Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

dokumen-dokumen yang mirip
EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

PERFORMAN EKONOMI KAMBING KABOER DAN KAMBING KACANG PADA KONDISI STASIUN PENELITIAN CILEBUT

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

Laju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-sapih

KAJIAN EKONOMI PADA USAHA TERNAK KAMBING PERAH

PEMANFAATAN EFISIENSI REPRODUKSI MELALUI PROGRAM PEMULIAAN DOMBA : STRATEGI PADA PUSAT PEMBIBITAN DAN PEMANFAATANNYA PADA KELOMPOK PETANI PETERNAK

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PRODUKTIVITAS ANAK DOMBA GARUT DI DUA AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS

BOBOT LAHIR DAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH SAMPAI LEPAS SAPIH BERDASARKAN LITTER ZISE DAN JENIS KELAMIN

KERAGAAN REPRODUKSI DAN PRODUKSI KAMBING GEMBRONG

PRODUKTIVITAS DAN DAMPAK INTEGRASI TERNAK DOMBA EKOR GEMUK TERHADAP PENDAPATAN PETANI DALAM SISTEM USAHA SAYURAN DI LAHAN MARJINAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BANGSA-BANGSA KAMBING DI DESA KARANG ENDAH KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

KID CROP KAMBING KACANG (Capra Hircus) di KABUPATEN KONAWE UTARA

RESPON JERAMI PADI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN PADA USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

PRODUKTIVITAS DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PERAH PADA SKALA KECIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

PRODUKTIVITAS INDUK DALAM USAHA TERNAK KAMBING PADA KONDISI PEDESAAN

KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) PADA AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

ANALISA USAHA POLA INTEGRASI TANAMAN TERNAK KAMBING DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI LAMPUNG TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

DAFTAR PUSTAKA. Blakely, J dan D. H. Bade Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Teem, Teknis Fungsional»n Peneliti ,5 %. Angka ini sebanding dengan laporan Setiadi dan Sitorus (1984), tingkat kematian anak kambing Peranakan

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

BUDIDAYA TERNAK KAMBING PE DI LAHAN BEKAS GALIAN PASIR DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING DAN PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN

SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWA BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PRODUKTIVITAS DOMBA PERBIBITAN DI DESA PRINGSURAT, KABUPATEN TEMANGGUNG: STUDI KASUS PRIMATANI

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

PERBAIKAN TATALAKSANA PEMELIHARAAN TERNAK KAMBING KACANG DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Pertumbuhan Anak Kambing Peranakan Etawah (PE) Sampai Umur 6 Bulan di Pedesaan

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

J. M. Tatipikalawan dan S. Ch. Hehanussa Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

PENGAMATAN POTENSI REPRODUKSI KAMBING BETINA YANG DI PELIHARA SECARA TRADISIONAL DI DAERAH PESISIR KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA

Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN ANTARA PEJANTAN BOER DENGAN INDUK LOKAL (PE) PERIODE PRASAPIH

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKSUAL ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH DARI INDUK DENGAN TINGKAT PRODUKSI SUSU YANG BERBEDA

Transkripsi:

BERBAGAI FAKTOR KRUSIAL YANG MEMPENGARUHI INTRODUKSI TEKNOLOGI PEMELIHARAAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI PEDESAAN GUNA MENUNJANG SWASEMBADA DAGING (Introducing Technology to Improve Sheep Production and Reproduction Efficiency to Support Indonesian Meat Sufficiency Program) BUDI UTOMO 1, T. HERAWATI 2 dan SUBIHARTA 1 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, PO Box 101, Ungaran 30301 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E 59, Bogor 16151 ABSTRACT The study was conducted to determine the productivity and reproductive efficiency of thin-tail sheep, by calculating the rate of reproduction. The location of the study is located in the Prima Tani site, which is in the village of Kembang in Central Java. The study began in 2007 until 2010, involving by farmer participatories. Farmers kept sheep with a scale of 1 male: 8 females. The number of sheep used is 9 head receiving 0.5 kg/head/days feed concentrate (TPK) in two months pre and postpartum, and other 9 head have not received supplementary feed concentrate (NTPK). Feed are dominated by natural grasses, elephant grass and the stem of corn and occasionally cassava. Sheep housing is in cages (on stage) and separated pregnant, non pregnant and milking sheep. Dam conducted in "all in all out" for breeding system in two cycle period. Parameter observed are weights (birth and weaning), litter size, preweaning mortality rates and lambing interval. Data is retrieved and calculated using the rate of dam reproduction (LRI) and dam productivity index (PI). The research results show that sheep consume TPK has improvement of reproduction efficiency and better productivity compared to NTPK sheep with the number of LRI is 1.99 head/dam/year vs 1.46 head/dam/year and the number of PI is 18,21 kg/dam/ year vs 11.02 kg/dam/year. Results of the study could be concluded that the introduction of feed concentrates is able to increase reproduction efficiency and productivity of thin tail sheep. Key Words: Thin Tail Sheep, Feed, Reproduction, Productivity ABSTRAK Pengkajian dilakukan untuk mengetahui efisiensi reproduksi dan produktivitas induk domba ekor tipis, dengan menghitung laju reproduksi induk. Lokasi pengkajian merupakan lokasi Program Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian), yaitu di Desa Kembang Kec Ampel Kab Boyolali Jawa Tengah. Pengkajian dimulai tahun 2007 s/d 2010, dengan melibatkan 2 orang petani ternak domba secara partisipatif. Petani ternak masing-masing memelihara ternak domba dengan skala usaha 1 : 8 (1 ekor pejantan dan 8 ekor betina). Perlakuan yang diintroduksikan yaitu pada 9 ekor domba pakan tambahan konsentrat (TPK) dua bulan sebelum dan sesudah beranak beranak yaitu sebanyak 0,5 kg/ekor/hari dan 9 ekor domba tanpa tambahan pakan konsentrat (NTPK). Pakan hijauan yang diberikan pada kedua perlakuan berupa rumput lapang, rumput unggul (rumput Gajah) dan tebon jagung saat musim panen serta kadang-kadang singkong segar. Ternak domba dikandangkan dalam kandang panggung dan didalam kandang dilakukan penyekatan untuk memisahkan induk yang telah kawin, bunting, beranak dan menyusui. Perkawinan induk domba dilakukan secara all in all out (mencampur pejantan dan betina dalam kandang selama dua siklus periode birahi). Variabel yang diamati meliputi bobot lahir, bobot sapih, jumlah anak sekelahiran, tingkat kematian anak periode prasapih, dan jarak berank. Data yang diperoleh kemudian masing-masing dihitung menggunakan rumus laju reproduksi induk (LRI) dan produktivitas induk (PI). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemeliharaan induk domba yang diberi tambahan pakan konsentrat memberikan efisiensi reproduksi dan produktivitas lebih baik dibandingkan dengan tanpa pakan tambahan yaitu 1,99 ekor/induk/tahun vs 1,46 ekor/induk/tahun dan 18,21 kg/induk/tahun vs 11,02 kg/induk/tahun. 64

Hasil kajian dapat disimpulkan bahwa pendampingan introduksi teknologi pemeliharaan dengan penambahan pakan konsentrat mampu meningkatkan efisiensi reproduksi dan produktivitas ternak domba ekor tipis. Kata Kunci: Domba Ekor Tipis, Pakan, Reproduksi, Produktivitas PENDAHULUAN Ternak domba ekor tipis (DET) merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang mudah dikembangkan, karena cepat memberikan hasil bagi peternak. Disamping itu, biaya pemeliharaan DET rendah, relatif memerlukan luasan lahan yang sempit, dapat memanfaatkan hasil limbah pertanian, mempunyai daya adaptasi tinggi dengan resiko kecil dan mudah pemasarannya serta baik untuk dikembangkan di daerah yang berpenduduk padat dengan luas pemilikan lahan pertanian yang sempit (KNIPSCHEER et al., 1983; VINK, 1984). Namun demikian keragaan produksi ternak domba di pedesaaan masih sangat bervariasi, Hal ini dikarenakan perbedaan sistem pemeliharaan. Dimana sebagian besar pemeliharaan ternak domba masih bertumpu pada pola tradisional, yang mana usaha ternak domba dikelola secara sambilan, dengan jumlah ternak yang dipelihara relatif kecil yaitu berkisar antara 2 3 ekor, menggunakan teknologi yang umumnya belum optimal, dalam kondisi tempat yang tidak terkonsentrasi dalam suatu kawasan, tingkat pengetahuan peternak masih rendah, kurang berorientasi ekonomi yaitu hanya sebagai tabungan dan penambal risiko kegagalan cabang usahatani lainnya, serta umumnya pola usaha yang dilakukan merupakan perbibitan atau penggemukan (DIWYANTO et al., 1995). Bervariasinya sistem pemeliharaan menyebabkan pada tingginya variasi laju reproduksi dan produktivitas induk, yaitu diantaranya adalah jumlah anak sekelahiran, tingkat kematian anak periode prasapih, rataan bobot sapi dan selang beranak. Hal tersebut dapat menjadikan tinggi dan rendahnya produktivitas ternak domba, mengingat peningkatan produktivitas sangat tergantung secara langsung pada kemampuan reproduksinya. Produktivitas merupakan hasil yang diperoleh oleh seekor ternak pada kurun waktu tertentu dan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat reproduksi dan pertumbuhan (HARDJOSUBROTO, 1994). Pemberian pakan yang optimum, pengaruh lingkungan dan manajemen pemeliharaan yang baik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan kemampuan reproduksi. Keadaan ini menunjukkan bahwa pengembangan teknologi produksi ternak domba mempunyai peluang yang besar untuk ditingkatkan Oleh karena itu, upaya peningkatan produktivitas ternak perlu dilakukan, melalui perbaikan introduksi teknologi pada sistem pemeliharaan. Berkenaan dengan hal tersebut Badan Litbang Pertanian dengan Program Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian), melakukan pendampingan teknologi ditingkat pedesaan, yaitu diantaranya adalah mengintroduksikan usaha ternak domba hingga mencapai skala usaha pemeliharaan 8 ekor betina dan 1 ekor pejantan per peternak dan perbaikan teknologi yang meliputi tatalaksana pemeliharaan, pengaturan perkawinan dan pemberian pakan Teknologi yang diintroduksikan diharapkan dapat meningkatkan jumlah anak sekelahiran (litter size), meningkatkan bobot lahir dan bobot sapih, selang beranak lebih pendek dan tingkat kematian anak periode prasapih menurun. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi reproduksi dan produktivitas induk Domba Ekor Tipis, dengan menghitung laju reproduksi induk, melalui pendampingan introduksi teknologi ditingkat pedesaan. MATERI DAN METODE Pengkajian dilakukan untuk mengetahui efisiensi reproduksi dan produktivitas induk Domba Ekor Tipis, dengan menghitung laju reproduksi induk, melalui pendampingan introduksi teknologi ditingkat pedesaan. Lokasi pengkajian merupakan lokasi Program Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian), yaitu di Desa Kembang Kec Ampel Kab Boyolali Jawa Tengah. Pengkajian dimulai tahun 2007 s/d 2010, dengan melibatkan petani ternak domba secara partisipatif. Petani ternak masing-masing memelihara ternak domba dengan skala usaha 1 : 8 (1 ekor jantan dan 8 65

ekor betina). Perlakuan yang diintroduksikan yaitu pada 9 ekor domba pakan tambahan konsentrat (TPK) dua bulan sebelum dan sesudah beranak yaitu sebanyak 0,5 kg/ekor/hari dan 9 ekor domba tanpa tambahan pakan konsentrat (NTPK). Pakan hijauan yang diberikan pada kedua perlakuan berupa rumput lapang, rumput unggul (rumput gajah) dan tebon jagung saat musim panen serta kadangkadang singkong segar. Ternak domba dikandangkan dalam kandang panggung dan didalam kandang dilakukan penyekatan untuk memisahkan induk yang telah kawin, bunting, beranak dan menyusui. Perkawinan induk domba dilakukan secara all in all out (mencampur pejantan dan betina dalam kandang selama dua siklus periode birahi). Penimbangan bobot lahir dilakukan segera setelah anak domba lahir dan dibersihkan dari lendir. Bobot sapih ditimbang setelah anak domba berumur 3 bulan. Jarak beranak dihitung antara waktu/jarak dua kelahiran yang terdiri dari lama bunting ditambah periode antara kelahiran dan kebuntingan yang lamanya tergantung pada lama periode anoestrus postpartum. Variabel yang diamati meliputi bobot lahir, bobot sapih, jumlah anak sekelahiran, tingkat kematian anak prasapih, dan jarak beranak. Data yang diperoleh digunakan untuk menghitung laju reproduksi induk/indek reproduksi induk (LRI/IRI) dan produktivitas induk (PI). Produktivitas induk adalah perkalian laju reproduksi induk/indeks reproduksi induk dengan rataan bobot sapih, sedangkan laju reproduksi induk/indeks reproduksi induk yaitu rataan jumlah anak hidup sampai disapih per induk per tahun (LRI: LS (1-M)/SB, dimana LS: litter size/jumlah anak sekelahiran, M: kematian anak periode prasapih, dan SB: selang beranak dalam tahun (GATENBY, 1986). HASIL DAN PEMBAHASAN Sistim pemeliharaan sebelum introduksi teknologi Pada umumnya pemeliharaan ternak domba di lokasi pengkajian, dengan sistem dikandangkan, tetapi bentuk kandang masih lemprak (lantai berupa tanah/serasah rumput) dan menyatu dengan rumah. Skala pemeliharaan berkisar antara 3 4 ekor, dan pakan yang diberikan berupa rumput lapang, rumput unggul (rumput Gajah) dan pada musim panen jagung diberikan tebon jagung (dua kali musim panen per tahun). Pakan tambahan yang diberikan yaitu singkong/ ketela pohon segar yang dicacah, namun pemberiannya sedikit sekali dan tidak menentu. Sistem perkawinan induk domba secara alami, tidak ada campur tangan dari peternak karena antara pejantan dan betina dicampur tanpa dilakukan pemisahan, sehingga akan terjadi perkawinan individu/sedarah. Hal ini akan berdampak terhadap rendahnya tingkat produktivitas ternak domba yang ada. Menurut SUBANDRIYO et al. (1994), bahwa rendahnya kualitas ternak dipedesaan disebabkan perkawinan antara individu yang masih dekat hubungan kekerabatannya relatif cukup tinggi dan ada kecenderungan peternak menjual ternak yang kualitasnya baik karena harga jual yang tinggi, sedangkan yang masih ada tentunya tinggal ternak-ternak yang kualitasnya semakin lama semakin menurun. Melihat kondisi tersebut maka diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan ketersediaan bibit ternak domba berkualitas dipedesaan, yaitu diantaranya melalui pendampingan teknologi peningkatan skala usaha 1 : 8, perkandangan, sistem perkawinan, tatalaksana pemeliharaan dan pemberian pakan. SUBANDRIYO (1993), menyatakan bahwa untuk mengatasi terjadinya perkawinan antar individu maka diperlukan introduksi teknologi penambahan skala usaha pemeliharaan betina secara berkelompok dengan pengaturan rotasi pejantan secara teratur. Sehingga kejadian perkawinan sedarah (inbreeding) dapat diantisipasi. Sistim pemeliharaan setelah introduksi teknologi Ternak domba dipelihara dalam kandang panggung dan pakan diberikan tiga kali per hari. Pada induk domba perlakuan TPK, pakan konsentrat diberikan selama empat bulan yaitu dua bulan sebelum beranak dan 2 bulan setelah beranak. Dalam kandang disediakan tabung berisi air garam untuk menambah nafsu makan. Dengan sistem perkawinan all in all out apabila induk domba sudah terlihat kawin maka dipisahkaan dari kelompoknya yang ada pejantannya, sampai induk-induk domba telah 66

kawin semua. Kegiatan pendampingan teknologi terhadap pemeliharaan ternak domba dapat berjalan dengan baik. Pada skala usaha tersebut peternak mampu memelihara dan merasa lebih efisien dalam pengelolaannya (mencari rumput, memberi pakan dan membersihkan kandang), dan hasil produksi anak lebih bisa dinikmati serta pupuk kandang lebih cepat terkumpul. Namun demikian untuk modal awal pengadaan ternak dan kandang masih memerlukan uluran tangan dari pihak pemerintah, karena modal peternak sangat terbatas, mengingat peternak yang memelihara ternak domba pada umumnya petani yang ekonominya masih rendah. Petani ternak domba berharap pemerintah memfasilitasi bantuan ternak secara bergulir lebih banyak lagi kepada petani ternak lainnya atau menggulirkan dana untuk kredit ternak dengan bunga rendah, tetapi tentunya dengan persyaratan yang tidak terlalu berbelit-belit. Hasil keragaan produksi induk domba yang dipelihara mulai tahun 2007 s/d 2010 sudah beranak 4 5 kali (paritas 1 sampai dengan 5), sehingga dalam kurun waktu 4 tahun jumlah induk yang sudah pernah beranak sebanyak 32 40 ekor (Tabel 1), dengan jumlah anak yang dilahirkan 105 ekor, terdiri dari 61 ekor anak dari induk dengan perlakuan tambahan pakan konsentrat (TPK) dan 44 ekor anak dari induk tidak mendapat pakan tambahan konsentrat (NTPK). Apabila dilihat dari jumlah anak yang dilahirkan maka rata-rata peternak mampu menjual hasil ternak keturunannya sebanyak 2,19 ekor per bulan (0,92 1,27 ekor/bulan). Tentunya kondisi yang dihasilkan ini dapat lebih ditingkatkan lagi, apabila peternak dalam memelihara dan merawat ternaknya dilakukan secara sungguh-sungguh, terutama pemberian pakannya terpenuhi dan kesehatan ternak terjaga serta ketepatan dalam mengatur perkawinan induk-induk domba (diharapkan tidak boleh lebih dari 3 bulan semenjak induk domba beranak). Sehingga jarak beranak dapat lebih pendek (8 bulan beranak) dan tingkat kematian anak periode prasapih lebih rendah. Tabel 1. Keragaan dan produktivitas induk Domba Ekor Tipis (DET) selama tahun 2007 s/d 2010, dengan skala usaha pemeliharaan 1 : 8 ditingkat pedesaan Uraian Perlakuan Pejantan yang dipelihara (ekor) 1 1 Induk domba yang dipelihara (ekor) 8 8 Tingkat paritas induk domba beranak (kali) 5 4 Jumlah induk yang pernah beranak (ekor) 40 32 Jumlah anak lahir (ekor) 61 44 TPK NTPK Jumlah anak sekelahiran (ekor) 1,53 1,38 Induk yang pernah beranak kembar (ekor) 21 12 Rataan bobot lahir (kg) Jantan 2,65 2,45 Betina 2,40 2,20 Rataan bobot sapih (kg) Jantan 9,75 7,85 Betina 8,55 7,24 Jarak beranak (bulan) 8,62 9,53 Tingkat kematian anak prasapih (%) 6,65 15,91 Laju reproduksi induk/indek reproduksi induk (ekor anak sapih/induk/tahun) 1,99 1,46 Produktivitas induk (kg/induk/tahun) 18,21 11,02 TPK: Tambahan Pakan Konsentrat; NTPK: Tanpa Pakan Konsentrat 67

SUBANDRIYO (1993), menyatakan tingkat kematian anak prasapih lebih dari 20% dan jarak beranak lebih dari 9 atau 10 bulan sebagai akibat dari kekurangan pakan dan tatalaksana pemeliharaan. Dengan tatalaksana yang baik mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan hidup anak domba yang lahir kembar atau lebih dari dua (TIESNAMURTI et al., 1989). Menurut SETIADI dan PRIYANTO (2003), bahwa dengan memelihara induk domba/kambing sebanyak 8 ekor dan selang beranak 8 bulan, maka peternak dapat memperoleh hasil ternak berkisar antara 1 1,5 ekor per bulan. Jumlah anak sekelahiran (litter size) Hasil kajian menunjukkan bahwa jumlah anak sekelahiran pada kelompok perlakuan TPK sebesar 1,53 ekor dan perlakuan NTPK 1,38 ekor (Tabel 1). Hasil anak sekelahiran DET yang dihasilkan dalam pengkajian ini, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian SUTAMA (1989) yaitu rata-rata 1,5 ekor. Hasil penelitian SUTAMA dan INOUNU (1993), bahwa jumlah anak sekelahiran pada domba yang mempunyai prolifikasi rendah, medium dan tinggi berturut-turut adalah: 1,1 ekor; 1,9 ekor dan 2,3 ekor. Jumlah anak sekelahiran perlakuan TPK dan NTPK, meskipun perbedaannya tidak begitu banyak, namun apabila dilihat dari jumlah induk yang beranak kembar dan juga induk yang pernah beranak kembar antara TPK dan NTPK jauh berbeda yaitu 21 ekor vs 12 ekor dan 40 ekor vs 32 ekor (Tabel 1). Perbedaan ini disebabkan pada perlakuan TPK dari 8 ekor induk-induk domba dalam 4 tahun sudah beranak sampai 5 kali, sedangkan pada perlakuan NTP dari 8 ekor induk domba yang dipelihara baru beranak 4 kali. Hal ini kemungkinan disebabkan kebutuhan nutrisi induk domba pada perlakuan NTPK belum terpenuhi. Hasil penelitian SUTAMA (1989), bahwa ternak domba yang diberi pakan berkualitas tinggi mempunyai tingkat ovulasi dan jumlah anak sekelahiran lebih banyak. Selanjutnya dijelaskan oleh SUTAMA et al. (1988), bahwa dalam usaha meningkatkan ovulasi dan kelahiran kembar dapat dilakukan pemberian perlakuan pakan selama 2 4 minggu sebelum kawin. Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa dengan penambahan pakan konsentrat sebelum dan sesudah beranak berpengaruh positif terhadap peningkatan jumlah anak sekelahiran. Hasil penelitian SETIADI dan SEJATI (1992), menjelaskan bahwa pemberian pakan yang berkualitas baik pada induk domba akan berdampak positif terhadap meningkatnya jumlah anak sekelahiran. Bobot lahir dan bobot sapih Hasil kajian bobot lahir yang diperoleh antara perlakuan TPK dan NTPK yaitu ratarata 2, 68 kg (2,65 kg jantan dan 2,40 kg betina) vs 2,33 kg (2,45 kg jantan dan 2,20 kg betina), sedangkan bobot sapih yang dicapai rata-rata 9,15 kg (9,75 kg jantan dan 8,55 kg betina) vs 7,55 kg (7,85 kg jantan dan 7,24 kg betina), seperti terlihat pada Tabel 1. Hasil pendampingan terlihat bahwa dengan sedikit perbaikan pakan terhadap induk domba diperoleh bobot lahir dan sapih lebih tinggi. Hasil yang diperoleh dalam kajian ini tidak jauh berbeda dari penelitian SUTAMA (1989), yaitu rataan bobot lahir ternak domba 1,8 kg dan bobot sapih 8,2 kg. Hasil penelitian HARYANTO et al. (1997), bahwa bobot sapih Domba Ekor Tipis sebesar 8,20 kg. Namun bobot sapih dari hasil kajian yang didapat masih lebih rendah dari hasil penelitian PUASTUTI dan MATHIUS (2010) yaitu rata-rata 13,84 kg, dengan bobot lahir sebesar 2,92 kg. Jarak beranak Jarak beranak atau selang beranak untuk perlakuan TPK dan NTPK adalah 8,6 bulan vs 9,53 bulan. Hasil yang diperoleh masih lebih panjang dari hasil penelitian HARYANTO et al. (1997) yaitu selang beranak yang dicapai hanya 7,44 bulan. Sehingga perlu pendampingan yang memperhatikan ketepatan perkawinan kembali terhadap induk domba, agar setelah 2 3 bulan beranak dapat segera dikawinkan. Supaya target dalam 8 bulan beranak akan tercapai (SETIADI dan PRIYANTO, 2003). Dijelaskan oleh PUSLITBANG PETERNAKAN (1992), bahwa selang beranak sebesar 8 bulan (5 bulan bunting dan 3 bulan menyusui) cukup baik untuk dilakukan oleh peternak dipedesaan dan untuk mendapatkan selang beranak 8 bulan, maka induk-induk 68

mulai dikawinkan antara 2 3 bulan setelah beranak. Tatalaksana pemeliharaan yang lebih maju dengan pemberian pakan yang cukup jumlahnya dan baik mutunya, maka induk domba dalam 2 tahun dapat beranak 3 kali (BLAKELY dan BADE, 1998). Kematian anak periode prasapih Tingkat kematian anak periode prasapih pada perlakuan TPK dan NTPK adalah 6,56% dan 15,91%. Tingkat kematian anak pada perlakuan NTPK masih cukup tinggi, sedangkan pada perlakuan TPK bisa ditekan. Tingginya kematian anak prasapih perlakuan NTPK banyak terjadi pada tahun-tahun pertama dan ini lebih disebabkan karena penyakit kembung dan kemungkinan anak kurang air susu setelah dilahirkan, sehingga diduga anak mengalami kekurangan kolostrum pada beberapa jam pertama setelah dilahirkan. Rendahnya konsumsi kolostrum selama 9 jam pertama setelah kelahiran menurunkan immunoglobin dan pada akhirnya meningkatkan angka kematian anak (PUTU, 1998). Tingkat kematian anak DET umur 0 3 bulan sebesar 13,3% (SUTAMA, 1989). Hasil penelitian SUTAMA et al. (2000), tingkat kematian anak prasapih bisa mencapai 23,7%, dan ADIATI et al. (2001) melaporkan bahwa kematian anak prasapih pada kambing Peranakan Etawah bisa lebih tinggi yaitu mencapai 28,57%. Sedangkan hasil penelitian PUASTUTI dan MATHIUS (2010), kematian anak domba prasapih lebih rendah yaitu 10%. Produktivitas induk domba Keragaan produksi induk Domba Ekor Tipis, untuk perlakuan TPK memperlihatkan rataan jumlah anak sekelahiran 1,53 ekor, tingkat kematian anak prasapih 6,56% dan selang beranak 8,62 bulan. Laju reproduksi induk berdasarkan komponen tersebut dapat dihitung 1,99 ekor/induk/tahun dan apabila rataan bobot sapih anak sebesar 9,15 kg, maka produktivitas induk domba mencapai 18,21 kg/induk/tahun. Sedangkan perlakuan NTPK rataan jumlah anak sekelahiran 1,38 ekor, tingkat kematian anak prasapih 15,91% dan selang beranak 9,53 bulan, maka laju reproduksi induk sebesar 1,46 ekor/induk/ tahun dan apabila rataan bobot sapih anak sebesar 7,55 kg, maka produktivitas induk domba mencapai 11,02 kg/induk/tahun. Hasil produktivitas induk yang diperoleh pada perlakuan TPK lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian HARYANTO et al. (1997) yaitu 16,24 kg/induk/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa nilai/angka kuantitatif keragaan induk untuk perlakuan TPK terlihat lebih baik dibandingkan perlakuan NTPK. Keadaan tersebut akibat lebih tingginya jumlah anak sekelahiran, selang beranak lebih pendek, angka kematian lebih rendah dan bobot sapih anak yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas induk domba, dianjurkan untuk dapat meningkatkan komponen laju reproduksi induk dan bobot sapih anak melalui peningkatan kualitas pakan dan tatalaksana pemeliharaan yang baik, serta lebih baik lagi apabila diiringi dengan melaksanakan seleksi bibit. KESIMPULAN Hasil kegiatan pengkajian dapat disimpulkan bahwa dengan perlakuan tambahan pakan konsentrat pada induk dua bulan sebelum dan sesudah beranak dapat meningkatkan produktivitas ternak (18,21 kg/ induk/tahun). Disamping itu, teknologi yang diintroduksikan ke peternak dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA ADIATI, U., HASTONO, I K. SUTAMA, D. YULISTIANI dan I G. BUDIARSANA. 2001. Pemberian konsentrat dengan level protein yang berbeda pada induk kambing PE selama bunting tua dan laktasi. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 18 September 2001. Puslitbang Peternakan. hlm. 247 255. BLAKELY, J. dan D.H. BADE. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi IV. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. DIWYANTO, K., A. PRIYANTI, B. SETIADI, I. SANTOSO, E.L. TARUAN, M.T. RAJAGUKGUK dan I. SEMBIRING. 1995. Laporan model pengembangan peternakan rakyat terpadu berorientasi agribisnis: Komoditas ternak kambing. Direktorat Jenderal Peternakan bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak, Bogor. 69

GATENBY, R.M. 1986. Sheep Production in the Tropic and Sub Tropic Agricultural Series. Longman, London and New York. HARDJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Grasindo, Jakarta. HARYANTO, B., I. INOUNU, dan I.K. SUTAMA. 1997. Ketersediaan dan kebutuhan teknologi produksi kambing dan domba. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7 8 Januari 1997. Puslitbang Peternakan, Bogor. KNIPSCHEER, H.C., J. DE BOER and T.D. SOEDJANA. 1983. The Economic Role of Sheep and Goat in West Java. Bull. Indones. Econ. Stud. XIX(3): 74. PUASTUTI, W. dan I.W. MATHIUS. 2010. Protein tahan degradasi rumen untuk domba bunting dan laktasi: Respon pertumbuhan anak prasapih. Pros. Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 3 4 Agustus 2010. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 487 491. PUSLITBANG PETERNAKAN. 1992. Penelitian Pengembangan Peternakan di Daerah Padat Penduduk (Jawa). Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional, bekerjasama dengan Puslitbang Peternakan, Bogor. PUTU, I.G. 1998. Peran sifat keindukan terhadap penurunan angka kematian anak domba segera setelah kelahiran. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 19 November 1997. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 54 62. SETIADI, B. dan W.K. SEJATI. 1992. Peningkatan produktivitas domba melalui seleksi genetik dan prolifikasi. Warta Libang Pertanian. hlm. 437 456. SETIADI, B. dan D. PRIYANTO. 2003. Alternatif konsep perbibitan dan pengembangan usahaternak kambing. Saresehan Petani ternak kambing dan prospek agribisnis peternakan, Bengkulu. SUBANDRIYO. 1993. Pemanfaatan efisiensi reproduksi melalui program pemuliaan domba: Strategi pada pusat pembibitan dan pemanfaatannya pada kelompok petani peternak. Wartazoa 3(1): 11 17. SUBANDRIYO, B. SETIADI dan K. DIWYANTO. 1994. Hasil penelitian pemuliaan ternak domba SR- CRSP dan aplikasinya untuk wilayah padat penduduk di Jawa; Suatu Konsep. Pros. Pertemuan Nasional Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Sub Balinak Klepu. SUTAMA, I.K., T.N. EDEY and I.C. FLETCHER. 1988. Studies on Reproduction in Javanese Thin Tail Ewes. Aust. J. Agric. Res. 39: 703 711. SUTAMA, I.K. 1989. Pengaruh tingkat pemberian pakan terhadap performans reproduksi domba ekor tipis. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Cisarua, Bogor, 8 10 November 1988. Ruminansia Kecil. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 54 62. SUTAMA, I. K. dan I. INOUNU. 1993. Tingkah laku beranak pada domba Jawa dengan galur prolifikasi yang berbeda. Ilmu dan Peternakan. 8: 15 18. SUTAMA, I.K., R. DHARSANA, B. SETIADI, U. ADIATI, R.S.G. SIANTURI dan I-G.M. BUDIARSANA. 2000. Respon fisiologis dan produktivitas kambing PE yang dikawinkan dengan kambing Saanen. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 18 Oktober 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 224 235. TIESNAMURTI, B., I. INOUNU., G.E. BRADFORD dan B. SETIADI. 1989. Uji genetik kesuburan ternak domba ekor tipis. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Cisarua, Bogor, 8 10 November 1988. Jilid II. Ruminansia Kecil. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm 36 44. VINK, G.J. 1984. Dasar-dasar Usahatani di Indonesia. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Pertanyaan: DISKUSI Mengapa mengintroduksikan domba didaerah sapi, tidakkah berbahaya? Jawaban: Sapi yang tidak dapat dipelihara dekat domba adalah sapi Bali karena dikhawatirkan membawa penyakit ingus ganas MCF. Sedangkan sapi yang dipelihara di Kabupaten Boyolali adalah sapi FH, aman untuk penyakit ini. 70

71