BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. satunya adalah penyaluran kredit guna untuk meningkatkan taraf hidup rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Riyadi : 2006) (Kasmir : 2011)

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate)

BAB I PENDAHULUAN. Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. triwulan I dan II 2012, dimana ekonomi tumbuh secara berturut turut sebesar

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian sebagai wujud peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.10 tahun 1998 dikatakan bahwa bank adalah badan usaha. yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah

BAB 1 PENDAHULUAN. melemahnya aktivitas bisnis secara umum yang disebabkan Global Financial

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyaknya sektor yang tergantung

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

Juni 2017 RESEARCH TEAM

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit)

I. PENDAHULUAN. penunjang pembangunan ekonomi. Pengelolaan bank dituntut untuk senantiasa

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008:

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rakyat (BPR) Jawa Timur (Periode ). Penelitian tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu perekonomian. Kestabilan ini

BAB I PENDAHULUAN. serius dalam bisnis perbankan, sebagian besar bank kesulitan karena modal

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup. kepada masyarakat yang kekurangan dana (Abdullah, 2005:17).

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang pembangunan ekonomi. Kepercayaan masyarakat terhadap bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, ROA, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak didukung oleh peran perbankan dalam membangun negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan usaha perbankan di Indonesia memiliki peran yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi agar berdaya dan berhasil guna secara optimal. Lembaga keuangan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan perekonomian suatu negara. Di Indonesia, perkembangan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian Indonesia yang masih labil sering menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi sebagai intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat. masyarakat yang kekurangan dana (Ismail,2010:13).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perbankan, juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia bank,

BAB I PENDAHULUAN. dan giro yang merupakan kewajiban bank sebab harus dikembalikan sesuai

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sebuah kontribusi nyata dari sektor perbankan. Sesungguhnya dalam

: Maria Ancela :

BAB I PENDAHULUAN. pembengkakan nilai dan pembayaran hutang luar negeri, melonjaknya non performing

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah. mengalami perkembangan yang cukup pesat, ini dibuktikan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu

BAB I PENDAHULUAN. Peran Perbankan sebagai lembaga intermediasi cukup penting dalam

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seperti dilanggarnya prinsip kehati-hatian perbankan (prudential-banking

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi bank menurut UU No. 10/1998 tentang Perbankan Pasal 1, yaitu. meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aset keuangan (financial asset) atau tagihan-tagihan (claim) misalnya: saham,

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa jasa perbankan. Bank memiliki

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan nasional mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yang pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat yang diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan nasional yang ditunjukan oleh besarnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi suatu negara adalah pembentukan investasi. Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi yang dilakukan oleh masyarakat secara terus menerus akan meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Di samping itu pola konsumsi masyarakat juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Alasan yang pertama, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional. Di kebanyakan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional. Alasan yang

2 kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiatan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara bersangkutan. Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan. Di lain pihak jika tabungan semua orang di suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah tabungan masyarakat negara tersebut. Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk tabungan nasional yang merupakan sumber dana investasi. Sehingga dalam jangka panjang pola konsumsi dan tabungan masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (Sukirno. 2000). Menurut Suryamin sebagai Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), untuk keseluruhan Tahun 2015, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dari 5,02 persen pada 2014 menjadi 4,79 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut didominasi oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga. Kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) mencapai 56,64 persen dan kontribusi terbesar kedua terhadap PDB datang dari investasi atau PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) dengan andil terhadap PDB sebesar 34,97 persen. Hal ini menunjukan tingkat konsumsi masyarakat sangat besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain karena

3 kontribusinya dalam PDB yang sangat dominan, pertumbuhannya pun masih di atas investasi dan ekspor. Peningkatan konsumsi rumah tangga salah satunya disebabkan oleh konsumsi bukan makanan yang umumnya berasal dari peningkatan KPR (Kredit Pemilikan Rumah), KPM (Kredit Kepemilikan Mobil), dan kartu kredit yang terus mengalami peningkatan yang sebagian besar didorong oleh kredit konsumsi. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Muliaman (2004) yang menyatakan salah satu faktor yang mendorong perkembangan konsumsi adalah kredit untuk tujuan konsumsi yang cenderung meningkat dalam periode yang sama. Kredit konsumsi merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya (Kasmir, 2014:91). Berdasarkan data statistik perbankan Indonesia yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kredit konsumsi yang disalurkan perbankan Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari Tahun 2014 ke Tahun 2015 mengalami peningkatan. Dimana pada Tahun 2014 total kredit konsumsi yang disalurkan oleh 43 bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar Rp 673,933,136 juta. Sedangkan Tahun 2015 penyaluran kredit konsumsi sebesar Rp 728,881,286 juta dengan selisih kenaikan dari Tahun 2014 ke Tahun 2015 sebesar Rp

4 54,948,150 juta atau tumbuh sebesar 8.15 persen dan rata-rata penyaluran kredit konsumsi di Tahun 2015 sebesar Rp 16,950,727.58 juta. Tabel 1.1 Bank Dengan Penyaluran Kredit Konsumsi Di Atas Rata-Rata Di Tahun 2014-2015 No Nama Bank 2015 Persentase 2014 Persentase 1 Mandiri 114,075,601 15.6 % 108,902,197 16.1 % 2 BTN 109,132,930 14.9 % 90,527,465 13.4 % 3 BCA 91,026,938 12.5 % 83,504,549 12.4 % 4 BRI 89,621,859 12.3 % 82,118,614 12.2 % 5 BNI 64,190,531 8.8 % 57,525,989 8.5 % 6 BJB 42,614,244 5.8 % 35,954,112 5.3 % 7 CIMB 37,911,297 5.2 % 35,710,496 5.29 % 8 Maybank 33,632,789 4.6 % 30,799,296 4.6 % 9 Panin 21,891,289 3.0 % 23,387,310 3.5 % 10 Permata 21,541,702 2.9 % 23,100,140 3.4 % 11 Danamon 20,441,278 2.8 % 30,434,664 4.5 % 12 Bank Jatim 18,054,658 2.5 % 16,745,668 2.5% Sumber : Bursa Efek Indonesia, diolah Dari 43 bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Tahun 2014-2015 terdapat 12 bank dengan penyaluran kredit konsumsi di atas rata-rata, yang dikelompokkan berdasarkan penguasaan saham. Dengan urutan lima besar bank penyalur kredit konsumsi yaitu Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara, Bank Central Asia, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Negara Indonesia. Sedangkan bank penyalur kredit konsumsi paling rendah yaitu Bank Jawa Timur. Dari lima besar bank penyalur kredit konsumsi tersebut diantaranya merupakan bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah.

5 Tabel 1.2 Penyaluran Kredit Konsumsi pada Bank yang Mayoritas Sahamnya Milik Pemerintah di Tahun 2014-2015 No Nama Bank 2015 Persentase 2014 Persentase 1 Mandiri 114,075,601 15.6 % 108,902,197 16.1 % 2 BTN 109,132,930 14.9 % 90,527,465 13.4 % 3 BRI 89,621,859 12.3 % 82,118,614 12.2 % 4 BNI 64,190,531 8.8 % 57,525,989 8.5% Total 377,020,921 51.6 % 339,074,265 50.8 % Sumber : Bursa Efek Indonesia, diolah Berdasarkan data di atas setelah mengalami pengolahan, bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah yaitu Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Negara Indonesia menyalurkan kredit konsumsi di Tahun 2015 sebesar 51.6 persen dari total kredit konsumsi yang disalurkan bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dengan jumlah kredit konsumsi yang disalurkan di Tahun 2015 sebanyak Rp 377,020,921 juta atau tumbuh 11.20 persen dari Tahun 2014 yang sebesar Rp 339,074,265 juta. Pertumbuhan tersebut jauh diatas pertumbuhan industri perbankan secara keseluruhan yang tercatat sebesar 8.15 persen. Hal ini menunjukkan jumlah penyaluran kredit konsumsi bank umum didominasi oleh bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah. Maka dari itu untuk mengetahui penyaluran kredit konsumsi bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam penelitian ini mengambil kasus pada bank yang mayoritasnya sahamnya milik pemerintah periode 2007-2015. Meskipun secara nominal jumlah kredit konsumsi yang disalurkan mengalami peningkatan, namun jika dilihat dari perkembangan jumlah kredit konsumsi yang disalurkan mengalami perlambatan. Hal ini tidak terlepas dari

6 dampak masa krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008, bermula pada krisis ekonomi Amerika Serikat yang lalu menyebar ke negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Krisis ekonomi Amerika Serikat diawali karena adanya dorongan untuk konsumsi (Propincity to Consume). Rakyat Amerika hidup dalam konsumerisme di luar batas kemampuan pendapatan yang diterimanya. Mereka hidup dalam hutang, belanja dengan kartu kredit, dan kredit perumahan. Akibatnya lembaga keuangan yang memberikan kredit tersebut bangkrut karena kehilangan likuiditasnya, karena piutang perusahaan kepada para kreditor perumahan telah digadaikan kepada lembaga pemberi pinjaman. Pada akhirnya perusahaan perusahaan tersebut harus bangkrut karena tidak dapat membayar seluruh hutang-hutangnya yang mengalami jatuh tempo pada saat yang bersamaan. Runtuhnya perusahaan-perusahaan finansial tersebut mengakibatkan bursa saham Wall Street menjadi tak berdaya, perusahaan-perusahaan besar tak sanggup bertahan seperti Lehman Brothers dan Goldman Sachs. Pada saat itu, Amerika Serikat mengalami resesi yang serius, sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menggerus daya beli masyarakat Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena Amerika Serikat merupakan pangsa pasar yang besar bagi negara-negara lain termasuk Indonesia. Penurunan daya beli masyarakat di Amerika berdampak pada penurunan permintaan impor dari Indonesia. Dengan demikian ekspor Indonesia pun menurun. Inilah yang menyebabkan terjadinya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Bank Indonesia memperkirakan secara keseluruhan NPI mencatatkan defisit sebesar US$ 2,2 miliar pada tahun 2008. Penyebab lain

7 terjadinya defisit NPI adalah derasnya aliran keluar modal asing dari Indonesia khususunya pada pasar SUN (Surat Utang Negara) dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Derasnya aliran modal keluar tersebut mengakibatkan investasi portofolio mencatat defisit sejak kuartal III-2008 dan terus meningkat pada kuartal IV-2008. Selain itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga membuat terjadinya pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat neraca finansial dan modal ikut menjadi defisit. Krisis ekonomi global juga berdampak pada keketatan likuiditas global, dengan demikian supply dollar relatif sangat menurun. Hal inilah yang memberikan efek depresiasi terhadap Rupiah. Keketatan likuiditas global terjadi akibat perusahaan dan rumah tangga lebih menjaga likuiditasnya untuk berjagajaga dari berbagai resiko bisnis yang meningkat akibat krisis global. Hal ini yang mengakibatkan sulitnya mencari dana talangan dalam membiayai defisit anggaran pemerintah. Rumah tangga konsumen pun mulai menahan diri untuk berbelanja guna mengantisipasi terhadap goncangan yang mungkin terjadi. Keketatan likuiditas diperparah oleh sikap bank yang terlalu berhati-hati dalam mengucurkan kreditnya dalam rangka meminimalisir terjadinya kredit macet. Selanjutnya krisis ekonomi global juga berdampak pada kenaikan harga komoditas internasional seperti minyak dan pangan. Hal tersebut mendorong dikeluarkannya kebijakan subsidi harga BBM di Indonesia yang disertai dengan tingginya permintaan domestik. Sehingga tekanan inflasi makin tinggi. Untuk mengantisipasi berlanjutnya tekanan inflasi, BI menaikkan BI rate dari 8 persen secara bertahap menjadi 9,5 persen pada Oktober 2008. Maka dari itu, krisis

8 ekonomi global sangat mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia yang ditunjukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami perlambatan di Tahun 2008. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6.1 persen melambat dari Tahun 2007 yang mencapai 6.3 persen. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit konsumsi dari sisi internal bank. Faktor pertama yang mempengaruhi penyaluran kredit konsumsi pada perbankan adalah dari sisi penerimaan yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Penghimpunan dana oleh pihak bank merupakan kegiatan operasional dalam memperoleh dana dari masyarakat yang nantinya digunakan sebagai penyediaan dana untuk keperluan penyaluran kredit. Menurut Siamat dalam Dendawijaya (2009), penghimpunan dana yang meliputi tabungan, deposito dan giro merupakan sumber dana bagi bank dan memiliki peranan yang penting terhadap besarnya kredit yang disalurkan. Semakin besar penghimpunan dana oleh pihak bank maka semakin besar jumlah kredit yang dapat disalurkan kepada masyarakat.

9 Tabel 1.3 Penghimpunan Dana Masyarakat pada Bank yang Mayoritas Sahamnya Milik Pemerintah Tahun 2013-2015 Nama Bank Tahun Kredit Konsumsi (Juta Rp) Giro (Juta Rp) Tabungan (Juta Rp) Deposito (Juta Rp) Mandiri 2013 94,732,645 123,427,649 216,017,610 169,550,997 Mandiri 2014 108,902,197 128,053,558 231,461,256 223,934,097 Mandiri 2015 114,075,601 172,154,488 248,951,639 201,226,204 BTN 2013 77,202,841 19,116,196 24,237,893 52,853,533 BTN 2014 90,527,465 23,442,618 26,167,914 56,880,145 BTN 2015 109,132,930 31,368,443 30,757,681 65,582,546 BRI 2013 74,649,615 78,666,064 210,234,683 201,585,766 BRI 2014 82,118,614 89,430,267 232,722,519 283,457,544 BRI 2015 89,621,859 113,429,343 268,058,865 267,884,404 BNI 2013 51,732,092 88,183,377 111,799,634 126,845,830 BNI 2014 57,525,989 82,743,186 114,969,594 102,552,029 BNI 2015 64,190,531 90,763,359 129,364,312 133,809,209 Sumber : Bursa Efek Indonesia Dari tabel 1.3 bahwa kredit konsumsi yang disalurkan bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah pada Tahun 2013-2015 menunjukan adanya peningkatan demikian juga penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito pada Tahun 2013-2015 menunjukan adanya peningkatan, kecuali untuk deposito pada Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia di Tahun 2015 mengalami penurunan dan pada Bank Negara Indonesia di Tahun 2014 untuk giro dan deposito, sementara kredit konsumsi yang disalurkan mengalami peningkatan. Kondisi ini berbanding terbalik dengan teori yang dikemukakan oleh Siamat dalam Dendawijaya (2009), seharusnya dalam kondisi dana yang dihimpun menurun kredit konsumsi yang disalurkan pun akan ikut menurun. Jika kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank mengalami peningkatan disaat dana yang dihimpun mengalami penurunan, maka yang terjadi pada perbankan adalah adanya resiko likuiditas atau resiko yang mungkin

10 dihadapi oleh bank ketika bank tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo karena pada saat yang bersamaan pihak bank tidak memiliki sumber dana lain untuk memenuhi kewajibannya. Hal lain yang mempengaruhi penyaluran kredit konsumsi adalah tingkat kecukupan modal perbankan. Menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum menyatakan bahwa setiap bank menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut resiko yang diproksikan dengan CAR (Capital Adequacy Ratio). Modal merupakan suatu faktor penting agar suatu perusahaan dapat beroperasi termasuk juga bagi bank. Modal bank dapat juga digunakan untuk menjaga kemungkinan timbulnya risiko, diantaranya risiko kredit macet yang timbul. Menurut Dendawijaya (2005), CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman, dan sebagainya. Semakin tinggi nilai CAR mengindikasikan bahwa bank telah mempunyai modal yang cukup baik dalam menunjang kebutuhannya serta menanggung risiko-risiko yang ditimbulkan termasuk di dalamnya risiko kredit. Dengan modal yang besar maka suatu bank dapat menyalurkan kredit lebih banyak, sehingga penyaluran kredit dapat meningkat. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Warjiyo (2006) yang

11 menyatakan kecukupan modal yang tinggi dan memadai akan meningkatkan jumlah penyaluran kredit perbankan. Tabel 1.4 Rasio CAR dan NPL pada Bank yang Mayoritas Sahamnya Milik Pemerintah Tahun 2013-2015 Nama Bank Tahun Kredit Konsumsi (Juta Rp) CAR (%) NPL (%) Mandiri 2013 94,732,645 14,93 1,60 Mandiri 2014 108,902,197 16,60 1,66 Mandiri 2015 114,075,601 18,60 2,29 BTN 2013 77,202,841 15,62 4,05 BTN 2014 90,527,465 14,64 4,01 BTN 2015 109,132,930 16,97 3,42 BRI 2013 74,649,615 16,99 1,55 BRI 2014 82,118,614 18,31 1,69 BRI 2015 89,6218,59 20,59 2,02 BNI 2013 51,732,092 15,10 2,17 BNI 2014 57,525,989 16,20 1,96 BNI 2015 64,190,531 19,50 2,67 Sumber : Bursa Efek Indonesia Dalam tabel 1.4 bahwa kredit konsumsi yang disalurkan bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah pada Tahun 2013-2015 menunjukan adanya peningkatan demikian juga rasio CAR pada Tahun 2013-2015 menunjukan adanya peningkatan, kecuali rasio CAR pada Bank Tabungan Negara di Tahun 2014 mengalami penurunan. Sementara kredit konsumsi yang disalurkan mengalami peningkatan. Hal tersebut merupakan pengalokasian dana yang tidak efisien dan berbanding terbalik dengan teori yang dikemukakan oleh Dendawijaya (2005) dan Warjiyo (2006), seharusnya jika rasio CAR yang dimiliki mengalami penurunan jumlah maka bank harus mengurangi penyaluran kredit, karena bank akan menghadapi resiko dalam membiayai kredit dan menghambat kegiatan operasional bank.

12 Dalam pengambilan keputusan penyaluran kredit, bank harus berhati-hati karena setiap keputusan penyaluran dana berupa kredit selalu diikuti dengan resiko yang mungkin timbul (Ismail, 2010 : 121). Resiko dimaksud adalah kemungkinan tidak lancarnya pengembalian pinjaman yang lebih dikenal dengan resiko kredit berupa kredit bermasalah atau Non Performing Loan (Surata, 2011:59). Kredit bermasalah dapat diukur dari kolektabilitasnya yang merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan oleh Bank. Dalam hal ini Bank Indonesia menetapkan tingkat NPL (Non Performing Loan) yang wajar berkisar antara 3-5 persen dari total portofolio kreditnya. Non Performing Loan merupakan faktor selanjutnya yang terkadang menjadi masalah yang sering terjadi dalam perbankan yaitu bukan hanya bagaimana pihak bank menyalurkan kredit tersebut tetapi bagaimana kredit tersebut dapat dikembalikan oleh nasabah sesuai dengan jangka waktu dan imbalan bunga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Karena suatu bank dikatakan sehat apabila penyaluran dan pengembalian kredit dapat berjalan lancar dan terus mengalami peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar, sehingga mengurangi jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank. Maka dari itu bank harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit agar tidak terjadi NPL yang tinggi (Meydianawathi, 2007). Menurut Soedarto (2004) semakin besar kredit non

13 lancar maka jumlah kredit yang dapat disalurkan oleh bank semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Dari tabel 1.4 bahwa kredit konsumsi yang disalurkan bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah pada Tahun 2013-2015 menunjukan adanya peningkatan demikian juga rasio NPL pada masing-masing bank mengalami peningkatan. Dengan rasio NPL paling besar yaitu pada Bank Tabungan Negara, meskipun demikian kinerja Bank Tabungan Negara memperlihatkan kondisi yang membaik terlihat dari rasio NPL yang semakin menurun. Sementara pada Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia pada Tahun 2014-2015 menunjukan adanya peningkatan dan pada Bank Negara Indonesia terjadi peningkatan di Tahun 2015. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan teori yang dikemukakan Soedarto (2004), karena dengan rasio NPL yang tinggi akan membuat persediaan kas bank menurun seiring pertambahan nasabah yang mengalami kredit bermasalah, sedikitnya modal bank akan membuat bank sulit menyalurkan pinjaman. Ketika bank tersebut menyalurkan kredit dengan tingkat NPL yang tinggi maka resiko yang dipikul oleh bank-bank tersebut terbilang tinggi sehingga keberlangsungan bank bisa terancam karena laba perusahaan akan mengalami penurunan. Seharusnya bank menekan penyaluran kredit dan memilih mengoptimalkan funding atau menghimpun dana serta menjaga likuiditas perusahaan agar nasabah tetap memiliki kepercayaan terhadap kinerja perbankan.

14 Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Konsumsi Pada Bank Umum Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2015 Studi Kasus Bank Yang Mayoritas Sahamnya Milik Pemerintah. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh giro, tabungan, deposito, CAR, dan NPL terhadap penyaluran kredit konsumsi pada bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah periode 2007-2015 baik secara parsial maupun simultan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui sebarapa besar pengaruh giro, tabungan, deposito, CAR, dan NPL terhadap penyaluran kredit konsumsi pada bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah periode 2007-2015 baik secara parsial maupun simultan. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis / Akademis Searah dengan tujuan penelitian di atas, maka diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan kegunaan teoritis atau akademis berupa tambahan sumber informasi dan sumber referensi bagi perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit konsumsi pada bank umum yang terdaftar di

15 Bursa Efek Indonesia periode 2007-2015 pada bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah. 1.4.2 Kegunaan Praktis / Empiris Berdasarkan penjelasan di atas, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kegunaan praktis atau empiris berupa : 1. Melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pasundan. 2. Sebagai salah satu media latih untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan sesuai disiplin ilmu yang dipelajari. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit konsumsi pada bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2015 pada bank mayoritas sahamnya milik pemerintah. 4. Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam usaha perbaikan dan penyempurnaan pada penyaluran kredit konsumsi bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2015 pada bank yang mayoritas sahamnya milik pemerintah.