BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB II GEOLOGI REGIONAL

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

Bab II Geologi Regional

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN UCAPAN TERIMAKASIH KATA PENGANTAR SARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SKRIPSI FRANS HIDAYAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

03. Bentangalam Struktural

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB III TATANAN GEOLOGI 3.1. Fisografi Regional. Menurut Cameron, dkk (1982), secara regional geologi lembar Medan terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern Lowlands), Kaki Perbukitan Pantai Timur (East Coast Foothills), Dataran Tinggi Berastagi (Berastagi High Lands), Plateau Kabanjahe, Bukit Barisan bagian Timur (Eastern Barisan Range), Depresi Alas Reunum (Alas Reunum Depression), dan Bukit Barisan bagian Tengah (Central Barisan Range). Gambar 3.1 Peta fisiografi lembar medan (n.r, cameron, dkk, 1982 ) kotak merah lokasi penelitian. Berdasakan peta tersebut maka daerah penelitian secara fisiografis termasuk di dataran rendah Timur (Eastern Lowlands). Dimana fisiografi dataran rendah tersebut dibatasi dengan kaki perbukitan pantai Timur (East Coast Foothills) disebelah Barat laut pada daerah penelitian, dataran tinggi Berastagi (Berastagi High Lands) dan plateau Kabanjahe disebelah Selatan kearah BaratDaya pada daerah penelitian dataran rendah pada fisiografi daerah penelitian

Tatanan Geologi III- 2 merupakan daerah pantai Timur pulau Sumatra yang berbatasan dengan Selat Malaka. 3.2. Stratigrafi Regional. Stratigrafi daerah Sumatera Utara dapat dilihat pada kolom stratigrafi cekungan Sumatera Utara (Tabel 3.1.). Menurut (N.R. Cameron dkk, 1982), urutan yang tertua adalah batuan dasar yaitu berupa batuan klastik berbutir halus, batuan dasar berumur Pra-Tesier. Pada kondisi topografi yang lebih rendah dalam cekungan ini secara selaras diatasnya berumur Oligosen. Transgresi laut mencapai puncaknya pada miosen bawah, kemudian berhenti dan terjadi perubahan lingkungan pengendapan, ditandai dengan adanya endapan Napal yang kaya Foraminifera Planktonik dari formasi Peutu. Dibagian Timur cekungan Sumatera Utara diendapkan formasi Belumai yang berkembang dalam dua fasies klastik dan karbonat. Kondisi seperti ini terus berlangsung sampai Miosen Tengah dengan pengendapan serpih dari formasi Baong. Bersamaan dengan hal tersebut diatas terjadi aktifitas awal pengangkatan bukit barisan yang mengakibatkan turunya muka air laut. Hal ini mengakibatkan terjadinya longsoran sedimen dipinggir cekungan, kemudian diendapkan kembali oleh pengaruh arus Turbidite dan dikenal sebagai Middle Baong Sand (MBS). Selaras diatas formasi Ketapang, formasi Seurulla dan formasi Julu Rayeu yang merupakan batuan tipe regresi, kemudian diatasnya tufa toba dan Aluvial. Tabel 3.1. Kolom stratigrafi daerah Medan dan sekitarnya.

Tatanan Geologi III- 3 3.3. Geologi Daerah Penelitian. 3.3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian. Stratigrafi pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan sulit dijumpai adanya singkapan. Hal ini disebabkan karena daerah penelitian terbentuk pada morfologi yang relatif datar. Adapun singkapan yang ditemukan dilapangn hanya berupa alluvial yang materialnya terdiri dari lempung pasiran hingga kerikil. Namun secara regional, berdasarkan peta geologi pada lembar Medan Sumatera Utara dengan skala 1 : 250.000 yang dibuat oleh, N.R, Cameron at all 1982. Dapat diketahui urutan-urutan stratigrafi daerah penelitian sebagai berikut : 1). Aluvial (Qh).

Tatanan Geologi III- 4 Aluvial terdiri dari kerikil, pasir dan lempung. Formasi ini berumur Holosen Tengah. Formasi ini terdapat menyebar pada bagian Utara pada daerah penelitian dengan luas ±89%. 2). Formasi Medan (Qpme). Formasi Medan terdiri dari bongkah - bongkah kerikil, pasir lanau dan lempung. Formasi ini berumur Pleistosen Tengah Pleistosen Akhir. Formasi ini menyebar pada bagian Selatan pada daerah penelitian dengan luas ±11%. Hubungan stratigrafi formasi Medan dan formasi Aluvial tidak selaras dibuktikan dengan adanya waktu yang hilang atau hyatus pada urutan umur yang tidak menerus. Gambar 3.2. Stratigrafi daerah penelitian yang tidak selaras. Foto 3.1. Singkapan formasi aluvial yang terdapat di daerah Labuhan. Sumber : Peneliti

Tatanan Geologi III- 5 Gambar 3.3. Peta geologi lembar Medan, kotak merah merupakan daerah penelitian (N.R, Cameron, dkk, 1982). Tabel 3.2. Kolom stratigrafi tidak terukur daerah penelitian. JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT TEKNOLOGI MINERAL KOLOM PENAMPANG STRATIGRAFI TIDAK TERUKUR LOKASI AREA TANGGAL : TERJUN DAN SEKITARNYA : KEC.BELAWAN, MEDAN, SUMATERA UTARA :- DIGAMBAR OLEH : M PAISAL 10307024 DIPERIKSA OLEH : Ir. AZHARI FITRAH NST, MT. LEGENDA : Formasi Aluvial Formasi Umur Formasi Medan Simbol Litologi Diskripsi Aluvial (QH) Holosen Tengah Formasi ini memiliki material Krikil, Pasir, dan Lempung Medan (Qpme) Plistosen Tengah-Akhir Formasi ini memiliki material Bongkah-bonhkah krikil, Pasir, Lanau dan Lempung 3.3.2. Morfologi Daerah Penelitian. Sumber : Peneliti 2016 Pengklasifikasian morfologi daerah penelitian menggunakan dasar klasifikasi morfologi menurut Van Zuidam, 1985. Akan tetapi pengamatan bentuk bentang alam hanya dilakukan dilapangan saja tanpa adanya pengukuran pada peta topografi lembar Medan. Hal ini disebabkan oleh kondisi lapangan yang didominasi kenampakan bentang alam dataran dan juga pangaruh skala peta yang terlalu besar yaitu 1:250.000, sehingga kenampakan garis kontur pada peta terbatas. Dari hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui daerah penelitian memiliki satuan morfologi yaitu morfologi datar.

Tatanan Geologi III- 6 Satuan Morfologi Datar. Kelas Lereng Satuan Lereng 00-20 (0-2% 20-40 (2-7 %) 40-80 (7-15%) 80-160 (15-30%) 160-350 (30-70%) 350-550 (70-140%) Datar hampir datar Agak miring Keterangan Tidak ada proses denudasi yang berarti Gerakan tanah kecepatan rendah, dan erosi alur (sheet end rill erosion). Rawan erosi Miring Sama dengan diatas tetapi dengan besaran yang lebih tinggi. Sangat rawan erosi tanah. Agak curam Banyak tejadi gerakan tanah dan erosi terutama longsoran yang bersifat nendatan Curam Proses denudasional insentif, erosi dan gerakan tanah sering terjadi. Sangat curam Batuan umumnya mulai, tersingkap, proses denudasional sangat intensif, sudah mulai menghasilkan endapan rombakan (koluvial) >550 Curam sekali Batuan tersingkap,proses denudasional sanagat (>140%) kuat rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas) Satuan ini memperlihatkan permukaan yang relatif landai dengan kemiringan permukaan 00-20. Satuan morfologi datar meliputi secara merata dari keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan kenampakan kontur yang sangat jarang. Umumnya satuan morfologi ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pemukiman oleh penduduk setempat. Tabel.3.3. Klasifikasi lereng, Van Zuidam, 1985. Foto 3.2. Morfologi daratan yang terdapat di daerah Labuhan. 3.3.3. Pola Aliran Sungai Pada Daerah Penelitian.

Tatanan Geologi III- 7 Sungai merupakan wadah atau tempat berkumpulnya air yang berasal dari air hujan yang kemudian dialirkan ke tempat yang lebih rendah dan berakhir di danau, laut, ataupun sungai yang lebih besar. Sungai bermula dari proses erosi lembah, kemudian berkembang erosi alur. Dimensi erosi alur dikontrol oleh erodibilitas tanah (kemampuan tanah terkena erosi) dan biasanya terjadi pada tanah berbutir halus. Erosi alur berkembang selanjutnya menjadi suatu parit (gully) dengan kedalaman dan lebar 0,5 5 meter, hingga jurang (ravine, > 5 meter), dan akhirnya berkembang menjadi suatu lembah dengan aliran sungai di dalamnya, pembahasan yang akan dikemukakan tentang sungai pada daerah penelitian yaitu meliputi tentang pola pengaliran sungai, stadia sungai, serta aspek-aspek pengontrolnya. Menurut Arthur D. Howard, 1967. Pola pengaliran merupakan suatu kenampakan jalur-jalur pengaliran pada suatu daerah yang dibentuk oleh anak sungai dengan induknya, pola pengaliran atas pola dasar (Basic Patern), pola ubahan (Modified Basic Patern), dan gabungan modifikasi pola dasar (Other Modified Pattern). Setiap pola pengaliran sungai mencerminkan struktur dan proses yang mengontrolnya. Dengan demikian, identifikasi dan analisa yang tepat terhadap pola aliran sungai akan membawa kita kepada informasi mengenai struktur geologi dan proses yang terjadi yang mengendalikan suatu bentang alam.

Tatanan Geologi III- 8 Dendritik Parallel Trellis Rectangular Radial Annular Multi Basinal Contorted Subdendritik Pinnote Anostomatic Fault Trellis Joint Trellis Complex compound Distributeri Colinear Sub Parallel Directional Trellis Recurved Trellis Dasar Pola Pola Ubahan Pola Gabungan Gambar 3.4. Pola aliran sungai (Howard, 1967). Pada daerah penelitian terdapat sungai yang berstadia dewasa dimana hal tersebut dicirikan pada daerah penelitian dapat ditandai dengan adanya beberapa ciri sungai stadia dewasa seperti terdapatnya daerah dataran banjir, meander, lebar lembah yang lebih besar, kecepatan arus air berkurang, aliran air yang bergerak

Tatanan Geologi III- 9 perlahan (foto 3.3.). Berdasarkan klasifikasi (Howard, 1967. Vide Suroso Sastrprawiro,1984). Maka daerah penelitian memiliki pola aliran Dendritik, A dimana pola aliran ini merupakan pola berbentuk bercabang/mendaun, pola aliran B ini umumnya terbentuk pada lapisan mendatar sediment-sedimen yang satu jenis, atau batuan yang mempunyai resistensi yang sama. Pada lapisan sediment horizontal atau miring landai, kontrol struktur tidak begitu jelas. Bentuk pola ini menyerupai pelebaran bentuk silang pohon atau beringin. Foto 3.3. (A) Sungai stadia dewasa daerah Simpang Kantor dan foto (B) sungai stadia dewasa daerah Labuhan 3.3.4. Struktur Geologi Daerah Penelitian Struktur geologi merupakan cabang ilmu geologi yang mempelajari gejala - gejala geologi yang menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan bentuk (deformasi) pada batuan dalam suatu unit tektonik. Struktur geologi pada suatu daerah sangat berkaitan dengan struktur regional yang terbentuk akibat kegiatan tektonik. Sehingga dalam analisa geologi struktur pada daerah penelitian sebaiknya terlebih dahulu diketahui struktur regionalnya dan seberapa besar struktur regional mempengaruhi struktur geologi daerah penelitian. Berdasarkan pengamatan dilapangan pada daerah penelitian tidak dijumpainya indikasi keterdapatannya struktur geologi dikarenakan dataran dan batuan penyusun pada daerah penelitian didomisi oleh batuan yang bersifat lepas sehingga sulit untuk dijumpai adanya indikasi struktur pada daerah penelitian.

Tatanan Geologi III- 10