BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

Profil Balai Wilayah Sungai Sumatera II DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pandang geologi. Wilayah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian dan fenomena baik alam non alam dan sosial yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan kehidupan yang tidak sesuai dengan hal yang semestinya. Dengan kata lain telah terjadi proses perubahan struktur alam ataupun paradigma dan pola fikir manusia sehingga rentan terjadinya kejadian tersebut. Oleh sebab itu, kemampuan kesesuaian tata ruang dan wilayah perlu adanya perbaikan dan pengkajian ulang dalam proses perbaikan dalam pembangunan baik pembangunan fisik dan mental yang ada di lingkungan masyarakat. Sedangkan longsor atau erosi merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Hal ini terjadi dikarenakan degradasi lahan. Degradasi lahan adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi tanah adalah antara lain, faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami mencakup areal berlereng curam, tanah mudah rusak, erosi, kebakaran hutan, curah hujan yang intensif. Sedangkan faktor manusia yaitu perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi, deforestrasi dan pengembangan pertanian yang tidak tepat. Ancaman

degradasi lahan yang lain adalah erosi. Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan DAS bagian hulu dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan di atas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering menyebabkan degradasi lahan. Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Erosi tanah oleh air di Indonesia (daerah tropis), merupakan bentuk degradasi lahan yang sangat dominan. Problem degradasi tanah dan lingkungan umumnya lebih parah di daerah-daerah tropis daripada daerah temperate, di daerah kering daripada daerah basah, di daerah iklim panas daripada daerah dingin. Diperkirakan diseluruh dunia tanah terdegradasi sekitar 2 milyar hektar dan 75% berada di daerah tropis. Degradasi tanah dapat disebabkan oleh banyak proses, termasuk erosi tanah yang dipercepat, salinasi, kerusakan karena pertambangan dan aktivitas perkotan, serta pengembalaan berlebih dan kontaminasi dari polutan industri. Terhitung di Indonesia 2 tahun terakhir (2014-2015) sudah terjadi beberapa fenomena yang terjadi menurut catatan BNPB Nasional sebanyak 480 bencana longsor dan erosi. Ini sebagian besar terjadi dikarenakan bentuk wilayah dan tekstur tanah yang berbukit dan berlereng dan juga ada beberapa wilayah yang terjadi akibat adanya perubahan kesesuian lahan dan kemampuan lahan yang disebabkan oleh prilaku dan kegiatan illegal manusia yang diluar dari aturan dan konteks menurut RTRW dan RDTR. Jika dilihat keadaan Sumatera Utara di antaranya:

1. Topografi/ Kemiringan lereng Wilayah Sumatera Utara terdiri dari wilayah pegunungan, perbukitan dan dataran rendah. Wilayah pegunungan dan perbukitan dengan kemiringan lereng lebih dari 30 % berada di tengah, membujur searah dengan Danau Toba (dari arah barat lauttenggara). Sedangkan wilayah dataran rendah menempati daerah di bagian timur dan pesisir barat. 2. Geologi Pola struktur geologi di wilayah Sumatera Utara sangat dipengaruhi oleh dua elemen tektonik aktif yaitu sistem sesar/patahan Sumatera dan busur magmatik Bukit Barisan. Arah struktur geologi tersebut diantaranya ditunjukan oleh sesar/patahan Sibolga yang umumnya berarah barat laut-tenggara dan di beberapa lokasi hampir berarah timur laut-barat daya. Bidang-bidang kekar di zona sesar Sibolga menunjukan tiga pola arah utama dan di beberapa tempat memperlihatkan pergeseran-pergeseran kecil, sehingga dapat menjadi indikator bahwa wilayah ini rawan terhadap kemungkinan terjadinya runtuhan batuan dan longsoran tanah. 3. Curah hujan Kondisi klimatologi di Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh keadaan angin dan curah hujan. Suhu udara di wilayah Sumatera Utara berkisar antara 18-32 C, yang bervariasi sesuai dengan ketinggian tempat. Musim penghujan berlangsung antara bulan September hingga Februari dan musim kemarau berlangsung antara bulan Maret hingga Agustus. Curah hujan tahunan rata-rata tercatat sebesar 2.100 mm. Pada wilayah kering, curah hujan tahunan rata-rata kurang dari 1.500 mm yang tercatat di beberapa bagian wilayah Simalungun, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara, sedang curah hujan tinggi

berkisar antara 2.000 sampai 4.500 mm berlangsung sepanjang tahun di daerah Asahan, Dairi, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias, Tapanuli Tengah, dan sebagian besar Tapanuli Selatan. 4. Penggunaan lahan/vegetasi Penggunaan lahan berupa hutan maupun belukar sebagai kawasan lindung mengelompok di bagian tengah wilayah Sumatera Utara terutama di Bukit Barisan, termasuk di P. Nias dan P. Tanabala. Areal persawahan, permukiman dan perkebunan menyebar di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi yang umumnya disekitar jalan dengan asesibilitas yang mudah. Kawasan untuk budidaya memang berada di pantai timur. Rawa-rawa banyak terdapat di hilir sungai di bagian pantai timur. Kemudian, fokus terhadap Kabupaten Simalungun. Berdasarkan wilayah dan administratifnya maka dapat dilihat. Kabupaten Simalungun terletak di antara 02 36,03 1 lintang utara dan 98 32-99 35 bujur timur Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Tanah Jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya adalah Kecamatan Dolog Pardamean dengan luas 9.045 ha. Secara batas wilayah Kabupaten Simalungun berbatasan dengan 7 Kabupaten/Kota yang berada di kawasan danau Toba, secara lebih rinci Kabupaten Simalungun berbatasan dengan: Sebelah Utara: Kab. Deli Serdang dan Kab. Serdang Bedagai Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara Sebelah Selatan : Kabupaten Tobasa Sebelah Barat: Kabupaten Karo. Dengan jumlah 31 kecamatan. Menurut data BPBD Kabupaten Simalungun 5 tahun terakhir ini (2010-2015)

Tabel.1.1 Data Bencana longsor di Kabupaten Simalungun tahun 2010-2015 No Tahun Jumlah 1 2010 15 Kejadian 2 2011 22 Kejadian 3 2012 24 Kejadian 4 2013 22 Kejadian 5 2014 8 Kejadian 6 2015 14 Kejadian Total 105 Kejadian Sumber : BPBD Kabupaten Simalungun Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah kejadian yang terdata di Kabupaten Simalungun menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Simalungun sebanyak 105 Kejadian. Sebahagian besar terjadi di Jalan Lintas Kabupaten ataupun penghubung Kecamatan di Simalungun dan Jembatan dan jaringan irigasi pesawahan dan kawasan hutan. Hal ini disebabkan oleh Kemiringan lereng dan intensitas hujan yang cukup tinggi sehingga debit air di daerah aliran sungai deras. Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai suatu wilayah daratan yang dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya oleh pembatas topografis (punggung bukit) yang menerima air hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan dari arah sungai ke sungai utama hingga ke Danau ataupun ke Laut. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik DAS yang dicirikan topografi,tanah, geologi, vegetasi, tataguna lahan, hidrologi dan manusia (Seyhan, 1993). DAS di Indonesia pada umumnya dalam kondisi kritis seperti dicerminkan dengan sering terjadinya bencana banjir, kekeringan, tanah longsor dan bertambahnya luas lahan kritis. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan NO.SK.328/Menhut-11/2009 disebutkan bahwa sebanyak 208 DAS dalam kondisi kritis yang memerlukan prioritas penanganan.

Keberadaan DAS pada level regional menjadi sangat penting dengan diberlakukan Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang otonomi Daerah karena sangat berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pengelolaan DAS. Adanya ketidaksesuaian pengelolaan dan peruntukan lahan, tumpang tindih kepentingan serta semakin parahnya degradasi diwilayah DAS secara langsung dan tidak langsung memicu terjadinya bencana seperti banjir, erosi, tanah longsor dan pendangkalan aliran sungai dari daerah tangkapan dan disekitarnya. Didalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumatera Utara Rencana sistem jaringan sumber daya air meliputi: wilayah sungai, daerah irigasi, sumber daya air baku dan air terjun, Wilayah sungai meliputi Wilayah Sungai Belawan Ular Padang, Wilayah Sungai Toba Asahan, Wilayah Sungai Wampu Besitang, Wilayah Sungai Bah Bahbolon dengan DAS sebagai berikut : Tabel 1.2 Das di Sumatera Utara No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sumber : BWS Sumatera Utara DAS DAS Silou DAS Wampu DAS Bedagai DAS Asahan DAS Padang DAS Silou Tua DAS Ular DAS Bahapal DAS Bah Bolon Wilayah sungai lintas Kabupaten Simalungun meliputi Wilayah Sungai Bah Bolon, Bah Tongguran, Bah Hapal dan Bah Pamujian serta sungai-sungai kecil atau mata air. Daerah irigasi menyebar hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Simalungun.

rneliputi: Daerah irigasi kewenangan Provinsi yang berada di Kabupaten Simalungun Tabel 1.3 Irigasi Kewenangan Propinsi Di Simalungun No Daerah Irigasi 1. Bah kora II 2. Rambung Merah 3. Panombeian 4. Bah Horas Hulu / Tengah 5. Bah Tongguran 6. Raja Hombang 7. Raja Maligas 8. Javakolonisasi/ Purbo Gondo 9. Naga Sompa Sumber : Dinas PSDA Kabupaten Simalungun Dalam aspek ini peneliti menjadikan Kabupaten Simalungun menjadi obyek penelitian. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memitigasi yang terjadi di Kabupaten Simalungun dalam tahapan penanggulangan dan dalam tahapan melakukan antisipasi terhadap bencana melalui analisis terhadap bentuk dan keadaan daerah teritorialnya. Maka sebab itu peneliti mengambil Judul Tesis: Analisis Tataguna Lahan dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kabupaten Simalungun. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian tersebut. Perumusan masalah merupakan pertanyaan penelitian, yang jawabannya dicarikan melalui penelitian. Perumusan masalah merupakan panduan awal bagi peneliti untuk penjajahan pada obyek yang diteliti. Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana mengidentifikasikan faktor-faktor yang terkait bencana longsor di Kabupaten Simalungun? 2. Bagaimana distribusi tingkat kerawanan longsor pada wilayah penelitian? 3. Bagaimana analisis kebijakan tentang penataan ruang pada daerah rawan bencana tanah longsor? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan dan membuktikan pengetahuan. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian adalah menemukan. Menemukan berarti sebelumnya belum pernah ada atau yang diketahui dalam Sugiyono (2010 : 209). Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bencana longsor di Kabupaten Simalungun. 2. Untuk mengetahui distribusi tingkat kerawanan longsor pada wilayah Kabupaten Simalungun. 3. Untuk mengetahui arah strategi kebijakan tentang penataan ruang pada daerah rawan bencana tanah longsor 1.4 Manfaat Penelitian Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat di antaranya sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Penelitian Bagi Ilmu Pengetahuan 1. Sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman, pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah referensi teori dalam bukti empris bagi seorang perencana dalam menganalisis sebuah kebijakan publik. 2. Sebagai bahan dalam mengembangkan ilmu dan teori tata ruang dalam menganalisis resiko degradasi lahan. 3. Sebagai bahan dalam melakukan pemetaan daerah rawan longsor melalui Sistem Informasi Geografi 1.4.2 Manfaat Penelitian Secara Praktis 1. Sebagai bahan masukan dalam mengukur dan melihat kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun dalam memitigasi bencana longsor. 2. Sebagai bahan masukan dan sumber referensi bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian dibidang yang sama (dengan Sistem Informasi Geografi).