BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Menurut Boediono (2001:48) perdagangan atau pertukaran dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain bukan antar suatu negara dengan negara lain. Perdagangan atau pertukaran dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masingmasing pihak. Pemikiran tentang ekonomi dan sub sistem ekonomi didalamnya merupakan yang sangat panjang dan lama. Sejak manusia mengenal dan melakukan kerjasama untuk mencapai tujuannya, pemikiran tentang ekonomi dan pasar sudah mulai berkembang (Wing, 2007:112). Secara empiris dapat disimpulkan bahwa negara-negara maju memiliki karakteristik produk yang berbasis teknologi dan industri, sedangkan negara berkembang memiliki karakteristik produk yang berbasis sumber daya alam. Perdagangan dapat mempermudah suatu kegiatan dalam memperoleh barang yang tidak dapat di produksi oleh suatu Negara (Huda, 2006). Perdagangan antar Negara juga dapat menguntungkan dimana suatu Negara tidak menghasikan suatu barang tertentu yang di butuhkan oleh Negara lain kekurangan tersebut akan menjadikan 2 negara yang berbeda akan menukar barang produksinya untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Nopirin (2011:26) mengatakan perdagangan internasional antar dua negara akan timbul karena adanya 1
perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan permintaan bisa disebabkan oleh jumlah dan jenis kebutuhan tiap Negara yang berbeda-beda, jumlah pendapatan, kebudayaan, selera, dan sebagainya. Dari segi penawaran, disebabkan oleh perbedaan faktor produksi baik kualitas, kuantitas maupun dalam hal komposisi faktor produksi yang akan membedakan tingkat produktivitas tiap negara (Eggyta dan Rastini, 2013). Terdapat beberapa dasar teori yang menjadi pendorong semua Negara di dunia untuk melakukan perdagangan luar negeri. Dari faktor-faktor tersebut empat yang terpenting dinyatakan di bawah ini (Sukirno, 2008:321): 1) Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri 2) Mengimpor teknologi yang lebih modern dari negara lain 3) Memperluas pasar produk-produk dalam negeri 4) Memperoleh keuntungan dari spesialisai Selanjutnya Sukirno (2008:344) mengatakan bahwa, pada dasarnya ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kegiatan perdagangan antar negara yaitu, adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, baik kuantitas maupun kualitas dan jenisnya, sehingga produsen di suatu perekonomian baik dalam lingkup daerah maupun negara tidak mampu menghasilkan semua barang dan jasa yang dibutuhkan penduduk di suatu negaranya, kemudian pasar yang ada di suatu negara tidak mampu untuk menyerap seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen di negara yang bersangkutan. Berikut ini adalah teori-teori yang berkaitan dengan perdagangan internasional. 2
1. Teori Merkantilisme Merkantilisme merupakan suatu sistem tentang kebijakan ekonomi yang dianjurkan dan dipraktekkan sekelompok negarawan-negarawan Eropa pada abad XVI dan XVII. Oleh Adam Smith(1776) menamakan sistem ini dengan The Commercial or Mercantile System, Jadi merkantilisme belum merupakan suatu teori perdagangan, akan tetapi masih merupakan ide yang dianjurkan oleh para penganjurnya, antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich, dan telah diperaktekkan di negara-negara. Eropa pada masa tersebut diatas. Adapun ide pokok merkantilisme dalam kebijakan perdagangan luar negeri adalah : 1) Penumpukan logam mulia, 2) Keinginan untuk dapat mencapai dan mempertahankan kelebihan nilai ekspor terhadap nilai impor. Pada dasarnya ide merkantilisme tersebut tersebuit berkembang berkaitan dengan tujuan merkantilisme yaitu pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara (Rosalina, 2012). Guna mencapai tujuan tersebut, maka alat yang dapat digunakan adalah melalui perdagangan internasioanal. Sir Josiah Child (1630-1699) menyatakan yang artinya bahwa perdagangan luar negeri menghasilkan kekayaan, kekayaan menghasilkan kekuasaan, kekuasaan melindungi atau mempertahankan perdagangan dan agama kita. Merkantilisme beranggapan bahwa untuk mencapai kekayaan, kemakmuran dan kekuasaan, maka logam mulia harus di perbanyak melalui perdagangan yang surplus. Melalui perdagangan yang surplus dapat diperoleh logam mulia. 3
Logam mulia atau uang lebih berharga daripada barang-barang lainnya. Oleh karena itu pada awal perkembangan merkantilisme, ekspor logam mulia tidak diperbolehkan, karena dapat mengurangi cadangan di dalam negeri. Untuk menghasilkan neraca perdagangan yang menguntungkan (surplus), maka merkantilisme menempuh kebijakan perdagangan yang protektif, dimana ekspor harus didorong berupa pemberian subsidi terhadap industri barang-barang ekspor, pelarangan ekspor barang mentah karena harga bahan mentah domestik tetap rendah. Sebaliknya untuk barang-barang impor dibatasi sedemikian rupa dengan menetapkan tariff yang cukup tinggi ataupun larangan secara langsung masuknya barang-barang impor apabila dapat dihasilkan sendiri di dalam negeri. Selanjutnya di bidang ketenagakerjaan, diterapkan pelarangan emigrasi bagi tenaga-tenaga teknisi, upah tenaga kerja harus dipertahankan serendah mungkin, agar harga barang-barang dan jasa-jasa di dalam negeri tetap murah di banding harga barangbarang impor. Kebijakan lain yang di terapkan oleh merkantilisme adalah kebijakan monopoli perdagangan dalam upaya memperoleh daerah-daerah jajahan (Indra, 2011). 2. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage Theory) Adam Smith mengemukakan idenya tentang pembagian kerja internasional yang membawa pengaruh besar bagi perluasan pasar barang-barang negara tersebut serta akibatnya berupa spesialisasi internasional yang dapat memberikan hasil berupa manfaat perdagangan yang timbul dari dalam atau berupa kenaikan produksi serta konsumsi barang-barang dan jasa-jasa (Hasdi, 2013). Menurut Adam Smith bahwa dengan melakukan spesialisasi internasional,maka masing-masing negara 4
akan berusaha untuk menekan produksinya pada barang-barang tertentu yang sesuai dengan keuntungan yang dimiliki baik keuntungan ilmiah maupun keuntungan yang diperkembangkan. Yang dimaksud dengan keuntungan ilmiah adalah: Keuntungan yang diperoleh karena suatu negara memiliki sumberdaya alam yang tidak dimiliki oleh negara lain baik kualitas maupun kuantitas. Sedangkan yang dimaksud dengan keuntungan yang di perkembangkan adalah: Keuntungan yang di peroleh karena suatu negara telah mampu mengembangkan kemampuan dan ketrampilan dalam menghasilkan produk-produk yang diperdagangkan yang belum dimiliki oleh negara lain (Soelistyo,1991:28). 3. Teori Keunggulan Komparatif (Teori Klasik David Ricardo) Penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif di kemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya Priciples of Political Economy and Taxation (1817). Menurut hukum keunggulan komparatif dalam penelitian (Rahardja dan Manurung, 2008), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua jenis komoditi yang dihasilkan, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara A misalnya harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut cukup besar (komoditi yang memiliki kerugian komparatif). Jadi harga sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang di curahkan untuk memproduksi barang tersebut. Teori keunggulan komparatif bukanlah puncak perkembangan teori perdagangan internasional (Puspa dan Djinar, 2014). Keterbatasan-keterbatasan teori tersebut mendorong ekonom-ekonom berikutnya 5
mengembangkan model yang lebih sesuai dengan dunia nyata. Beberapa teori tersebut adalah: Teori modern disampaikan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, teori ini sering disebut teori Heckscher-Ohlin, yang berbunyi bahwa perbedaan Opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki tiap negara. Kerangka dan karakter keseimbangan umum dapat diliat dalam teori Heckscher-Ohlin dimana negara-negara yang mempunyai faktor produksi yang relative lebih banyak atau murah akan melakukan spesialisasi dan mengekspor barang yang dihasilkannya, sedangkan negara yang mempunyai faktor produksi relative lebih sedikit atau mahal akan mengimpor barang tertentu (Lipsey, 1995). Negara-negara atau daerahdaerah tropis berusaha menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta ekspor barang- barang yang berasal dari pertanian, perkebunan dan pertambangan, sedangkan negara-negara atau daerah-daerah sedang, yang relative akan kaya modal, berusaha untuk menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta ekspor barang -barang industri. Dalam analisinya teori Heckscher-Ohlin menggunakan dua kurva: Kurva pertama adalah Isoquant yaitu kurva yang menggambar total kuantitas produk yang sama dan Isocost yaitu kurva yan menggambarkan total biaya produksi yang sama. Dalam teori ekonomi mikro, kurva Isocost dan Isoquant akan bersinggungan pada suatu titik optimal. Jadi, dengan biaya tertentu akan diperoleh produk maksimal dan biaya minimal. Kesimpulan teori H-O adalah: 6
a) Harga atau produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi di masing-masing negara. b) Kenggulan komparatif dari suatu jenis produk yang dimiliki masing- masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimiliknya. c) Masing-masing negara akan melakukan spesialisasi produksi dan melakukan ekspor karena memiliki faktor produksi yang relative banyak atau murah. d) Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika faktor produksi di negaranya relative lebih sedikit atau mahal. Studi empiris yang dilakukan Wassily Leontief (salah seorang pemenang hadiah nobel untuk ekonomi) menunjukan fakta yang berbeda dengan prediksi model H-O (Paradoks Leontief) sebab ternyata ekspor Amerika Serikat (periode 1960-an-1970-an) umumnya adalah produk-produk yang berteknologi pada karya, sementara impornya adalah produk-produk yang berteknologi padat modal. Paradoks Leontief ini menimbulkan silang pendapat tentang kemampuan teori-teori perdagangan internasional klasik, khususnya teori ricardo dan H-O. Bagi beberapa ekonom teori H-O tidak memadai lagi untuk menjelaskan fenomena perdagangan internasional di abad modern. Sedangkan bagi ekonom kelompok lain, model H-O tetap bermanfaat untuk menjelaskan bahwa perbedaan produktivitas faktor produksi yang dimiliki setiap negara akan terlihat dalam pola ekspor- impornya. Beberapa penjelasan yang dapat menengahi Paradoks Leontief dengan model H-O antara lain adalah: 7
a) Dari sisi penawaran, yang menyebabkan Amerika Serikat mengekspor produkproduk padat karya adalah karena Amerika kaya akan SDM yang sangat produktif dibanding negara-negara lain. Karena itu amat logis bila amerika dapat memiliki kunggulan pada produksi komoditas yang bersifat padat karya. b) Dari sisi permintaan, Burenstam Linder (1961) melihat produk-produk yang diproduksi dan dikonsumsi di suatu negara berpotensi untuk dijadikan komoditas ekspor negara bersangkutan. c) Impor barang-barang padat modal yang berasal dari negara lain dapat dijelaskan dengan menggunakan model Vernon atau model siklus hidup produk (product life cycle hypothesis). Model ini menyatakan bahwa suatu produk yang merupakan hasil inovasi suatu negara tidak selamanya dapat diandalkan sebagai sumber penghasilan, karena berbagai faktor seperti kemajuan teknologi, perubahan selera dan tingkat pendapatan, menyebabkan keunggulan komparatif terus-menerus berubah. d) Dunia yang diasumsikan H-O adalah dunia utopian klasik dengan ciri-ciri pasar berstruktur persaingan sempurna, input dan output homogen, selera dianggap ceteris paribus dan tidak ada campur tangan pemerintah. Padahal dalam dunia nyata gejala konsentrasi pasar global dan campur tangan pemerintah lewat kebijakan Ekonomi (tariff dan non-tariff) maupun kebijakan politik cenderung makin menguat. Kelemahan-kelemahan model klasik seperti disebutkan diatas mendorong kembali perbaikan-perbaikan yang membuat model-model ekonomi perdagangan internasional menjadi lebih realistis. 8
Teori siklus hidup produk internasional (International Product Life Cycle Theory, disingkat IPLC) dibangun berdasarkan pandangan bahwa banyak sekali produk industri yang tidak selamanya dapat diandalkan sebagai produk unggulan. Perubahan selera, teknologi dan faktor-faktor ceteris paribus lainnya menyebabkan suatu produk harus mengikuti pola siklus teratur, dimana bagi negara pengembangnya produk tersebut pada awalnya merupakan produk unggulan, tetapi akhirnya kalah besaing. Menurut Vernon, pola siklus terbagi menjadi 3 tahap yaitu: tahap awal (new product stages), tahap kejayaan (maturity product stages), dan tahap penurunan (standardized product stages). 2.1.2 Teori Ekspor Menurut G.M. Meier dan Baldwin (1965:313), Ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara berbagai negara dimana perluasan dalam sektor industri, sehingga mendorong industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya dari perekonomian. Faktor terpenting yang menentukan ekspor adalah kemampuan. Dari negara tersebut untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri (Sukirno, 2008:205). Sementara itu, menurut Punan (1992:2), ekspor adalah mengeluarkan barang dari dalam keluar darah kepabean indonesia dengan memenuhi ketentuan berlaku. Menurut Winardi (1992:2003), pengertian ekspor adalah barang-barang (termasuk jasa-jasa) yang dijual kepada penduduk negara lain, ditambah dengan jasa-jasa yang diselenggarakan kepada penduduk negara tersebut berupa pengangkutan pemodalan dan hal-hal lain yang membantu ekspor tersebut. 9
Menurut Amir (2001:2), kegiatan ekspor diartikan dengan pengeluaran barangbarang ke luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah dan menggunakan pembayaran dalam bentuk valuta asing dan menurut UU Kepabeanan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean, dimana barang yang dimaksud terdiri dari barang dari dalam negeri (daerah pabean), barang dari luar negeri (luar daerah pabean), barang bekas atau baru. Dalam teori perdagangan internasional faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran (supply) dan permintaan (demand) (Krugman dan Obstfeld,2005). Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan kebiajakan devaluasi. Dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku dan kebijakan deregulasi. 2.1.3 Teori Harga Harga merupakan komponen penting ataas suatu produk, karena akan berpengaruh terhadap keuntungan produsen, selain itu harga marupakan salah satu faktor penentu dalam pemilihan barang dan jasa yang berkaitan dengan keputusan membeli konsumen. Menurut Kotler (2001:439), harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang di tukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang dinyatakan dengan uang (Buchari Alma, 2002:125). Menurut Tjipono (2002), harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Ketika 10
memilih diantara merek-merek yang ada maka konsumen akan mengevaluasi harga secara tidak absolut akan tetapi dengan membandingkan beberapa standar harga sebagai referensi untuk melakukan transaksi pembelian. Sukirno (2002:91) mengemukakan bahwa harga suatu barang yang diperjual belikan adalah ditentukan dengan melihat harga keseimbangan dalam suatu pasar. Keseimbangan pasar tersebut terjadi apabila jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta. Hukum penawaran pada hakekatnya merupakan hipotesis yang menyatakan : makin rendahnya harga suatu barang maka makin sedikit penawaran terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga barang maka makin tinggi penawaran akan barang tersebut dengan asumsi cateris paribus (Sukirno, 2002:87). Penawaran akan barang-barang ekspor juga ditentukan oleh besarnya harga dari barang ekspor tersebut semakin tinggi harga dari barang-barang ekspor makin penawaran barang-barang ekspor tersebut akan bertambah maka sebaliknya semakin rendah harga barang impor maka makin rendah penawaran akan barang harga ekspor tersebut dengan asumsi cateris paribus (faktor lain dianggap tetap atau tidak mengalami perubahan) (Widhi dan Meydianawathi, 2013). Antara harga ekspor suatu barang mempunyai hubungan yang negatif dengan ekspor (Sanjaya, 2007). Krisna dan Wita (2013) menyatakan semakin tinggi harga memberikan pengaruh negatif pada jumlah akan produk yang di ekspor. Inneke dan Sudirman (2014) menyatakan semakin tinggi harga memberikan pengaruh negatif terhadap ekspor. 2.1.4 Konsep kurs 11
Nilai tukar uang (Kurs) di definisikan sebagai harga mata uang luar negeri dalam suatu harga mata uang domestic (Salvatore, 1997:10). Sedangkan menurut krugman (2000:335), kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu Negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang yang lain dan mampu mempengaruhi ekspor. Menurut Sukirno (2002:109), peningkatan kurs mata uang Negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat. Nilai tukar mata uang (kurs) memainkan peranan sentral dalam hubungan perdagangan internasional, karena kurs memungkinkan dapat membandingkan harga-harga barang dan jasa yang dihasikan oleh suatu negara. Hal ini dijelaskan pula oleh Salvatore (1997) bahwa dalam melakukan transaksi perdagangan antar negara-negara, mereka menggunakan mata uang asing bukan mata uang negaranya. Nilai tukar biasana berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat artinya suatu penurunan harga dollar Amerika Serikat terhadap rupiah. Depresiasi mata uang negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri, sedangkan apresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat adalah kenaikan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Apresiasi mata uang suatu Negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri (Sukirno,1994:297). Ekspor sangat tergantung pada kurs valuta asing dan harga dalam negeri. Suatu kenaikan dalam kurs valuta asing (misalnya karena apresiasi ), maka akan mempunyai kecendrungan untuk menciptakan ekspor (Denburg,1994:385). Secara 12
teori apabila kurs valuta asing mengalami kenaikan terhadap mata uang dalam negeri, akan menyebabkan harga (barang) ekspor dalam US Dolar Amerika Serikat turun sehingga ekspor bagi luar negeri menjadi lebuh murah yang mengakibatkan permintaan ekspor akan naik sehingga produk ekspor kopi Indonesia juga akan mengalami kenaikan. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan produk ekspor kopi indonesia. Apabila nilai kurs Dolar Amerika Serikat meningkat maka produk ekspor kopi juga akan meningkat. (Sukirno, 2002:319). Untuk mengetahui hubungan Kurs Valuta Asing dengan nilai ekspor dapat dijelaskan dengan konsep teori penawaran. Teori Penawaran menyatakan bahwa apabila harga meningkat, maka penawaran akan suatu barang juga akan meningkat, maka penawaran akan suatu barang juga akan meningkat begitu juga sebaliknya, apabila harga suatu barang menurun maka jumlah barang yang ditawarkan akan berkurang (Sukirno,1994:87). Apabila nilai valuta asing mengalami kenaikan terhadap mata uang dalam negeri, maka hal ini dapat meningkatkan ekspor, sebaliknya apabila nilai valuta asing mengalami penurunan terhadap mata uang dalam negeri, maka hal ini dapat menurunkan ekspor (Saunders dan Schumacher,2002). Bismo Tri Raharjo (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa nilai tukar rupiah, yang mencerminkan tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk melakukan perdagangan, terhadap dollar Amerika Serikat akan memiliki hubungan signifikan dengan produk ekspor kopi di Indonesia. Menurut Putri (2015) Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan positif dengan ekspor. Apabila nilai kurs valuta asing (dollar Amerika Serikat) meningkat, maka ekspor juga akan meningkat. 13
2.1.5 Tariff dalam Perdagangan Internasional Tariff merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan luar negeri yang membatasi arus perdagangan internasional, tariff adalah suatu pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean (daerah geografis). Tariff adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tariff ini merupakan kebijakan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah (Nopirin, 2011:214). Hamdy Hady (2001:65) Pengenaan tariff dimaksudkan untuk memproteksi produk dalam negeri. Dengan adanya tariff harga barang impor dalam mata uang nasional meningkat sehingga permintaan di pasar dalam negeri menurun dan hal tersebut mendorong produksi dalam negeri karena adanya kenaikan permintaan domestik atas barang hasil dalam negeri. Ada tiga macam jenis tariff yang biasa digunakan dalam perdagangan internasional yaitu (Nopirin, 2011:218): 1) Bea Ekspor (export duties) adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diangkut atau diekspor menuju negara lain. 2) Bea Transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan bahwa barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara lain. 3) Bea Impor (impor duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk kedalam suatu negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir. Darma dan Sudirman (2014) menyatakan pengenaan tariff bertujuan untuk meningkatkan daya saing industry dalam negeri dan mendorong investasi. 14
Pembatasan kuantitatif dan hambatan pengenaan tariff juga dieliminasi hingga tercapainya status free trade area yang sudah mulai sejak tahun 2002. Bentuk hambatan perdagangan yang paling sering diterapkan disetiap negara adalah tariff. Tariff adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek dari komoditi berasal tariff dibagi menjadi dua yaitu, tariff impor dan tariff ekspor. Tariff eskpor merupakan pajak yang dikenakan pada suatu komoditi yang diekspor oleh suatu negara. Dengan menurunnya tariff rate akan mengakibatkan produk ekspor akan meningkat (Anneke, 2014). Hal yang sama dinyatakan oleh Indria (2013) menurunnya pengenaan tariff akan memberikan pengaruh positif terhadap ekspor suatu produk. Darma dan Sudirman (2014) menyatakan hal yang sama adanya penurunan pengenaan tariff akan memberikan pengaruh positif terhadap barang ekspor dalam negeri. 2.2 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok masalah dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji yaitu: 1) Bahwa harga, nilai kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan tariff rate secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keunggulan komparatif produk ekspor kopi Indonesia dalam perdagangan internasional tahun 1986-2015. 2) Bahwa harga, nilai kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan tariff rate secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keunggulan komparatif 15
produk ekspor kopi Indonesia dalam perdagangan internasional tahun 1986-2015. 16