemoglobin, gangguan perhatian dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Dalam suatu penelitian yang menggunakan pemeriksaan fungsi sumsum tulang sebagai baku emas, menunjukkan cadangan besi perifer tidak akan terisi penuh sampai tercapainya 31

kadar feritin serum >50-100 µg/l. Secara teoritis, simpanan besi di perifer dapat sampai ke sistem saraf pusat dengan menembus sawar darah otak dan hal tersebut dipengaruhi derajat saturasi cadangan besi perifer. Dengan demikian, kadar feritin yang normal untuk sintesis hemoglobin dan mioglobin bisa saja tidak cukup untuk memelihara fungsi neurotransmiter otak. 11 Penelitian yang dilakukan Cortese dkk, 10 menggunankan cut-off kadar serum feritin <45 µg/l dalam penelitiannya, menemukan 60% anak ADHD mengalami defisiensi besi. Konofal dkk, 3 menggunakan cut-off kadar serum feritin <30 µg/l dalam penelitiannya, menemukan 84% anak ADHD mengalami defisiensi besi dan 18% pada kelompok anak bukan ADHD (p<0,001). Sementara itu, Lahat dkk, 12 menggunakan cut off kadar feritin serum 20 µg/l dalam penelitiannya, menemukan 56% anak ADHD mengalami defisiensi besi. Sebaliknya, Tumbelaka dkk 5 dan Millichap dkk 13 dengan menggunakan nilai cut off yang sama hanya menemukan prevalensi defisiensi besi pada anak ADHD masing-masing 15% dan 18%. Penelitian ini menggunakan cut-off <15 µg/l sesuai dengan definisi dari International nutritional anemia consultative group (INACG) dan sudah direvisi WHO di tahun 1993. Kadar serum feritin dibagi berdasar kan usia dalam menggambarkan simpanan besi dalam tubuh. Untuk usia <5 tahun, kadar feritin serum <2 µg/l menggambarkan adanya deplesi simpanan besi, sedangkan usia >5 tahun, kadar feritin serum <15 µg/l menggambarkan deplesi simpanan besi. Nilai cut off penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di India, yaitu <12 µg/l. Hasil penelitian tersebut menemukan 92% kelompok anak ADHD mengalami defisiensi besi, sementara tidak satu pun ditemukan pada kelompok bukan ADHD. 14 Penelitian ini menemukan proporsi kejadian defisiensi besi lebih tinggi pada kelompok anak dengan ADHD (57,7%) dibandingkan anak tanpa ADHD (42,3%), tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna. Hal tersebut kemungkinan dapat terjadi karena prevalensi defisiensi besi pada anak di Indonesia masih tinggi. Menurut hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, prevalensi defisiensi besi pada anak usia sekolah dan remaja 26,5%. Penelitian lain menyebutkan 47,2% anak usia sekolah mengalami defisiensi besi. Prevalensi defisiensi besi yang tinggi pada anak usia sekolah tersebut dapat menyebabkan proporsi anak yang mengalami defisiensi besi pada kelompok anak bukan ADHD tidak berbeda jauh dengan kelompok anak ADHD. Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan kadar serum feritin pada kelompok anak ADHD dibandingkan kelompok anak sehat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Danfrancesco dkk 15 yang menemukan kadar serum feritin pada anak ADHD tidak berbeda bermakna dibanding kelompok bukan ADHD. Hal yang sama juga ditemukan Millichap dkk 13 pada penelitiannya. Sebaliknya, Juneja dkk 14 menyebutkan bahwa rerata kadar serum feritin pada anak ADHD lebih rendah dibanding kontrol. Konofal dkk 3 juga menemukan adanya perbedaan kadar feritin pada anak ADHD dengan kontrol. Perbedaan mengenai rerata kadar feritin pada penelitian di atas dapat disebabkan oleh berbagai hal. Penggunaan psikostimulan pada subjek penelitian diduga dapat memengaruhi hasil penelitian tentang defisiensi besi pada anak ADHD. Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu efek samping terapi stimulan adalah penurunan nafsu makan. 15 Penurunan nafsu makan dapat menyebabkan penurunan asupan makanan yang salah satunya mengandung zat besi sehingga akan menyebabkan kadar serum feritin ikut turun. Dengan demikian, menilai status besi pada pasien ADHD yang belum pernah mendapat terapi psikostimulan dapat menghindari terjadinya bias. 15 Pada penelitian ini, hanya dua anak ADHD yang menggunakan terapi psiko stimulan sehingga tidak dapat dilakukan analisis secara statistik. Beberapa penelitian menjelaskan jenis dan lama pemakaian terapi psikostimulan yang digunakan kelompok anak ADHD, tetapi tidak ada pembahasan secara statistik apakah lama pemakaian terapi psiko stimulan memengaruhi terjadinya defisiensi besi pada anak ADHD. Juneja dkk, 14 dalam penelitiannya, menemukan perbedaan rerata kadar feritin serum antara kelompok anak ADHD dan bukan ADHD tidak menyebutkan berapa lama penggunaan terapi psikostimulan setelah diagnosis ditegakkan (3 tahun sebelum penelitian dimulai). Kelompok anak ADHD pada penelitian Konofal dkk 3 sudah bebas psikostimulan selama 2 bulan setelah pemakaian 1-2 tahun saat dilakukan pemeriksaan kadar feritin serum. Namun, tidak jelas apakah periode tersebut cukup untuk menormalkan defisiensi nutrisi akibat terapi psikostimulan sebelumnya. Sementara itu, Donfrancesco dkk 15 menyebutkan 32

bahwa pada penelitiannya, kelompok anak ADHD baru mendapatkan terapi psikostimulan 3 bulan sehingga kadar feritin serum tidak berbeda dibanding kananak tanpa ADHD. Hal tersebut di atas menunjukkan penggunaan terapi psikostimulan dalam jangka waktu lama dapat memengaruhi kadar serum feritin pada anak ADHD menjadi rendah dibandingkan anak bukan ADHD meskipun tidak ada data empiris berapa lama pemkaian psikostimulan dapat memberi efek pada kadar feritin Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian di atas, selain disebabkan oleh cut- off, kadar feritin, dan perbedaan metode pengukuran serum feritin yang digunakan juga kemungkinan dikarenakan status besi tergantung pada usia, jenis kelamin, ras, dan faktor sosial ekonomi seseorang. Pada penelitian ini, proporsi tingkat sosial ekonomi tinggi, pendidikan ayah dan ibu tinggi diketahui lebih banyak pada kelompok anak ADHD. Namun, setelah dilakukan analisis bivariat menunjukkan hanya tingkat sosioekonomi yang memiliki hubungan dengan defisiensi besi, Pendapatan per kapita keluarga berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan gizi dalam hal ini mikronutrien besi. Berdasarkan hal tersebut, pemenuhan kebutuhan zat besi pada kelompok anak ADHD sangat mungkin lebih baik dibanding anak tanpa ADHD sehingga berdampak pada kadar feritin serum. 2 Penelitian ini tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa defisiensi besi tidak terlibat pada patofisiologi ADHD. Seperti kita ketahui bahwa serum feritin merupakan salah satu penanda status besi di perifer dan penurunan sejumlah besi di perifer dapat memberi dampak pada kadar besi di pusat. Namun demikian, sejauh mana serum feritin memengaruhi kadar besi di otak tetap belum jelas. 10 Kelemahan penelitian ini adalah pengambilan kelompok anak tanpa ADHD sebagai kelompok pembanding bukan dari populasi yang sama dengan kelompok anak dengan ADHD dikarenakan sulit mencari anak sehat di RS dr Sardjito dan Pusat Pengkajian dan Pengamatan Tumbuh Kembang Anak (bias seleksi). Di samping itu, karena keterbatasan waktu dan biaya, pemeriksaan kadar serum feritin hanya dilakukan sekali serta tidak dilakukan pemeriksaan penunjang lain untuk menyingkirkan adanya anemia dan inflamasi. Seperti kita ketahui, feritin merupakan indikator paling baik dan mudah untuk menilai cadangan besi serta memiliki spesifitas tinggi untuk defisiensi besi, tetapi feritin juga merupakan protein fase akut yang kadarnya meningkat pada kondisi inflamasi. Hal tersebut dapat memengaruhi kadar serum feritin subyek penelitian.. Kesimpulan Prevalensi defisiensi besi lebih banyak pada kelompok anak ADHD dibandingkan kelompok anak sehat, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna. Rerata kadar serum feritin anak dengan ADHD tidak berbeda dengan anak tanpa ADHD. Defisiensi besi tidak berhubungan dengan kejadian ADHD pada anak. Daftar pustaka 1. Andres MA. Prevalence, comorbidity, risk factors and service utilisation of disruptive behaviour disorders in community sample of children in Valencia (Spain). Soc Psy Epid 1999;34:175-9. 2. Biederman J. Attention- deficit/hyperactivity disorder: a selective overview. Biol Psychiatry 2005;57:1215-20. 3. Konofal E, Lecendreux M, Arnulf I, Mouren MC. Iron deficiency in children with attention deficit hyperactivity disorder. Arch Pediatr Adolesc Med 2004;158:1113-5 4. Oner O, Alkar OP, Oner P. Relation of ferritin levels with symptom ratings and cognitive performance in children with attention deficit-hyperactivity disorder. Pediatr Int 2008;50:40-4 5. Tumbelaka IAP, Pusponegoro HD, Rohsiswatmo R. Correlation between serum feritin levels and attentiondeficit/hyperactivity disorder symptom scores in children based on the abbreviated conners teachers rating scale. Paediatr Indones 2012;52:329-35. 6. American Academy of Pediatrics, Committee on Quality Improvement, Subcommittee on Attention-Deficit/ Hyperactivity Disorder. Clinical practice guideline: Diagnosis and evaluation of the child with attention- deficit/ hyperactivity disorder. Pediatrics 2001;108:1033-44. 7. Damodoro N. Sekilas studi epidemiologi disfungsional minimal otak. Dalam: Ibrahim N. Buku tahunan I neurologi simposium minimal brain damage pertemuan regional VI IDASI Jateng-DIY. Tawangmangu;1989. 8. Kiswarjanu. Prevalensi dan faktor resiko gangguan pemusatan perhatian pada murid taman kanak-kanak di kotamadya Yogyakarta, (Tesis:). Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta;1998. 9. Rowland AS, Lesesne CA, Abramowitz AJ. The 33

epidemiology of attention deficit hyperactivity disorder (ADHD): a public health view. MRDD Res Rev 2002;8:162-70. 10. Cortese S, Konofal E, Bernardina BD, Mouren MC, Lecendreux, M. Sleep disturbances and serum feritin levels in children with attention-deficit/hyperactivity disorder. Eur Child Adolesc Psychiatry2009;18:393-9. 11. Piccietti D. Is iron deficiency an underlying cause of pediatric restless legs syndrome and of attention-deficit/ hyperactivity disorder?. Sleep Med 2007;8:693-4. 12. Lahat E, Heyman E, Livne A, Goldman M, Berkovitch M, Zachor D. Iron deficiency in children with attention deficit hyperactivity disorder. IMAJ 2011;13:530-3. 13. Milichap JG, Yoe MM. Davidson SL. Serum feritin in children with attention deficit hyperactivity disorder. Pediatr Neurol 2006;34:200-3 14. Juneja M, Jain R, Singh V, Mallika D. Iron deficiency in Indian children with attention deficit hyperactivity disorder. Indian Pediatrics 2010;1-4 15. Donfrancesco R, Parisi P, Vanacore N, Martines F, Sargentini V, Cortese S. Iron and ADHD: time to move beyond serum feritin levels. J. Attention Dis 2013;17:347-57. 34