Mia Siscawati *Program Studi Kajian Gender-Program Pascasarjana UI *Pusat Kajian Antropologi-FISIP UI
Kampung tersebut memiliki tingkat kemiskinan cukup tinggi, tingkat pendidikan rendah, dan tingkat kesehatan rendah. Data statistik kabupaten di mana kampung tersebut menunjukkan rata-rata lama sekolah pada tahun 2012 adalah 7,18 tahun. Masih terdapat 6,65 persen warga perempuan berusia di atas 10 tahun yang buta huruf. Tingkat buta huruf perempuan di atas usia 10 tahun lebih tinggi dibanding laki-laki pada kelompok usia sama.
Jumlah perempuan yang menikah dini 30,34 persen untuk usia 16-18 tahun, dan 6,75 persen untuk usia di bawah 15 tahun. Angka kematian ibu melahirkan di kabupaten tersebut meningkat dalam empat tahun terakhir. Propinsi Kalimantan Barat sendiri merupakan salah satu propinsi yang memiliki angka kematian ibu melahirkan, yang melampaui angka nasional pada tahun 2012. Dua angka kematian lainnya, yakni kematian neonatal dan kematian bayi umur 29 hari hingga 11 bulan di propinsi ini juga tinggi. Propinsi ini juga termasuk salah satu propinsi sumber perdagangan perempuan.
Pendekatan feminis ekologi politik Kajian feminis terhadap kemiskinan dan pemiskinan dengan pendekatan relasional (relational approach)
Merupakan kerangka pemikiran feminis yg digunakan untuk mengeksplorasi: Pengetahuan perempuan tentang tubuhnya, tentang relasi antara tubuh perempuan dengan kekayaan alam, serta pengetahuan perempuan, baik individu maupun kolektif dalam pengurusan kekayaan alam dan sumber-sumber kehidupan Akses dan kontrol perempuan atas tubuhnya, kekayaan alam dan sumber sumber kehidupan, serta atas pengambilan keputusan terkait sumberdaya di berbagai tingkatan (keluarga inti/rumah tangga, keluarga besar, komunitas, negara, dunia) Peran dan posisi perempuan dalam pengurusan kekayaan alam dan sumber-sumber kehidupan, serta dalam perjuangan merebut kembali hak atas pengurusan sumber-sumber kehidupan
Hasil eksplorasi tiga hal tersebut (pengetahuan, akses dan kontrol, kelembagaan perempuan) kemudian dilanjutkan dengan eskplorasi tentang: Bagaimana relasi gender, relasi sosial, relasi kekuasaan (mulai dari dalam rumah tangga, keluarga besar, komunitas, negara, antar negara, serta putaran modal di tingkat dunia) mempengaruhi akses dan kontrol atas tubuh dan kekayaan alam, proses reproduksi pengetahuan perempuan, serta posisi perempuan dalam pengurusan kekayaan alam dan sumber-sumber kehidupan
Aspek kelas, etnisitas, usia, seksualitas, status perkawinan, wilayah hidup (desa, kota, pegunungan, pesisir, pulau besar, pulau kecil, dll) merupakan aspek penting yang membuat setiap perempuan memiliki keragaman pengetahuan, pengalaman, peran, fungsi, dan posisi.
Mengintegrasikan kajian tentang relasi sosial dan kekuasaan berbasis gender, kelas, etnisitas, agama dll dengan kajian tentang ragam wajah kekuasaan Pemiskinan adalah produk dari dinamika sosial yang terkait erat dengan ekspansi kapital dalam rentang sejarah panjang Dinamika sosial dalam ekspansi kapital meliputi prosesproses berikut: Dimensi gender dalam akumulasi tanah, sumberdaya, dll Dimensi gender dalam disposesi Dimensi gender dalam proses terbentuknya lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat dalam proses eksploitasi sumberdaya Dimensi gender dalam mekanisme sosial dan kategorisasi di tingkat internal komunitas yang memfasilitasi eksploitasi sumberdaya
Terdapat sedikitnya empat faktor : konsep teritorialisasi negara atas sumberdaya alam kebijakan agraria berbasis komodifikasi alam pendekatan militerisme dalam pengelolaan sumberdaya alam bekerjanya kuasa ekslusi yang meniadakan keberadaan masyarakat adat.
Penguasaan negara atas wilayah adat dan wilayah komunitas lainnya, termasuk kekayaan alam dan sumber-sumber kehidupan yang berada dalam wilayahwilayah tersebut, tidak bisa dipisahkan dari sejarah teritorialisasi negara atas hutan yang merentang sejak era kolonial. Apa yang disebut teritorialisasi negara atas hutan adalah termasuk pengklasifikasian semua wilayah hutan yang dibebani hak milik sebagai hutan Negara.
Jumlah seluruh desa Desa terkait kawasan hutan 88.361 Dalam Kawasan 31.957 (36,17%) Tepi Kawasan Sekitar Kawasan 1.305 (4,08%) 7.943 (24,86%) 22.709 (71,06%) Kalteng = 208 desa Jateng = 1.581 desa Jateng = 6.795 desa Sumber: Renstra Kemenhut 2010-2014; BPS, 2010
Berbagai kebijakan agraria yang dikembangkan rejim-rejim politik yang berkuasa di Indonesia sejak jaman kolonial hingga masa kini memiliki karakter-karakter tertentu yang serupa. Yaitu pengadaan wilayah skala luas oleh badan pemerintah untuk mendukung produksi dan konsumsi di tingkat global melalui pemberian konsesi kehutanan, perkebunan dan pertambangan kepada perusahaan-perusahaan besar.
Kelompok militer dan para-militer memiliki peran politik di dalam jejaring relasi kekuasaan terkait pengelolaan sumberdaya hutan dan sumberdaya alam di Indonesia, sejak masa Orde Baru Pada masa Orde Baru, sebagian besar dari perusahaan swasta yang memperoleh konsesi pembalakan hutan dimiliki dan atau memiliki relasi kelembagaan dengan berbagai organisasi yang dikelola kalangan militer (termasuk beragam yayasan yang dikelola oleh militer).
Proses dominasi atas wilayah adat dan ekstrasi hutan dan sumber-sumber kehidupan serta penghidupan yang berada di wilayah adat menempatkan masyarakat adat sebagai pihak yang dianggap tidak ada (invisible). Perempuan dan kelompok marjinal lain yang di komunitasnya sendiri memiliki posisi tawar yang lemah bahkan sering diangap tidak penting untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan di tingkat keluarga dan komunitas menjadi pihak yang dua kali tidak terlihat (double invisibility).
Pihak yang terlibat dalam perubahan penguasaan atas tanah dan sumber daya alam tidak terbatas pada institusi dan aktor pemerintah maupun pasar, melainkan juga pasangan, kerabat sendiri, atau orang-orang dekat (intimate exclusion). Keseluruhan proses tersebut di atas bertumpu pada konsep gender, relasi sosial dan relasi kekuasaan berbasis gender.
Pemiskinan di Kawasan Hutan Penduduk Miskin di kawasan hutan, 10,02 juta Total Penduduk Miskin, 31,02 juta Sumber: Renstra Kemenhut 2010-2014, BPS 2010.
1980-an: Nai Sinta (memimpin perlawanan terhadap perusahaan Hutan Tanaman Industri di Tanah Toba, Sumut) 1990-an: Mama Yosefa (memimpin perlawanan terhadap Freeport di Tanah Amungme, Papua) 2000-an: Mama Aleta (memimpin perlawanan terhadap perusahaan tambang di Tanah Molo, NTT) Para pemimpin perempuan di tingkat akar rumput terus bermunculan