BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dismenore merupakan nyeri di bagian bawah perut yang terjadi pada waktu menjelang atau selama menstruasi. Sebagian wanita memerlukan istirahat saat mengalami dismenore dan berakibat pada menurunnya kinerja serta berkurangnya aktifitas sehari-hari. Gejala dismenore dapat disertai dengan rasa mual, muntah, diare dan kram perut (Proverawati dan Misaroh, 2009). Sebagian besar wanita merasakan dismenore, terutama wanita diusia remaja. Di Indonesia angka kejadian diperkirakan 55% perempuan produktif yang mengalami dismenore. Prevalensi dismenore berkisar 45-95% di kalangan wanita usia produktif (Proverawati dan Misaroh, 2010). Berdasarkan data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, Jawa Tengah pada tahun 2010 terdapat 56 remaja putri yang melakukan konsultasi tentang menstruasi dan angka yang paling tinggi adalah konsultasi tentang dismenore yang mayoritas bertempat tinggal di Semarang dengan rentang usia 15 tahun - 19 tahun. Dismenore dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder. Dismenore primer merupakan dismenore yang didapat sejak pertama kali wanita menstruasi dan tidak ada hubungannya dengan kelainan organ reproduksi. Faktor yang dapat menjadi penyebab dismenore primer ini antara lain: faktor kejiwaan, faktor individual, faktor sumbatan di saluran 1
leher rahim, faktor organ reproduksi wanita, faktor endokrin, dan faktor alergi. Dismenore sekunder merupakan nyeri yang timbul beberapa saat setelah menstruasi awal yang tidak sakit. Dismenore sekunder biasanya dipengaruhi oleh kelainan organ reproduksi, misalnya karena penyakit endometriosis dan timbulnya kista pada organ reproduksi (Yahya, 2011). Asupan nutrisi juga memiliki pengaruh terhadap kejadian dismenore. Zat gizi yang berpengaruh antara lain adalah kalsium dan zat besi. Kalsium memiliki peranan sebagai zat yang diperlukan untuk kontraksi otot. Kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin pada saat otot berkontraksi. Kekurangan kalsium menyebabkan otot tidak dapat mengendur setelah kontraksi, sehingga dapat mengakibatkan otot menjadi kram (Yuliarti, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2011), menyatakan bahwa ada hubungan antara konsumsi kalsium dengan dismenore. Penelitian yang dilakukan pada remaja putri vegan di Vihara Maitreya Medan menunjukkan 77,5% memiliki asupan kalsium yang rendah. Sebesar 45% mengalami dismenore ringan dan 22,5% mengalami dismenore tingkat sedang. Zat besi memiliki peranan dalam pembentukan hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein yang membawa oksigen pada sel darah merah ke seluruh jaringan tubuh (Evelyn, 2009). Kekurangan asupan zat besi dapat menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin, sehingga jumlah hemoglobin dalam sel darah merah juga akan berkurang. Kondisi hemoglobin yang rendah pada sel darah merah, menyebabkan tubuh kekurangan oksigen dan menyebabkan 2
anemia. Anemia dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada seseorang. Menurut Sylvia dan Lorrainne (2006), anemia merupakan salah satu faktor konstitusi yang menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri pada saat menstruasi. Anemia tidak hanya menjadi salah satu penyebab terjadinya dismenore, namun juga dapat memperparah dismenore. Anemia memiliki gejala yang sama dengan dismenore, yaitu: pusing, mual, dan pucat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sophia dkk (2013), menyatakan bahwa pada siswi SMK Negeri 10 Medan menunjukkan 88% dari 171 siswi memiliki status gizi kurang (underweight) dengan anemia. Perempuan dengan anemia memiliki resiko 1,2 kali lebih besar mengalami dismenore. Dismenore yang dialami dapat diakibatkan oleh anemia defisiensi zat besi, dimana zat besi memiliki peranan untuk kekebalan tubuh terhadap rasa nyeri. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 10 sampai 14 November 2014, didapatkan siswi kelas XI di SMK Batik 2 Surakarta sebanyak 163 orang. Dari jumlah tersebut, 21.5% mengalami nyeri ringan, 35.6% mengalami nyeri sedang 1, 17.2% mengalami nyeri sedang 2, 11.6% mengalami nyeri berat, 5.5% mengalami nyeri tak tertahankan dan 8.6% tidak mengalami nyeri dismenore pada saat atau menjelang menstruasi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti akan meneliti tentang hubungan antara asupan kalsium dan asupan zat besi dengan kejadian dismenore pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. 3
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara asupan kalsium dan asupan zat besi dengan kejadian dismenore pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta?. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara asupan kalsium dan asupan zat besi dengan kejadian dismenore pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan asupan kalsium pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. b. Mendeskripsikan asupan zat besi pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. c. Mendeskripsikan kejadian dismenore pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. d. Menganalisis hubungan antara asupan kalsium dengan kejadian dismenore pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. e. Menganalisis hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian dismenore pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. 4
D. Manfaat 1. Bagi Siswi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai asupan kalsium dan zat besi yang berhubungan dengan dismenore sebagai upaya mengurangi rasa sakit selama menstruasi. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dismenore kepada masyarakat umum. 3. Bagi SMK Batik 2 Surakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak sekolah dalam memberikan penjelasan kepada siswi mengenai dismenore. 5