BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) Tegal BAB I

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kinerja pemerintah dalam mengelola sumber daya publik. Perubahan suatu

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

DINAMIKA PENGELOLAAN DANA TRANSFER DAN PINJAMAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

PAPARAN FORUM PERANGKAT DAERAH DAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORTEK) PEMBANGUNAN TINGKAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja pemerintah dalam mengelola sumber daya publik. Perubahan suatu sistem politik, sosial, kemasyarakatan, serta ekonomi yang dibawa oleh arus reformasi telah menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Agenda-agenda reformasi terhadap tuntutan perubahan organisasional kemudian menciptakan sejumlah prinsip atau doktrin tata kelola pemerintahan seperti terangkum dalam konsep new public management. Beberapa agenda perubahan yang mengacu pada prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah pemerintah berpicu pada misi (mission-driven government), pemerintah berorientasi pada hasil (result-oriented government), pemerintah berpicu pada pelanggan (customer-driven government), standar atau ukuran kinerja yang jelas, serta tingkat pelayanan yang diinginkan. General Accounting Office (GAO) tahun 1993 juga menjelaskan bahwa reformasi anggaran telah berusaha mengubah penekanan anggaran dari pengendalian belanja line item kepada alokasi sumber daya berdasarkan tujuan program dan ukuran hasil. Pelaksanaan anggaran transfer ke daerah diatur melalui Undang-Undang dan Permenkeu maupun Permendagri. Kemudian Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Sedangkan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berarti otonomi menjadi hal yang sangat penting bagi daerah. Otonomi diberikan kepada daerah kota dan daerah kabupaten didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Kondisi ini ditujukan untuk peningkatan pelayanan kesejahteraan masyarakat yang semakin

2 baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antara daerah. Munculnya berbagai kebijakan yang bersumber dari tingkat pusat yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan daerah dari berbagai sektor kehidupan masyarakat tergambar dari UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara keuangan pusat dan keuangan daerah. Hal ini tentu memperlihatkan pola hubungan keuangan antara pusat dan daerah membutuhkan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam segi anggaran maupun pencapaian target dari suatu program yang dicanangkan. Transfer dana dari pusat kepada daerah diwujudkan dalam komponen penerimaan daerah sebagai dana perimbangan. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah salah satu instrumen desentralisasi fiskal bersama-sama dengan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan jenis dana desentralisasi lain yang tergabung dalam kelompok Dana Perimbangan. Selanjutnya menurut UU No. 33 Tahun 2004 DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan pusat yang menjadi kewenangan daerah. Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum lebih banyak bersifat sebagai bantuan umum (block grant), sedangkan DAK memiliki sifat yang sangat spesific (specific grant). Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN. Artinya, tidak semua daerah menerimanya dan tidak bisa dipastikan ada setiap tahunnya (Kansil, 2004). Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa: DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kemudian Pasal 162 UU No.32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk (1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah

3 Pusat atas dasar prioritas nasional dan (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Kemudian, pengelolaan dan pemanfaatan DAK tidak sepenuhnya menjadi wewenang daerah, melainkan ada campur tangan pemerintah pusat yang mengarahkan pemanfaatannya sesuai prioritas dan komitmen nasional. DAK bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Di Indonesia kebijakan pengaloka sian DAK mulai diimplementasikan sejak tahun 2003 dan hanya dialokasikan untuk 5 bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, prasarana jalan, prasarana irigasi dan prasarana pemerintah. Dari tahun ke tahun pengalokasian DAK mengalami perkembangan yang cukup signifikan, baik dari sisi besaran alokasi maupun dari cakupan bidang yang didanai dengan DAK, serta jumlah daerah penerima. Permasalahan dan kendala dalam implementasi program DAK yang saling berkaitan antara lain (1) Ketersediaan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tahunan sering terlambat; (2) Juklak dan juknis DAK sering berubah ubah dan kurang memerhatikan kebutuhan daerah karena kurangnya pemetaan/ pemahaman kekhususan/kebutuhan daerah; (3) Petunjuk-petunjuk tersebut terlalu terperinci mengatur penggunaan input dan kaku (input-oriented, bukannya outputoriented); relatif kecilnya pagu nasional DAK dibanding dengan kebutuhan dan dampak yang diharapkan; (4) Batasan penggunaan DAK sesuai peraturan perundangan yang ada masih menekankan ada kegiatan fisik, sehingga kurang dapat mengakomodasi kebutuhan terhadap perencanaan kegiatan secara utuh; (5) Akibat permasalahan/kendala tersebut, sebahagian daerah kesulitan menyerap atau memanfaatkan DAK sesuai sasaran-sasaran yang ditetapkan (Bappenas DAK Whitepaper, 2011). Dalam laporan akhir Sistem Monitoring & Evaluasi Penggunaan DAK tahun 2011, tergambar bahwa sejak digulirkan oleh pemerintah pusat sampai dengan saat ini, permasalahan yang berkaitan dengan DAK yakni (1) masih adanya kekurang-tepatan pemahaman tentang konsep DAK baik di Pusat maupun di daerah, (2) masih relatif kecilnya pagu nasional DAK dibandingkan dengan kebutuhan; (3) Batasan penggunaan DAK sesuai peraturan perundangan yang ada masih menekankan pada kegiatan fisik, sehingga kurang dapat

4 mengakomodasi kebutuhan daerah (3) Masih terbatasnya kapasitas perencanaan DAK yang berbasis kinerja, serta selaras dan terpadu dengan perencanaan sektoral nasional (4) masih rendahnya akurasi data teknis yang diperlukan untuk perencanaan dan alokasi DAK (5) Formula alokasi DAK yang ada belum sepenuhnya dapat menjamin kesesuaian antara kepentingan nasional dan kebutuhan daerah; (6) masih kurang terintegrasinya DAK ke dalam siklus dan mekanisme perencanaan pembangunan nasional dan daerah (7) belum tersedianya pedoman yang jelas tentang koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; (8) Masih kurangnya sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBD (9) Masih kurangnya koordinasi dan keterpaduan dalam pemantauan dan evaluasi DAK serta rendahnya kepatuhan daerah dalam penyampaian laporan pelaksapnaan DAK ke pusat; dan (10) masih relatif lemahnya pengawasan daerah terhadap pelaksanaan kegiatan DAK. Selanjutnya pengembangan pertanian, khususnya sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan daerah Kabupaten Solok. Kondisi ini terlihat baik secara langsung pada pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bahkan tahun 2015 sebesar 45,26%, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan penyediaan pangan, maupun tidak langsung melalui peningkatan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari peranan Dinas Pertanian dalam melaksanakan koordinasi dan pemberian fasilitasi bagi pelaksana pembangunan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat. Akan tetapi, beberapa permasalahan mendasar dan isu strategis dalam pembangunan bidang pertanian di Kabupaten Solok saat ini adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur dan sarana prasarana serta masih lemahnya kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia petani dan penyuluh. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka perlu dilakukan pembangunan/rehabilitasi infrastruktur pertanian dan sarana penunjang penyuluh pertanian. Adanya alokasi dana dari pemerintah pusat melalui DAK Bidang Pertanian merupakan salah satu penunjang untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan dana

5 pemerintah daerah untuk membiayai pelaksanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Solok. Kebijakan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok diarahkan untuk mendukung penyediaan infrastruktur dasar di bidang pertanian yang merupakan kegiatan prioritas nasional dalam mencapaia swasembada berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai. Sasaran pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok adalah terlaksananya pekerjaan infrastruktur pertanian yang terdiri dari pembangunan infrastruktur jalan pertanian, jalan produksi perkebunan dan jalan produksi peternakan, pembangunan infrastruktur irigasi pertanian serta sarana dan prasarana pengolahan pasca panen. Juga untuk penyediaan sarana parasarana penyuluhan, penyediaan sarana dan prasarana pembibitan ternak. Adapun impact (dampak) yang diharapkan dari pelaksanaan proram dan kegiatan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok adalah adanya peningkatan produksi, produktifitas dan mutu produk pertanian serta peningkatan sumberdaya manusia penyuluh pertanian di Kabupaten Solok. Tetapi pemanfaatan DAK di Kabupaten Solok belum maksimal yang terlihat dari rendahnya realisasi serapan anggaran tahun 2013-2015 yaitu 76% sementara realisasi fisik 91,83%. Hasil kajian yang dilakukan oleh Bappenas untuk Whitepaper (2011), memperlihatkan bahwa DAK dengan pola dan besaran alokasi seperti diterapkan selama ini, tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap tujuan-tujuan (outcome dan impact) pembangunan nasional yang meliputi pertumbuhan ekonomi dan IPM-dengan beberapa variabel kuncinya. Ternyata hanya DAK Pertanian, DAK bidang lingkungan hidup dan pendidikan yang menunjukkan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, meskipun tidak signifikan. Penelitian Susanti dkk (2014), dengan judul Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan di Kabupaten Cilacap Tahun 2013, dari hasil penelitian ini terlihat bahwa pelaksanaan program Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan dasar dan menengah sudah memberikan hasil yang diharapkan secara maksimal. Mengenai dampak (manfaat) kebijakan yang diharapkan, kegiatan DAK pendidikan dasar sudah memberikan dampak positif, tetapi untuk pendidikan menengah belum sepenuhnya memberikan hasil yang diharapkan. Sementara tujuan kegiatan DAK bidang pendidikan dasar dan menengah sudah

6 terwujud, tetapi belum maksimal. Kemudian pelaksanaan indikator input, process, dan output, pada pendidikan dasar dan menengah semuanya sudah baik. Penelitian Kurniawan (2014), dengan judul Implementasi Kebijakan Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal (DAK SPDT) Tahun 2010-2012 di Kabupaten Situbondo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari kompetensi sumber daya manusia terhadap implementasi kebijakan pengelolaan DAK SPDT. Kemudian penelitian Pina (2015), dengan Judul Implementasi Program Dana Alokasi Khusus Sektor Pendidikan di Kota Makassar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi program DAK sektor pendidikan Kota Makassar telah mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal melalui penyediaan pembangunan sarana prasarana pendidikan. Dan penelitian Handayani (2016), dengan judul penelitian Analisis Efektifitas Dana Alokasi Khusus (DAK) Pertanian di Kota Sawahlunto. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan sudah efektif tetapi untuk pelaksanaan lapangan belum efektif yang terlihat dari beberapa kegiatan yang tidak terlaksana. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini akan membahas tentang pelaksanaan DAK di Kabupaten Solok sehingga dipilih judul Evaluasi Program dan Kegiatan Dana Alokasi Khusus Bidang Pertanian Kabupaten Solok Tahun 2013-2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana pelaksanaan program dan kegiatan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok Tahun Anggaran 2013-2015? 2. Bagaimana dampak pelaksanaan program dan kegiatan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok Tahun 2013-2015 terhadap peningkatan produksi pertanian dan peningkatan sumberdaya manusia penyuluh pertanian?

7 3. Apa saja faktor penghambat dalam pelaksanaan program dan kegiatan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok Tahun 2013-2015? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok Tahun 2013-2015 2. Mengevaluasi dampak pelaksanaan program dan kegiatan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok Tahun 2013-2015 terhadap peningkatan produksi pertanian dan peningkatan sumberdaya manusia penyuluh pertanian 3. Mendeskripsikan faktor penghambat pelaksanaan program dan kegiatan DAK Bidang Pertanian di Kabupaten Solok Tahun 2013-2015 D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Solok dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan Program dan Kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi tentang Pelaksanaan Program dan Kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian Kabupaten Solok serta dapat menjadi masukan atau informasi bagi peneliti selanjutnya. E. Ruang Lingkup Untuk mencapai tujuannya, Penelitian ini akan dibatasi hanya pada penyusunan, pelaksanaan, dampak dan faktor penghambat pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Ruang lingkup Penelitian ini adalah pelaksanaan DAK tahun 2013 sampai dengan 2015 dengan cara wawancara mendalam dan dokumen-dokumen yang terkait dengan DAK bidang pertanian Kabupaten Solok.

8 F. Sistematika Penulisan Adapun Sistematika penulisan dalam penelitian ini yang tertuang dalam setiap bab dapat dirinci sebagai berikut : 1. Bab I berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan. 2. Bab II memuat landasan teori mengenai teori Evaluasi Program, Konsep Transfer Dana Pemerintah, DAK, DAK Bidang Pertanian, Penelitain Terdahulu serta kerangka pemikiran. 3. Bab III memuat tentang metodologi penelitian yang berisikan lokasi penelitian, data dan sumber data serta metode analisis data. 4. Bab IV memberikan gambaran umum mengenai wilayah studi berupa kondisi geografis, sumber daya alam dan keunggulan yang dimiliki dan menganalisis temuan penelitian yang berdasarkan pada hasil wawancara mendalam dan dokumentasi. 5. Bab V menarik kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan.