JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

dokumen-dokumen yang mirip
KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip,

, dan Fe 3+ terhadap Ketersediaan K pada Tanah-tanah yang Didominasi Mineral Liat Smektit

111. BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

IV. HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

ANALISIS ERAPAN P TANAH PADA BERBAGAI KONSENTRASI CaCl 2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

DASAR-DASAR ILMU TANAH

MEKANISME PELEPASAN K TERFIKSASI MENJADI TERSEDIA BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI SMEKTIT

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DEDI NURSYAMSI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah. Faktor kuantitas kalium menggambarkan jumlah K yang dijerap koloid

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Ektrak KCl 1 N : Sebanyak 74,55 g kristal KCl dilarutkan ke dalam labu takar 1000 ml dengan akuades.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

V. PEMBAHASAN. Dinamika Hara K. Dinamika hara K merupakan perubahan hara K dalam tanah akibat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Effect of Oxalic Acid, Na +, NH 4 +, and Fe 3+ on Availability of Soil K, Plant N, P, and K Uptake, and Maize Yield in Smectitic Soils ABSTRAK

BAHAN DAN METODE Lingkup Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Preparasi sampel dan ekstraksi fraksi nano Percobaan Jerapan Amonium

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketersediaan P Tanah-Tanah Netral dan Alkalin

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

INSTRUKSI KERJA PENGUKURAN PH, BAHAN ORGANIK, KTK DAN KB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November Februari 2014.

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering)

PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

MATERI-8. Unsur Hara Makro: Kalsium & Magnesium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT Rasional Sejumlah kation dapat membebaskan K yang terfiksasi pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral liat tipe 2:1. Kation tersebut antara lain: Na + (Ismail, 1997), NH 4 + (Kilic et al., 1999; Evangelou dan Lumbanraja, 2002), dan Fe 3+. Diantara ketiga kation tersebut, Fe 3+ paling berpotensi dalam membebaskan K terfiksasi karena berdasarkan deret liotropik kation tersebut mempunyai jerapan yang lebih tinggi daripada K + (Havlin et al., 1999). Selain itu Fe juga merupakan unsur hara mikro yang sering menjadi masalah di tanah-tanah netral hingga alkalin termasuk tanah yang didominasi mineral liat smektit. Kemampuan ketiga kation tersebut dalam membebaskan K terfiksasi selain tergantung kemampuan meningkatkan jarak basal smektit juga dipengaruhi oleh kekuatan ketiga kation tersebut mendepak K yang berada di ruang antar lapisan mineral liat. Faktor yang terakhir dipengaruhi oleh konsentrasi kation dimana kation yang mempunyai konsentrasi tinggi dapat mendepak kation terjerap yang berkonsentrasi lebih rendah. Selain konsentrasi ion, tingkat jerapan koloid tanah juga berpengaruh terhadap kekuatan kation dalam melepaskan K yang terfiksasi dimana kation yang memiliki jerapan tinggi dapat mengusir kation yang jerapannya lebih rendah pada komplek jerapan koloid tanah. Untuk memanfaatkan kation dalam meningkatkan ketersediaan K tanah maka perlu dipelajari terlebih dahulu karakteristik jerapan kation tersebut di dalam tanah. Jerapan tanah (jerapan maksimum, konstanta energi ikatan, dan daya sangga) terhadap kation tergantung valensi kation yang bersangkutan dimana semakin tinggi valensi kation semakin tinggi pula jerapannya. Dengan demikian maka Fe 3+ berpeluang memiliki jerapan 60

yang lebih tinggi dibandingkan K +. Untuk kation yang bervalensi sama misalnya Na +, NH 4 +, dan K +, maka besarnya jerapan mengikuti deret liotropik (Tan, 1998; Havlin et al., 1999). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari jerapan Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ pada tanahtanah yang didominasi mineral liat smektit. Bahan dan Metode Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor mulai bulan Januari April 2006 dengan menggunakan empat contoh tanah bulk yang diambil dari Bogor (B1) dan Blora (B4) termasuk Alfisol serta Cilacap (B2) dan Ngawi (B3) termasuk Vertisol. Pengambilan contoh tanah bulk mempertimbangkan: bahan induk tanah, iklim, kadar K dd dan mineral liat smektit tanah. Hasil klasifikasi tanah berdasarkan deskripsi profil tanah di empat lokasi tersebut disajikan pada Tabel 14, sedangkan data morfologi tanah disajikan pada Lampiran 5. Tabel 14. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Deskripsi Profil di Daerah Penelitian. Kode Lokasi Bahan induk Zone Agroklimat *) Klasifikasi tanah B1 Bogor Batu kapur B1 Hapludalf Tipik, halus, smektitik, isohipertermik B2 Cilacap Sedimen liat berkapur B1 Endoaquert Kromik, sangat halus, berkapur, smektitik, isohipertermik B3 Ngawi Sedimen liat berkapur C3 Endoaquert Tipik, sangat halus, berkapur, smektitik, isohipertermik B4 Blora Batu kapur C2 Haplustalf Tipik, halus, berkapur, campuran, semi aktif, isohipertermik *) Oldeman (1975). 61

Rata-rata curah hujan bulanan selama 30 tahun (1971-2000) disajikan pada Lampiran 6, sedangkan data analisis kimia tiap horizon tanahnya pada Lampiran 7. Seluruh contoh tanah dikering-anginkan, ditumbuk, dan diayak dengan saringan 2 mm. Jerapan Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ ditetapkan dengan prosedur Fox dan Kamprath (1970), tapi sistem pengocokannya mengikuti prosedur Widjaja Adhi et al. (1990). Prosedur penetapan masing-masing kurva jerapan adalah sebagai berikut: 1. Dua g masing-masing contoh tanah dimasukkan ke dalam botol plastik, lalu masing-masing ditambahi 20 ml larutan NaCl, NH 4 Cl, dan FeCl 3 yang mengandung 0, 5, 10, 20, 40, 60, 80, 100, 150, 200, 250, 300, 350 dan 400 ppm Na, NH 4, dan Fe dalam pelarut 0.001 M CaCl 2. Kemudian 2 tetes toluen ditambahkan untuk menghambat aktivitas jasad mikro yang dapat memakan unsur hara. 2. Ekstrak contoh dikocok 2 kali sehari masing-masing 30 menit pagi dan sore hari dengan selang waktu 6-8 jam selama 6 hari berturut-turut. 3. Setelah 12 kali pengocokan (6 hari), suspensi disaring dan konsentrasi masingmasing kation Na dan Fe dalam filtrat diukur dengan AAS sedangkan NH 4 dengan spektrofotometer. Selanjutnya kurva yang menghubungkan jumlah kation yang terdapat di dalam larutan dengan jumlah kation yang dijerap dibuat berdasarkan data hasil pengukuran. Hubungan tersebut kemudian dianalisis regresinya dengan menggunakan model persamaan keseimbangan Langmuir yang dilinearkan (Syiers et al., 1973). Model tersebut adalah: C/(x/m) = 1/(kb) + (1/b)C, dimana: x/m = jumlah kation yang terjerap per satuan bobot tanah (mg/kg); k = konstanta Langmuir; b = jerapan maksimum (mg/kg); dan C = konsentrasi kation dalam larutan dalam keadaan keseimbangan (mg/l). 62

Hasil dan Pembahasan Kurva Jerapan Jerapan Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ pada tanah Alfisol dan Vertisol disajikan pada Gambar 9. Jerapan Fe 3+ jauh lebih tinggi dibandingkan Na + dan NH + 4, sedangkan jerapan Na + relatif tidak berbeda dibandingkan NH + 4 pada empat jenis tanah yang dicoba. Besarnya jerapan kation di empat jenis tanah yang dicoba mempunyai pola yang sama, yaitu dari tinggi ke rendah: Fe 3+ > NH + 4 > Na +. Besarnya jerapan kation tergantung valensinya dimana kation bervalensi tiga mempunyai jerapan yang lebih besar daripada kation bervalensi dua dan satu. Demikian pula kation bervalensi dua mempunyai jerapan yang lebih besar dari pada kation bervalensi satu. Besarnya jerapan kation mengikuti deret liotropik, yaitu: Al 3+ = (H + ) > Fe 3+ > Fe 2+ > Ca 2+ > Mg 2+ > K + = NH + 4 > Na + (Tan, 1998). Ion Fe 3+ bervalensi tiga, sedangkan NH + 4 dan Na + bervalensi satu sehingga jerapan Fe 3+ jauh lebih besar dibandingkan NH + 4 dan Na +. Jerapan kation (terutama Fe 3+ ) pada tanah Vertisol (Endoaquert Kromik dan Endoaquert Tipik) lebih tinggi daripada tanah Alfisol (Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik). Sementara itu jerapan kation sesama tanah Vertisol, yaitu Endoaquert Kromik dan Endoaquert Tipik, dan sesama tanah Alfisol, yaitu Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik memiliki pola yang relatif sama. Kapasitas tukar kation tanah Vertisol lebih tinggi dibandingkan tanah Alfisol, yaitu berturut-turut 56.38 dan 30.83 me/100g (Tabel 2) sehingga jerapan kation pada Vertisol lebih tinggi dibandingkan Alfisol. Selain itu jerapan kation berkaitan erat pula dengan kadar smektit, dimana kadar smektit tanah Vertisol lebih tinggi dibandingkan Alfisol (Tabel 3). Mineral liat smektit merupakan sumber muatan permanen dan merupakan sumber muatan negatif utama pada tanah-tanah yang didominasi 63

muatan permanen seperti tanah Vertisol atau tanah-tanah yang memiliki sifat vertik (Borchardt, 1989). Gambar 9. Kurva Jerapan Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ pada Tanah Alfisol dan Vertisol Daya sangga tanah terhadap kation dapat diduga dari kemiringan kurva jerapan kation tersebut pada tanah yang bersangkutan, dimana kurva jerapan yang lebih curam memiliki daya sangga yang lebih tinggi dibandingkan kurva yang lebih landai. Dengan 64

demikian maka daya sangga tanah terhadap Fe 3+ jauh lebih tinggi dibandingkan NH + 4 dan Na + di empat jenis tanah yang dicoba. Demikian pula daya sangga tanah Vertisol terhadap kation (terutama Fe 3+ ) lebih tinggi dibandingkan Alfisol (Gambar 9). Bila konsentrasi kation larut turun akibat diserap tanaman atau tercuci maka kemampuan tanah untuk selalu mensuplai Fe 3+ dari pool Fe terjerap ke dalam Fe larut lebih tinggi dibandingkan NH + 4 dan Na +. Demikian pula kemampuan tanah Vertisol untuk selalu menjaga keseimbangan kation terjerap dan kation larut lebih tinggi dibandingkan tanah Alfisol. Jerapan Maksimum dan Konstanta Energi Ikatan Berdasarkan kurva hubungan antara kation larut (C) dengan rasio kation larut dan terjerap [C/(x/m)] seperti yang disajikan pada Gambar 10, maka jerapan maksimum dan konstanta energi ikatan Na +, NH + 4, dan Fe 3+ pada setiap jenis tanah dapat dihitung dan hasilnya disajikan pada Tabel 15. Jerapan maksimum Fe 3+ (10000-11111 mg/kg) jauh lebih tinggi dibandingkan NH + 4 (130-208 mg/kg) dan Na + (118-164 mg/kg). Demikian pula jerapan maksimum kation pada tanah Vertisol (Na + : 137-164 mg/kg, NH + 4 : 192-208 mg/kg, dan Fe 3+ : 10000-11111 mg/kg) lebih tinggi dibandingkan tanah Alfisol (Na + : 118-119 mg/kg, NH + 4 : 130-169 mg/kg, dan Fe 3+ 10000 mg/kg). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa jerapan maksimum tanah terhadap kation berkaitan erat dengan valensi kation yang bersangkutan. Demikian pula jerapan maksimum kation pada tanah yang berbeda dipengaruhi oleh kapasitas tukar kation dan kadar smektit tanah yang bersangkutan. Berbeda dengan jerapan maksimum, konstanta energi ikatan Na + paling besar dibandingkan kation lainnya yang dicoba, dimana besarnya konstanta energi ikatan dari tinggi ke rendah adalah Na + > Fe 3+ > NH 4 +. Konstanta energi ikatan Na + pada Alfisol lebih tinggi daripada Vertisol; NH 4 + relatif tidak berbeda pada kedua tanah tersebut; sebaliknya 65

Fe 3+ pada Vertisol lebih tinggi daripada Alfisol (Tabel 15). Konstanta energi ikatan tanah terhadap kation berkaitan erat dengan radius hidrasi, dimana semakin tinggi radius hidrasi maka konstanta energi ikatan semakin rendah. Menurut Havlin et al. (1999) Fe 3+ memiliki radius hidrasi 9 Å, lebih tinggi dibandingkan Na + yang hanya 7.9 Å sehingga konstanta energi ikatannya lebih rendah. Gambar 10. Kurva Hubungan antara C dengan C/(x/m) pada Tanah Alfisol dan Vertisol 66

Tabel 15. Jerapan Maksimum dan Konstanta Energi Ikatan Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ pada Tanah Alfisol dan Vertisol. Tanah p q R 2 b k Na + Hapludalf Tipik 0.0038 0.0085 0.978 118 2.237 Haplustalf Tipik 0.0042 0.0084 0.966 119 2.000 Endoaquert Kromik 0.0176 0.0073 0.824 137 0.415 Endoaquert Tipik 0.0092 0.0061 0.790 164 0.663 + NH 4 Hapludalf Tipik 0.0381 0.0077 0.791 130 0.202 Haplustalf Tipik 0.0213 0.0059 0.797 169 0.277 Endoaquert Kromik 0.0227 0.0048 0.670 208 0.211 Endoaquert Tipik 0.0285 0.0052 0.607 192 0.182 Fe 3+ Hapludalf Tipik 0.0004 0.0001 0.849 10000 0.250 Haplustalf Tipik 0.0003 0.0001 0.822 10000 0.333 Endoaquert Kromik 0.0001 0.0001 0.955 10000 1.000 Endoaquert Tipik 0.0001 0.0001 0.972 11111 1.500 Y = p + qx setara dengan C/(x/m) = 1/kb + C/b; dimana p = konstanta, q = koefisien arah, C = kation terlarut (mg/l), x/m = kation terjerap (mg/kg), b = jerapan kation maksimum (mg/kg), dan k = konstanta energi ikatan kation. Kesimpulan 1. Jerapan, daya sangga, dan jerapan maksimum Fe 3+ lebih tinggi dibandingkan NH + 4 dan Na +, sedangkan kation NH + 4 dan Na + relatif tidak berbeda. Sementara itu konstanta energi ikatan kation dari tinggi ke rendah adalah Na + > Fe 3+ > NH + 4 pada Alfisol dan Fe 3+ > Na + > NH + 4 pada Vertisol. 2. Jerapan, daya sangga, dan jerapan maksimum Na +, NH + 4, dan Fe 3+ pada Vertisol lebih tinggi dibandingkan Alfisol. 67