1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. Virus dengue ada empat serotipe yang berbeda yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, termasuk ke dalam genus Flavivirus famili Flaviviridae. Demam berdarah dengue pertama kali pada tahun 1950 di Filipina dan Thailand, dan saat ini tersebar di sebagian besar negara Asia dan Amerika Latin. 2,5 miliar orang diperkirakan tinggal di lebih dari negara endemik sehingga 50 juta infeksi terjadi setiap tahun dengan 500.000 kasus DBD dan 22.000 kematian terutama dikalangan anak-anak. Wilayah Asia Tenggara termasuk endemik DBD, kasus meningkat bertahap dari 140.635 pada tahun 2003 menjadi 257.204 di tahun 2012 (WHO SEARO, 2015). Indonesia termasuk hiperendemis dengan keempat serotipe yang beredar di daerah perkotaan. Jumlah penderita DBD yang dilaporkan pada tahun 2014 sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian 907 orang, incidence rate (IR) 39,83 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) 0,90 %. Target nasional di tahun 2014 yaitu IR 52 per 100.000 penduduk dan CFR < 1 %, tetapi masih terdapat 8 provinsi yang memiliki IR lebih dari target dan 16 provinsi yang memiliki CFR lebih dari 1% (Profil Ditjen PP dan PL, 2015). Pada tahun 2014 di provinsi Jambi angka kasus DBD sebanyak 1308, IR 38,3 per 100.000 penduduk, dan CFR sebesar 1,2 % sehingga IR telah memenuhi target nasional tetapi CFR belum memenuhi target. Kota Jambi merupakan kontributor 1
2 No penderita DBD tertinggi dari 11 Kabupaten/Kota yang ada (Dinkes Prop. Jambi, 2014). Kota Jambi terdiri dari 8 Kecamatan dan 62. Angka kejadian DBD fluktuatif, pada tahun 2010 hingga 2014 diketahui beberapa dengan kasus DBD tertinggi yaitu Mayang Mangurai, Lingkar Selatan, Kenali Besar dan Simpang III Sipin (Tabel 1). Tabel 1. dengan peringkat jumlah kasus DBD tertinggi di Kota Jambi tahun 2010 s.d 2014 2010 2011 2012 2013 2014 DBD DBD DBD DBD DBD 1 Myg.Mangurai 12 Myg.Mangurai 81 Ling.Selatan 24 Myg.Mangurai 26 Myg.Mangurai 53 2 Kenali Besar 9 Kenali Besar 76 Kenali Besar 23 Ling.selatan 18 Sp.III sipin 41 3 Sp.III Sipin 9 Sp.III Sipin 56 Tlg.Banjar 23 Kenali besar 15 Thehok 40 4 Tlg.Bakung 9 Tlg.Bakung 50 Myg.Mangurai 21 Jelutung 14 KA.bawah 34 5 Pakuan Baru 7 Ekajaya 38 Py.Selincah 21 Selamat 12 Kenali besar 33 6 Tambak Sari 6 Rawasari 37 Tlg.Bakung 20 Tg.Pinang 12 Jelutung 27 7 Jelutung 6 Thehok 37 Thehok 19 Tlg.Banjar 12 Tlg.Bakung 25 8 KA.Bawah 6 P.Sulur 33 Paal Merah 18 Tlg.Bakung 12 Pasir Putih 22 9 Sgi.Putri 5 Paal Merah 33 Sp.III Sipin 15 KA.Bawah 12 Pygt.Rendah 20 10 Tlg.Banjar 5 KA.Bawah 32 Pakuan Baru 14 Thehok 11 Tlg.Banjar 20 Sumber : Dinkes Kota Jambi, 2015. Gambar 1 : Peta kasus DBD per Di Kota Jambi (Dinkes Kota Jambi, 2013) 2
3 Mayang Mangurai termasuk daerah endemis DBD karena selama 3 tahun bahkan 5 tahun terdapat kasus DBD setiap tahun secara berurut dan selama 4 tahun dengan jumlah kasus DBD tertinggi dari seluruh kelurahan yang ada di Kota Jambi. Ini juga tergambar pada peta kasus DBD berdasarkan Sekota Jambi tahun 2013 (Gambar 1). Mayang Mangurai terletak di Kecamatan Kotabaru Kota Jambi yang berada pada ketinggian 8 meter di atas permukaan laut. Keadaan iklimnya tropis dengan curah hujan rata-rata 1.369 mm perbulan dan keadaan suhu berkisar antara 22 0 C hingga 32 0 C. Luas wilayah kelurahan 389 hektar, dengan luas area pemukiman 246 hektar (Potensi desa dan kelurahan, Mayang Mangurai 2015). Kondisi daerah perkotaan khususnya daerah pemukiman sangat mendukung bagi kehidupan nyamuk Aedes spp karena nyamuk ini sangat antropofilik dan memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan pemukiman sehingga memudahkan nyamuk mendapat pakan darah, beristirahat serta berkembangbiak (WHO, 2009). Menurut Yudhastuti dan Vidiyani (2005), kondisi lingkungan, keberadaan kontainer buatan maupun alami, mobilitas dan kepadatan penduduk serta perilaku masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk turut mempengaruhi penyebaran DBD. Banyak faktor yang dapat meningkatkan jumlah kasus DBD. Berdasarkan model Gordon tentang segitiga epidemiologi dalam Soemirat (2010), tiga elemen berperan dalam interaksi keadaan sehat ataupun sakit yaitu penjamu (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment). Interaksi ketiga elemen terlaksana karena 3
4 adanya faktor penentu pada setiap eleman. Faktor host yaitu faktor yang ada pada manusia seperti umur, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, keturunan, keadaan imunitas, status gizi, dan lainnya. Faktor agent atau penyebab terjadinya DBD yaitu virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes spp, dan faktor lingkungan yang berpengaruh dalam menimbulkan penularan penyakit DBD. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan fisik seperti macam tempat penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah, ketinggian tempat, curah hujan, suhu, kelembaban, tata guna tanah dan pestisida yang digunakan (Depkes Ditjen PP dan PL, 2007). Pemahaman pengetahuan yang mendalam tentang aspek epidemiologi DBD terutama yang berhubungan dengan agen penyakit, inangnya (manusia dan nyamuk vektor) dan faktor-faktor lingkungan sebagai risiko perkembangbiakan larva Aedes spp menjadi sangat penting. Penyakit DBD sampai saat sekarang belum ada terapi kausal dan imunisasi dengan vaksin yang efektif sehingga pengendalian vektor masih merupakan satu-satunya cara dalam penanggulanggan (Sambuaga, 2011). Informasi yang didapat masyarakat tentang penanganan, bahaya, tempat perkembangbiakan nyamuk dan penanggulangan demam berdarah akan mempengaruhi sikap dan tindakannya dalam memberantas demam berdarah tersebut (Flor, 2009). Angka kejadian demam berdarah dan ekologi vektor berhubungan erat dengan perilaku manusia, oleh karena itu evaluasi pengetahuan, sikap dan tindakan sangat penting untuk meningkatkan upaya penanggulanggan vektor secara terintegrasi (Degallier et al., 2000). Perilaku masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dapat dilihat dari angka kepadatan populasi jentik yang ada atau ditemukan di rumah dan 4
5 lingkungannya. Ukuran yang biasa digunakan adalah indikator entomologis house index (HI), container index (CI), breteau index (BI) (Erlanger, 2008). Penelitian Purnama dan Satoto (2012) di Kecamatan Denpasar Selatan, berdasarkan nilai HI dan CI yang diperoleh bahwa Kecamatan Denpasar Selatan memiliki risiko penularan sedang terhadap penyebaran penyakit dengue serta diketahui rumah kasus DBD berisiko tinggi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk berdasarkan nilai maya index (MI). Maya index sangat berguna dalam upaya pengendalian DBD di suatu daerah karena bisa diketahui tingkat risiko perkembangbiakan larva dan tempat perkembangbiakan yang paling disukai larva (Lozano et al., 2002). Kegiatan foging fokus, abatisasi dan pemberantasan sarang nyamuk DBD telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi dengan melibatkan Puskesmas dan kader kesehatan setempat di Mayang Mangurai, namun belum memberikan hasil maksimal karena masih ditemukan adanya kasus DBD di setiap tahun. Diketahui kegiatan foging yang dilakukan untuk pengendalian vektor sejak tahun 2011 sampai saat sekarang menggunakan insektisida golongan piretroid, dalam penggunaannya belum pernah dilakukan uji efikasi ketika akan digunakan maupun setelah penggunaan beberapa tahun. Menurut Sealim et al., (2005) penggunaan insektisida yang sama di daerah yang sama untuk waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi. Keberadaan vektor dapat berhubungan dengan kecenderungan nyamuk untuk menghisap darah dari manusia sehingga meningkatkan kontak antara manusia dan nyamuk atau terjadinya transmisi virus dengue. Mekanisme penularan virus dapat terjadi secara transovarial, yakni dari nyamuk betina gravid yang terinfeksi virus 5
6 dengue sebagai induk ke telur dalam uterus nyamuk tersebut (Mardihusodo, 1997). Bukti adanya penularan virus dengue secara transovarial pada nyamuk Aedes aegypti di alam pertama kali dilaporkan oleh Umniyati (2004) di Yogyakarta dengan angka infeksi transovarial sebesar 27,27%, mengunakan metode immunositokimia imunoperoksidase streptavidin biotin complex (IISBC). Pemetaan sebaran penyakit secara epidemiologi penting untuk mengetahui pola distribusi penyakit dan mengetahui kemungkinan kaitan/hubungan vektor penyakit dengan faktor-faktor lain (Depkes Ditjen PP dan PL, 2007). Pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG), data yang dimiliki dapat dimanipulasi dan dianalisis secara spasial. Pemetaan spasial merupakan salah satu cara untuk memahami fenomena spasial yang ada di permukaan bumi. Menurut Prasetyo et al., (2008) pemanfaatan SIG mampu memberikan prediksi pola penyebaran dari penyakit dan mengidentifkasi daerah rawan suatu penyakit. Analisis secara spasial dapat digunakan untuk melihat penyakit dan vektor penyebab penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dipergunakan untuk menyusun rencana pengendalian penyakit secara lebih efektif, terarah dan efisien (Peristowati et al., 2014). Mayang Mangurai termasuk daerah endemis dengan jumlah kasus DBD tinggi di setiap tahun, hingga saat ini belum diketahui distribusi keberadaan lokasi tempat tinggal penderita, pola penyebaran DBD dan faktor-faktor yang menyebabkan penularan DBD. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian analisis sebaran kasus dan faktor risiko penularan DBD dengan keberadaan nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai Kota Jambi. 6
7 Penelitian ini berperan penting dalam surveilans vektor dan perencanaan program penanggulanggan infeksi dengue agar diperoleh metode pengendalian DBD yang tepat sesuai kondisi setempat di wilayah Mayang Mangurai. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pola sebaran kasus DBD di Mayang Mangurai? 2. Bagaimana indikator entomologi yaitu HI, CI, BI, dan PI di Mayang Mangurai? 3. Bagaimana indikator maya index di Mayang Mangurai? 4. Apakah terjadi resistensi pada nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai? 5. Apakah ada transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai? 6. Bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD di Mayang Mangurai? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola sebaran kasus DBD di Mayang Mangurai. 2. Mengetahui indikator entomologi yaitu HI, CI, BI, dan PI di Mayang Mangurai. 3. Mengetahui indikator maya index di Mayang Mangurai. 4. Diketahui ada tidaknya resistensi insektisida pada nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai. 5. Diketahui ada tidaknya transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Aedes spp di Mayang Mangurai. 7
8 6. Diketahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD di Mayang Mangurai. D. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain sebagai berikut : 1. Suhermanto (2011) meneliti analisis spasial kerentanan DBD di Kecamatan Kotabaru Kota Jambi Propinsi Jambi. Persamaan dalam penelitian ini yaitu mengetahui parameter entomologi, pengujian resistensi dan transmisi transovarial. Perbedaanya pada penelitian ini uji resistensi terhadap nyamuk dengan jenis insektisida yang berbeda, serta mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD. 2. Sabir (2014) meneliti status entomologis nyamuk Aedes aegypti di daerah rawan DBD Bentengnge Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Persamaan dalam penelitian ini yaitu mengetahui parameter entomologi, dan transmisi transovarial. Perbedaannya penelitian ini mengetahui indikator maya index, pengujian resistensi, serta mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD. 3. Marna (2015), meneliti analisis spasial indikator entomologi DBD daerah endemis dan non endemis di Kecamatan Koto Besar Kabupaten Dharmasraya Propinsi Sumatera Barat. Persamaan dalam penelitian ini yaitu mengetahui parameter entomologi dan pengujian resistensi. Perbedaannya penelitian ini mengetahui transmisi transovarial virus dengue serta mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD. 8
9 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kinerja surveilans Dinas Kesehatan Kota Jambi dengan memberikan visual peta lokasi kasus DBD dan pola sebaran kasus, basis data indikator entomologi, indikator maya indeks, hasil uji resistensi, indeks transmisi transovarial pada nyamuk Aedes spp, serta hasil pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD. Data-data penting untuk bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan metode yang tepat pengendalian vektor dan penanggulangan DBD. Informasi dari penelitian ini menambah wawasan terhadap vektor Aedes spp di daerah endemis DBD Kota Jambi, dapat dijadikan data dasar di Puskesmas setempat dan diteruskan ataupun ditindaklanjuti dalam upaya pengendalian kasus DBD. Penelitian ini menambah wawasan pemikiran dan keterampilan peneliti dalam keilmuan entomologi terutama pada nyamuk Aedes spp sebagai vektor penyakit DBD. 9