BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang hampir 70 persen wilayahnya merupakan lautan dan lebih dari 17.504 pulau yang terpisahan oleh laut. Berdasarkan data statistik Kementrian Pekerjaan Umum, luas total wilayah Indonesia adalah 5,2 juta km 2 dengan luas daratan 1,9 juta km 2 dan luas lautan 3,3 juta km 2 (KEMENPU, 2014). Selain itu, Indonesia juga merupakan negara yang terletak di daerah cincin api (ring of fire) sehingga banyak muncul gunung maupun pegunungan yang membentuk relief permukaan bumi tidak rata. Kondisi geografis Indonesia tersebut membawa tantangan tersendiri dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk masing-masing wilayah. Wilayahwilayah yang terpisahkan oleh kondisi alam seperti laut, sungai, jurang, perlu disatukan dengan pembangunan infrastruktur sehingga dapat menjamin kelancaran lalu-lintas dan distribusi barang secara efektif dan efisien ke masing-masing wilayah. Infrastruktur tersebut memberikan ruang yang lebih besar untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi masyarakat. Salah satu infrastruktur yang penting adalah jembatan. Jembatan merupakan suatu konstruksi yang menghubungkan antara suatu wilayah dengan wilayah lain yang dipisahkan oleh rintangan di bawahnya berupa sungai atau laut (jalan air) atau pun jalan lalulintas biasa. Jembatan dibangun dengan tujuan membuat jalan bagi orang atau kendaraan untuk melewati sebuah rintangan dan menyambung ruas jalan sehingga dapat memperpendek jarak tempuh. Jembatan juga merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang sangat vital sehingga dalam perancangannya membutuhkan perhitungan-perhitungan teliti. Berdasarkan data BMS (Bridge Management System) tahun 2014 dalam (KEMENPU, 2014), jumlah jembatan nasional dengan berbagai kondisi di Indonesia terdapat sebanyak 14.932 unit dengan kategori panjang sama atau lebih besar dari 6 meter. Jumlah unit jembatan nasional tersebut setara dengan total 1
panjang 382.082,7 meter. Adapun distribusi jembatan berdasarkan bentang, terdapat sebanyak 73% unit jembatan dengan bentang antara 0 sampai 20 meter. Jembatan gelagar merupakan salah satu jenis jembatan yang umum digunakan di Indonesia dengan rasio 69% dari total unit jembatan. Jembatan girder beton bertulang merupakan salah satu jenis jembatan gelagar yang mudah ditemukan di Indonesia. Pada umumnya, struktur jembatan tersusun dari elemen struktur atas (superstructure), elemen struktur bawah (substructure) dan bangunan pelengkap jembatan lainnya. Elemen struktur atas (superstructure) merupakan bagian struktur jembatan yang mendukung lalu-lintas dan termasuk juga gelagar (deck), slab, dan girder. Salah satu komponen jembatan yang berperan penting pada struktur atas adalah balok. Balok merupakan elemen struktur yang menahan beban utama lentur (bending). Gaya lentur atau bending menyebabkan balok menahan gaya tekan dan tarik. Balok pada umumnya menerima gaya gravitasi tetapi juga menerima gaya horizontal. Gaya-gaya yang diterima akan didistribusikan ke pier dan abutment, dan pada akhirnya berujung di pondasi. Pada struktur jembatan, balok sering disebut dengan balok girder. Berdasarkan definisi dari Perpustakaan Kementrian Pekerjaan Umum, balok girder merupakan balok di antara dua penyangga (pier dan abutment) pada jembatan yang berfungsi menopang struktur di atasnya lantai jembatan dan mendukung balok-balok lainnya yang lebih kecil dalam suatu konstruksi jembatan (KEMENPU, 2015). Berdasarkan jenisnya, balok girder dibagi menjadi tiga jenis yaitu balok girder tipe T, balok girder komposit (composite girder), dan balok girder berbentuk boks (box girder). Pada balok girder tipe T, plat lantai/slab jembatan dan balok dirancang menjadi kesatuan monolit, sehingga keduanya bersama-sama dalam memikul beban. Sistem girder dan deck dalam ilmu teknik jembatan yang bertindak sebagai komposit diturunkan ke analisis tampang balok T dengan teori dasar balok, yang dikenal dengan istilah beam-line analysis (Zou et al. 2011). Pendekatan beam line analysis mengasumsikan tegangan normal membujur pada tampang deck adalah konstan. Kenyataannya, tegangan normal membujur pada tampang deck tidak terdistribusi secara merata atau konstan. Tegangan terbesar terjadi pada daerah di 2
dekat balok girder, kemudian semakin menjauh dari balok, tegangan ini berangsurangsur mengecil. Distribusi tegangan yang tidak seragam dikenal dengan istilah shear lag. Menurut (Chen et al. 2007) fenomena shear lag akan menghasilkan ketidaktepatan atau estimasi lendutan yang terlalu rendah dan tegangan fiber yang ekstrem ketika hanya mengunakan teori dasar balok lentur. Cara lain untuk mendesain dan menganalisis jembatan girder adalah menyetarakannya sebagai balok lentur atau dikenal sebagai line girder analysis (Ahn et al. 2004). Line girder analysis dapat digunakan untuk mengevaluasi defleksi maksimum, tegangan, regangan pada komposit girder. Pendekatan line girder analysis banyak diacu sebagai metode utama dalam mendesain jembatan tipe komposit yaitu seperti AASHTO LRFD Bridge Design Specification (AASHTO, 1998) dan Canadian Highway Bridge Design Code (CSA, 2000). Analisis tegangan yang bekerja pada slab atau deck perlu dilakukan penyederhanaan masalah shear lag. Penyederhanaan masalah shear lag bisa dilakukan dengan konsep lebar efektif (effective width). Menurut (Chen & Zhang 2006) lebar efektif didefinisikan lebar pada slab yang bekerja dengan tegangan maksimum aktual yang dapat menyebabkan efek statik yang sama sebagai variabel tegangan yang terjadi sebenarnya. Konsep lebar efektif juga dikenalkan sebagai metode penyederhanaan analisis dan desain tampang komposit girder dengan cara mengganti masing-masing lebar flens aktual dengan lebar efektif yang tepat (Moffat & Dowling, 1978). Banyak peneliti yang mengkaji tentang konsep lebar efektif baik pada bagian momen positif (Moffat & Dowling, 1978; Adekola, 1968; Daniels & Fisher, 1966; Elhebaway, et al., 1999) dan (Chiewanichakorn et al. 2004) maupun pada bagian momen negatif seperti (Viest & Siess, 1953; Viest, et al., 1958; Ansourian, 1983) dan (Aref et al. 2007). Tujuan dari penelitian ini, lebar efektif dan gaya-gaya dalam dari jembatan girder beton bertulang dengan dengan penambahan balok melintang (diaphragm) akan teliti dengan menggunakan analisis numerik. Analisis numerik adalah salah satu cara pendekatan untuk mengetahui perilaku struktur yang cukup efektif dalam segi waktu, biaya, dan peralatan yang digunakan. Analisis elemen hingga tiga dimensi 3
(three dimensional finite element analysis) merupakan salah satu dari metode analisis numerik yang digunakan dalam penelitian lebar efektif. 1.2 Rumusan Masalah Secara umum berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh balok melintang (diaphragm) terhadap nilai lebar efektif girder beton bertulang bentang sederhana (simple span) b. Berapa besar nilai lebar efektif dari berbagai peraturan yang berlaku seperti AASHTO LRFD, BS, JRA, NZS, Eurocode 2, CSA, IS, ACI 318-11 dan SNI c. Apa keuntungan penambahan balok melintang (diaphragm) terhadap nilai lebar efektif pada bagian momen positif dan distribusi gaya-gaya dalam pada jembatan girder beton bertulang bentang sederhana (simple span) 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang ada di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan tugas akhir ini adalah: a. Mengetahui pengaruh balok melintang (diaphragm) terhadap nilai lebar efektif girder beton bertulang bentang sederhana (simple span) b. Mengetahui besar nilai lebar efektif dari berbagai peraturan yang berlaku seperti AASHTO LRFD, BS, JRA, NZS, Eurocode 2, CSA, IS, ACI 318-11 dan SNI. c. Mengetahui keuntungan penambahan balok melintang (diaphragm) terhadap nilai lebar efektif pada bagian momen positif dan distribusi gaya-gaya dalam pada jembatan girder beton bertulang bentang sederhana (simple span). 4
1.4 Batasan Masalah Terdapat beberapa batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini, antara lain: a. Analisis metode elemen hingga dengan menggunkan software ABAQUS dengan sistem 3-Dimensional Solid Element (Hexahedron Element) dan teori dasar balok diasumsikan sama. b. Studi parameter penelitian dibatasi pada jembatan girder beton bertulang bentang sederhana dengan tumpuan sendi dan roll. c. Analisis terhadap tulangan baja diabaikan sehingga hanya menggunakan beton solid. d. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis linier untuk kekuatan batas layan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diberikan pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: a. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam perancangan jembatan girder beton bertulang dengan penambahan balok melintang (diaphragm). b. Mengetahui pengaruh balok melintang (diaphragm) terhadap nilai lebar efektif girder beton bertulang. c. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang perancangan jembatan girder beton bertulang. 5