Aquacultura Indonesiana (2008) 9 (1) : 55 60 ISSN 0216 0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy) Ign. Hardaningsih, Sukardi dan Tika Rochmawatie Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan, Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Abstract Ign. Hardaningsih, Sukardi and Tika Rochmawatie. 2008. Effects of water temperature fluctuation on hatching rate and survival rate of larval giant gourami (Osphronemus goramy). Aquacultura Indonesiana, 9 (1): 55 60. The research aimed to know the best water temperature fluctuation and the effect on hatching rate and survival rate of larval giant gourami. The observed variables were embryo development, hatching period, hatching rate, absolute growth and survival rate. The experimental method used in this research was a completely randomized block design with three treatments and three blocks as replication. The water temperature fluctuation were P1 : 26 29 C, P2 : 26 31 C and P3 : 26 33 C. The water temperature were increased up to P1 : 29 C, P2 : 31 C, P3 : 33 C at 6 am and decreased down to 26 C at 6 pm for every treatment. The embryo development of fertilized eggs was obsereved continuously on the microscope until the eggs hatched. The growth of larval giant gourami were measured every four days on : D-0, D-4, D-8, D-12, D-16 and D-20. The result showed that different water temperature fluctuation did not affect hatching rate, but these significantly affect survival rate of larval giant gourami. The water temperature fluctuation at 26 29 C gave the best result with 94,45% of survival rate of larval giant gourami. Keywords: Hatching rate; Water temperature fluctuation; Osphronemus goramy; Survival rate Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fluktuasi suhu air yang baik dan pengaruhnya terhadap daya tetas telur dan kelulushidupan larva gurami. Variabel yang diamati yaitu perkembangan embrio, waktu penetasan telur, daya tetas telur, pertumbuhan dan kelulushidupan larva gurami. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri dari tiga perlakuan dan tiga kelompok sebagai ulangan. Perlakuan fluktuasi suhu air yaitu P1 : 26 29 C, P2 : 26 31 C dan P3 : 26 33 C. Pergantian suhu air dilakukan setiap pukul 6 pagi dan 6 sore. Suhu air dinaikkan menjadi 29 C (P1), 31 C (P2), 33 C (P3) pada pagi hari, sedangkan suhu air diturunkan menjadi 26 C pada sore hari untuk setiap perlakuan. Pengamatan perkembangan embrio terhadap telur yang dibuahi dilakukan secara kontinyu di bawah mikroskop hingga menetas. Pengukuran pertumbuhan larva gurami dilakukan tiap 4 hari sekali D 0, D 4, D 8, D 12, D 16 dan D 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi suhu air yang berbeda tidak mempengaruhi daya tetas telur, namun berpengaruh terhadap kelulushidupan larva gurami. Fluktuasi suhu air 26 29 C memberikan kelulushidupan larva gurami yang terbaik sebesar 94,45%. Kata kunci: Daya tetas telur; Fluktuasi suhu air; Osphronemus goramy; Kelulushidupan larva Pendahuluan Gurami merupakan jenis ikan air tawar yang digemari oleh masyarakat karena dagingnya yang gurih dan lezat. Ikan ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya. Permintaan gurami yang meningkat belum dapat tercukupi karena produksi yang rendah dengan beberapa kendala, mulai penetasan telur, larva, benih hingga ukuran konsumsi. Keadaan geografis Indonesia yang dilewati oleh garis khatulistiwa mempunyai 2 musim yang berbeda yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pergantian musim atau pancaroba dari musim penghujan ke musim kemarau diikuti oleh fluktuasi suhu harian yang cukup tinggi. Keadaan ini sangat mempengaruhi produksi ikan, budidaya mulai dari pembenihan, pendederan dan pembesaran. Ikan bersifat poikiloterm yakni hewan yang suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungan. Perubahan suhu air lingkungan menyebabkan ikan akan selalu berusaha menyesuaikan suhu tubuhnya. Adaptasi ikan terhadap suhu memerlukan energi karena berkaitan dengan metabolisme tubuh. Suhu air yang tinggi akan mempercepat proses Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 55
Aquacultura Indonesiana, Vol. 9, No. 1, April 2008 : 55 60 metabolisme, sebaliknya suhu air rendah dapat memperlambat metabolisme. Embrio dan larva merupakan fase pertumbuhan ikan yang paling sensitif terhadap kondisi lingkungan terutama suhu (Effendie, 1997). Perbedaan suhu air yang terlalu ekstrim antara siang dan malam hari akan menyebabkan kegagalan dalam perkembangan embrio ikan sehingga daya tetas telur yang dihasilkan menjadi rendah. Alabaster dan Lloyd (1982) menyebutkan fase blastula dan gastrula adalah fase yang sangat sensitif terhadap suhu. Effendie (1997) menambahkan bahwa suhu air mempengaruhi secara langsung kerja enzim chorionase dalam memecah lapisan korion telur pada saat penetasan. Penelitian yang dilakukan oleh Widijastuti (1995) menunjukkan bahwa suhu air penetasan 29 o C memberikan daya tetas telur tertinggi. Rimadhani (2008) menambahkan suhu air penetasan 29,85 o C memberikan daya tetas telur sebesar 91,72% dan kelulushidupan larva gurami sebesar 91,71%. Kedua penelitian tersebut dilakukan pada suhu air yang konstan sepanjang hari, sedangkan pengaruh fluktuasi suhu air terhadap budidaya ikan khususnya pembenihan gurami belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fluktuasi suhu air yang baik dan pengaruhnya terhadap daya tetas telur dan kelulushidupan larva gurami. Materi dan Metode Penelitian ini dilakukan di Laboratorium stasiun riset dan Kolam Percobaan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Wadah penelitian menggunakan 9 akuarium berukuran 40x20x25 cm 3. Masing-masing akuarium diisi dengan air tawar sebanyak 15 L yang dilengkapi dengan pemanas (heater) untuk mengatur suhu media sesuai dengan perlakuan dan sistem aerasi. Perlakuan fluktuasi suhu air yang diuji adalah P1 (26 29 C), P2 (26 31 C) dan P3 (26 33 C). Pergantian suhu air dilakukan setiap pukul 6 pagi dan 6 sore. Suhu air dinaikkan menjadi 29 C (P1), 31 C (P2), 33 C (P3) pada pagi hari, sedangkan suhu air diturunkan menjadi 26 C pada sore hari untuk setiap perlakuan. Rancangan penelitian menggunakan metode acak kelompok lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 kelompok sebagai ulangan. Masing-masing akuarium diisi dengan telur yang baru dibuahi sebanyak 60 butir (kepadatan 4 butir/l). Perkembangan embrio dalam telur hingga menetas diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 x secara kontinyu. Tahap perkembangan embrio dicatat waktunya dan diambil gambarnya. Daya tetas telur dihitung segera setelah telur menetas dan waktu penetasan telur telah ditentukan. Telur yang telah menetas menjadi larva dipelihara kembali hingga umur 20 hari dan disamakan dengan padat tebar telur yaitu 4 ekor/l. Larva gurami diamati pertumbuhannya setiap 4 hari sekali. Kelulushidupan larva gurami didapat dari perhitungan jumlah larva yang hidup hingga akhir penelitian dibagi dengan jumlah larva saat awal penelitian. Variabel data berupa waktu penetasan telur, daya tetas telur, pertumbuhan dan kelulushidupan larva dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA), apabila berbeda nyata maka dilakukan Uji Berjarak Ganda Duncan (Duncan s New Multiple Range Test). Uji polinomial orthogonal dilakukan untuk melihat kecenderungan pola hubungan variabel terhadap responnya. Telur Hasil dan Pembahasan Perkembangan embrio dalam telur gurami berdasarkan perlakuan fluktuasi suhu air dapat dilihat pada Tabel 1. Tahap perkembangan embrio gurami diamati setelah fertilisasi dan waktunya dihitung mulai 1 sel hingga menetas menjadi larva. Tabel 1 menunjukkan lama perkembangan embrio mulai pembelahan 1 sel hingga organogenesis dalam satuan menit. Perkembangan embrio mengalami pembelahan sel yang cukup cepat pada awal pembelahan dari 1 sel hingga 32 sel dengan rerata waktu 157 menit (2 jam 37 menit). Pembelahan mulai melambat pada fase blastula dengan rerata waktu 371 menit (6 jam 11 menit) dan gastrula dengan rerata waktu 631 menit (10 jam 31 menit). Perkembangan embrio pembelahan 1 sel hingga gastrula terjadi pada perlakuan suhu air 26 C sehingga lama perkembangan embrio pada tiap perlakuan sama. Perbedaan waktu perkembangan terlihat pada fase organogenesis karena perubahan suhu air sudah berpengaruh. Perkembangan organogenesis tercepat terdapat pada fluktuasi suhu air 26 33 C yaitu 1152 menit (19 jam 12 menit), 56 Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008
Pengaruh fluktuasi suhu air terhadap daya tetas telur dan kelulushidupan larva gurami (Ign. Hardaningsih et al.) Tabel 1. Lama pembelahan sel hingga organogenesis pada embrio gurami Perkembangan Perlakuan fluktuasi Lama (menit) perkembangan embrio / ulangan Rerata embrio suhu air ( C) I II III 1 sel 26 0 0 0 0 2 sel 26 15 14 13 14 4 sel 26 53 44 60 52 8 sel 26 70 68 70 69 16 sel 26 115 107 132 118 32 sel 26 147 135 191 157 Blastula 26 385 346 384 371 Gastrula 26 651 670 572 631 Organogenesis 26 29 1266 1270 1182 1239 26 31 1266 1257 1162 1228 26 33 1176 1189 1092 1152 sedangkan perkembangan organogenesis terlama terdapat pada fluktuasi suhu air 26 29 C yaitu 1239 menit (20 jam 39 menit). Fluktuasi suhu air mempengaruhi secara nyata terhadap waktu penetasan telur gurami. Tabel 2 menunjukkan bahwa waktu penetasan telur pada semua perlakuan rata-rata berkisar antara 2289 menit (38 jam 9 menit) hingga 2745 menit (45 jam 45 menit). Waktu penetasan telur pada fluktuasi suhu air penetasan 26 33 C memberikan hasil rerata tercepat yaitu 2289 menit (38 jam 9 menit) karena suhu air yang tinggi sebesar 33 C pada siang hari mempercepat proses metabolisme sehingga telur cepat menetas. Tabel 2. Waktu penetasan telur gurami pada berbagai fluktuasi suhu air Perlakuan Fluktuasi Waktu (menit) penetasan Rerata Suhu Air ( C) telur / ulangan I II III 26 29 2825 2742 2668 2745 a 26 31 2515 2504 2412 2477 b 26 33 2291 2359 2217 2289 c Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (á = 0,05) Fluktuasi suhu air 26 33 C mengakibatkan enzim bekerja lebih cepat dibandingkan dengan fluktuasi suhu air 26 29 C dan 26 31 C sehingga proses metabolisme embrio dalam telur juga ikut meningkat. Penurunan suhu air menjadi 26 C pada malam hari mengakibatkan metabolisme menurun sehingga perkembangan embrio ikut melambat. Fluktuasi suhu air 26 29 C memberikan waktu penetasan telur yang lebih lama yaitu 2745 menit (45 jam 45 menit). Peningkatan suhu 3 C memberikan pengaruh terhadap proses metabolisme yang masih berjalan lambat dibandingkan dengan peningkatan suhu 5 C dan 7 C. Menurut Lam et al. (2006) perubahan suhu 1 C akan berpengaruh terhadap perubahan reaksi metabolisme dalam tubuh sebesar 10%. Gambar 1 menjelaskan bahwa fluktuasi suhu air yang semakin tinggi akan mempercepat waktu penetasan telur gurami. Gambar 1. Grafik hubungan fluktuasi suhu air dengan waktu penetasan telur Tabel 3 menunjukkan bahwa fluktuasi suhu air tidak berpengaruh terhadap daya tetas telur. Daya tetas telur pada fluktuasi suhu air 26 31 C memberikan hasil rerata tertinggi sebesar 88,89%, sedangkan daya tetas telur pada fluktuasi suhu air 26 29 C memberikan hasil rerata terendah sebesar 84,17%. Kematian pada telur dapat terjadi karena ketidakmampuan embrio dalam berkembang dan melakukan proses metabolisme untuk membentuk jaringan-jaringan pada calon organ. Menurut Alabaster dan Lloyd (1982), gastrula merupakan fase paling sensitif pada coregonids dan sturgeon, Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 57
Aquacultura Indonesiana, Vol. 9, No. 1, April 2008 : 55 60 sedangkan pada pike fase yang paling sensitif adalah fase blastula karena sel sudah berdiferensiasi Tabel 3. Daya tetas telur gurami pada berbagai fluktuasi suhu air Perlakuan Fluktuasi Daya tetas telur Rerata Suhu Air ( C) (%) / ulangan I II III 26 29 74,17 92,50 94,17 86,95 a 26 31 74,17 96,67 95,84 88,89 a 26 33 65,83 95,83 90,94 84,17 a Keterangan : Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (á = 0,05) untuk mempetakan daerah calon organ-organ tubuh ikan. Larva Hasil pengamatan pertumbuhan panjang dan berat larva gurami selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Pengukuran data panjang dan berat larva dilakukan setiap 4 hari sekali terhitung mulai telur baru menetas menjadi larva hingga berumur 20 hari. Pertumbuhan panjang dan berat mutlak larva gurami paling tinggi terdapat pada perlakuan fluktuasi suhu air 26 33 C yaitu panjang 1,33 cm dengan berat 0,0939 g (Tabel 4). Pertumbuhan larva yang tinggi pada fluktuasi suhu air 26 33 C diakibatkan oleh peningkatan dan penurunan suhu sebesar 7 C sehingga kerja enzim meningkat sejalan dengan peningkatan suhu air dan melambat pada penurunan suhu air. Proses metabolisme berjalan dengan cepat pada saat suhu 33 C dibandingkan dengan suhu 29 C dan 31 C sehingga larva mengkonsumsi nutrisi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan bagi proses metabolisme. Penurunan suhu air akan memberikan dampak pada penyesuaian fisiologi tubuh larva, penghematan energi dan pengurangan nafsu makan. Fluktuasi suhu air mempengaruhi secara nyata kelulushidupan larva gurami. Tabel 5 menunjukkan bahwa kelulushidupan larva gurami pada fluktuasi suhu air 26 29 C memberikan hasil rerata tertinggi Gambar 2. Grafik rerata panjang larva gurami setiap perlakuan selama periode penelitian Rerata berat (g) Gambar 3. Grafik rerata berat larva gurami setiap perlakuan selama periode penelitian 58 Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008
Pengaruh fluktuasi suhu air terhadap daya tetas telur dan kelulushidupan larva gurami (Ign. Hardaningsih et al.) sebesar 94,45%. Kelulushidupan larva gurami pada fluktuasi suhu air 26 33 C memberikan hasil rerata terendah sebesar 76,39%. Gambar 4 menjelaskan Tabel 4. Pertumbuhan panjang dan berat mutlak larva gurami Perlakuan fluktuasi Pertumbuhan Pertumbuhan suhu air ( C) panjang mutlak (cm) berat mutlak (g) 26 29 1,1 b 0,0538 b 26 31 1,26 a 0,0810 a 26 33 1,33 a 0,0939 a Keterangan : Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (á = 0,05) Gambar 5. Gambar larva umur 2 hari (panjang tubuh 0,65 cm) Tabel 5. Kelulushidupan larva gurami selama pemeliharaan 20 hari (dalam %) Perlakuan fluktuasi Ulangan Rerata suhu air ( C) I II III 26 29 95 97,50 90,84 94,45 a 26 31 100 99,17 2,50 93,89 a 26 33 78,33 80,84 70,00 76,39 b Keterangan : Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (á = 0,05) bahwa fluktuasi suhu air yang semakin tinggi akan menghasilkan kelulushidupan larva gurami yang semakin rendah. Kelulushidupan larva gurami yang rendah pada fluktuasi suhu air 26 33 C ini disebabkan oleh waktu penetasan embrio yang terlalu cepat yaitu 2289 menit (38 jam 9 menit) sehingga menghasilkan larva yang prematur dan tidak dapat bertahan hidup. Larva yang cacat atau prematur dapat dilihat secara morfologi pada Gambar 5 dan 6, sedangkan larva yang normal dapat dilihat pada Gambar 7. Peningkatan suhu air 7 C menyebabkan proses metabolisme berjalan cepat sehingga lapisan korion Gambar 7. Larva gurami normal berumur 1 hari (panjang tubuh 0,6 cm) melunak dan embrio keluar dari cangkangnya disaat embrio masih membentuk organ-organ penting pada fase organogenesis. Kesimpulan Fluktuasi suhu air yang berbeda tidak berpengaruh terhadap daya tetas telur gurami, namun mempengaruhi kelulushidupan larva gurami. Fluktuasi suhu air 26 29 C memberikan hasil terbaik dengan kelulushidupan larva gurami sebesar 94,45%. Ucapan Terima Kasih Kami ucapkan terimakasih kepada semua civitas akademik Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. A B Gambar 5. Larva gurami yang cacat atau prematur: (A dan B) gambar larva saat menetas (perbesaran mikroskop 40x) Daftar Pustaka Alabaster, J.S. dan R. Llyod. 1981. Water Quality Criteria for Freshwater Fish. FAO, London, 117 pp. Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 59
Aquacultura Indonesiana, Vol. 9, No. 1, April 2008 : 1 7 Effendie, H. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta, 117 hlm. Lam, K., T. Tsui, K. Nakano and D.J. Randall. 2006. The physiology of tropical fishes (fish physiology. Elsevier, Academic Press, USA, 4: 12. Rimadhani, E. 2008. Pengaruh perbedaan suhu air terhadap perkembangan embrio dan daya tetas telur gurami (Osphronemus goramy). Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, 95 hlm. Widijastuti, I. 1995. Suhu air, pengaruhnya terhadap perkembangan embrio dan tingkat penetasan gurami (Osphronemus goramy L.). Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, 87 hlm. 60 Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008