1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan begitu pesatnya sektor perekonomian yang semakin meningkat, dinamis dengan penuh persaingan serta tidak mengenal batas-batas wilayah. Berbagai bisnis yang dijalankan dengan mudahnya untuk dilaksanakan. Oleh karena itu bisnis di zaman sekarang ini diperlukannya payung hukum untuk menaungi dan melindungi dengan tujuan untuk mewujudkan rasa keadilan sosial dan adanya kepastian hukum, bukan hanya sekadar mencari keuntungan (profit oriented) tetapi ada pertanggungjawaban terhadap dampak yang ditimbulkan dari operasional bisnis secara menyeluruh tersebut. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, para pebisnis dan orang-orang yang ingin terjun langsung didunia bisnis hendaknya terlebih dahulu mengetahui dan memahami hukum bisnis secara detail agar bisnis yang ditekuni berjalandengan baik dan memberikan manfaat bagi dirinya dan mensejahterakan masyarakat pada umumnya 1. Seperti kebanyakan negara berkembang yang lain, negara kita berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Untuk itu pengembangan pada sektor ekonomi menjadi tumpuan utama agar taraf hidup 1 Syahrin Naihasy,Hukum Bisnis (Business Law), MidaPustaka, Yogyakarta, 2005, hlm.8 1
2 rakyat menjadi lebih mapan. Pembangunan ekonomi merupakan pengolahan kekuatan ekonomi riil dimana dapat dilakukan melalui penanaman modal, penggunaan teknologi dan kemampuan berorganisasi atau manajemen. 2 Naihasy 3 mengatakan lebih lanjut bahwa sejak perekonomian dunia telah mengalami perubahan yang sangat dahsyat dan kini dunia, termasuk Indonesia, menyaksikan fase ekonomi global yang bergerak cepat dan telah membuka tabir lintas batas antar Negara.Dapat dikatakan bahwa dunia usaha adalah sebagai tumpuan utama yang dipergunakan sebagai pilar dan dilaksanakan dengan berbagai macam cara yang sekiranya dapat memupuk perkembangannya dengan lebih optimal dan berdaya guna. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa arus globalisai dan kemajuan teknologi menjadi salah satu pemicu meningkatnya dunia bisnis atau usaha, bukan hanya di domain global tetapi juga di Indonesia. Apalagi saat ini sudah dikenal free trade erea atau dengan kata lain memasuki era liberalisasi dan globalisasi abad ke 21. Akibatnya adalah perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan. Sebagian dari dampak yang mereka timbulkan banyak terbukti telah mempengaruhi datangnya berbagai kesempatan usaha (business opportunities), tetapi banyak pula rekaman contoh kasus dari faktor eksternal ini yang menjadi kendala dalam berusaha (business threats and constraints). 4 2 RidwanKhairandy, Perjanjian Franchise Sebagai Sarana Alih Teknologi, Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta bekerjasama dengan yayasan Klinik Haki Jakarta, 2000, hlm.132 3 Syahrin Naihasy, op. cit,hlm. 23-24 4 http://www.franchise-id.com/franchisediindonesia, diakses pada tanggal 4 November 2015 pukul 10.00 WIB.
3 Perkembangan industri waralaba di tanah air tumbuh secara ekspansial. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingginya minat para investor memilih waralaba sebagai langkah awal untuk menjadi pengusaha. Namun di era perdagangan bebas MEA 2016 ini, beberapa pihak menyoroti kiprah waralaba lokal yang masih belum mampu bersaing dengan franchise asing.salah satu yang menyebabkan hal tersebut adalah kurangnya dukungan pemerintah untuk meningkatkan daya saing waralaba lokal. Padahal dengan majunya waralaba lokal maka akan tercipta pengusaha-pengusaha baru. Selain itu lapangan kerja pun menjadi lebih banyak. 5 Dewasa ini pengembangan dalam dunia usaha dapat dikatakan cukup sulit. Tetapi seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin maju dan pesat, maka bentuk-bentuk pendanaan guna menjalankan suatu usaha juga mengalami perkembangan. Pendanaan bagi pengembangan usaha, tidak semata-mata melalui perbankan, namun dapat dilakukan melalui bentuk-bentuk pendanaan dari jasa perusahaan keuangan nonbank, pendanaan khusus seperti modal ventura, anjak piutang, leasing, franchising, go public, obligasi, pendanaan proyek, divestasi, pendanaan royalti, venture leasing, depository receipt, perjanjian lisensi, penjualan saham pada karyawan, dana pegadaian. 6 Berdasarkan berbagai alternatif pendanaan tersebut, ada salah satu jenis pendanaan yang dikenal juga sebagai metode pemasaran yang efektif, yaitu waralaba (franchise). 7 Dalam menjalankan suatu usaha, dapat juga 5 http://www.plasafranchise.com, diunduh pada tanggal 4 November 2015 pukul 10.00 WIB. 6 Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 3-4 7 http://www.franchisekey.com/id/berita-waralaba/cara-jitu-meningkatkan-profit-dalam-bisnisfranchise.htm, Cara Jitu Meningkatkan Profit dalam Bisnis Franchise, diakses pada tanggal 4 November 2015 pukul 12.00 WIB
4 dilakukan atas dasar perjanjian kerjasama (partnership) antara satu atau beberapa orang. 8 Mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), bentuk hukum perjanjian kerjasama yang berupa persekutuan perdata (patnership) merupakan suatu perjanjian antara dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu (inbreg) dengan maksud membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Persekutuan perdata dalam hukum Indonesia diatur dalam Pasal 1618 KUHPerdata. 9 Berdasarkan Pasal 1618 KUHPerdata, dapat ditarik beberapa unsur yang terdapat didalam persekutuan perdata, yaitu: 1. Adanya suatu perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih; 2. Masing-masing pihak harus memasukan sesuatu ke dalam persekutuan (inbreg); dan 3. Bermaksud membagi keuntungan bersama. Praktek yang terjadi di lapangan, seperti dalam perjanjian kerjasama pendirian dan pengelolaan Rumah Makan Bumbu Desa, perjanjian kerjasama yang seharusnya dibuat sesuai dengan konstruksi hukum persekutuan perdata, menunjukan bahwa di dalam klausula perjanjian tersebut, terdapat beberapa pasal yang menyerupai perjanjian waralaba (franchise). Namun demikian, klausula-klausula yang biasanya ada dalam perjanjian franchise pun tidak sepenuhnya dapat ditemukan dalam perjanjian kerjasama 8 RaimondFlora Ramandasa Perjanjian Kerjasama, http://www.scribd.com/doc/3927962/perjanjian -kerjasama, diakses pada tanggal 4 November 2015 pukul 13.00 WIB 9 Ridwan Khairandy,Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta, FH UII Pers, 2006, hlm.14.
5 pendirian dan pengelolaan Rumah Makan Bumbu Desa. Kriteria waralaba yang harus dipenuhi adalah: 10 1. Memiliki ciri khas usaha; 2. Terbukti sudah memberikan keuntungan; 3. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis; 4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan; 5. Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Sementara itu beberapa hal penting yang seharusnya ada dalam perjanjian franchise meliputi hal-hal sebagai berikut: 11 1. Jangka waktu perjanjian franchise, 2. Hak-hak franchisee yang diperoleh dari franchisor, 3. Hak design yang sama atau seragam untuk lokasi dan penampilan lainnya, 4. Program pelatihan untuk menjaga kualitas barang dan jasa sebagai elemen bisnis yang paling penting, 5. Bantuan operasional, yang diberikan franchisor sebelum franchisee efektif, 6. Pembelian barang-barang mentah dari franchisor, 7. Iklan yang telah ditentukan isi dan frekuensi penayangannya, 8. Quality control untuk menjaga mutu, 9. Biaya untuk franchisor, misalnya biaya permulaan (up-front fees) dan royalti, serta cara pembayarannya, 10 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Pasal 3 tentang Waralaba 11 Mulya Lubis, Sistem Franchise Ditinjau dari Hukum Indonesia, Makalah, Jakarta, 1991, hlm.4-9.
6 10. Pembukuan mengenai keuangan dan operasional perusahaan, 11. Perubahan pada perjanjian franchise jika telah berlangsung lama, 12. Pengalihan perjanjian franchise kepada pihak ketiga, 13. Pemutusan perjanjian, 14. Penyelesaian sengketa dalam perjanjian franchise. Dalam perjanjian kerjasama pendirian dan pengelolaan Rumah Makan Bumbu Desa terdapat banyak klausul yang rancu dan tersamar sehingga dapat menimbulkan interprestasi yang berbeda antara pemilik merek dengan penanam modal atau investor. Hal ini tidak disadari secra dini oleh investor, karena pada saat sebelum penandatanganan perjanjian kerjasama, iming-iming yang selalu ditawarkan oleh pemilik merek adalah keuntungan yang besar. Namun demikian, dalam pelaksanaan perjanjian tersebut, pihak investorseperti dieksploitasi oleh pemilik merek. Hal ini diawali dengan pembuatan akta perjanjian yang dapat dikatakan sebagai perjanjian standar, karena klausula dan isinya ditentukan secara sepihak oleh pemilik merek. Ketidakpahaman hukum pihak investor menjadikannya menerima semua persyaratan pada saat penandatanganan perjanjian. 12 Fakta seperti tersebut di atas, menunjukan bahwa pemilik merek memiliki posisi tawar sangat kuat dalam negosiasi kontrak. Dengan posisi tawar yang demikian, pemilik merek mendikte isi kontrak. Bahkan dalam perjanjian kerjasama pendirian dan pengelolaan Rumah Makan Bumbu Desa pada tahap 12 Salinan Akta Notaris Perjanjian Kerjasama Pendirian dan Pengelolaan Rumah Makan Bumbu Desa antara Tuan Arief Wirawangsadita( franchisee) dengan Ny. H.Siti Farida Rosmawati (franchisor), 5 September 2007.
7 pengelolaan rumah makan pun pemilik merek masih ikut mengelola dan mengawasinya sebagaimana sekutu dalam persekutuan perdata. Sementara itu klausula-klausula dalam perjanjian franchise yang dapat ditemukan dalam perjanjian kerjasama pendirian dan pengelolaan rumah makan Bumbu Desa antara lain jangka waktu perjanjian, hak-hak investor yang diperoleh dari pemilik merek, hak design yang sama atau seragam untuk lokasi dan penampilan lainnya, program pelatihan untuk menjaga kualitas barang dan jasa sebagai elemen bisnis yang paling penting, pembelian barang-barang dari pemilik merek, quality control untuk menjaga mutu, biaya untuk pemilik merek, misalnya biaya permulaan (up-front fees) dan royalti, serta cara pembayarannya, pembukuan mengenai keuangan dan operasional perusahaan, serta pemutusan perjanjian.berdasarkan latar belakang penelitian seperti terurai diatas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai Keseimbangan Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Format Bisnis Waralaba (Studi Kasus Rumah Makan Bumbu Desa Cirebon).
8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan beberapa masalah pokok yang akan diteliti, yaitu: 1. Bagaimana tinjauan akta perjanjian kerjasama Bumbu Desa dalam perspektif Perjanjian Waralaba (Franchise)? 2. Bagaimanakah keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian kerjasama pendirian dan pengelolaan rumah makan Bumbu Desa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang, penulis merumuskan beberapa masalah pokok yang akan diteliti, yaitu : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji konstruksi hukum perjanjian kerjasama pendirian dan pengelolaan rumah makan Bumbu Desa. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana seharusnya hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama pendirian dan pengelolaan Rumah Makan Bumbu Desa.
9 D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini dalam ranah hukum bisnis akan sangat bermanfaat dalam praktek hukum bisnis khususnya berkaitan dengan kegiatan investasi dan perdagangan. 2. Sebagai referensi dan kajian ilmiah bagi para mahasiswa yang ingin melakukan penelitian mengenai format bisnis waralaba. 3. Memberikan pemahaman dengan dasar hukum serta tata perundang -undangan mengenai format bisnis waralaba yang benar. E. Keaslian Penelitian Keaslian dalan penelitian ini belum pernah diteliti dan dilaksanakanoleh penelitian sebelumnya, sehingga dengan demikian penelitianini adalah bersifat baru (original), peneliti menjamin serta menegaskanatas keaslian penelitian ini.