BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib kepada kas Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan definisi pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro (1990:5) yang dikutip oleh Waluyo (2011:7) menyatakan bahwa: Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditujukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 1
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulakan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut: a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. 2.1.2. Fungsi Pajak Fungsi pajak yang dikemukakan oleh Waluyo (2011:6) ada dua yaitu sebagai berikut: a. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dan yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintahan. 2
Contoh: Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang social dan ekonomi. Contoh: Dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah. 2.1.3. Jenis-jenis Pajak Jenis-jenis pajak yang dikemukan oleh Siti Resmi (2013:7) dikelompkkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut pemungutnya: a. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). PPh 3
dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. 2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen (dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa). b. Menurut Sifat Pajak dapat dikelompokkan menjai dua, yaitu: 1) Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikab keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, 4
perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) c. Menurut Lembaga Pemungut Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Pajak Negara (Pajak Pasif) adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Contoh: PPh, PPN dan PPnBM. 2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Daerah Tingkat I (Pajak Provinsi) maupun Daerah Tingkat II (Pajak Kabupaten/Kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masingmasing. Contoh: Pajak kendaraan bermotor, pajak restoran, pajak hiburan dan lain sebagainya. 5
2.1.4. Sistem Pemungut Pajak Sistem Pemungut Pajak yang dikemukakan oleh Siti Resmi (2013:11) dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu: a. Official Assessmeny System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yan terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perudangundangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri numlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang 6
perpajakan akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk: 1) menghitung sendiri pajak yang terutang; 2) memperhitungkan sendiri pajak yang terutang; 3) membayar sendiri jumlah pajak yang terutang; 4) melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan 5) mempertanggungjawabkan pajak yang terutang. c. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk mementukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang0undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpjakan yang tersedia. 2.1.5. Tarif Pajak Tarif pajak yang dikemukakan oleh Siti Resmi (2013:14) untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak 7
dapat berupa angka atau persentase tertentu. Jenis tarif pajak dibedakan menjadi tarif tetap, tari proposional (sebanding), tarif progresif (meningkat), dan tarif degresif (menurun). a. Tarif tetap Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapa pun besarnya dasar pengenaan pajak. Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Rp 1.000.000 Rp 6.000 Rp 2.000.000 Rp 6.000 Rp 5.750.000 Rp 6.000 b. Tarif Proposional (Sebanding) Tarif proposional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapapun dasar pengenaan pajaknya. Makin besar dasar pengenaan pajak maka makin besar pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikan secara proposional atau sebanding. Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Utang Pajak Rp 1.000 10% Rp 100 Rp 20.000 10% Rp 2.000 Rp 50.000 10% Rp 5.000 8
c. Tarif progresif (Meningkat) Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang makin meningkat dengan makin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000 5% Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15% Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25% Di atas Rp 500.000.000 30% d. Tarif Degresif (Menurun) Tarif degresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Rp 50.000.000 30% Rp 100.000.000 20% Rp 200.000.000 10% 9
2.2. Penagihan Pajak 2.2.1. Pengertian Penagihan Pajak Penagihan pajak yang dikemukakan oleh Erly Suandi (20011:169) adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita. 2.2.2. Tujuan Penagihan Pajak Tujuan penagihan pajak adalah agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Agar tujuan penagihan pajak tersebut tercapai, maka diperlukan serangkaian tindakan yang dapat diambil oleh Jurusita Pajak mulai dari tindakan penerbitan Surat Teguran atau sejenisnya, kemudian penyampaian Surat Paksa, penyampaian Surat Perintah Melakukan Penyitaan dan Pelaksanaan Penyitaan, penjualan barang hasil penyitaan, sampai dengan tindakan pencegahan bepergian ke luar negeri dan penyanderaan. 10
2.2.3. Penanggung Pajak Penanggung Pajak menurut pasal 1 angka 3 Undang- Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.2.4. Utang Pajak Utang Pajak menurut pasal 1 angka 9 Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan pearturan perundangundangan perpajakan. 2.2.5. Dasar Penagihan Dasar penagihan pajak menurut pasal 18 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan untuk melakukan penagihan pajak, yaitu: a. Surat Tagihan Pajak 11
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan d. Surat Ketetapan Pembetulan e. Surat Ketetapan Keberatan f. Putusan Banding g. Putusan Peninjauan Kembali 2.3. Pelaksanaan Penagihan Pajak Tindakan penagihan pajak dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak karena yang bersangkutan mempunyai utang pajak yang tidak dibayar atas suatu atau beberapa surat ketetapan pajak yang telah jatuh tempo (1 bulan sejak tanggal penerbitan). Tindakan penagihan pajak berdasarkan urutan proses pelaksanaannya, alasan dilakukannya tindakan penagihan tersebut, dan waktu pelaksanaannya disajikan dalam table berikut: 12
Tabel 2.1 Jadwal Tindakan Penagihan Pajak No JENIS TINDAKAN ALASAN WAKTU PELAKSANAAN 1 Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis (Pasal 8 sampai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan No : 24/PMK.03/2008 jo PMK- 85/PMK.03/2010) 2 Penerbitan Surat Paksa (Pasal 7 UU No. 19/2000 dan Pasal 15 sampai Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan No : 24/PMK.03/2008 jo PMK- 85/PMK.03/2010) 3 Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (Pasal 12 UU No. 19/2000) 4 Pengumuman Lelang (Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan No : 24/PMK.03/2008 jo PMK- 85/PMK.03/2010) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan jatuh tempo Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat PEringatan atau surat lain yang sejenis Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah diberitahukan Surat Paksa Setelah pelaksanaan penyitaan ternyata Penanggung Pajak tidak melunasi utang Pajaknya Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo Setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran atau Surat Peringatan atau suat lain yang sejenis Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan 13
5 Penjualan/Pelelangan Barang Sitaan (UU No.19/2000 Pasal 26) Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan No : 24/PMK.03/2008 jo PMK- 85/PMK.03/2010) Setelah pengumuman lelang ternyata Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak Pengumuman Lelang Sumber: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tentang Penagihan Pajak Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2.3.1. Surat Teguran 2.3.1.1. Pengertian Surat Teguran Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis menurut Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 1 angka 10 adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. 2.3.1.2. Penerbitan Surat Teguran Tindakan penagihan pajak dimulai dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis. Langkah ini diambil sebagai peringatan agar penanggug pajak segera melunasi utang pajaknya untuk menghindari dilakukannya tindakan penagihan. Penerbitan 14
Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yangs sejenis dilakukan setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayarn. 2.3.2. Surat Paksa 2.3.2.1. Pengertian Surat Paksa Menurut Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 1 angka 12 Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa diterbitkan, apabila: a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dnegan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan SuratTeguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis. b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. 15
2.3.2.2. Penerbitan Surat Paksa Surat Paksa diterbitkan paling cepat 21 hari sejak penerbitan Surat Teguran, atau 28 hari sejak jatuh tempo pembayaran STP, SKPKB, atau SKPKBT, kecuali apabila terhadap Penanggung Pajak telah diterbitkan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa dapat segera diterbitkan tampa menunggu lewat tenggang waktu 21 hari sejak saat Surat Tegur diterbitkan. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. 2.3.3. Penyitaan 2.3.3.1. Pengertian Penyitaan Penyitaan menurut Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 1 angka 14 Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk 16
melunasi utang pajak menurut peraturan perundangundangan. Tujuan dari tindakan penyitaan sesungguhnya tidak untuk melakukan penjualan barang milik Penanggung Pajak, melainkan hanya untuk menguasi barang Penanggung pajak sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Dengan demikian, sampai dengan saat dilakukannya penyitaan, Wajib Pajak masih diberikan kesempatan untuk melakukan pelunasan utang pajak dan dihimbau untuk melakukan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan pajak. 2.3.3.2. Penerbitan Surat Pelaksanaan Melaksankan Penyitaan Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) yang diterbitkan oleh Pejabat penerbit Surat Paksa. Penerbitan SPMP dilakukan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukann kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 2.3.3.3. Objek Sita 17
Objek Sita menurut Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 1 angka 15 adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak. Menurut Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 14 ayat 1 Barang-barang yang dapat dijadikan objek sita dapat berupa: a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu. Menurut Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 15 ayat 1 barang-barang milik Penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah sebagai berikut: a. Pakaian dan tempat tidur beserta kelengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya 18
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjdai tanggungannya. 2.3.4. Lelang 2.3.4.1. Pengertian Lelang Lelang menurut Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 1 angka 17 adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila telah melampaui waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan Penanggung Pajak tidak 19
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, Pejabat melakukan penjualan barang sitaan. Penjualan barang sitaan pada dasarnya dilakukan dengan melalui lelang di muka umum. 2.3.4.2. Pengumuman lelang a. Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan b. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergeraj dilakukan 2 (dua) kali c. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa 2.3.4.3. Pelaksanaan lelang Adapun pelaksanaan lelang dilakukan dengan uraian sebagai berikut: a. Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media masa. 20
b. Kepala kantor bertindak sebagai penjual barang yang disita mengajukan permohonan lelang kepada Kantor Lelang sebelum pelaksanaan lelang. c. Kepala kantor menentukan nilai limit dan diserahkan kepada pejabat lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang. d. Kepala kantor atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang. e. Pejabat harus menghentikan pelaksanaan lelang meskipun barang yang akan dilelang masih ada apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak. Sisa barang dan kelebihan hasil lelang harus dikembalikan kepada penanggung pajak paling lambat 3 hari setelah pelaksanan lelang. f. Penggunaan hasil lelang terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak dan sisanya untuk membayar utang pajak. 21