Bab III CUT Pilot Plant

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant

Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant

BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM

Bab II Teknologi CUT

PRAKOMISIONING DAN PENGUJIAN SUBSISTEM CUT PILOT PLANT

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

PERANCANGAN AWAL PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM: UNIT PENGERING

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BES

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB III PERANCANGAN PROSES

PERALATAN INDUSTRI KIMIA

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Metanol dan Asam Salisilat Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT. Kode T-01 T-02 T-03

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

PABRIK BIO-OIL DARI JERAMI PADI DENGAN PROSES PIROLISIS CEPAT TEKNOLOGI DYNAMOTIVE. Meiga Setyo Winanti Damas Masfuchah H.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT)

Universitas Sumatera Utara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sebagaian besar bekerja sebagai petani, Oleh karena itu, banyak usaha kecil menengah yang bergerak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

1. Bagian Utama Boiler

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI

- Menghantar/memindahkan zat dan ampas - Memisahkan/mengambil zatdengan dicampur untuk mendapatkan pemisahan (reaksi kimia)

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE CES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA

TECHNOLOGY NEED ASSESMENT

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melimpah dan dapat diolah sebagai bahan bakar padat atau

BAB III METODE PENELITIAN

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

KATA PENGANTAR. Medan, Oktober Penulis

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE AES

Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller

BAB. V SPESIFIKASI PERALATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. dengan globalisasi perdagangan dunia. Industri pembuatan Resin sebagai

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

BAB III SPESIFIKASI ALAT

Lampiran 1: Mesin dan Peralatan

BAB III PROSES PEMBAKARAN

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

Bab I Pendahuluan. Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi pembangkit listrik untuk beberapa bahan bakar yang berbeda

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

ANALISA PERFORMANSI BOILER DENGAN TYPE DG693/ PADA PLTU PANGKALAN SUSU LAPORAN TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI TEKNIK KONVERSI ENERGI MEKANIK

Pabrik Silika dari Fly Ash Batu Bara dengan Proses Presipitasi

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA MESIN DUST COLLECTOR TIPE FABRIC FILTER/BAGHOUSE AMANO VNA 45 PADA RUANG MIXING ROOM.

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah:

BAB II LANDASAN TEORI

1. EMISI GAS BUANG EURO2

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR

ANALISIS TERJADINYA HIGH OIL CONSUMPTION PADA LUBRICATION SYSTEM PESAWAT BOEING PK-GGF

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas

STUDI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA RADIATOR PADA SUMBER ENERGI PANAS PADA RANCANG BANGUN SIMULASI ALAT PENGERING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

Transkripsi:

Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa subsistem, yaitu subsistem persiapan dan transportasi batubara (coal preparation and transportation plant), subsistem penyedia panas (hot utility plant), subsistem pengeringan (drying plant), subsistem pembriketan batubara (briquetting plant), dan subsistem pengolahan air (water treatment plant). Gambar 3.1 Skema proses CUT[1] Batubara yang tersimpan pada stockpile pertama-tama diproses pada subsistem persiapan dan transportasi batubara. Pada subsistem ini batubara dihancurkan hingga ukuran yang sesuai untuk proses pengeringan fludisasi. Setelah itu, batubara dialirkan ke subsistem pengeringan untuk dilakukan proses pengeringan. Panas yang digunakan untuk pengeringan batubara ini diperoleh dari subsistem penyuplai panas yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Batubara yang kering kemudian diproses pada subsistem pembriketan. Pada

subsistem ini, selain dibriketkan, batubara juga didinginkan sebelum kemudian diangkut. Sementara itu, uap yang dihasilkan oleh subsistem pengeringan dikondensasikan dan kemudian diolah pada subsistem pengolahan air. Penjelasan mengenai masing-masing subsistem pada CUT Pilot Plant ini akan dituliskan secara rinci pada Subbab 3.2 hingga 3.6. Sementara itu, gambar PFD dan PID dapat dilihat pada Lampiran A. 3.2 Subsistem Persiapan dan Transportasi Batubara (Coal Preparation and Transportation Plant) Tahapan pertama dari CUT Pilot Plant ini adalah subsistem persiapan dan transportasi batubara. Subsistem persiapan dan transportasi batubara merupakan subsistem pada CUT Pilot Plant yang berfungsi mempersiapkan batubara mentah sebelum masuk ke subsistem pengeringan. Pada proses persiapan tersebut, batubara mengalami proses penghancuran dan penyaringan agar didapat kriteria batubara yang sesuai dengan proses pengeringan yang akan dilakukan yaitu partikel dengan diameter 0,4 mm. Tujuan penghancuran batubara adalah agar proses pengeringan dapat berjalan maksimal. Semakin kecil diameter partikel, luas permukaan total seluruh partikel akan semakin besar sehingga bidang kontak antara partikel dengan udara pada unggun terfluidakan semakin luas, sehingga perpindahan panas yang terjadi akan semakin besar. Namun, ada batasan ukuran dalam sistem fluidisasi. Jika diameter partikel terlalu kecil, proses fluidisasi akan sulit dilakukan karena partikel menjadi terlalu ringan. Begitu juga jika diameter partikel terlalu besar, proses fluidisasi tidak akan terjadi. Untuk mendukung proses tersebut, subsistem ini terdiri dari beberapa komponen. Secara garis besar, komponen-komponen pada subsistem ini adalah: 1. Crusher 2. Cage Mill 3. Vibrating Screen 4. Conveyor 5. Bucket Elevator

Komponen-komponen tersebut bekerja secaara terintegrasi seperti pada Gambar 3.2. Gambar 3.2 Rangkaian subsistem persiapan dan transportasi batubara Pertama-tama, batubara mentah yang berukuran 50 mm dihancurkan menjadi ukuran 10 mm dengan menggunakan roll crusher. Pada komponen ini batubara dihancurkan menggunakan 2 roll yang berputar pada arah yang berlawanan. Sketsa konstruksi maupun cara kerja komponen roll crusher ini dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar 3.3 Roll Crusher[1] Batubara kemudian dihancurkan menjadi ukuran 0,4 mm dengan menggunakan cage mill. Cage mill merupakan komponen size reduction yang bekerja dengan cara memukul komponen yang dihancurkan dengan batang yang berputar pada rotor. Cage mill yang dipakai pada subsistem persiapan dan pengeringan batubara ini terdiri dari dua buah rotor, yang masing-masing rotor digerakkan oleh motor. Kedua rotor tersebut berputar dalam arah yang berlawanan. Konstruksi rotor cage mill ini dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Cage Mill[7] Untuk memastikan bahwa batubara yang dihasilkan benar-benar memiliki diameter 0,4 mm, dilakukan proses screening pada batubara dengan menggunakan vibrating screen. Batubara yang tidak lolos proses screening disirkulasikan kembali untuk mengalami proses milling. Proses pengangkutan batubara dilakukan dengan conveyor dan bucket elevator (Gambar 3.5). Penggunaan bucket elevator diperlukan untuk mengangkut batubara dari subsistem persiapan dan transportasi batubara ini ke subsistem pengeringan yang perbedaan elevasinya hampir mencapai 20 m Gambar 3.5 Rangkaian sistem conveyor dan bucket elevator CUT Pilot Plant Batubara hasil dari subsistem persiapan dan transportasi batubara ini ditampung di hopper tank sebelum dilakukan proses pengeringan pada subsistem pengeringan.

3.3 Subsistem Penyuplai Panas (Hot Utility Plant) Sistem penyuplai panas merupakan subsistem dalam CUT Pilot Plant yang berfungsi menyuplai panas yang digunakan dalam proses pengeringan. Panas yang dihasilkan merupakan hasil pembakaran batubara, yang dibakar dengan metode pembakaran unggun tetap di dalam tungku. Panas yang dihasilkan dari pembakaran batubara ini kemudian ditransfer ke oli termal yang kemudian disirkulasikan. Skema sirkulasi subsistem penyuplai panas dapat dilihat pada Gambar 3.6. Gambar 3.6 Skema sirkulasi subsistem penyuplai panas (thermal oil heater) Sumber panas yang digunakan dalam proses pengeringan adalah oli termal yang dipanaskan pada subsistem penyedia panas ini. Oli termal merupakan oli yang digunakan khusus untuk pemindah panas. Oli jenis ini memiliki koefisien perpindahan panas yang tinggi[11]. Selain itu, oli jenis ini juga memiliki ketahanan oksidasi yang tinggi sehingga tidak mudah terbakar. Oli termal yang digunakan pada subsistem penyuplai panas ini adalah jenis Termo-22 yang mampu dipanaskan hingga termperatur 320 o C.

Oli dingin dari subsistem pengeringan masuk ke tungku pembakaran. Oli ini dipanaskan dengan menggunkaan batubara yang dibakar. Gas hasil pembakaran dimanfaatkan untuk memanaskan udara yang akan masuk ke ruang bakar. Masuknya udara ke ruang bakar diatur oleh kecepatan FD Fan. Sementara itu, kecepatan aliran udara hasil pembakaran diatur oleh ID Fan. Setelah memanaskan udara bebas pada air preheater, gas hasil pembakaran disaring menggunakan baghouse filter untuk memisahkan partikel atau abu batubara yang ikut terbawa sebelum kemudian dibuang ke udara bebas melalui cerobong asap (chimney). Proses pensirkulasian oli ke dalam subsistem pengeringan dilakukan dengan menggunakan pompa. Pompa yang digunakan pada subsistem ini merupakan jenis pompa sentrifugal. Ada 2 pompa yang digunakan. Namun, kedua pompa tersebut bekerja secara bergantian untuk keperluan perawatan. Gambar pompa subsistem penyuplai panas ini dapat dilihat pada Gambar 3.7. Gambar 3.7 Pompa sentrifugal 3.4 Subsistem Pengeringan (Drying Plant) Subsistem pengeringan, sesuai dengan namanya, merupakan inti dari seluruh proses pengeringan batubara di CUT Pilot Plant. Pada subsistem ini, batubara yang telah diolah menjadi batubara halus di subsistem persiapan dan transportasi batubara masuk ke tangki-tangki pengeringan yang disusun secara seri untuk difluidisasi dengan medium uap superpanas untuk tangki pengeringan 2 dan 3, serta udara panas untuk tangki pengeringan 1. Diagram alir proses pengeringan pada subsistem ini dapat dilihat pada PFD pada Lampiran A.

Masing-masing tangki pengeringan memiliki kondisi operasi tersendiri. Tangki pengeringan pertama menggunakan medium fluidisasi udara pada temperatur 80 o C pada tekanan 1 Bar. Temperatur pada tangki pengeringan pertama dijaga rendah untuk menghindari kemungkinan terbakarnya batubara, mengingat medium yang digunakan adalah udara. Tangki pengeringan kedua dan ketiga menggunakan medium uap superpanas pada temperatur masing-masing 140 dan 220 o C pada tekanan 1,5 dan 4,761 Bar. Kondisi operasi pada tangki pengeringan ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Kondisi operasi proses pengeringan[12] Sistem Sistem Sistem Pengeringan 1 Pengeringan 2 Pengeringan 3 Temperatur [ o C] 80 140 220 Tekanan [Mpa] 1 1,5 4,761 m batubara [kg/s] 2,084 1,924 1,683 Fluida pengering Udara Uap superpanas Uap superpanas m fluida [kg/s] 2,68 1,834 3,315 Kondisi operasi tersebut memungkinkan terjadinya pengeringan dengan penggunaan energi yang efisien. Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan uap panas hasil pengeringan pada tangki pengering 3 untuk pemanas pada tangki pengering 2. Begitu pula pemanfaatan uap panas hasil pengeringan pada tangki pengering 2 yang dimanfaatkan juga pada pemanasan tangki pengering 1. Uap yang dihasilkan dari proses pengeringan di tangki pengeringan ketiga masih memiliki panas yang tinggi. Oleh karena itu, uap tersebut sebagian dialirkan ke tangki pengeringan kedua untuk menyuplai panas. Begitu pula dengan uap yang dihasilkan dari proses pengeringan pada tangki pengeringan kedua. Uap ini juga dialirkan ke tangki pengeringan pertama untuk menambah suplai panas. Dengan proses seperti ini, penggunaan panas dari subsistem penyuplai panas dapat diminimalkan. Skema pengeringan pada salah satu tangki pengeringan dapat dilihat pada Gambar 3.8. Satu sistem pengeringan terdiri dari tangki pengeringan (drying drum), siklon (cyclone), preheater, dan blower. Oli panas dialirkan melalui

internal heater (yang terdapat di dalam tangki pengeringan) dan preheater untuk memanaskan uap yang digunakan sebagai medium fluidisasi. Uap yang dipanaskan itu sendiri berasal dari kandungan air batubara yang menguap pada saat proses pengeringan yang kemudian disirkulasikan. Gambar 3.8 Skema pengeringan di salah satu tangki pengeringan Batubara yang telah kering, kecepatan terminalnya akan sama dengan kecepatan operasional medium fluidisasi, sehingga terangkat ke bagian freeboard tangki pengering. Pada bagian freeboard ini, terjadi reduksi kecepatan fluida karena adanya perubahan luas penampang. Reduksi kecepatan tersebut menyebabkan batubara jatuh menuju ke tangki pengering selanjutnya. Desain tangki pengeringan ini dapat dilihat pada Lampiran B. Sebagian partikel batubara yang ikut terbawa oleh fluida pengering dipisahkan lagi di siklon. Gambar rangkaian tangki pengeringan dan siklon dapat dilihat pada Gambar 3.9. Gambar 3.9 Rangkaian tangki pengering dan siklon

Transportasi partikel batubara antar tangki pengering menggunakan komponen rotary vane. Penggunaan rotary vane diperlukan untuk menahan beda tekanan antar tangki pengering. Gambar rotary vane dapat dilihat pada Gambar 3.10. Gambar 3.10 Rotary Vane Sementara itu, medium fluidisasi disirkulasikan kembali dengan dialirkan ke blower. Setelah melalui blower, fluida pengering ini dipanaskan pada preheater sebelum masuk ke tangki pengering untuk proses fluidisasi. Blower yang digunakan pada CUT Pilot Plant ini merupakan blower sentrifugal sedangkan preheater yang digunakan adalah penukar kalor jenis shell and tube. Gambar rangkaian blower dan preheater yang digunakan pada CUT Pilot Plant ini dapat dilihat pada Gambar 3.11. Blower Preheater Gambar 3.11 Rangkaian blower dan preheater

Setelah mengalami proses pengeringan pada subsistem ini, batubara yang telah kering dengan temperatur 220 o C keluar dari tangki pengering 3 dan kemudian dilakukan pembriketan. 3.5 Subsistem pembriketan batubara (coal briquetting plant) Subsistem pembriketan merupakan subsistem terakhir dari rangkaian proses CUT Pilot Plant. Subsistem ini dapat disebut juga subsistem paska pengeringan. Batubara yang keluar dari tangki pengeringan 3 masuk ke mesin briket untuk kemudian dilakukan pembriketan dengan menggunakan sistem roll press. Mesin briket yang digunakan harus dapat bekerja pada temperatur tinggi, mengingat batubara yang keluar dari tangki pengeringan 3 masih memiliki temperatur yang tinggi. Gambar mesin briket dapat dilihat pada Gambar 3.12, sedangkan spesifikasi mesin briket dapat dilihat pada Tabel 3.2. Gambar 3.12 Konstruksi mesin briket

Tabel 3.2 Spesifikasi mesin briket BRIQUETTING UNIT (BU-1) Type: Double-roll press Working material: Bituminous coal Sieve: Top size of 30 mesh (500 μm) Moisture: 5% Specific gravity: 1 1.3 Particle shape: Irregular-round Temperature: 220 C Product: Briquette Binderless Shape: soap-like 35x25x15 mm Production rate per hour: 5.6 ton (normal), 7 ton (design) Operation hours per day: 24 hours Desired quality specification: pass drop and crush test Operational condition: Briquetting temperature: 220 C Briquetting pressure: 25000 psi (1724 bar) Ada dua tujuan utama pembriketan batubara, yaitu untuk menghindari masuknya kembali air ke partikel batubara dan untuk menghindari kemungkinan terbuangnya batubara dalam bentuk debu pada saat pengangkutan. Pada proses pembriketan, batubara dipadatkan oleh sepasang roll sehingga terbentuk butiranbutiran briket batubara dengan ukuran tertentu. Gambaran roll press mesin briket ini dapat dilihat pada Gambar 3.13. Tekanan yang dihasilkan oleh roll mesin briket ini sangat tinggi sehingga tar batubara yang keluar pada proses pengeringan di tangki ketiga dapat mengisi rongga yang ditinggalkan air. Hal inilah yang menyebabkan air tidak dapat kembali ke batubara. Gambar 3.13 Roll Press mesin briket

Briket batubara yang keluar dari mesin briket kemudian diangkut dengan rangkaian conveyor menuju ke stockpile. Untuk mencegah terbakarnya briket batubara di stockpile, perlu ada proses pendinginan selama transportasi briket batubara dari mesin briket menuju ke stockpile. Untuk itu, rangkaian conveyor pada subsistem ini dilengkapi dengan exhaust fan untuk proses pendinginan tersebut. Selain itu, conveyor pada subsistem ini juga diberi cover, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.14, untuk menghindari kontak antara briket dengan udara yang dapat memicu terjadinya kebakaran. Gambar 3.14 Rangkaian conveyor subsistem pembriketan Batubara keluar dari rangkaian conveyor subsistem pembriketan pada temperatur 80 o C. Pada temperatur ini, kemungkinan terjadinya terbakarnya sendiri batubara sangat kecil. Briket yang keluar ini ditampung di stockpile sebelum kemudian diangkut untuk dijual. 3.6 Subsistem pengolahan air (water treatment plant) Subsistem pengolahan air merupakan komponen yang penting untuk menjaga kualitas air yang dihasilkan dari pengeringan batubara agar tidak mencemari lingkungan. Uap yang dihasilkan oleh batubara pada akhirnya akan dialirkan ke subsistem pengolahan air untuk dilakukan pengolahan kualitas air. Subsistem ini terdiri dari beberapa kolam penampungan dan satu buah clarifier (jika diperlukan) untuk mengolah limbah air agar sesuai dengan standar lingkungan.

Desain penanganan limbah pada CUT Pilot Plant ini adalah seperti pada Gambar 3.15. Air kondensat pertama kali ditampung pada cooling pond, tempat pendinginan dan penampungan sementara air kondensat dengan temperatur sekitar 80 o C. Kondensat ini akan diproses dengan clarifier dengan air bersih dan sedimen. Air bersih dari clarifier akan ditampung pada clear water pond, sedangkan sedimen akan ditampung di settling pond, bercampur dengan air resapan dari stockpile batubara dan dari subsistem pengeringan. Endapan campuran ini akan diendapkan dengan tawas mulai dari settling pond 1, settling pond 2, dan settling pond 3. Kemudian air jernih yang didapat ditampung pada clear water pond. Sekat yang ada pada clear water pond berfungsi sebagai penyekat antara air jernih hasil dari clarifier dengan hasil dari settling pond 3. Gambar 3.15 Desain subsistem pengolahan air CUT Pilot Plant Dalam pengembangannya, penggunaan clarifier pada subsistem ini diputuskan menjadi suatu hal yang optional. Hal ini disebabkan oleh biaya yang perlu dikeluarkan untuk sebuah clarifier yang cukup mahal. Selain itu, keperluan

penggunaan clarifier terkait pula dengan kualitas air limbah yang dihasilkan. Apabila air limbah tersebut masih diluar standar yang diijinkan, pengadaan clarifier perlu dipertimbangkan lagi. Untuk sementara, subsistem pengolahan air yang ada hanya terdiri dari kolam-kolam penampungan seperti yang terlihat pada Gambar 3.16. Gambar 3.16 Kolam-kolam penampungan pada subsistem pengolahan air