BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan karya seni tulis yang diciptakan seorang pengarang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek atau apapun

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004)

BAB II LANDASAN TEORI. Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran, perasaan, ide dalam bentuk gambaran kongkrit yang menggunakan alat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:588), konsep

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB II KAJIAN TEORI. Konflik merupakan bagian dari sebuah cerita yang bersumber pada

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh jiwa pembaca karena di dalam karya sastra memuat cerita-cerita yang

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengkaji karya sastra dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. refleksinya terhadap gejala-gejala sosial disekitarnya. Adanya imajinasi pada

Pendidikan Karakter Berbasis Moral dalam Novel Eliana Karya Tere Liye dan Pembelajarannya di Kelas XII SMK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

ANALISIS NILAI MORAL PADA NOVEL BUMI BIDADARI KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008:725), Konsep merupakan (1) rancangan atau buram surat, dsb; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Dengan kata lain, konsep digunakan sebagai kerangka atau pijakan untuk menjelaskan, mengungkapkan, menggambarkan, atau pun memaparkan suatu objek atau topik bahasan. Sesuai dengan judul penelitian ini, Nilai-nilai Spiritual Tokoh-tokoh dalam Novel Lalita Karya Ayu Utami, konsep yang akan dikemukakan adalah sebagai berikut. 2.1.1 Nilai-nilai Spiritual Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Suyitno (1986:3), menyatakan Sastra sebagai produk kehidupan, mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang mempunyai penyodoran konsep baru. Nilai terbentuk dari apa yang benar, pantas, dan luhur untuk dikerjakan dan diperhatikan. 6

Spiritual adalah suatu keadaan manusia yang merasa adanya kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia, dan merasa bahwa manusia haruslah hidup untuk sesama. Spiritual menurut Tischler (dalam Desiana, 2011:12) adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah sesuatu yang lebih besar dari diri manusia adalah sesuatu yang di luar diri manusia dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Jadi, nilai-nilai spiritual adalah hal-hal yang baik dalam suatu keadaan manusia yang merasakan adanya kekuatan yang lebih besar daripada diri manusia tersebut, dan merasa adanya tujuan dari hidup. 2.1.2 Tokoh-tokoh Tokoh adalah unsur intrinsik yang terpenting dalam sebuah karya sastra. Dalam Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar (2011: 563) pengertian tokoh adalah pemegang peran dalam roman atau drama. Nurgiyantoro (1998:179) membedakan tokoh menjadi tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh tambahan atau tokoh bawahan. Beliau mengatakan: Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh sentral bukanlah frekuensi kemunculan tokoh dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatannya di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Tokoh sentral dan tokoh bawahan terdiri dari tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Ketika membaca sebuah novel, pembaca sering mengidentifikasikan diri, memberi simpati dan empati, atau melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tertentu. Tokoh yang disikapi demikian disebut tokoh protagonis. Tokoh protagonis merupakan pengejawantahan dari norma-norma atau nilai-nilai yang ideal bagi pembaca. Sebuah cerita rekaan atau fiksi haruslah memiliki konflik dan ketegangan, terutama yang dialami oleh tokoh protagonis. Menurut Nurgiyantoro (1998:179), Biasanya konflik disebabkan oleh tokoh lain. Tokoh penyebab konflik ini kemudian 7

disebut sebagai tokoh antagonis. Tokoh antagonis ialah tokoh yang menjadi penentang utama atau yang beroposisi dengan protagonis. 2.2 Landasan Teori Dalam penelitian ini digunakan teori psikologi sastra. Menurut Endraswara, (2008:96), Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktifitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Karya sastra dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa. Menurut Ratna (2011:16): Psikologi sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kejiwaannya. Sebagai hasil rekonstruksi proses mental karya sastra diduga mengandung berbagai masalah berkaitan dengan gejala-gejala kejiwaan. Gejala-gejala yang dimaksudkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, melalui unsurunsurnya termanifestasikan dalam karya. Sesuai dengan ciri-ciri kejiwaan tersebut pada umumnya unsur-unsur penokohanlah yang paling banyak menarik minat para peneliti. Roekhan (dalam Endraswara, 2008:97) mengatakan bahwa Pada dasarnya, psikologi sastra akan ditopang oleh tiga pendekatan, yaitu: (1) pendekatan tekstual, (2) pendekatan reseptif-pragmatik, (3) pendekatan ekspresif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan tekstual. Pendekatan tekstual maksudnya yaitu mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra. Demikian pula dalam penelitian ini menganalisis sebuah novel yang ceritanya membahas bagaimana nilai-nilai spiritual tokoh-tokohnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam novel Lalita karya Ayu Utami tersebut terdapat sejumlah peristiwaperistiwa atau keadaan-keadaan yang mendorong keluarnya nilai-nilai spiritual terhadap 8

tokoh-tokoh. Lingkungan dan keadaan memang dapat membuat seseorang mengalami nilai spiritual. Adapun komponen nilai-nilai spiritual tersebut menurut Elkins dkk (dalam Desiana, 2011:14-17) adalah sebagai berikut: a. Dimensi transenden, yaitu individu spiritual percaya akan adanya dimensi transenden dari kehidupan. Inti yang mendasar dari komponen ini bisa berupa kepercayaan terhadap Tuhan atau apapun yang dipersepsikan individu sebagai sosok transeden. Individu bisa jadi menggambarkannya dengan menggunakan istilah yang berbeda, model pemahaman tertentu atau bahkan metafora. b. Makna dan tujuan dalam hidup, yaitu individu yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan proses pencarian hidup. Dari proses pencarian ini, individu mengembangkan pandangan bahwa hidup memiliki makna dan bahwa setiap eksistensi memiliki tujuannya masing-masing. c. Misi hidup, individu memiliki metamotivasi yang berarti mereka dapat memecah misi hidupnya dalam target-target konkret dan tergerak untuk memenuhi misi tersebut. d. Kesakralan hidup, individu yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan dalam semua hal hidup. Pandangan hidup mereka tidak lagi dikotomi seperti pemisahan antara yang sakral dan sekuler, atau yang suci dan yang duniawi, namun justru percaya bahwa semua aspek kehidupan suci sifatnya dan bahwa yang sakral dapat juga ditemui dalam hal-hal yang bersifat keduniaan. e. Nilai-nilai material, individu yang spiritual akan menyadari banyaknya sumber kebahagiaan manusia, termasuk pula kebahagiaan yang bersumber dari 9

kepemilikan material. Oleh karena itu, individu yang spiritual menghargai materi seperti kebendaan atau uang, namun tidak mencari kepuasan sejati dari hal-hal material tersebut. f. Altruisme, individu yang spiritual akan menyadari adanya tanggung jawab bersama dari masing-masing orang untuk saling menjaga sesamanya (our brother s keeper). Mereka meyakini tidak ada manusia yang berdiri sendiri, bahwa umat manusia terikat satu sama lain sehingga bertanggung jawab atas sesamanya. Keyakinan ini sering dipicu oleh kesadaran mereka akan penderitaan orang lain. g. Idealisme, individu yang spiritual memiliki kepercayaan kuat terhadap potensi baik manusia yang dapat diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan bukan saja pada apa yang terlihat sekarang, namun juga pada hal baik yang mungkin diinginkan dari hal itu, pada kondisi ideal yang mungkin dicapai. h. Kesadaran akan peristiwa tragis, individu yang spiritual menyadari perlu terjadinya tragedi dalam hidup seperti adanya rasa sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi dirasa perlu terjadi agar mereka lebih dapat menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau kembali arah hidup yang ingin dituju. i. Buah dari spiritualitas, komponen terakhir merupakan cerminan atas kedelapan komponen sebelumnya seperti halnya dengan individu mengolah manfaat yang dia peroleh dari pandangan, kepercayaan, dan nilai-nilai yang dianutnya. Pada komponen ini individu menilai efek dari spiritualitasnya, dan 10

biasanya dikaitkan hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan, dan apapun yang dipersepsikannya sebagai transenden. Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti akan mengaitkan nilai-nilai spiritual yang dialami tokoh-tokoh dalam novel Lalita karya Ayu Utami dengan komponenkomponen pembentuk nilai-nilai spiritual menurut Elkins dkk yang telah disebutkan. 2.3 Tinjauan Pustaka Novel Lalita karya Ayu Utami merupakan novel yang menceritakan tentang pengalaman tokoh-tokoh dalam mengalami nilai-nilai spiritual. Sepanjang pengetahuan dan penelitian yang dilakukan, novel tersebut belum pernah diteliti dengan objek kajian yang sama oleh mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara, maupun di universitas lain di Indonesia. Penelitian tentang spiritual dengan objek kajian berbeda telah dibahas oleh Adil Sastrawan (UIN Sunan Kalijaga, 2011) dengan judul Spiritualitas Dalam Novel Bilangan Fu (http://digilib.uin-suka.ac.id/). Penelitian tersebut mendeskripsikan nilai spiritual yang dialami tokoh, dan juga menjelaskan kecenderungan spiritualitas ke arah primitif. Kepercayaan terhadap mitos-mitos, legenda rakyat, dan makhluk-makhluk halus yang dipercayai sebagai spiritualitas. Hasil analisis tersebut mengemukakan kritik terhadap cara pandang modern yang cenderung antroposentris dan anti-ekologi. Kajian dengan judul Pendidikan Emosional dan Spiritual (ESQ) dalam Novel Ranah 3 Warna Karya Ahmad Fuadi yang dilakukan oleh Tsurayya Syarif Zain mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, tahun 2012 (http://eprints.ums.ac.id). Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui pesan moral mengenai pendidikan 11

ESQ dan memahami tolak ukur ESQ. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan memberi kesimpulan bahwa pendidikan ESQ dapat ditelaah melalui pesan moral yang mencakup kemampuan dalam mengolah emosi. Hal ini dapat memotivasi diri, memberi kemampuan dalam mengolah emosi, mampu menghadapi persoalan makna atau nilai (value), dan dapat menempatkan perilaku hidup dalam konteks yang lebih baik. Selain itu pendidikan ESQ dapat dipelajari melalui tolak ukur ESQ yang mencakup pengendalian diri, pengaturan diri, motivasi, simpati, empati, keterampilan sosial, keteguhan pendirian, berserah diri kepada Allah, menghambakan diri secara total, meyakinkan segala urusan rezeki hanya kepada Allah semata dengan segala usaha dan doa, dan mengintegritaskan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian tentang nilai spiritual juga pernah dilakukan, namun pada objek yang berbeda. Penelitian dengan judul Representasi Nilai Spiritual dalam Novel Dzikir dan Fikir Karya Reza Nurul Fajri oleh Hidayatul Mustakim mahasiswa magister di bidang Pendidikan Bahasa Indonesia, tahun 2014 (http://www.pbindoppsunisma.com). Isi penelitian tersebut membicarakan tentang mengungkapkan nilai spiritual dalam novel tersebut dan implikasinya pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa novel tersebut mengandung nilai-nilai spiritual. Nilainilai spiritual yang ditemukan antara lain adalah religius, jujur, tanggung jawab, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, cerdas, tangguh, ingin tahu, peduli, santun, demokratis, dan peduli lingkungan. Nilai spiritual yang paling banyak ditemukan adalah spiritual religius, sedangkan nilai spiritual yang paling sedikit ditemukan adalah spiritual peduli lingkungan. Adapun implikasi nilai spiritual dalam novel tersebut dapat diterapkan pada 12

perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran bahasa, serta penentuan tema mata pelajaran penerapan pada empat aspek pembelajaran Bahasa Indonesia. 13