BAB I PENDAHULUAN. administrasi Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Pasal 18 Undang-undang

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUPIORI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RGS Mitra 1 of 11 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUPIORI DI PROVINSI PAPUA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMBERAMO RAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERANAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WILAYAH ANTARA KABUPATEN BIAK NUMFOR DENGAN KABUPATEN SUPIORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2008, No Mengingat : 1. c. bahwa pembentukan Kabupaten Pulau Morotai bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMBERAMO RAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMBERAMO RAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN YALIMO DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA

2012, No di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk penyelenggaraan otonomi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 45 TAHUN (45/1999) Tanggal: 4 OKTOBER 1999 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Atmosudirdjo (1988:76) mengemukakan bahwa:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PUNCAK DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN YALIMO DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LANNY JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MANGGARAI TIMUR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DOGIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBENTUKAN DESA ELFANUN KECAMATAN PULAU GEBE KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BIAK NUMFOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIAK NUMFOR NOMOR : 21 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DOGIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2008, No c. bahwa pembentukan Kabupaten Buru Selatan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MANGGARAI TIMUR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2008, No.99 2 c. bahwa pembentukan Kabupaten Lombok Utara bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMBERAMO TENGAH DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipegunakan untuk sebesar-besar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

-2- Dengan Persetujuan Bersama

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT DI PROVINSI LAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PRINGSEWU DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA UTARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MANGGARAI BARAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN GORONTALO UTARA DI PROVINSI GORONTALO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NDUGA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA UTARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MANGGARAI BARAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

2013, No.20 2 di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk penyelenggaraan otonomi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin maraknya upaya Desentralisasi Pemerintah Indonesia dalam pembangunan Bangsa ini berimplikasi pada Dasar Hukum pembagian wilayah administrasi Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, bahwa di daerah yang bersifat Otonom, untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk berdasarkan Asas Desentralisasi. Hal tersebut terdapat upaya untuk menempatkan Hukum selain sebagai pengendali masyarakat (social control), juga sebagai suatu sarana rekayasa masyarakat (a tool of social engineering). Kehendak tersebut dinyatakan dalam Politik Hukum Nasional, yaitu suatu pernyataan kehendak penguasa Negara mengenai Hukum yang berlaku secara Nasional serta kearah mana Tatanan Hukum yang dianut dan yang akan dikembangkan, (Cik Hasan Bisri, 1997: 25). Berkaitan dengan masalah Otonomi Daerah yang merupakan masalah yang sangat sentral di dalam kurun waktu Pembangunan Nasional dewasa ini, dan sering hal itu menimbulkan banyak perbincangan dan diskusi yang berkepanjangan, hingga menyangkut masalah yang mendasar yakni eksistensi Hukum di Indonesia. Dalam mewujudkan Pembangunan Nasional, maka bangsa Indonesia dengan meletakkan Pancasila sebagai Landasan Idiil, Undang-undang 1

2 Dasar 1945 sebagai Landasan Konstitusional, (A. Qodri Azizy, 2002: 175) dan Peraturan Perundang-undangan tentang Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus Provinsi Papua. Momentum era reformasi yang terjadi saat ini, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 Bab IV huruf (g) angka 2, selanjutnya Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, antara lain menekankan tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dengan memperhatikan aspirasi masyarakat, (Ni matul Huda, 2005: 35). Hal ini sejalan dengan pembagian Wilayah administrasi Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pembentukan Kabupaten Supiori di Provinsi Papua. Keputusan Politik seputar upaya penyatuan dalam bingkai Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi penuntasan penyelesaian atas masalah-masalah di Provinsi Papua, (Ni matul Huda, 2005: 35-36).

3 Tindak lanjut dari hasil Penentuan Pendapat Rakyat yang menetapkan Irian Barat tetap merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk kepentingan pelaksanaan Pemerintahan di Irian Barat yang effektif, demi kemajuan rakyat di Irian Barat, dipandang perlu Provinsi Irian Barat beserta Kabupaten-kabupatennya yang dibentuk dan diatur berdasarkan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1962 jo Penetapan Presiden No. 1 tahun 1963 jo Keputusan Presiden No. 57 tahun 1963 jo Undang-undang No. 5 tahun 1969, segera diatur kembali sebagai Daerah-daerah Otonom, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXI/MPRS/ 1966. Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten Otonom di Propinsi Papua, diantaranya pada Pasal 1 ayat (2) Point 2. menyatakan bahwa : Kabupaten Biak Numfor yang meliputi Wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Biak, Numfor dan Supiori. Berdasarkan Penjelasan atas Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, bahwa Provinsi Papua adalah Provinsi Papua yang diberi Otonomi Khusus, bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang memiliki Keragaman Suku dan lebih dari 250 (dua ratus lima puluh) Bahasa Daerah serta dihuni juga oleh Suku-suku lain di Indonesia. Provinsi Papua secara keseluruhan memiliki luas daerah kurang lebih 421.981 Km2, dengan Topografi yang beravariasi, mulai dari dataran rendah yang be-rawa sampai pegunungan puncaknya yang diselimuti salju. Provinsi Papua secara keseluruhan berbatasan sebelah Utara dengan Samudra Pasifik, disebelah

4 Selatan dengan Provinsi Maluku dan Laut Arafura, disebelah Barat dengan Provinsi Maluku dan Maluku Utara, dan disebelah Timur dengan Papua New Gunea. Setelah mengalami proses Pemerintahan Provinsi Papua, maka saat ini Wilayah Daerah terbagi menjadi 2 (dua) Provinsi sebagai berikut: 1. Provinsi Papua terdiri dari 26 (dua puluh enam) Kabupaten dan 1 (satu) Kota. 2. Provinsi Irian Jaya Barat atau disebut Papua Barat yang baru terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Papua Barat, Papua Tengah, dan Papua Selatan, yang selanjutnya berdasarkan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengaktifan Provinsi Papua Barat, terdiri dari 6 (enam) Kabupaten dan 1 (satu) Kota, yang selanjutnya telah ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003. Sejalan dengan hal itu ditetapkan beberapa peraturan yang dapat memenuhi tuntutan reformasi, yaitu merealisasikan kebutuhan Otonomi Khusus Provinsi Papua, dalam rangka memperpendek jangkauan pelayanan dan percepatan pembangunan di Provinsi Papua, maka Pemerintahan Kabupaten Biak Numfor mengusulkan Pembentukan Kabupaten Supiori, selanjutnya dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua Nomor 4/DPRD/2002 tanggal 23 Mei 2002 tentang Dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua Terhadap Pembentukan Kabupaten Supiori di Provinsi Papua dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Biak Numfor Nomor 03/PIMP/DPRD-BN/2001 tanggal 13 Agustus 2001 tentang Persetujuan

5 Terhadap Pembentukan Kabupaten Supiori, dipandang perlu membentuk Kabupaten Supiori sebagai Daerah Otonom. Sehingga terbentuklah Undangundang Nomor 35 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Supiori di Provinsi Papua. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2003 mengalami kendala dalam pelaksanaan Desentralisasi daerah Kabupaten yaitu Sengketa Wilayah antara Pemerintah Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori yang berimplikasi pada Penetapan Batas Wilayah. Pada era Otonomi Khusus Provinsi Papua saat ini, sudah seyogyanya bagi Pemerintah Daerah Provinsi Papua berdasarkan : a. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ; b. Pasal 1 & 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonomi Irian Barat dan Kabupaten Kabupaten Otonomi di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47 tambahan Lembaran Negara Nomor 3347); c. Pasal 70 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ; d. Pasal (2), (3) dan (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Supiori di Provinsi Papua ; e. Pasal 198 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah; f. Pasal 20 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.

6 Mempunyai kewenangan untuk membenahi sarana-prasarana baik Infrastruktur maupun Suprastruktur untuk daerah yang baru dibentuk, di samping itu pula perlu didukung oleh kebijakan Pemda Provinsi Papua dalam memfasilitasi dan menyelesaikan permasalahan yang timbul, diharapkan para pemegang kebijakan yang ada di daerah-daerah, khususnya Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori, turut mendukung ketentuan yang telah digariskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua sebagai perwakilan dari Pemerintah Pusat. B. Perumusan Pokok Masalah Dari ulasan Latar Belakang Masalah di atas kiranya cukup memberikan kerangka berfikir dalam mengembangkan pokok permasalahan yang relevan dengan tema penelitian ini. Adapun pokok permasalahannya adalah : - Bagaimana peranan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam menyelesaikan Sengketa Wilayah antara Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori yang berimplikasi pada Penetapan Batas Wilayah? Untuk membahas permasalahan tersebut diatas, maka Penulis memperinci menjadi 3 (tiga) hal yang sangat berkaitan dalam Ketentuan Hukumnya yaitu : 1. Bagaimana Ketentuan Hukum (ius constitutum) tentang peranan Pemerintah Daerah Provinsi khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam penyelesaian sengketa wilayah? 2. Bagaimana sengketa wilayah antara kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori?

7 3. Bagimana solusi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam pelaksanaan tugas dan wewenang menyelesaikan sengketa wilayah antara Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori? C. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan Penulis dan berdasarkan hasil penulusaran pustaka, penelitian tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua yang berkaitan dengan Sengketa Penetapan Batas Daerah Kabupaten Supiori belum ada yang melakukan penelitian dengan tema/topik yang sama. Sehingga menurut hemat Penulis dalam penelitian ini sangat penting sekali untuk ditindak lanjuti sebagai pemenuhan, kebutuhan agenda reformasi dalam bingkai Otonomi Daerah, dengan merealisasikan Program Pemerintah terhadap upaya Desentralisasi daerah-daerah terpencil, dalam hal ini juga dapat membantu memberikan kontribusi Ilmu Pengetahuan (contribution of knowledge) dalam Pembangunan Nasional maupun pengembangan Daerah Provinsi Papua pada khususnya. D. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi Tujuan Penilitian Hukum ini adalah untuk mengetahui, menganalisa serta mengevaluasi bagaimana Peranan Provinsi Papua dalam peneyelesaian sengketa antara Pemerintah Daerah Biak dengan Pemerintah

8 Daerah Supiori dalam era pemberlakuan Otonomi Khusus Papua, sehingga dalam hal ini dapat di jabarkan sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan peranan Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang ada khususnya peranan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam menyelesaikan sengketa wilayah 2. Mengaplikasikan Peranan Provinsi Papua dalam pelaksanaan tugas dan wewenang penyelesaian sengketa antara Pemerintah Daerah Biak Numfor dengan Pemerintah Daerah Supiori yang berimplikasi pada Penetapan Batas Wilayah. 3. Mencari win-win solution yang dapat diberikan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam penyelesaian sengketa antara Pemerintah Daerah Biak dengan Pemerintah Daerah Supiori. E. Manfaat Penelitian Harapan Penulis semoga dapat mendatangkan manfaat dalam pengembangan keilmuan Hukum Tata Negara (HTN) dan kebijakan Pemerintahan Republik Indonesia, terutama seputar Otonomi Daerah dan Produk Hukum yang berkaitan dengan Otonomi Khusus Provinsi Papua. Adapun manfaat dalam penelitian terbagi 2 (dua) yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Secara Teoritik a. Dapat mengetahui sumber Hukum Tata Negara (Ilmu Hukum Pemerintahan).

9 b. Dapat menambah wawasan berfikir seputar khasanah keilmuan Hukum dan kepustakaan Hukum Tata Negara dalam Sistem Perundangundangannya dan mengetahui Sistem Hukum positif seputar upaya Desentralisasi daerah terpencil dan tertinggal di Indonesia. c. Mampu memberikan kontribusi Ilmu Pengetahuan (contribution of knowledge) terhadap pemberdayaan Sumber Daya Manusia di Provinsi Papua dan Kabupaten Biak Numfor serta Kabupaten Supiori. 2. Manfaat Secara Praktis a. Penulis berharap penilitian ini akan membawa dampak perubahan dalam menjawab keresahan aspirasi mayarakat daerah perbatasan sehingga akan ada nampak kejelasan bentuk domisili Wilayah Pemerintahan yang diinginkan. b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam mengambil kebijakan dalam bentuk keputusan yang sesuai dengan rasa keadilan dan kepastian yang diharapkan. F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan tesis ini antara lain sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab pendahuluan, ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, serta sistematika penulisan.

10 Bab II Tinjauan Pustaka Memuat kajian/studi pustaka yang relevan dengan obyek penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti meliputi, Teori Negara, Teori Pembagian Kekuasaan, dan Teori Desentralisasi. Bab III Metodologi Penelitian Cara penelitian pada Tesis ini memuat uraian tentang jenis penelitian, data yang dicari, cara mencari data dan cara mengolah data. Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian Pada bagian ini Penulis akan menganalisis dan mengkaji Peranan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam penyelesaian Sengketa Wilayah antara Kabupaten Biak Numfor dengan Kabupaten Supiori yang diuraikan sebagai berikut : I. Profil Pemerintah Daerah Provinsi Papua 1. Luas Wilayah Pemerintah Provinsi Papua. 2. Sistem Pemerintah Provinsi Papua. II. Sejarah Perkembangan Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor dan Pemerintah Daerah Kabupaten Supiori. III. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Ketentuan Hukum (Ius Constitutum) Tentang Peranan Pemerintah Daerah Provinsi Khususnya Pemerintah

11 Daerah Provinsi Papua Dalam Peyelesaian Sengketa Wilayah. B. Sengketa Wilayah Antara Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori. C. Solusi Yang Diberikan Oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua Dalam Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Menyelesaikan Sengketa Wilayah Antara Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor dan Supiori. BAB V PENUTUP Dalam bab ini memuat Kesimpulan, Saran dan Rekomendasi Lampiran-Lampiran yang terdiri dari : 1. Pernyataan Politik Bupati Kabupaten Biak Numfor. 2. Pernyataan Sikap Masyarakat Kampung Douwbo dan Syurdori. 3. Peta Provinsi Papua, Kabupaten Biak Numfor dan Kabuapten Supiori.