BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir di seluruh belahan dunia terutama negara tropik dan subtropik sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN.. HALAMAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak pertama kali dilaporkan di

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

Analisis Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Puskesmas Rawasari Kota Jambi Bulan Agustus 2011

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demam Chikungunya merupakan salah satu re-emerging disease di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

SURVEI ENTOMOLOGI DAN PENENTUAN MAYA INDEX DI DAERAH ENDEMIS DBD DI DUSUN KRAPYAK KULON, DESA PANGGUNGHARJO, KECAMATAN SEWON, KABUPATEN BANTUL, DIY

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

1. PENDAHULUAN Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) bertujuan untuk mewujudkan

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

HUBUNGAN KEBERADAAN BREEDING PLACES, CONTAINER INDEX DAN PRAKTIK 3M DENGAN KEJADIAN DBD (STUDI DI KOTA SEMARANG WILAYAH BAWAH)

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. Virus dengue ada empat serotipe yang berbeda yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, termasuk ke dalam genus Flavivirus famili Flaviviridae. Demam berdarah dengue pertama kali pada tahun 1950 di Filipina dan Thailand, dan saat ini tersebar di sebagian besar negara Asia dan Amerika Latin. 2,5 miliar orang diperkirakan tinggal di lebih dari negara endemik sehingga 50 juta infeksi terjadi setiap tahun dengan 500.000 kasus DBD dan 22.000 kematian terutama dikalangan anak-anak. Wilayah Asia Tenggara termasuk endemik DBD, kasus meningkat bertahap dari 140.635 pada tahun 2003 menjadi 257.204 di tahun 2012 (WHO SEARO, 2015). Indonesia termasuk hiperendemis dengan keempat serotipe yang beredar di daerah perkotaan. Jumlah penderita DBD yang dilaporkan pada tahun 2014 sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian 907 orang, incidence rate (IR) 39,83 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) 0,90 %. Target nasional di tahun 2014 yaitu IR 52 per 100.000 penduduk dan CFR < 1 %, tetapi masih terdapat 8 provinsi yang memiliki IR lebih dari target dan 16 provinsi yang memiliki CFR lebih dari 1% (Profil Ditjen PP dan PL, 2015). Pada tahun 2014 di provinsi Jambi angka kasus DBD sebanyak 1308, IR 38,3 per 100.000 penduduk, dan CFR sebesar 1,2 % sehingga IR telah memenuhi target nasional tetapi CFR belum memenuhi target. Kota Jambi merupakan kontributor 1

2 No penderita DBD tertinggi dari 11 Kabupaten/Kota yang ada (Dinkes Prop. Jambi, 2014). Kota Jambi terdiri dari 8 Kecamatan dan 62. Angka kejadian DBD fluktuatif, pada tahun 2010 hingga 2014 diketahui beberapa dengan kasus DBD tertinggi yaitu Mayang Mangurai, Lingkar Selatan, Kenali Besar dan Simpang III Sipin (Tabel 1). Tabel 1. dengan peringkat jumlah kasus DBD tertinggi di Kota Jambi tahun 2010 s.d 2014 2010 2011 2012 2013 2014 DBD DBD DBD DBD DBD 1 Myg.Mangurai 12 Myg.Mangurai 81 Ling.Selatan 24 Myg.Mangurai 26 Myg.Mangurai 53 2 Kenali Besar 9 Kenali Besar 76 Kenali Besar 23 Ling.selatan 18 Sp.III sipin 41 3 Sp.III Sipin 9 Sp.III Sipin 56 Tlg.Banjar 23 Kenali besar 15 Thehok 40 4 Tlg.Bakung 9 Tlg.Bakung 50 Myg.Mangurai 21 Jelutung 14 KA.bawah 34 5 Pakuan Baru 7 Ekajaya 38 Py.Selincah 21 Selamat 12 Kenali besar 33 6 Tambak Sari 6 Rawasari 37 Tlg.Bakung 20 Tg.Pinang 12 Jelutung 27 7 Jelutung 6 Thehok 37 Thehok 19 Tlg.Banjar 12 Tlg.Bakung 25 8 KA.Bawah 6 P.Sulur 33 Paal Merah 18 Tlg.Bakung 12 Pasir Putih 22 9 Sgi.Putri 5 Paal Merah 33 Sp.III Sipin 15 KA.Bawah 12 Pygt.Rendah 20 10 Tlg.Banjar 5 KA.Bawah 32 Pakuan Baru 14 Thehok 11 Tlg.Banjar 20 Sumber : Dinkes Kota Jambi, 2015. Gambar 1 : Peta kasus DBD per Di Kota Jambi (Dinkes Kota Jambi, 2013) 2

3 Mayang Mangurai termasuk daerah endemis DBD karena selama 3 tahun bahkan 5 tahun terdapat kasus DBD setiap tahun secara berurut dan selama 4 tahun dengan jumlah kasus DBD tertinggi dari seluruh kelurahan yang ada di Kota Jambi. Ini juga tergambar pada peta kasus DBD berdasarkan Sekota Jambi tahun 2013 (Gambar 1). Mayang Mangurai terletak di Kecamatan Kotabaru Kota Jambi yang berada pada ketinggian 8 meter di atas permukaan laut. Keadaan iklimnya tropis dengan curah hujan rata-rata 1.369 mm perbulan dan keadaan suhu berkisar antara 22 0 C hingga 32 0 C. Luas wilayah kelurahan 389 hektar, dengan luas area pemukiman 246 hektar (Potensi desa dan kelurahan, Mayang Mangurai 2015). Kondisi daerah perkotaan khususnya daerah pemukiman sangat mendukung bagi kehidupan nyamuk Aedes spp karena nyamuk ini sangat antropofilik dan memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan pemukiman sehingga memudahkan nyamuk mendapat pakan darah, beristirahat serta berkembangbiak (WHO, 2009). Menurut Yudhastuti dan Vidiyani (2005), kondisi lingkungan, keberadaan kontainer buatan maupun alami, mobilitas dan kepadatan penduduk serta perilaku masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk turut mempengaruhi penyebaran DBD. Banyak faktor yang dapat meningkatkan jumlah kasus DBD. Berdasarkan model Gordon tentang segitiga epidemiologi dalam Soemirat (2010), tiga elemen berperan dalam interaksi keadaan sehat ataupun sakit yaitu penjamu (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment). Interaksi ketiga elemen terlaksana karena 3

4 adanya faktor penentu pada setiap eleman. Faktor host yaitu faktor yang ada pada manusia seperti umur, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, keturunan, keadaan imunitas, status gizi, dan lainnya. Faktor agent atau penyebab terjadinya DBD yaitu virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes spp, dan faktor lingkungan yang berpengaruh dalam menimbulkan penularan penyakit DBD. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan fisik seperti macam tempat penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah, ketinggian tempat, curah hujan, suhu, kelembaban, tata guna tanah dan pestisida yang digunakan (Depkes Ditjen PP dan PL, 2007). Pemahaman pengetahuan yang mendalam tentang aspek epidemiologi DBD terutama yang berhubungan dengan agen penyakit, inangnya (manusia dan nyamuk vektor) dan faktor-faktor lingkungan sebagai risiko perkembangbiakan larva Aedes spp menjadi sangat penting. Penyakit DBD sampai saat sekarang belum ada terapi kausal dan imunisasi dengan vaksin yang efektif sehingga pengendalian vektor masih merupakan satu-satunya cara dalam penanggulanggan (Sambuaga, 2011). Informasi yang didapat masyarakat tentang penanganan, bahaya, tempat perkembangbiakan nyamuk dan penanggulangan demam berdarah akan mempengaruhi sikap dan tindakannya dalam memberantas demam berdarah tersebut (Flor, 2009). Angka kejadian demam berdarah dan ekologi vektor berhubungan erat dengan perilaku manusia, oleh karena itu evaluasi pengetahuan, sikap dan tindakan sangat penting untuk meningkatkan upaya penanggulanggan vektor secara terintegrasi (Degallier et al., 2000). Perilaku masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dapat dilihat dari angka kepadatan populasi jentik yang ada atau ditemukan di rumah dan 4

5 lingkungannya. Ukuran yang biasa digunakan adalah indikator entomologis house index (HI), container index (CI), breteau index (BI) (Erlanger, 2008). Penelitian Purnama dan Satoto (2012) di Kecamatan Denpasar Selatan, berdasarkan nilai HI dan CI yang diperoleh bahwa Kecamatan Denpasar Selatan memiliki risiko penularan sedang terhadap penyebaran penyakit dengue serta diketahui rumah kasus DBD berisiko tinggi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk berdasarkan nilai maya index (MI). Maya index sangat berguna dalam upaya pengendalian DBD di suatu daerah karena bisa diketahui tingkat risiko perkembangbiakan larva dan tempat perkembangbiakan yang paling disukai larva (Lozano et al., 2002). Kegiatan foging fokus, abatisasi dan pemberantasan sarang nyamuk DBD telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi dengan melibatkan Puskesmas dan kader kesehatan setempat di Mayang Mangurai, namun belum memberikan hasil maksimal karena masih ditemukan adanya kasus DBD di setiap tahun. Diketahui kegiatan foging yang dilakukan untuk pengendalian vektor sejak tahun 2011 sampai saat sekarang menggunakan insektisida golongan piretroid, dalam penggunaannya belum pernah dilakukan uji efikasi ketika akan digunakan maupun setelah penggunaan beberapa tahun. Menurut Sealim et al., (2005) penggunaan insektisida yang sama di daerah yang sama untuk waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi. Keberadaan vektor dapat berhubungan dengan kecenderungan nyamuk untuk menghisap darah dari manusia sehingga meningkatkan kontak antara manusia dan nyamuk atau terjadinya transmisi virus dengue. Mekanisme penularan virus dapat terjadi secara transovarial, yakni dari nyamuk betina gravid yang terinfeksi virus 5

6 dengue sebagai induk ke telur dalam uterus nyamuk tersebut (Mardihusodo, 1997). Bukti adanya penularan virus dengue secara transovarial pada nyamuk Aedes aegypti di alam pertama kali dilaporkan oleh Umniyati (2004) di Yogyakarta dengan angka infeksi transovarial sebesar 27,27%, mengunakan metode immunositokimia imunoperoksidase streptavidin biotin complex (IISBC). Pemetaan sebaran penyakit secara epidemiologi penting untuk mengetahui pola distribusi penyakit dan mengetahui kemungkinan kaitan/hubungan vektor penyakit dengan faktor-faktor lain (Depkes Ditjen PP dan PL, 2007). Pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG), data yang dimiliki dapat dimanipulasi dan dianalisis secara spasial. Pemetaan spasial merupakan salah satu cara untuk memahami fenomena spasial yang ada di permukaan bumi. Menurut Prasetyo et al., (2008) pemanfaatan SIG mampu memberikan prediksi pola penyebaran dari penyakit dan mengidentifkasi daerah rawan suatu penyakit. Analisis secara spasial dapat digunakan untuk melihat penyakit dan vektor penyebab penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dipergunakan untuk menyusun rencana pengendalian penyakit secara lebih efektif, terarah dan efisien (Peristowati et al., 2014). Mayang Mangurai termasuk daerah endemis dengan jumlah kasus DBD tinggi di setiap tahun, hingga saat ini belum diketahui distribusi keberadaan lokasi tempat tinggal penderita, pola penyebaran DBD dan faktor-faktor yang menyebabkan penularan DBD. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian analisis sebaran kasus dan faktor risiko penularan DBD dengan keberadaan nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai Kota Jambi. 6

7 Penelitian ini berperan penting dalam surveilans vektor dan perencanaan program penanggulanggan infeksi dengue agar diperoleh metode pengendalian DBD yang tepat sesuai kondisi setempat di wilayah Mayang Mangurai. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pola sebaran kasus DBD di Mayang Mangurai? 2. Bagaimana indikator entomologi yaitu HI, CI, BI, dan PI di Mayang Mangurai? 3. Bagaimana indikator maya index di Mayang Mangurai? 4. Apakah terjadi resistensi pada nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai? 5. Apakah ada transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai? 6. Bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD di Mayang Mangurai? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola sebaran kasus DBD di Mayang Mangurai. 2. Mengetahui indikator entomologi yaitu HI, CI, BI, dan PI di Mayang Mangurai. 3. Mengetahui indikator maya index di Mayang Mangurai. 4. Diketahui ada tidaknya resistensi insektisida pada nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai. 5. Diketahui ada tidaknya transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai. 7

8 6. Diketahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD di Mayang Mangurai. D. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain sebagai berikut : 1. Suhermanto (2011) meneliti analisis spasial kerentanan DBD di Kecamatan Kotabaru Kota Jambi Propinsi Jambi. Persamaan dalam penelitian ini yaitu mengetahui parameter entomologi, pengujian resistensi dan transmisi transovarial. Perbedaanya pada penelitian ini uji resistensi terhadap nyamuk dengan jenis insektisida yang berbeda, serta mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD. 2. Sabir (2014) meneliti status entomologis nyamuk Aedes aegypti di daerah rawan DBD Bentengnge Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Persamaan dalam penelitian ini yaitu mengetahui parameter entomologi, dan transmisi transovarial. Perbedaannya penelitian ini mengetahui indikator maya index, pengujian resistensi, serta mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD. 3. Marna (2015), meneliti analisis spasial indikator entomologi DBD daerah endemis dan non endemis di Kecamatan Koto Besar Kabupaten Dharmasraya Propinsi Sumatera Barat. Persamaan dalam penelitian ini yaitu mengetahui parameter entomologi dan pengujian resistensi. Perbedaannya penelitian ini mengetahui transmisi transovarial virus dengue serta mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD. 8

9 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kinerja surveilans Dinas Kesehatan Kota Jambi dengan memberikan visual peta lokasi kasus DBD dan pola sebaran kasus, basis data indikator entomologi, indikator maya indeks, hasil uji resistensi, indeks transmisi transovarial pada nyamuk Aedes spp, serta hasil pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD. Data-data penting untuk bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan metode yang tepat pengendalian vektor dan penanggulangan DBD. Informasi dari penelitian ini menambah wawasan terhadap vektor Aedes spp di daerah endemis DBD Kota Jambi, dapat dijadikan data dasar di Puskesmas setempat dan diteruskan ataupun ditindaklanjuti dalam upaya pengendalian kasus DBD. Penelitian ini menambah wawasan pemikiran dan keterampilan peneliti dalam keilmuan entomologi terutama pada nyamuk Aedes spp sebagai vektor penyakit DBD. 9