PENGARUH BENTUK RUANG DAN ELEMEN ARSITEKTURAL TERHADAP KUALITAS SU AR A P AD A FUNGSI PIDATO PADA RUANG AUDITORIUM GIRI SAS AN A WIK AS ATRIAN BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP AKUSTIK STUDI KASUS: RUANG AUDITORIUM MULTIFUNGSI GEDUNG P1 DAN P2 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TAKE HOME TEST TF 3204 AKUSTIK EVALUASI KONDISI AKUSTIK RUANG KULIAH 9212 GEDUNG KULIAH UMUM ITB

Penilaian Karakteristik Akustik Bangunan. Masjid Salman ITB

Kekerasan (loudness) yang cukup Kekerasan menjadi masalah karena ukuran ruang yang besar Energi yang hilang saat perambatan bunyi karena penyerapan da

Ujian Tengah Semester. Akustik TF Studi Analisis Kualitas Akustik Pada Masjid Salman ITB

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS

Evaluasi kinerja Akustik dari Ruang Kedap Suara pada Laboratorium Rekayasa Akustik dan Fisika Bangunan Teknik Fisika -ITS

STUDI KELAYAKAN AKUSTIK PADA RUANGAN SERBA GUNA YANG TERLETAK DI JALAN ELANG NO 17. Disusun Oleh: Wymmar

ANALISIS GANGGUAN BISING JALAN GANESHA TERHADAP AKUSTIK RUANGAN UTAMA MASJID SALMAN ITB

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

UJIAN TENGAH SEMESTER TF3204 AKUSTIK

AKUSTIKA RUANG KULIAH RUANG SEMINAR 5 LANTAI 4 TEKNIK FISIKA. Dani Ridwanulloh

PENERAPAN SISTEM AKUSTIK PADA RUANG AUDITORIUM BALAI SIDANG DI SURAKARTA

Evaluasi Subjektif Kondisi Akustik Ruangan Utama Gedung Merdeka

BAB I PENDAHULUAN. 1 Leslie L.Doelle dan L. Prasetio, Akustik Lingkungan, 1993, hlm. 91

Ujian Tengah Semester - Desain Akustik Ruang AULA BARAT INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Kondisi akustik ruangan 9231 GKU Timur ITB

Analisis Kualitatif Ruang Kuliah TVST B dan TVST A

RUANGAN 9231 GKU TIMUR ITB

Desain Akustik Ruang Kelas Mengacu Pada Konsep Bangunan Hijau

PERANCANGAN AKUSTIK RUANG MULTIFUNGSI PADA TEATER A ITS DENGAN DESAIN MODULAR

Analisis Kebocoran Bunyi pada Ruang Mini Pengukuran Transmission Loss pada Pita 1/3 Oktaf Dengan Menggunakan Sound Mapping

UTS Akustik (TF-3204) Dosen : Joko sarwono. Kriteria Akustik Gedung Serba Guna Salman ITB

TF4041- TOPIK KHUSUS A

LAPORAN PENELITIAN AKUSTIK RUANG 9311 ditujukan untuk memenuhi nilai UTS mata kuliah TF3204 Akustik. Oleh : Muhammad Andhito Sarianto

Persepsi Visual Audience pada Penataan Interior Auditorium

BAB II PARAMETER PARAMETER AKUSTIK RUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penilaian Kondisi Akustik Ruangan TVST B pada Gedung TVST ITB Secara Subjektif

ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR BERVENTILASI ALAMI DI TEPI JALAN RAYA. Oleh :

THE INFLUENCE OF FORM AND MATERIALS ON THE PROPER ACOUSTIC FUNCTION OF THEATRICAL PERFORMANCES AND MUSIC CONCERTS AT GEDUNG KESENIAN IN JAKARTA

UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK AKUSTIK RUANG PADA GEDUNG INDOOR DAGO TEA HOUSE BANDUNG OLEH: NAMA : SITI WINNY ADYA M NIM:

PENGARUH BENTUK PLAFON TERHADAP WAKTU DENGUNG (REVERBERATION TIME)

Evaluasi Kondisi Akustik di Gedung Konferensi Asia Afrika

STUDI SUBJEKTIF KELAYAKAN GEDUNG KESENIAN DAN KEBUDAYAAN RUMENTANG SIANG BANDUNG DARI SEGI AKUSTIK

Keadaan Akustik Ruang TVST 82

TAKE HOME TEST AKUSTIK TF MASJID dan AKUSTIK RUANG

REDESAIN INTERIOR GEDUNG SENI PERTUNJUKAN CAK DURASIM SURABAYA BERDASARKAN AKUSTIK RUANGAN

LATAR BELAKANG UTS TF AKUSTIK [NARENDRA PRATAKSITA ]

Penilaian Subjektif Kondisi Akustik di Nusa Indah Theatre, Balai Kartini, Jakarta

Pengukuran Transmission Loss (TL) dan Sound Transmission Class (STC) pada Suatu Sampel Uji

Kondisi Akustik TVST B

ANALISA AKUSTIK RUANG KULIAH 9222 GKU TIMUR ITB UTS TF 3204-AKUSTIK. Disusun Oleh: Suksmandhira H ( )

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan sebuah ruang untuk lebih dari satu fungsi akustik sudah menjadi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Nama : Beni Kusuma Atmaja NIM : Kelas : 02 Topik : Ruang Konser

UTS TF-3204 AKUSTIK ANALISIS KARAKTERISTIK AKUSTIK GEDUNG AULA BARAT ITB. Oleh. Vebi Gustian

Alexander Christian Nugroho

ANALISIS PENGARUH PEMASANGAN ABSORBER DAN DIFFUSOR TERHADAP KINERJA AKUSTIK PADA DINDING AUDITORIUM (KU )

BAB V HASIL RANCANGAN

PENGARUH LAY OUT BANGUNAN DAN JENIS MATERIAL SERAP PADA KINERJA AKUSTIK RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA TITI AYU PAWESTRI

Evaluasi Kinerja Akustik Dari Ruang Kedap Suara Pada Laboratorium Rekayasa Akustik Dan Fisika Bangunan Teknik Fisika ITS

MAKALAH EVALUASI KONDISI AKUSTIK RUANG GEDUNG KESENIAN RUMENTANG SIANG

DESAIN AKUSTIK RUANG KELAS MENGACU PADA KONSEP BANGUNAN HIJAU

AKUSTIKA RUANG KULIAH

[ANALISIS JUDGMENT SUBJEKTIF KUALITAS AKUSTIK GEDUNG TEATER TERTUTUP DAGO TEA HOUSE]

UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK (TAKE HOME TEST ) Kondisi Akustik Ruang Kuliah ITB Oktagon 9026

OPTIMASI MATERIAL AKUSTIK UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BUNYI PADA RUANG AUDITORIUM MULTI-FUNGSI

Optimalisasi Kenyamanan Akustik Ruang pada JX International Surabaya

Akustik ruang tertutup mempunyai berbagai permasalahan yang kompleks, perambatan dan sifat bunyi dalam ruang tertutup lebih sulit daripada ruang

BAB V KAJIAN TEORI. yang dipadukan dengan sentuhan arsitektur modern yang. dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara alam, bangunan, dan

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3892

APLIKASI VARIABEL PENYERAP BUNYI SEDERHANA UNTUK WAKTU DENGUNG FREKUENSI MENENGAH ATAS PADA AUDITORIUM FAKULTAS KEDOKTERAN UGM

PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN AKUSTIKA RUANG DALAM PADA PERANCANGAN AUDITORIUM MONO-FUNGSI, SIDOARJO - JAWA TIMUR

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi UTS TF 3204 Akustik) Khanestyo

PENILAIAN KUALITATIF KONDISI AKUSTIK RUANG KONFERENSI ASIA AFRIKA

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Candra Budi S : Andi Rahmadiansah, ST. MT Pembimbing II : Dyah Sawitri. ST. MT


Gambar 1. Ruang 9231 (sumber: kamera penulis)

MAKALAH UNTUK MEMENUHI NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH TF-3204 AKUSTIK

Perancangan Tata Suara Balairung Utama Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

TINGKAT REDAM BUNYI SUATU BAHAN (TRIPLEK, GYPSUM DAN STYROFOAM)

UTS TF3204 Akustik. Gedung Gajah, Dago Tea House. Studi Akustik Sederhana Sebuah Ruangan. Program Studi Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung

Akustik. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN :

Take Home Test Akustik TF3204 Laporan Kondisi Ruangan Aula Barat ITB

Pengamatan Subjektif Parameter Akustik Ruang Latihan Orkestra Bumi Siliwangi

BAB IV TINJAUAN KHUSUS

BAB V KAJIAN TEORI. Tema desain yang digunakan pada proyek Komples Wisata Budaya di Kota

BAB V METODOLOGI DAN ALAT PENGUKURAN

DINDING PEREDAM SUARA BERBAHAN DAMEN DAN SERABUT KELAPA

PERANCANGAN BARRIER UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KEBISINGAN PADA JALUR REL KERETA API DI JALAN AMBENGAN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE NOMOGRAPH

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-144

Laporan Penilaian Subjektif Akustik Ruangan Gedung TVST B ITB

Desain Plafon pada Auditorium Gedung Kesenian Jakarta

ABSTRAK. 1 Stella Mailoa, Bravacassa Indonesia

UJIAN TENGAH SEMESTER TF-3204 AKUSTIK

Classroom Acoustics. Topik Khusus A Dosen R. Sugeng Joko Sarwono. Sylvester Chrisander

METODE PENELITIAN. A. Bahan dan Materi Penelitian. Dikarenakan objek studi masih dalam rupa desain prarancangan maka bahan

RADIO SHOW DI MANOKWARI PAPUA BARAT Kualitas Kenyamanan Termal, Akustik dan Pencahayaan Dengan Aplikasi Arsitektur Rumah Kaki Seribu DAFTAR ISI

Penilaian Akustika Ruang Kuliah TVST B Institut Teknologi Bandung

Kata kunci: Transmission Loss

PERANCANGAN ULANG RUANG AULA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO DARI SEGI AKUSTIK

PENGARUH JUMLAH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK

EVALUASI KONDISI AKUSTIK BANGUNAN KOST STUDI KASUS KOST DI JALAN CISITU LAMA NO. 95/152C

BAB 5 HASIL RANCANGAN

BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Penyerapan Bunyi

PEMBUATAN ALAT UKUR DAYA ISOLASI BAHAN

PENGARUH PEMASANGAN ABSORBER DI LANGIT-LANGIT TERHADAP PERFORMANSI AKUSTIK DI RUANG RAPAT P213 GEDUNG P UNIVERSITAS TELKOM

Transkripsi:

PENGARUH BENTUK RUANG DAN ELEMEN ARSITEKTURAL TERHADAP KUALITAS SU AR A P AD A FUNGSI PIDATO PADA RUANG AUDITORIUM GIRI SAS AN A WIK AS ATRIAN BOGOR Mahasiswi S1 Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan Sebuah ruang tetap membutuhkan desain yang spesifik untuk dapat mengakomodasi fungsi di dalamnya secara maksimal, terutama pada ruang auditorium. Perancangan akustik ruang yang tepat sangatlah dibutuhkan. Setiap aktivitas tersebut memiliki kriterianya sendiri untuk dapat mengoptimalkan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Auditorium Giri Sasasana di Wikasatrian memiliki bentuk organik dengan elemen arsitektural yang tidak ada pada auditorium pidato lainnya. Penelitian ini akan dikaji dari aspek bentuk dan elemen arsitektural untuk dapat mengetahui tingkat kenyamanan serta nilai fungsional dari penerapan aspek-aspek tersebut. Melalui penelitian ini akan diketahui apakah sebuah ruang akustik dengan fungsi khusus dapat diakomodasi dengan baik oleh sebuah ruangan dengan bentuk dan elemen arsitektural yang organik. Penelitian ini dilakukan dengan metode evaluasi paskahuni dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Diawali dengan observasi objek studi, wawancara dengan pihak pengelola dan arsitek, pengukuran langsung di lapangan simulasi pantulan suara dengan sketsa. Dalam proses analisa, digambarkan pengaruh bentuk ruang dan elemen arsitektural terhadap arah dan kualitas pemantulan suara serta pengaruhnya terhadap kelayakan akustik pada ruang auditorium pidato, yaitu tingkat kekerasan suara, distribusi suara, waktu dengung, cacat akustik dan pengendalian bising. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk dan elemen arsitektural pada ruang akustik pidato tidak menunjang kualitas akustik pada ruangan, bahkan cenderung menimbulkan masalah, yaitu penyebaran suara yang masih kurang pada beberapa titik dan waktu dengung yang berlebihan sehingga suara pidato pada ruang auditorium Giri Sasana menjadi mengalun dan tidak jelas, sehingga materi pidato yang ingin disampaikan tidak dapat tersampaikan dengan baik. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bidang pantul yang lebih mengarahkan serta menambahkan material-material penyerap bunyi pada bagian ruangan yang tidak efektif untuk memantulkan bunyi Kata-kata kunci : Akustik ruang Pidato, Bentuk Ruang, Elemen Arsitektural, Bentuk Organik THE EFFECTS OF FORM AND ARCHITECTURAL ELEMENT IN ACHIEVING ACOUSTIC FEASIBILITY FOR SPEECH AT GIRI SASANA WIKASATRIAN BOGOR In the aspect of functionality, a space still requires a specific design to accommodate particular function optimally, especially for auditorium. Specific design for acoustic space is required. Each of these activities has its own criteria in order to optimize the activities that take place in it.

Giri Sasana Auditorium in Wikasatrian have organic shapes with unusual architectural elements that s unique of it s kind. This study will be examined from the aspect of form and architectural elements to be able to determine the level of comfort as well as functional value of the implementation of these aspects. Through this research it will be known whether an acoustic space with special functions can be accommodated properly by a room with forms and architectural elements that are organic. This research was conducted with the post-occupied evaluation method with qualitative and quantitative approaches that started with the object of observation studies, interviews with the manager and architect, direct measurements in the field and sound-ray diagram simulation with sketches. The analysis process shows the influence of form and architectural element on the feasibility of acoustics in the auditorium of the speech, through the directions and qualities of sound reflections that affect the loudness, sound distribution, reverberation time, and noise control defect. The results showed that the shape and architectural elements in this room did not support the quality of acoustics in the room, and even tend to cause problem. A recurring problem is the spread of the sound is still lacking at some point and excessive reverberation time so that the sound of speech in Giri Sasana became heave and unclear, so that the material to be conveyed speech can not be conveyed properly. This can be overcome by the addition of a more direct reflection fields and adding sound-absorbing materials in the room that was not effective to reflect sound Key words: Acoustics Speech room, Shape Space, Architectural Elements, Organic Shapes 1. Pendahuluan Sebuah ruangan memiliki kriteria yang berbeda-beda untuk setiap jenis aktivitas. Rancangan sebuah ruang harus spesifik dan sesuai dengan fungsinya untuk dapat menunjang aktivitas yang dilakukan. Hal yang sama terjadi pada ruang akustik. Ruang akustik dengan fungsi seminar, atau digolongkan pada ruang akustik pidato memiliki kriteria yang berbeda dengan ruang akustik yang didesain untuk konser ataupun bioskop. Kriteria khusus ini harus diikuti dan dirancang dengan baik agar materi seminar dapat tersampaikan dengan baik dan peserta dapat mengikuti aktivitas dengan efektif. Dengan semakin majunya teknologi dan pengetahuan mempengaruhi kemajuan di bidang arsitektur dan konstruksi. Perancangan dan pembangunan menjadi semakin mudah sehingga bentuk-bentuk yang dihasilkan menjadi semakin organik. Wikasatrian merupakan sebuah pusat pelatihan kepemimpinan di Bogor dengan bangunan yang unik. Fungsinya yang berupa pusat pelatihan kepemimpinan sangat memperhatikan aspek psikologis pesertanya. Konsep yang diterapkan pada ruangan auditorium Giri Sasana berfokus pada kenyamanan peserta seminar secara psikologis dan estetis sehingga terdapat banyak bentuk, material, dan elemen arsitektural pada bangunan yang tidak umum. Konsep utamanya adalah membina sebuah tempat latihan kepemimpinan dengan mengangkat nilai-nilai lokal. Sehingga tema yang diambil pada bangunan ini adalah gunung sebagai identitas Indonesia yaitu negara yang dilewati gunung merapi pada terbanyak didunia. Tema ini diterapkan pada 2 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor

bentuk bangunan organik dengan tatanan yang semakin keatas semakin mengecil seperti layaknya sebuah gunung. Selain itu nuansa tradisional yang ingin diciptakan pada ruang ini, diterjemahkan dalam penggunaan material lantai dan furnitur pada interior ruang yang menggunakan kayu. Penitik beratan dalam perancangan bentuk ruang serta konsep yang diterapkan seringkali menjadikan kebutuhan yang bersifat teknis terabaikan yang mengakibatkan suara pada ruang auditorium Giri Sasana terasa mengalun pada beberapa area tertentu padahal seharusnya pada fungsi pidato, suara harus dapat didengar dengan sangat jelas hingga materi yang ingin disampaikan dapat tersampaikan secara optimal. Pada dasarnya aspek fungsional dari sebuah ruang akustiklah yang harus diutamakan. Kesempurnaan suara yang didengar sangat bergantung oleh persyaratan rancangan ruang auditorium pidato. Oleh karena itu sebuah ruang akustik harus dirancang dengan seksama sesuai dengan aktivitas yang berlangsung. Penelitian mengenai pengaruh bentuk ruangan dan elemen arsitektural dari pantulan suaranya dilakukan untuk mengetahui apakah ruangan ini dapat mengakomodasi kebutuhan fungsi pidato dengan baik. Penelitian akan dilakukan dengan metoda evaluasi paskahuni untuk dapat melihat, mengamati dan mengevaluasi mutu bangunan, terkait dengan kualitas dan tingkat kenyamanan audial pada ruang auditorium Giri Sasana. Data akan diperoleh dari: (1) metode kuantitatif yaitu Sound Level Meter dan perhitungan waktu dengung dengan menghitung dimensi ruang dan (2) Metode kualitatif berupa observasi mengenai bentuk ruang, elemen arsitektural, material, dan didukung oleh wawancara pada pengelola dan pembagian kuesioner kepada peserta seminar. Berdasarkan teori akustik Leslie M. Doelle, sebuah ruang akustik harus memenuhi 5 point kelayakan akustik yang terdiri dari (1) tingkat kekerasan suara yang cukup, (2) distribusi suara yang merata, (3) pengendalian waktu dengung (4) pengendalian cacat akustik (5) Pengendalian bising dan getaran. Adapun halhal ini sangat dipengaruhi oleh bentuk ruangan dan elemen-elemen arsitekturalnya yang dikaji melalui teori bentuk D.K. Ching yang dapat diaplikasikan dalam bentuk ruang akustik, yaitu (1) bentuk dasar, (2) dimensi ruang dan (3) Tekstur. Untuk memudahkan penelitian sebuah ruangan dibagi menjadi 3 bgaian, yaitu lantai, dinding dan plafon yang juga merupakan bagian dari teori bentuk D.K. Ching. Kemudian, hal ini menyesuaikan peraturan akustik yang lebih spesifik sesuai fungsinya, yaitu fungsi pidato Hal yang harus menjadi prioritas utama adalah inteligibilitas pembicaraan yang baik. Nilai Indeks artikulasi suara harus di atas rata rata (lebih dari 0,7), (2) Jejak gelombang bunyi harus sependek mungkin sehingga dibutuhkan ruang yang rigkas dan kompak, dengan jarak yang pendek antara pembicara dengan pendengarnya, (3) Tempat duduk harus diatur sedemikian rupa, sehingga berada dalam sudut sekitar 140 o dari posisi pembicara, (4) Tuntutan waktu dengung harus relatif pendek agar kejelasan kata-kata akan makin baik (dan nilai indeks artikulasi suara akan meningkat), (5) Distribusi suara langsung (direct sounds) dan pemantulan suara awal/yang pertama (first orfer reflections) adalah hal yang paling penting untuk diadakan dan diperatikan. Pemantulan suara awal secara langsung akan menyumbang tingkat kekerasan suara dan meningkatkan inteligibilitas pembicaraan dala ruangan, sedangkan pemantulan yang berulangulang akan sangat merugikan. (6) Pada auditorium untuk pidato, idealnya seluruh MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL 2016-2017 3

refleksi suara langsung yang berasal dari bidang reflektor (yaitu bidang plafon dan dinding-dinding), harus tiba pada telinga masing-masing audience dengan sebaik mungkin. (7) Lapisan permukaan ruang yang dapat mengakibatkan pemantulan dengan waktu tunda yang panjang (yang dapat berpoteksi merusak inteligibilitas pembicaraan), harus dilapisi dengan material pengabsorbsi suara. (8) Jika jarak antara audience dan sumber suara lebih dari 8 meter, intensitas suara langsung (direct sounds) tidak akan memuaskan untuk didengar, jadi rekayasa untuk memperoleh penambahan kekerasan suara melalui refleksi suara dari permukaan bidang-bidang interior ruang sangat diperlukan untuk mencapai tingkat kekerasan suara yang optimum. maka jejak gelombang bunyi secara langsung idealnya harus sependek mungkin. Rancangan ruang pidato membutuhkan suatu ruang yang kompak, dengan jarak jangkauan yang pendek antara pembicara (sumber suara) dengan pendengarnya. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan menatur hal-hal berikut ini: (1) Nilai volume/tempat duduk diupayakan untuk diambil dalam nilai yang terkecil/nilai minimum. (2) Mengupayakan efek pemantulan bunyi dengan waktu tunda yang singkat (dengan waktu 30 milisekon). (3) Mengatur penempatan tempat duduk dari audience sedemikian rupa dalam sudut ideal 140 o (Sehubungan dengan sifat keterarahan bunyi, terutama untuk frekuensi rendah). (4) Lapisan material akustik yang nantinya akan digunakan dalam interior ruangan harus memiliki karakteristik penyerapan suara yang merata, yaitu di antara rentang frekuensi rendah hingga tinggi (200 8.000 Hz). (5) Melakukan upaya untuk pengendalian bising adalah sangat penting untuk dilakukan karena bila perbandingan intensitas suara antara sumber suara/pembicara dengan suara yang dapat didengar oleh audience menjadi sangat dekat, inteligibilitas suara akan menjadi buruk. (6) Inteligibilitas suara juga sangat ditentukan oleh tingkatan speech power (kekuatan dari energi suara pembicaraan per satuan waktu). Makin tinggi tingkat persentase speech power (artinya, makin lantang juga suara/pidato dari sumber suara), persentase nilai inteligibilitas suaranya (speech intelligibility) juga akan makin meningkat 2. Pengaruh Bentuk Ruang terhadap Fungsi Pidato 1.1.1 Lantai ruang Auditorium Giri Sasana yang menjadi bagian gedung Giri Wijaya secara umum memiliki bentuk dasar denah kipas, atau yang biasa disebut dengan bentuk fan atau dengan ketiga sisi dindingnya dirancang membentuk cekung. 4 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor

Gambar 5. 1 Bentuk Denah Kipas yang dianjurkan dan yang diterapkan pada Denah Ruang Auditorium Giri Sasana Pada gambar 5.1, dapat dilihat bahwa bentuk denah ruang auditorium Giri Sasana telah mengadopsi bentuk dasar yang dinilai efektif untuk fungsi pidato. Namun, bentuk ini dimodifikasi dengan membentuk dinding-dinding luarnya berbentuk organik (garis merah). Penambahan bentuk ini secara tidak langsung menambahkan luas ruang yang cukup signifikan yang dapat mempengaruhi waktu dengung ruang (arsir merah). 1.1.2 Dinding Dinding merupakan bidang dengan luas permukaan terluas yang melingkupi ruang sehingga pengaruhnya pada pemantulan suarapun besar. Pada ruang Giri Sasana, bentuk dinding dirancang dengan bentuk cekung untuk menghilangkan sifat kekakuan dari bentuk-bentuk geometris. Untuk mempermudah proses analisa, dinding pada ruangan ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu dinding belakang, dalam dan luar. Dinding Dinding Luar Dinding Gambar 2. 1 Dinding pada ruang auditorium Giri Sasana 1. Dinding Belakang Dinding Belakang membentuk cekung dengan diameter yang besar. Hal ini berpotensi menyebabkan terjadinya cacat akustik berupa pemusatan bunyi, atau hot spot. MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL 2016-2017 5

Gambar 5. 2 Pantulan Dinding Belakang Pada gambar 5.7, dapat dilihat bahwa pantulan pada dinding belakang menimbulkan adanya cacat akustik berupa pemusatan bunyi. 2. Dinding Dalam Gambar 5. 3 Pantulan pada Dinding Dalam Jika garis berkas suara ditarik hingga sampai pada jarak tertentu, garis suara 2 garis suara akan bertemu dan menimbulkan cacat akustik berupa pemusatan bunyi pada titik tersebut. 3. Dinding Luar Dinding luar merupakan dinding yang berbatasan membentuk kurva yang berlapis-lapis dan mengecil pada bagian atas. Gambar 5. 4 Potongan Ruang Giri Sasana 6 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor

Gambar 5. 5 Skema Pantulan Dinding Luar bentuk dinding pada denah menyatakan adanya potensi cacat akustik. Namun skema pantulan dinding ini berbeda-beda setiap lapis dikarenakan bentuknya yang berundak serta tidak beraturan. Pada dinding luar bagian sebelah kanan panggung, terdapat beberapa titik yang berpotensi cacat akustik, seperti pada titik A, dan B. Namun, adanya dinding pembatas antara area peserta dan area darurat juga membantu mengahalangi garis suara pantulan pada titik A dan B bertemu. Pada dinding luar bagian sebelah kiri panggung, pemantulanpemantulan yang dihasilkan sama sekali tidak mengarah pada area peserta, sehingga dapat dikatakan bahwa pemantulan pada area ini tidak efektif. 1.1.3 Plafon Terdapat dua tipe plafon pada ruangan ini, yaitu plafon biasa dan plafon gunungan. Plafon gunungan terletak pada bagian tengah ruangan. Pada rauang akustik pidato, sebaiknya tinggi plafon tidak terlalu tinggi. Namun pada ruangan ini, tinggi plafon tertinggi mencapai lebih dari 10m, terutama di bagian tengah ruangan, tepat dibawah gunungan. Plafon yang terlalu tinggi ini dapat 2.1 Pengaruh Elemen Arsitektural terhadap Fungsi Pidato Tekstur pada ruang akustik dapat dibagi menjadi material dan elemen-elemen arsitektural yang berada di dalamnya. Material yang digunakan di dalam ruangan memiliki pengaruh yang besar pada ruangan, terutama pada pantulan dan penyerapan suara serta waktu dengung ruang. MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL 2016-2017 7

1.1.4 Lantai Gambar 5. 6 Elemen Arsitektural Ruang Kenyamanan visual juga perlu diperhatikan sehingga kantai dirancang berundak, diatur semakin belakang semakin tinggi agar pengelihatan satu dengan yang lain tidak terhalangi oleh peserta yang duduk di depannya. Hal ini penting karena kejelasan artikulasi suara juga berpengaruh pada aspek visual. Undakan pada ruangan ini masing-masing setinggi 45cm. Namun, melalui analisis C-Value 1, dapat diketahui bahwa kenyamanan visual pada ruangan ini masih belum tercapai, terutama pada barisan ke-6 dan ke-7. Gambar 5. 7 Analisa C-Value Pada baris ke-1 hingga baris ke-5, peninggian undakan sudah sesuai, bahkan berlebihan. Namun Pada baris ke-6 dan ke-7, garis ini tidak melebihi yang dapat menyebabkan peserta pada baris ke-6 dan ke-7 tidak bisa melihat kearah pembicara dengan jelas karena terhalangi oleh peserta di depannya. 1.1.5 Dinding 1. Dinding Belakang Dinding Belakang berbentuk kurva dengan salah satu bagian pada dindingnya dijadikan kaca yang membatasi ruang auditorium dengan ruang kontrol. 8 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor

Gambar 5. 8 Pantulan pada dinding belakang Gambar 5. 9 Pantulan Kaca Ruang FOH Bentuk dinding belakang berpotensi menyebabkan cacat akustik. Material yang digunakan pada dinding ini merupakan material penyerap bunyi berupa busa yang dilapisi gypsum dan HPL. Walaupun bagian dalamnya mengunakan material penyerap bunyi, material pelapisnya yaitu HPL memiliki tekstur halus yang memantulkan bunyi dan dinding ruang FOH yang menggunakan material kaca, keduanya berpotensi menimbulkan cacat akustik. 2. Dinding Dalam Dinding dalam pada ruangan ini dipenuhi oleh panel-panel arsitektural berukuran setinggi ruangan. Material yang digunakan untuk melapisi panel-panel ini sama dengan material yang digunakan pada dinding belakang. Lapisannya terdiri dari rangka kayu yang rongganya diisi busa, dan dilapisi oleh gypsum dan HPL bertekstur halus. Gambar 5. 10 Pantulan pada Panel MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL 2016-2017 9

Selain sebagai elemen dekorasi, panel ini bertujuan untuk menghindari kebocoran bising dari luar ke dalam ruangan dan mencegah kebisingan dari dalam menembus keluar karena dinding ini berbatasan dengan ruang lain. 3. Dinding Luar Terdapat 2 elemen pada sirip-sirip horizontal pada ruangan ini yang mempengaruhi arah pantulan suara, yaitu sirip beton dengan dan kaca dengan material pemantul. Pantulan yang terkena sirip horizontal lebih tidak efektif jika dibandingkan dengan pantulan pada kaca. Hal ini disebabkan karena pantulannya mengarah ke bawah, bukan ke area peserta. Kolom baja melengkung sebagai elemen vertikal tidak memiliki fungsi yang signifikan dalam arah pemantulan suara, namun dapat menghalangi penyebaran suara pada sudut-sudut tertentu. 1.1.6 Plafon Pantulan pada plafon sangat penting dalam membantu penyebaran suara pada ruangan. Pantulan ini dinilai dapat membantu dengan lebih signifikan karena tidak terhalang apapun. Plafon dibagi menjadi 2 tipe, yaitu plafon datar dan plafon gunungan. Keduanya merupakan slab beton bertulang dengan finishing cat glossy. 1. Pantulan Plafon Datar Bentuk plafon lapis satu yaitu berupa sebuah bidang datar yang pada bagian tengahnya dinaikkan menjadi plafon gunungan. Bentuknya yang mendatar plafon ini kurang efektif dalam arah pemantulan suara karena menjadikan arah pantulnya lebih sedikit. Pantulan plafon pada lapis satu hanya efektif mengarahkan pada titik ukur pada baris pertama. Hal ini dikarenakan plafon pada baris kedua dan ketiga didominasi oleh plafon gunungan. 2. Pantulan Plafon Gunungan 10 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor

Gambar 5. 11 Skema pantulan plafon gunungan lapis kedua dan keempat Semakin keatas bidang plafonnya menjadi semakin sempit, sehingga dapat dilihat dari skema pantulan pada plafon diatas bahwa pantulan yang efektif menjadi semakin sedikit. Plafon gunungan yang terletak hanya pada area tengah ruangan menjadikan efek pantulan yang paling terasa hanya pada bagian tengah ruangan. Selain itu, dimensinya yang terlalu tinggi memperbesar kemungkinan terjadinya cacat akustik berupa long-delayed reflection. Pantulan Efektif Pantulan tidak Efektif Gambar 5. 12 Peta Kontur Efektivitas Bidang Pantul Melalui peta kontur ini, dapat dianalisa bahwa mayoritas bidang pantul pada elemen arsitektural dinding luar dinilai masih kurang efektif untuk mengarahkan suara. 3.1 Peran Bentuk dan Elemen Arstektural Terhadap Akustik Ruang 3.1.1 Kekerasan Suara yang Cukup Legenda 56 60 db 51 55 db 45 50 db Gambar 5. 13. Peta Kontur Kekerasan Suara pada Ruangan Pada pengukuran saat tidak menggunakan pengeras suara, dapat dilihat jika masih ada beberapa titik dimana tingkat kekerasan suara masih kurang dari standar optimal kekerasan suara yang optimal untuk fungsi pidato, yaitu 50-70 db, yaitu pada titik A dan B, dimana pada titik tersebut, hasil pengukuran tingkat MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL 2016-2017 11

kekerasan suara hanya mencapai 44 dab 49 db. Hal ini dapat terjadi karena titik A dan C merupakan titik ukur terjauh jauh dari sumber suara. 1. Peran elemen Arsitektural dalam kekerasan suara pada ruangan Elemen Arsitektural dengan dimensi dan posisi yang tepat dapat menunjang kualitas suara pada ruangan, salah satunya dapat dimanfaatkan untuk memantulkan suara pada titik-titik yang memiliki kekerasan suara yang belum memenuhi standar. Titik A dan C yang tidak memenuhi persyaratan akan dikaji lebih lanjut dari menggunakan skema pemantulan suara. Dapat diketahui bahwa pantulan yang efektif (biru) pada baris ke-3 cukup efektif karena adanya pantulan dari dinding luar bagian kanan panggung. Namun, titik C masih berada tepat di bawah batas ambang bawah tingkat kekerasan suara yang dianjurkan, yaitu 49 db. Pengukuran Tingkat Kekerasan Suara saat Menggunakan Pengeras Suara Titik Ukur Tingkat Kekerasan Suara (db) Dengan Pengeras Suara Kondisi / 50 70 db A 69 Cukup B 73 Berlebihan C 76 Berlebihan D 75 Berlebihan E 72 Berlebihan F 75 Berlebihan G 79,5 Berlebihan H 80 Berlebihan I 77 Berlebihan Tabel 5. 1 Tingkat Kekerasan Suara saat Menggunakan pengeras suara Kekerasan suara paling lemah ada pada titik A, dimana titik tersebut hanya berada dalam 1 zona pengeras suara dimana sumbernya sangat jauh dari titik tersebut. Selisih kekerasan suara pada ruangan mencapai 11dB. 3.1.2 Energi Bunyi Terdistribusi Secara Merata 1. Peran Bentuk Ruang dalam Distribusi Suara Titik Ukur Tingkat Kekerasan Suara Kondisi/ 50-70dB A 46 db Kurang B 50 db Cukup C 49 db Kurang D 53 db Cukup E 57 db Cukup F 55 db Cukup G 57 db Cukup H 58 db Cukup 12 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor

I 59 db Cukup Tabel 5.3. tingkat kekerasan suara pada titik titik pengukuran saat ruangan sedang tidak ada orang Seperti yang telah dibahas pada tingkat kekerasan suara, melalui peta kontur diatas menunjukkan bahwa titik A dan titik C memiliki nilai intensitas suara yang paling rendah jika dibandingkan dengan yang lain. Titik G,H dan I merupakan titik dengan nilai yang paling besar. Dari bentuknya, hal ini dipengaruhi oleh dimensi ruang yang terlalu besar dan jarak tempuh suara langsung yang terlalu jauh, namun jika dianalisa dari segi elemen arsitektural, dapat ditemukan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi kekerasan suara. Untuk mengetahui pengaruh elemen arsitektural dalam kemerataan distribusi suara, dilakukan simulasi dengan sketsa sound-ray diagram. 3.1.3 Pengendalian Waktu Dengung 1. Peran Bentuk dalam Pengendalian Waktu Dengung Aspek bentuk ruang pada pengendalian waktu dengung yang paling utama ialah dimensi ruang, khususnya nilai volume ruang. Pada fungsi pidato, sebuah ruang akustik seharusnya memiliki nilai waktu dengung yang rendah, agar suara tidak berdengung dan dapat terdengar dengan jelas. Volume ruang auditorium Giri Sasana adalah 3298,4 m. Oleh karena itu, berdasarkan grafik waktu dengung optimum, diperoleh waktu dengung untuk fungsi pidato adalah 0,9 detik. Dengan waktu dengung yang singkat, kurva dengung seharusnya akan menjadi makin pendek dan tidak tumpang-tindih antara satu suku kata dengan yang lainya sehingga inteligibilitas suara dari pembicara dapat tercapai. 3.1.4 Cacat Akustik 1. Peran Bentuk pada Cacat Akustik Ruangan Bentuk ruangan yang cekung berpotensi menimbulkan cacat akustik berupa pemusatan bunyi atau hot spots. Pada ruang auditorium Giri Sasana, elemen ruang yang paling mempengaruhi cacat akustik ini adalah pada dinding ruang. Dari analisa sound-ray diagram pada dinding ruang, dapat dilihat dinding-dinding mana saja yang dapat menyebabkan pemusatan bunyi dan area yang terkena efeknya. MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL 2016-2017 13

Gambar 5. 14 Peta Kontur bagian dinding yang menimbulkan pemusatan bunyi Gambar 5. 15 Peta kontur area pada denah yang terkena efek pemusatan bunyi Sedangkan area yang paling terkena efek pemusatan bunyi berada di luar area tempat duduk peserta sehingga tidak menimbulkan kerugian yang terlalu besar pada kualitas audial ruang Giri Sasana. Pengaruh Elemen Arsitektural pada Cacat Akustik Ruang Giri Sasana Cacat akustik yang terjadi pada ruangan ini adalah Long-Delayed Reflection, atau Pemantulan Dengan Waktu Tunda yang Panjang. Hal ini dapat terutama karena plafon ruangan yang terlalu tinggi dengan material reflektif. Gambar 5. 16 Potongan dan Denah Plafon Ruang Giri Sasana Pada dasarnya, hal ini terjadi ketika selisih antara suara pantul dengan suara langsung berbeda jauh. Plafon yang tinggi menyebabkan suara pantul menempuh jarak yang jauh sebelum sampai kembali ke telinga pendengar. 14 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor

Gambar 5. 17 Peta Kontur Titik Ukur yang Paling Berpotensi Terkena Efek Cacat Akustik Pada Peta diatas dapat disimpulkan bahwa bagian ruangan yang paling memungkinkan terkena efek Long-delayed reflection adalah pada barisan tengah dan sebelah kanan ruang, yaitu pada titik B, E, H, dan C, F, I. Dari keenam titik ini, titik B dan C memiliki potensi yang paling besar karena posisi ini terkena banyak pantulan langsung dari plafon gunungan yang menyebabkan selisih suara langsung dan suara pantulan sangat besar. Pada Barisan depan, yaitu pada titik H dan I memiliki kemungkinan terkecil dari keenam titik tersebut karena tidak terkena pantulan langsung dari plafon gunungan. Titik A, D, dan G merupakan titik yang paling aman karena tidak terkena pantulan langsung dari plafon gunungan. Selain itu, tidak ada pantulan yang signifikan dari dinding samping. 3.1.5 Pengendalian Bising dan Getaran Pada Gedung Wikasatrian, bising pada luar ruangan tidak signifikan. Sehingga keadaan di penyerapnya berada di dalam ruangan lebih sesuai dan efektif. Bising di luar ruangan dalam Gedung Wikasatrian tidak signifikan, sedangkan terdapat ruang-ruang lain dalam Gedung Wikasatrian yang membutuhkan ketenangan seperti ruang rapat dan perpustakaan, walaupun ruangnya tidak berbatasan langsung. Sehingga lebih diutamakan suara dari dalam tidak menembus keluar dibandingkan sebaliknya. Selain itu, material penyerap bunyi pada ruangan dapat mengurangi pantulan-pantulan yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan cacat akustik, terutama pada dinding belakang ruangan. Selain itu, tidak ada aktivitas di dalam gedung yang berbatasan dengan ruang Giri Sasana yang dapat menimbulkan suara bising yang berlebihan. Penanggulangan bising dari luar area yang berbatasan dengan ruang dalam telah dilakukan dengan menambahkan lapisan penyerap bunyi pada bagian dalam ruangan. Bising dari luar yang paling mengganggu adalah suara hujan, walaupun tidak setiap kali ruangan digunakan akan turun hujan. Material kaca yang digunakan adalah kaca tempered dengan tebal 1cm. Material kaca memiliki nilai Transmission Loss yang cukup rendah, yaitu hanya 20 db. Suara bising hujan adalah 50 db, dan kriteria bising latar belakang yang direkomendasi untuk ruang konfrensi adalah 25 db. Namun jika hujan, dengan TL kaca yang cukup rendah, MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL 2016-2017 15

suara hujan yang masuk masih pada angka 30 db, yaitu lebih dari kriteria bising latar belakang yang direkomendasikan. Skema transmission loss oleh kaca tunggal Gambar 5. 18 Gambar berkas suara bagian mana aja yang kena pengeras suara dan bagian mana aja yang tidak. Penggunaan sistem pengeras suara pada ruangan ini bertujuan agar seluruh/setiap peserta dapat mendengarkan setiap kata yang dibicarakan oleh pembicara. Melalui data diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesalahan pada pemilihan jenis pengeras suara. 2 pengeras suara di depan (pengeras suara A dan B) merupakan pengeras suara dengan jenis subwoofer dimana pengeras suara ini justru malah menambah dengung pada ruangan (boomy sound) r mengurangi kejelasan suara yang dikeluarkan oleh pembicara. Jika dilihat melalui berkas suara pengeras suara, kita dapat melihat bahwa suara yang dikeluarkan dari pengeras suara kurang memfasilitasi setiap posisi pendengar atau peserta seminar, terutama pada titik A. Pada penjelasan sebelumnya mengenai pantulan suara dalam ruang, titik tersebutlah yang paling berpotensi medapat cacat akustik karena posisinya terkena pantulan yang paling 16 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor

banyak. Dan dengan kurang memadainya sistem pengeras suara pada posisi ini, menjadikan efek cacat akustik makin terasa pada titik tersebut. Skema suara pada potongan menunjukan penyebaran pengeras suara jenis Array yang digunakan pada ruangan ini memiliki sudut yang luas, sehingga sudah cukup optimal pada ruangan dengan volum ruang yang tinggi. Tes Artikulasi Suara Titik Ukur Jumlah Kata yang Tidak Terdengar Dengan Jelas Tes 1 Tes 2 Tes 3 Persentase A 11 13 14 87,3% B 17 23 24 78,6% C 20 18 17 81,6% D 11 12 8 89,6% E 17 20 18 81,6% F 14 17 17 85% G 6 6 4 94,6% H 4 7 5 94,6% I 4 6 6 94,6% Tabel 5. 2 Hasil Tes Artikulasi Suara Gambar 4. 1 Peta kontur hasil perhitungan artikulasi suara MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL 2016-2017 17

Dari peta kontur hasil tes artikulasi suara mendukung hasil simulasi sound-ray diagram pada bentuk dan elemn arsitektural ruang. Khususnya pada titik-titik ukur yang memiliki posisi pada daerah bawah plafon gunungan yang berpotensi terkena dampak dari long-delayed reflection yang didapatkan dari hasil simulasi pantulan berkas suara. Long-delayed reflection memiliki efek yang hampir sama dengan gema, namun dengan seuara pantul yang lebih sebentar. Hal ini mennjadikan suara pada titik-titik tertentu terasa berdengung dan kata-katanya menjadi dan tidak jelas, bukan hanya tergantung pada nilai waktu dengung. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang besar dari bentuk dan elemen arsitektural ruang terhadap keberlangsungan aktivitas pada ruang auditorium Giri Sasana Penutup Bentuk ruang pada ruang auditorium Giri Sasana sangat mempengaruhi kualitas audial pada ruanagan. Ruang Auditorium Giri Sasana di Wikasatrian, Bogor belum sepenuhnya mengikuti standar yang telah ditetapkan. Dari segi bentuk dan elemen arsitektural, ada yang mendukung dan ada yang malah menimbulkan kerugian. Dari Segi bentuk ruang, hal yang paling mempengaruhi adalah bentuk ruang yang melengkung serta dimensi yang terlalu besar terutama pada tinggi ruang, yang berpengaruh pada waktu dengung dan menimbulkan cacat akustik. Dari segi Elemen arsitektural, hal yang paling mempengaruhi adalah plafon gunungan serta material yang digunakan pada ruangan, namun kondisi eksisting masih kurang optimal dalam penyebaran suara sehingga perlu adanya penyikapan.elemen arsitektural yang dominan pada dinding berupa sirip-sirip beton justru malah tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada kualitas audial ruang. Hal-hal diatas merupakan hal yang sangat mempengaruhi kualitas ruangan secara keseluruhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk dan elemen arsitektural pada ruang akustik pidato tidak menunjang kualitas akustik pada ruangan, bahkan cenderung menimbulkan masalah, yaitu penyebaran suara yang masih kurang pada beberapa titik dan waktu dengung yang berlebihan sehingga suara pidato pada ruang auditorium Giri Sasana menjadi mengalun dan tidak jelas, sehingga materi pidato yang ingin disampaikan tidak dapat tersampaikan dengan baik. Ruangan auditorium Giri Sasana masih belum cukup optimal untuk fungsi pidato karena masih terasa adanya dengung, sehingga perlu adanya penyikapan lebih lanjut untuk mengoptimalkan ruangan ini. Penyikapannya adalah penggunaan Pulpit canopy pada ruangan untuk mengarahkan suara ke arah titik-titik yang terlemah atau terjauh, tanpa harus mengubah kondisi eksisting, melainkan hanya ditambahkan, atau menambahkan material-material penyerap bunyi pada area yang tidak efektif untuk mengarahkan pantulan suara. 18 Pengaruh Bentuk Ruang Dan Elemen Arsitektural Terhadap Kualitas Suara Pada Fungsi Pidato Ruang Auditorium Giri Sasana Wikasatrian Bogor