II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agronomis Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai tanaman pendatang dari Afrika Barat ternyata budidayanya di Indonesia telah berkembang sangat pesat dan sampai saat ini masih merupakan penghasil utama devisa negara dari sektor pertanian. Luas areal kelapa sawit di Indonesia tahun 2004 telah mencapai ± 5,5 juta hektar yang tersebar pada berbagai kondisi tanah dan lahan. Keragaman produktivitas kelapa sawit terutama diakibatkan oleh beragamnya sifat tanah dan lahan di areal kelapa sawit. Sehubungan dengan tingginya keragaman tanah tersebut maka informasi yang lebih obyektif tentang kesuburan tanah di setiap jenis tanah sangat diperlukan untuk lebih mengarahkan tindakan manajemen tanah serta upaya pemeliharaan kultur teknik kelapa sawit. Pemupukan adalah tindakan kultur teknik terpenting pada tanaman kelapa sawit yang menggunakan biaya berkisar 40-60 % dari biaya pemeliharaan kelapa sawit atau berkisar 15-20 % dari biaya produksi (Suwandi dan Lubis, 1987). Manajemen pemupukan kelapa sawit di Indonesia ternyata belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dibuktikan oleh masih rendahnya produksi kelapa sawit, dan bahkan jauh lebih rendah dari standar produksi yang ditetapkan. Khusus tanah gambut, ketebalan gambut tidak menjadi pedoman untuk persyaratan agronomis kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi baik pada berbagai tingkat ketebalan gambut. Kelapa sawit di tanah gambut memiliki toleransi yang tinggi terhadap kelas drainase tanah. Gambut yang agak basah (drainase agak terhambat) merupakan tempat yang sesuai untuk kelapa sawit (Mangoensoekarjo, 2007). 2.2. Karakteristik Tanah Gambut Istilah gambut diambil dari nama sebuah kecamatan di daerah Kalimantan Selatan tempat pertama kali gambut ditemukan. Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan 10
basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini tidak berarti bahwa setiap timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (muck, peat muck, mucky). Petani di Kalimantan Barat menamakan tanah gambut dengan istilah sepuk. Akan tetapi istilah gambut dan sepuk sering diidentikkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, istilah tanah gambut secara umum termasuk pula yang disebut sebagai sepuk (Noor, 2001). Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian, asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut (Agus dan Subiksa, 2008). Untuk mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dilakukan dengan menambahkan bahanbahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa kompleks. Oleh karenanya bahan-bahan yang mengandung kation polivalen tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan amelioran gambut. Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat cukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro. 2.3. Pengelolaan Kesuburan Tanah Gambut Pemupukan sangat dibutuhkan karena kandungan hara gambut sangat rendah. Jenis pupuk yang diperlukan adalah yang mengandung N, P, K, Ca dan 11
Mg. Pada umumnya KTK gambut cukup rendah sehingga daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan. Oleh karena itu, pemupukan harus dilakukan beberapa kali (split application) dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat seperti fosfat alam akan lebih baik dibandingkan dengan SP-36, karena akan lebih efisien, harganya murah dan dapat meningkatkan ph tanah (Agus dan Subiksa, 2008). Penambahan kation polivalen seperti Fe dan Al akan menciptakan tapak jerapan bagi ion fosfat sehingga bisa mengurangi kehilangan hara P melalui pencucian (Rachim, 1995). Tanah gambut juga kahat unsur mikro karena dikhelat (diikat) oleh bahan organik (Rachim, 1995). Oleh karenanya diperlukan pemupukan unsur mikro seperti terusi, mangan sulfat dan seng sulfat. Pemberian terak baja 2 5 ton/ha/tahun dapat mengurangi fitotoksik asam organik dan meningkatkan efisiensi pupuk P. 2.4. Peranan Unsur Hara pada Tanaman Kelapa Sawit Nitrogen (N) Unsur hara ini berperan penting untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, antara lain untuk pembentukan protein, sintesis klorofil dan untuk proses metabolisme. Mangoensoekarjo (2007) menyebutkan kekahatan N akan mengurangi pemanfaatan sinar matahari dan ketidakseimbangan serapan unsur hara lainnya. Tanda-tanda tanaman yang mengalami kekahatan N, yakni daun tua berwarna hijau pucat kekuning-kuningan, kecepatan produksi daun menurun, anak daun sempit dan menggulung. Beberapa penyebab kekahatan N antara lain berkurangnya proses mineralisasi N terutama pada tanah tergenang atau pada ph tanah asam di bawah 4, tidak cukup atau tidak efektifnya aplikasi nitrogen. Upaya mengatasi kekahatan N yakni melalui pemupukan N. Fosfor (P) Unsur hara ini berperan penting dalam pertumbuhan akar selama tahap awal pertumbuhan tanaman, proses transfer energi sebagai penyusun Adenosin Di 12
Phosphate (ADP) atau Adenosin Tri Phosphate (ATP). Ketersediaan unsur fosfor akan memperkuat pertumbuhan batang dan meningkatkan mutu buah yang dihasilkan. Pada tanaman kelapa sawit akibat kekahatan P, tanaman tumbuh kerdil dengan pelepah pendek dan batang tumbuh meruncing. Beberapa penyebab kekahatan P antara lain erosi tanah-tanah bagian atas (top soil), aplikasi pupuk P yang tidak sebanding dengan yang terangkut tanaman sehingga produksi tetap rendah, pupuk P yang diberikan terikat oleh senyawa Al (aluminium) dan Fe (besi) pada tanah dengan ph rendah, sehingga P tidak tersedia bagi akar tanaman. Untuk mengatasi kekahatan P yakni dengan meningkatkan dan mempertahankan status P tanah dan tanaman dengan aplikasi pemupukan P yang tepat setiap tahun berdasarkan hasil analisis daun dan tanah (Mangoensoekarjo, 2007). Kalium (K) Unsur hara ini dibutuhkan dalam proses membuka dan menutup stomata daun, oleh karena itu kekahatan hara K sering terjadi pada saat musim kemarau. Berperan pada pengangkutan hasil-hasil fotosintesis, mengaktifkan enzim dan melakukan sintesa minyak. Pada tanaman kelapa sawit unsur hara K berpengaruh terhadap jumlah dan ukuran tandan buah, dan berperan untuk ketahanan terhadap serangan penyakit. Kekahatan K dikenal sebagai Diffused Mid-Crown Yellowing dan White Strip yang sering terjadi pada tanah masam berpasir dan tanah gambut (Mangoensoekarjo, 2007). Kalsium (Ca) Kalsium (Ca) yang merupakan salah satu unsur hara esensial, mempunyai peranan penting dalam menjaga integritas sel dan permeabilitas membran. Unsur hara ini juga berperan dalam penyerbukan dan pertumbuhan serta mengaktifkan enzim dalam proses mitosis sel, pembelahan dan pemanjangan sel. Kalsium juga penting dalam sintesis protein dan transfer karbohidrat (Jones Jr. et al., 1991). Pemberian kalsium tidak selalu dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Mutert et al. (1999), pemberian kalsium yang merupakan hasil 13
pembakaran dari kapur, dapat meningkatkan dekomposisi tanah gambut. Penyerapan kalsium oleh tanaman juga dapat menekan penyerapan K dan Mg, sebaliknya penyerapan K atau Mg juga dapat menekan serapan terhadap Ca. Magnesium (Mg) Fungsi utama unsur Mg menentukan efisiensi fotosintesis, proses metabolisme fosfat, respirasi tanaman, dan mengaktifkan kegiatan enzim dalam tanaman, karena Mg merupakan titik sentral atau menjadi elemen pusat klorofil daun. Gejala awal kekahatan (defisiensi) Mg ditandai dengan tanaman berwarna hijau kekuningan pada ujungnya, dan pada daun tua khususnya yang terkena sinar matahari, sedangkan daun muda yang baru terbentuk berwarna normal. Kekahatan Mg tidak terlihat adanya kenampakan klorosis pada bagian-bagian daun yang terlindung dari sinar matahari langsung. Kekahatan Mg dapat disebabkan karena kurang tersedianya Mg atau tidak adanya keseimbangan antara Mg dan kationnya, yang sering dijumpai pada daerah dengan curah hujan tinggi (>3500 mm/tahun). Beberapa upaya untuk mengatasi kekahatan Mg antara lain dengan memperbaiki rasio Ca dan Mg dapat ditukar atau dengan rasio Mg dan K dapat ditukar, pemupukan yang rasional serta memperbaiki ph tanah pada area pertanaman (Mangoensoekarjo, 2007). Tembaga (Cu) Unsur mikro Cu penting dalam pembentukan klorofil daun, dan sebagai katalisator berbagai proses fisiologis tanaman. Gejala kekahatan Cu sedikit terjadi pada tanaman perkebunan di tanah mineral, namun sering terjadi pada tanaman kelapa sawit yang ditanam di tanah gambut. Cu merupakan unsur hara mikro yang ketersediannya sangat rendah pada tanah gambut dalam (Mutert et al., 1999). Pada tanaman yang kahat Cu, terlihat pada jaringan daun gejala klorosis berwarna hijau pucat sampai kuning keputih-putihan di bagian tengah-tengah anak daun yang telah membuka. Pada stadium kekahatan Cu yang berat daun berwarna kuning pucat, mengering kemudian mati. Beberapa penyebab kekahatan Cu antara 14
lain rendahnya Cu di dalam tanah, aplikasi pupuk N dan P dalam jumlah besar tanpa diimbangi dengan pupuk K yang cukup dan rendahnya kalium dapat ditukar (Mangoensoekarjo, 2007). Zinc (Zn) Unsur hara Zn berperan penting dalam aktivitas enzimatis, sintesa triptopan. Zn diserap tanaman dalam bentuk Zn 2+. Kekahatan Zn banyak terjadi di tanah gambut. Gejala kekahatan Zn, yakni bentuk daun berukuran tidak normal dan matinya jaringan tanaman (Mangoensoekarjo, 2007). Gejala defisiensi Zn juga dilaporkan terjadi pada tanah gambut dangkal yang langsung berbatasan dengan pasir (Von Uexkull dan Fairhust, 1999). 2.5. Pupuk Majemuk Tablet Slow Release Pupuk majemuk adalah pupuk yang dibuat dengan cara mencampurkan pupuk tunggal yang mengandung unsur-unsur terutama nitrogen, fosfor, dan kalium disamping unsur-unsur ikutan yang lain. Sedangkan pupuk majemuk tablet slow release merupakan pupuk majemuk yang mempunyai waktu release yang lebih lama dari pupuk majemuk biasa karena bentuknya yang dibuat seperti tablet, sehingga bidang sentuhnya dengan tanah semakin kecil dan tidak mudah terlarut, tetapi dapat menyediakan hara secara kontinyu (continuous) selama periode release (Trenkel, 2010). Komposisi pupuk majemuk bermacam-macam tergantung dari bahan yang dipakai untuk membuatnya, sehingga kandungan senyawanya bermacam-macam (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). 2.6. Selang Kecukupan dan Total Serapan Hara Tanaman Kelapa Sawit Secara umum, kecukupan hara tanaman kelapa sawit dikelompokkan ke dalam tanaman kelapa sawit muda (<6 tahun) dan tanaman kelapa sawit dewasa (>6 tahun) yang terdiri dari tiga selang kecukupan yaitu defisiensi, optimum dan kelebihan seperti yang tertera pada Tabel 1 dan Tabel 2 (Von Uexkull dan 15
Fairhust, 1991), sedangkan total serapan hara tanaman kelapa sawit tertera pada Tabel 3 (Ng dan Tamboo, 1976). Tabel 1. Selang Kecukupan Unsur Hara Makro pada Tanaman Kelapa Sawit (Von Uexkull dan Fairhust, 1991) Umur tanaman Kelapa sawit muda (< 6 tahun) Kelapa sawit dewasa (> 6 tahun) Selang N P K Ca Mg % bobot kering Defisiensi < 2.50 < 0.15 < 1.00 < 0.30 < 0.20 Optimum 2.60 2.90 0.16 0.19 1.10 1.30 0.50 0.70 0.30 0.45 Kelebihan > 3.10 > 0.25 > 1.80 > 0.70 > 0.70 Defisiensi < 2.30 < 0.14 < 0.75 < 0.25 < 0.20 Optimum 2.40 2.80 0.15 0.18 0.90 1.20 0.50 0.75 0.25 0.40 Kelebihan > 3.00 > 0.25 > 1.60 > 1.00 > 0.70 Tabel 2. Selang Kecukupan Unsur Hara Mikro pada Tanaman Kelapa Sawit (Von Uexkull dan Fairhust, 1991) Umur tanaman Kelapa sawit muda (<6 tahun) Kelapa sawit dewasa (>6 tahun) Selang Cu Zn ppm Defisiensi < 5 < 12 Optimum 5 8 12 18 Kelebihan > 15 > 80 Defisiensi < 3 < 12 Optimum 5 8 12 18 Kelebihan > 15 > 80 Tabel 3. Total Serapan Hara Tanaman Kelapa Sawit (Ng dan Tamboo, 1976) Total Serapan Hara N P K kg/pokok/tahun 1.29 0.18 1.79 2.7. Karakteristik dan Komposisi Hara Terak Baja Terak baja merupakan hasil sampingan dari proses pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Kandungan unsur-unsur dalam terak baja bervariasi tergantung dari sifat dan jenis terak baja. Pada umumnya terak baja mengandung Ca, Mg, Si, Fe dan beberapa unsur mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terak baja Indonesia (electric furnance slag) mengandung unsur-unsur sebagai 16
berikut : 42 % Fe 2 O 3, 7.2 % Al 2 O 3, 21.5 % CaO, 11.2 % MgO, 14.6 % SiO 2, dan 0.4 % P 2 O 5 (Suwarno dan Goto, 1997). Silikat merupakan unsur terbanyak kedua yang menempati kerak bumi, terdapat kurang lebih 60 persen dan biasanya dinyatakan sebagai silikat oksida (SiO 2 ). Di dalam tanah jumlah silikat bervariasi dari 10 persen sampai hampir 100 persen, baik sebagai silikat bebas maupun berkombinasi dengan oksida-oksida lainnya (Iler, 1955 dalam Tjondronegoro, 1979). Sumber utama silikat tersedia di dalam tanah berasal dari proses hancuran kimia dari bahan induknya. Pada tanahtanah salin yang mempunyai ph lebih besar dari 6.6, tanah yang berasal dari abu volkan kaya alofan dengan curah hujan rendah, dan tanah dengan tekstur berat mempunyai kemampuan menyediakan silikat relatif tinggi. Kekurangan silikat dalam tanah kemungkinan besar dapat terjadi pada tanah-tanah dengan kandungan mineral yang sukar dilapuk, liat dengan nisbah silikat dan seskuioksida rendah, dan tanah gambut. Pemanfaatan terak baja dalam bidang pertanian diantaranya sebagai sumber kalsium, magnesium, silikat dan sebagai bahan pengapuran (amelioran). Untuk tanah-tanah pertanian yang terindikasi kekurangan silikat, perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk silikat. Pupuk Si yang umum digunakan di luar negeri berbentuk pupuk slag atau terak baja (Okuda dan Takahasi, 1962). 17