BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Umum 1. Teori Motivasi Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.. Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi Ada beberapa teori dari para ahli antara lain ; 7
1.1 Teori Motivasi V Room Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh 3 komponen yang mempengaruhi tinggi rendanyamotivasiyaitu: Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcometertentu). Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan 1.2 Teori Motivasi Herzberg Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah 8
hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). B. Teori Literatur 1. Pengertian Kepatuhan Menurut kamus besar bahasa Indonesia ( Pranoto,2007), patuh adalah suka menurut perintah, tata pada perintah,sedangkan kepatuhan adalah perilakua sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan Wajib Pajak menurut Norman D. Nowak dikutip oleh Mohammad Zain, menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak adalah: Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: - Wajib Pajak Paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan perundang-undangan perpajakan, - Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. - Menghitung pajak yang terhitung dengan benar. - Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. (2007;31) 9
Definisi kepatuhan ditulis oleh Safri Nurmantu dan dikutip oleh Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa kepatuhan adalah: Kepatuhan wajib pajak yaitu kepatuhan perpajakan yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. (2006:10) Indikator kepatuhan pembayaran PPh Pasal 25 Badan Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP) a. Ketepatan Waktu b. Akurasi data c. Sanksi Perpajakan Penjelasan dari kutipan diatas adalah sebagai berikut : 1.1 Ketepatan waktu Dalam Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran Phh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah 10
berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. 1.2. Akurasi data Penyampaian laporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Pemberitahuan itu diisi dengan benar lengkap dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan. Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah: 1. Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. 3. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari obyek pajak dan unsur unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. 11
Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Jika faktor kepatuhan Wajib Pajak bisa diperbaiki, diharapkan Wajib Pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 1.3. Sanksi Perpajakan 1. Merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegahan (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan 2. Pajak 2.1 Pengertian Perpajakan Menurut Waluyo (2008:2) ada berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian pajak diantaranya sebagai berikut : a. Pengertian pajak menurut Edwin R. A. Seligman : Tax in compulsary contribution from the person, to the government the depray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred. Dari definisi di atas terlihat adanya kontribusi seorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditunjukan 12
secara khusus pada seseorang, memang demikian halnya bahwa bagaimanapun pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat. b. Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor, memberikan batasan pajak seperti diatas hanya menggantikan without reference dengan with little reference. c. Pengertian Pajak menurut Mr. Nj Feldmann : pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak dan terutang kepada pengusaha (menurut normanorma yang ditetapkannya secara umum) tanpa adanya kontraprestasi, dan semata mata digunakan untuk menutup pengeluaran pengeluaran umum. d. Pengertian pajak menurut MJH. Smeest : Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. e. Pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja menyatakan : pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari definisi diatas tidak tampak istilah Dipaksakan karena bertitik tolak pada istilah iuran Wajib, sisi lainnya yang berhubungan dengan 13
kontraprestasi menekankan pada mewujudkan kontraprestasi itu diperlikan pajak. f. Rochmat, Soemitro menyatakan : Pajak adalah iuran kepada kas negara berdsarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (Kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter yaitu mengatur. 2.2 Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2005:1) : 14
1. Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Regulerend Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidangsosial dan ekonomi. 2.3 Cara Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2008:16) dijelaskan cara pemungutan Pajak adalah sebagai berikut : 1. Stelsel Pajak Cara pemungutan pajak berdasarkan 3 stelsel, yaitu : a. Stelsel Nyata Pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan leih realistis, kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). 15
b. Stelsel Anggapan Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang misalnya penghasilan satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun, kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya, apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar pajak menurut anggapan maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali. 2.4 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak terdiri dari berbagai macam, yaitu : 16
a. Official Assesment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri official assesment system adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif, utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assesment System Sistem ini merupakan pemungutan yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Witholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. 2.5 Landasan Ideal Sistem Perpajakan Dijelaskan oleh Mohammad Zain (2007:24) bahwa dalam rangka mencapai sasaran perpajakan hendaknya sistem perpajakan tersebut berlandaskan suatu prinsip atau norma-norma yang sudah mapan, dua 17
prinsip utama yang merupakan prinsip yang fundamental agar tercapai sasaran perpajakan, landasan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Prinsip Keadilan dan Pemerataan Menurut Adam Smith prinsip yang paling utama yang paling ideal dalam sistem perpajakan terutama dalam sistem pemungutan pajak adalah keadilan dalam perpajakan yang dinyatakan dalam suatu pernyataan bahwa setiap warga negara hendaknya berpartisipasi dalam pembiayaan pemerintah, masalah yang muncul adalah keadilan bagi siapa dan terhadap apa, apakah keadilan dimaksud ditinjau dari segi penghasilannya, segi pengeluarannya, segi kebutuhannya, atau segi fasilitas perpajakan atau kombinasi beberapa faktor tersebut. Sistem perpajakan yang adil adalah adanya perlakuan yang sama terhadap orang atau badan yang berada dalam situasi ekonomi yang sama dan memberikan perlakuan yang berbeda-beda terhadap orang atau badan yang berada dalam keadaan ekonomi yang berbeda-beda, jalan menuju keadilan dalam perpajakan dimulai dari penentuan objek serta ukuran yang cukup jelas mengenai apa yang disebut sebagai kemampuan membayar pajak. Memperbaiki prinsip keadilan dan pemerataan yang terdapat dalam sistem perpajakan yang baru dibandingkan dengan keadaan sebelumnya diharapkan akan memperbaiki dan mengembalikan 18
kepercayaan masyarakat pembayar pajak akan adanya keadilan dalam perpajakan akibat perbaikan sistem tersebut. 2. Efisiensi Ekonomi Sasaran utama dari setiap sektor ekonomi adalah bagaimana memperoleh hasil sebesar-besarnya dari sumber-sumber yang terbatas, tidak saja menyangkut barang dan jasa yang merupakan unsur-unsur produk nasional bruto, tetapi juga nilai-nilai yang tidak berwujud yang mempengaruhi kualitas kehidupan dan kepentingan orang banyak. Suatu sistem perpajakan yang baik tentunya harus dapat menyelaraskan dengan sasaran tersebut dan sedapat mungkin menghindarkan hal-hal yang akan menghambatnya, salah satu cara terbaik adalah dengan menerapkan suatu set penerimaan pajak netral yang sempurna yaitu suatu sistem perpajakan yang dapat mengumpulkan uang pajak tanpa menyebabkan seseorang mengubah prilaku ekonominya sebagai akibat cara pemungutan pajak yang dikenakan terhadap dirinya, dengan perkataan lain pajak yang netral tidak akan mengakibatkan seseorang harus bekerja lebih keras atau santai-santai saja, menabung lebih banyak atau mengurangi tabungannya. Bagi para ahli yang terpenting adalah pendekatan efisiensi ekonomi yang lebih luwes dan bersifat jamak disatu pihak, sedang dilain 19
pihak insentif atau bantuan yang dikenal dengan pengeluaran pajak yang terhindar dari penelitian yang cermat anggota DPR, hendaknya merupakan subsidi yang dapat dipertanyakan serta dihindari agar insentif atau bantuan tersebut tidak akan memperkaya diri. 3. Efisiensi Fiskal Suatu sistem perpajakan dikatakan baik apabila administrasinya maupun pemenuhan kewajiban perpajakan oleh para wajib pajak dilaksanakan dengan biaya yang sekecil mungkin disatu pihak dan penerimaan pajak yang cukup besar dilain pihak, hal ini berarti bahwa hasil realisasi pemungutan pajak pada setiap kemungkinan skala ekonomi baru dianggap efisien untuk dilaksanakan apabila dapat meningkatkan penerimaan pajak paling tidak mencapai jumlah tertentu sesuai perkiraan yang diharapkan. 4. Kesederhanaan Yang harus dicakup dalam kebijakan perpajakan adalah pertimbangan kesederhanaan yang bersama-sama dengan karakteristik lainnya membentuk suatu sistem perpajakan yang baik, Sederhana tidaklah berarti bahwa barang siapa yang mengalami kesulitan ekonomi akan dikurangi beban pajaknya, akan tetapi yang jelas dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hendaknya dijaga agar perbedaan yang terjadi antara kepentingan sosial dan kepentingan 20
ekonomi berada dalam posisi yang paling minimal, sederhana juga berkontribusi dalam mengembangkan keadilan dalam perpajakan, karena memungkinkan para wajib pajak yang pendidikannya terbatas menghitung pajaknya dengan benar seperti para ahli yang mengetahui perpajakan. 5. Kepastian Hukum Apabila ketentuan perundang-undangan perpajakan sangat kompleks dan tidak akurat, maka akan terdapat interprestai yang berbedabeda baik interprestasi yang dilakukan oleh penuntut umum atau hakim pada pengadilan pajak, sehingga dapat mengakibatkan konsekuensi pajak tertentu tidak dapat diketahui lebih dulu, ketidakpastian semacam ini dapat dieleminasi dengan dikeluarkannya surat edaran dari instasi pajak, sesuai dengan yang dimaksud oleh undang-undang perpajakan, apabila masih terdapat ketidakpastian lainnya yang belum terpecahkan hal ini akan mempengaruhi keputusan bisnis yang cukup berarti. 2.6 Pengelompokkan Pajak Dijelaskan oleh Mardiasmo (2011:5) bahwa pajak dikelompokan menjadi 3 bagian, yaitu : 21
1. Menurut Golongannya a. Pajak Langsung Pajak langsung merupakan pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada oranglain. Misalnya : pajak penghasilan. b. Pajak Tidak Langsung Pajak Tidak Langsng merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan kepada orang lain contohnya; Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif Pajak Subjektif merupakan pajak yang berpangkal atau berdasarkan paa subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Misalnya Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif Pajak Objektif merupakan pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Misalnya Pajak Perambahan Nilai. 22
3. Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat Pajak Pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, misalnya pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai. b. Pajak Daerah Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 2.7 Tarif Pajak Pungutan pajak tidak terlepas dari keadilan, dengan keadilan dapat tercipta keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat, dalam penetapan tarif harus mendasarkan pada keadilan, dijelaskan Waluyo (2008:17) tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar) besarnya tarif dapat dinyatakan dalam persentasi, tarif dapat dibedakan menjadi beberapa tarif, yaitu : 1.Tarif Marginal merupakan presentase tarif, ini belaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak. 2.Tarif Efektif merupakan presentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu. 23
Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif yaitu : a. Tarif Pajak Proporsional Tarif pajak proposional yaitu tarif pajak berupa presentase tetap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajaktarif ini sering disebut tarif tunggal karena hanya menggunakan satu tarif dengan presentase tetap. b. Tarif Pajak Progresif Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang presentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. c. Tarif Pajak Degresif Tarif pajak degresif adalah presentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar. d. Tarif Pajak Tetap Tarif pajak tetap adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak, dan besarnya pajak yang terutang adalah tetap. 24
2.8 Kedudukan Hukum Pajak Menurut menurut Mardiasmo (2011:4) : Hukum pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut : 1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. 2. Hukum Publik, mengatur hubungan pemerintah dengan dengan rakyatnya, hukum ini dapat dirinci lagi sebagai hukum tatanegara, hukum tata usaha, hukum pajak, hukum pidana. Kedudukan hukum sangatlah erat dengan perpajakan, karna berbagai macam sangsi atau peraturan perpajakan dikaitkan dengan hukum dan secara langsung mempunyai keterkaitan dengan hukum yang lainnya, dan hukum pajak termasuk kedalam hukum publik. 3. SPT 3.1 Pengertian SPT Menurut Mardiasmo (2011 : 29) adalah : Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-103/PJ/2011 tentang petunjuk teknis tata cara penerimaan dan penglolahan Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut 25
dengan SPT Tahunan adalah : Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagiantahun pajak yang meliputi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS), SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT 1771 dan SPT 1771/S) termasuk SPT Tahunan Pembetulan. Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa SPT Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak terutang, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut peraturan perundangundangan. 3.2. Fungsi SPT Menurut Mardiasmo (2011 : 29), Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang dan untuk melaporkan tentang : 1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak. 2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak. 3. Harta dan Kewajiban. 4. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa 26
Pajak, yang ditentukan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Bagi PKP adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang. Bagi pemotong atau pemungut pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. 3.3. Batas Waktu Batas waktu penyampaian SPT Tahunan menurut Mardiasmo (2011: 36) diatur sebagai berikut : SPT Tahunan : 1 WP Badan : Paling Lambat Tanggal 30 April setiap tahunnya. 2 WP Pribadi : Paling Lambat Tanggal 31 Maret setiap tahunnya. 3.4. Prosedur Penyelesaian SPT Tahunan 1. SPT Tahunan dicetak oleh kantor Direktorat Jendral Pajak (DJP), lalu disalurkan ke seluruh Kantor Pelayanan Pajak seluruh Indonesia untuk kemudian disampaikan kepada para Wajib Pajak yang telah mempunyai NPWP. 27
2. Setiap Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP wajib mendapat SPT Tahunan dengan mengambil sendiri blanko SPT Tahunan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk diisi dengan lengkap, benar dan jelas. 3. Setelah diisi dengan lengkap, benar dan jelas maka blanko SPT Tahunan tersebut dikembalikan lagi ke kantor Pelayanan Pajak untuk diserahkan ke bagian pelayanan untuk diteliti kelengkapannya agar tidak terjadi kesalahfahaman mengenai pembayaran pajak. 4, Setelah diteliti oleh bagian pelayanan, maka SPT Tahunandiserahkan ke bagian Pengelola Data dan Informasi (PDI) untuk direkam. Apabila pada saat perekaman terjadi kesalahan, misalnya Kurang Bayar (KB), Lebih Bayar (LB) diperlukan pemeriksaan, untuk memeriksa kesalahan tersebut maka SPT Tahunan diserahkan ke bagian Pengawasan dan Konsultasi (waskon) I sampai IV atau menurut wilayah tempat WajibPajak tinggal. 5. Bagian Pengawasan dan Konsultasi (waskon) akan memeriksa kesalahan tersebut, apabila setelah diperiksa terjadi Kurang Bayar (KB), maka Wajib Pajak akan dipanggil untuk diberikan himbauan dan diberikan Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB) dan wajib ajak harus membayar kepada Kantor Pelayanan Pajak, tapi apabila Lebih Bayar (LB) maka Wajib Pajak akan diberikan restitusi atau uang milik Wajib Pajak akan dikembalikan (konpensasi) juga dapat diberikan restitusi. 6. Setelah selesai diteliti, diperiksa dan direkam maka blanko SPT diarsipkan oleh KPP sebagai bukti apabila suatu saat dibutuhkan. 28
3.5. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Tahunan 1. Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan maka akan dikenai sanksi administrative berupa denda sebesar Rp. 1.000.000 untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. 2. Wajib Pajak karena kealpaan tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara tidak dikenakan sanksi pidana apabila dilakukan pertama kali oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar. 3. Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana paling singkat 6 (enam) bulan penjara dan paling lama 6 (enam) tahun penjara dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar. 29
4. Pemeriksaan Pajak 4.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak Pengertian pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2011:50) adalah sebagai berikut: Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan. Selain itu definisi pemeriksaan pajak juga dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.dari kedua definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 30
Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan untuk tujuan menguji kepatuhan wajib pajak, dilakukan dalam hal: 1. SPT menunjukkan kelebihan pembayaran (LB) pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. 2. SPT tahunan pajak penghasilan menunjukkan rugi. 3. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan. 31
4. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh DirJen. Pajak. 5. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut di atas tidak dipenuhi. C. Teori Aplikasi 1. Undang Undang UU KUP no. 28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa bedasarkan undang undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan unutk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan direvisi kembali oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu dalam Pasal 29 ayat (1) bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 32
4. Keputusan Menteri Keuangan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 33
D. Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No Peneliti Judul penelitian Variabel penelitian Metode penelitian Hasil Penelitian 1 Vinola herawati (2008) 2 Eupharasia susi suhendra ( 2010) Pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak yang dimoderisasi oleh pemeriksaan pajak Pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak badan terhadap peningkatan pajak penghasilan badan Kepatuhan, pemeriksan pajak,penerimaan pajak Kepatuhan, pemeriksan pajak,penerimaan pajak Metode regresi berganda Metode regresi berganda Kepatuhanwajib pajak secara positif mempengaruhi penerimaan pajak tetapihipotesis ditolak untuk pemeriksaan pajak tidak dapat memberikan kontribusi di peningkatan penerimaan pajak Kepatuhan dan pemeriksaan pajak memberikan kontribusi positif kepada penerimaan pajak pada KPP 3 Maria m.ratna sari (2010 ) Pengaruh kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pph pasal 25/29 wajib pajak badan Kepatuhan, pemeriksan pajak,penerimaan pajak Metode regresi berganda Kepatuhan dan pemeriksaan pajak memberikan kontribusi positif kepada penerimaan pajak pada KPP 4 Enis prihastuti ( 2011 ) Peranan Pemeriksaan pajak penghasilan badan terhadap kepatuhan wajib pajak badan Kepatuhan, pemeriksan pajak,penerimaan pajak Metode regresi berganda Pemeriksaan memberikan peranan dalam peningkatankepatuhan wajib pajak 5 Rahma yeni ( 2013 ) Pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak yang dimoderisasi oleh pemeriksaan pajak Kepatuhan, pemeriksan pajak,penerimaan pajak Metode regresi berganda Kepatuhanwajib pajak secara positif mempengaruhi penerimaan pajak tetapihipotesis ditolak untuk pemeriksaan pajak tidak dapat memberikan kontribusi di peningkatan penerimaan pajak 34
E. Kerangka Berfikir 1. Kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Menurut Undang-Undang 16, Tahun 2000, batas waktu penyampaian SPT masa paling lambat dua puluh hari setelah akhir masa pajak, sedangkan batas waktu penyampaian SPT tahunan paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Undang-Undang Nomor 16, Tahun 2000 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 28, Tahun 2007 dengan perubahan batas waktu penyampaian SPT tahunan paling lambat empat bulan setelah akhir tahun pajak khusus bagi wajib pajak badan. Pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku sangatlah penting guna dapat melaksanakan dan memenuhi kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan. 2. Pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak KPP Pratama Menurut Oktivani (2007), pemeriksaan pajak berpengaruh pada penerimaan pajak. Hal ini berarti bahwa pemeriksaan pajak merupakan instrumen penting untuk menentukan tingkat kepatuhan wajib pajak, baik formal maupun material, yang memiliki tujuan untuk menguji dan meningkatkan tax compliance seorang 35
wajib pajak, dimana kepatuhan wajib pajak merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan pajak. Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Kepatuhan wajib pajak Badan Pemeriksaan Penerimaan Pajak KPP Pajak 36