BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fitoplankton adalah tumbuhan laut terluas yang tersebar dan ditemui di hampir seluruh permukaan laut pada kedalaman lapisan eufotik. Organisme ini berperan penting dalam siklus biokimia yang terjadi di muka bumi, selain itu fitoplankton juga memiliki peran sebagai penyokong utama ekosistem laut sebagai sumber utama karbon pada zooplankton, ikan dan predator lainnya (LeQuéré et al., 2005 dalam Nair et al., 2008). Kemampuan fitoplankton untuk berfotosintesis menjadikannya memiliki peran penting dalam berjalannya kehidupan laut layaknya fungsi vegetasi di darat sebagai sumber utama makanan. Ketertarikan akan keanekaragaman fitoplankton juga terus meningkat pada beberapa tahun ini yang disebabkan oleh perannya dalam mengontrol perubahan iklim melalui produksi dan konsumsi gas rumah kaca (Moisan et al., 2012). Fitoplankton juga menghasilkan karbon sebesar 10 10 ton per tahunnya atau kurang lebih 50 % dari seluruh karbon yang dihasilkan oleh seluruh tumbuh-tumbuhan (Smayda, 1970 dalam Meadows dan Campbell, 1988). Produktivitas primer dari fitoplankton merupakan hal yang sangat penting bagi proses ekologi laut serta siklus biogeokimia yang terjadi didalamnya (Cullen, 2001). Organisme fitoplankton sangat berperan sebagai produsen sehingga menentukan keberadaan organisme jenjang berikutnya yang berupa ikan-ikan (Sagala, 2009). Luasnya lautan menyebabkan informasi detail terhadap variasi temporal dan spasial dari proses fotosintesis dalam laut sangat dibutuhkan untuk memahami proses pertukaran karbondioksida laut dengan udara, pengikatan karbon serta perpindahannya (Nevison et al., 2012). Pemantauan kondisi produktivitas primer fitoplankton sangat dibutuhkan pada daerah yang sumber daya lautnya belum dimanfaatkan secara optimal. Pengamatan produktivitas primer fitoplankton bisa dilakukan dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi pengontrolnya, salah satunya pada kondisi lingkungan perairan yang menjadi habitat fitoplankton tersebut. 1
Kondisi kualitas air laut dipengaruhi oleh gangguan antropogenik dan tekanan industri yang terus berlangsung di ekosistem laut. Pemantauan kualitas air laut yang efektif menjadi hal yang sangat penting untuk melindungi sumber daya laut yang ada (Bdour et al., 2015). Perwujudan keberlanjutan ekosistem lingkungan laut perlu didukung dengan adanya pengamatan rutin pada kondisi kualitas air laut. Mempertimbangkan sifat tubuh air yang memiliki kondisi spasial dan temporal yang cenderung heterogen, ekstraksi parameter air menggunakan teknik penginderaan jauh menjadi pendekatan yang lebih efektif dibandingkan dengan pengukuran secara langsung (Liu et al., 2003 dalam Laili et al., 2015). Teknologi penginderaan jauh mampu menyediakan jendela sinoptik yang sesuai untuk mengetahui karakteristik ekosistem laut melalui pengamatan spasial dan temporal yang didapatkan dari sensor penginderaan jauh (Devlin, 2015). Mengamati kualitas air laut berkaitan dengan karakteristik utama lautan yang berupa karakteristik fisik, biologi, geologi dan kimia. Karakteristik fisik mencakup sifat-sifat air laut seperti temperatur, densitas, sirkulasi arus permukaan, kedalaman air, gelombang dan pasang serta deskripsi massa air. Karakteristik biologi mencakup kehidupan organisme di laut. Karakteristik geologi berupa sifat-sifat tipe deposit sedimen di berbagai zona, sedangkan karakteristik kimia berhubungan dengan komposisi air laut berupa salinitas, keasaman, kebasaan dan derajat polusi (Lo, 1996). Pengamatan parameter kualitas air laut mencakup pada variabel temperatur, salinitas, kecerahan air, tingkat kesuburan, total fosfor, silikat, oksigen terlarut, klorofil, total nitrogen, nitrat, nitrit, ammonium serta fitoplankton. Mengikuti semangat Presiden Jokowi dalam mendukung Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, pemenuhan kebutuhan data dan informasi terkait kelautan tentunya sangat diperlukan. Berdasarkan Buku Keanekaragaman Hayati Laut (Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia) tahun 2003 yang ditulis oleh Mantan Mentri Kelautan dan Perikanan, data dan informasi yang akurat sangat diperlukan untuk melakukan kajian terhadap potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya hayati pesisir dan laut, terutama pada penetapan daya dukung suatu ekosistem (Dahuri, 2
2003). Proyek INDESO (Infrastructure Development of Space Oceanography) milik Pemerintah Indonesia yang diusung oleh KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan) dalam program Revolusi Biru memiliki salah satu misi yakni untuk mengatur manajemen sumber daya ikan. Berdasarkan kebutuhan tersebut, diperlukan pemodelan ekosistem laut dengan memanfaatkan informasi sebaran produktivitas primer dari fitoplankton yang diturunkan untuk melihat dinamika populasi ikan. Selain itu berdasarkan INDESO pula, Indonesia merupakan salah satu penyimpan biodiversitas laut yang terpenting di dunia, akan tetapi ancaman pada sumber daya laut di Indonesia saat ini sering terjadi yang diakibatkan oleh pemanasan global, polusi dan deforestasi pesisir. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam memerangi ancaman tersebut dan sekaligus mendukung Revolusi Biru adalah dengan menyediakan sarana pemantau perubahan sumber daya laut dan mengembangkannya. Pemenuhan data spasial terkait kondisi kelautan terutama siklus biogeokimia selaras dengan misi yang dijalankan di tingkat internasional yakni pada program SDGs (Sustainable Development Goals). SDGs yang digagas oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berisikan 17 tujuan utama untuk menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan bagi negara-negara di dunia melalui berbagai topik. Salah satu tujuan utama dari program ini pada tujuan ke 14 adalah Life Below Water dengan penjelasan bahwa perlunya dilakukan pemanfaatan sumber daya laut yang bersifat melestarikan dan menjaga untuk menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu target dari SDGs ke 14 ini berupa peningkatan ilmu pengetahuan, kapasitas penelitian dan pemanfaatan teknologi kelautan untuk meningkatkan kesehatan laut dan untuk menambah kontribusi biodiversitas lautan pada negara berkembang, terutama pulau kecil yang ada di negara berkembang. Kondisi perairan yang subur dapat mendukung keanekaragaman sumber daya biota yang tersedia, kesuburan perairan dapat diindikasikan dengan keberadaan fitoplankton. Perubahan kelimpahan fitoplankton mampu menginformasikan mengenai kondisi perairan tersebut (Radiarta, 2013). Sebelumnya, terdapat beberapa kajian yang telah melakukan penelitian untuk melihat keterkaitan antara kondisi 3
lingkungan perairan dengan distribusi (jenis dan kelimpahan) fitoplankton (Mujiyanto et al., 2011), akan tetapi masih belum banyak penelitian yang mengkaji keterkaitan antara kondisi lingkungan perairan dengan produktivitas primer fitoplankton. Dalam ekosistem perairan, keberadaan cahaya dan unsur hara merupakan faktor utama yang mengontrol laju produktivitas primer. Kebutuhan kajian dengan fokus pemantauan lingkungan laut pesisir dan laut terbuka telah menghasilkan perkembangan yang signifikan pada teknologi satelit penginderaan jauh, terutama perkembangan pada citra Ocean Color dan algoritmanya (Patissier et al., 2014). Pengamatan terkait fenomena biologi laut selama ini telah banyak memanfaatkan citra Ocean Color seperti CZCS, SeaWifs, dan MODIS. Pemanfaatan citra satelit tersebut akan tetapi memiliki keterbatasan pada resolusi spasial citra yang kecil sehingga hanya bisa diterapkan pada cakupan daerah yang luas. Kebutuhan pengamatan kondisi perairan laut pada cakupan daerah yang sempit, menyebabkan citra dengan spesifikasi lain diperlukan. Satelit Landsat merupakan satelit yang memiliki misi utama untuk pengamatan daratan, akan tetapi data Landsat yang mencakup wilayah laut dan perairan darat telah digunakan dengan sukses untuk mengestimasi beberapa fenomena perairan. Pemanfaatan citra Landsat untuk estimasi parameter kualitas air laut oleh beberapa peneliti telah banyak dilakukan sebelumnya, variabel kualitas air laut yang bisa dideteksi terbatas dengan kemampuan sensor sistem Landsat. Beberapa generasi Landsat mampu mengestimasi parameter kualitas air laut seperti klorofil-a (Laili, 2015), CDOM (Color Dissolved Organik Matters) (Slonecker, 2016), material tersuspensi (Jaelani, 2016), kecerahan (Lee, 2016), suhu permukaan laut (Thomas et al., 2002). Kemampuan Landsat dalam mengestimasi nilai-nilai parameter kualitas air laut menjadikannya alternatif sistem satelit yang bisa digunakan untuk mengamati kondisi perairan dalam cakupan wilayah yang sempit dengan resolusi spasial cukup tinggi. Kajian penelitian dilakukan di perairan Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya yang merupakan salah satu kabupaten baru hasil pemekaran dari 4
Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada tahun 2008. Pulau Lirang terletak di sebelah barat Pulau Wetar dengan posisi 07 ⁰ 57 47.7 LS - 08 ⁰ 03 23.16 LS dan 125 ⁰ 43 03 BT - 125 ⁰ 45 34.8 BT. Pulau Lirang adalah salah satu Pulau kecil terluar yang berpenduduk dan merupakan pulau kecil perbatasan antara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Berdasarkan laporan BPOL tahun 2015 terkait kondisi biologis lingkungan laut di Pulau Lirang, perairan laut Pulau Lirang memiliki konsentrasi unsur hara yang banyak sehingga tergolong pada perairan yang subur. Kondisi tersebut mendukung untuk melakukan penelitian terkait kualitas air dan pengaruhnya terhadap tingkat produktivitas primer fitoplankton di daerah ini. 1.2. Perumusan Masalah Pengambilan data secara langsung di lapangan cenderung menghabiskan waktu, tenaga serta biaya yang lebih. Bahkan hasil dari pengolahan data in-situ tersebut kurang representatif dalam melakukan pemetaan kualitas air laut, sehingga penginderaan jauh merupakan alternatif yang digunakan dalam memecahkan masalah tersebut. Penginderaan jauh memanfaatkan pantulan dari sinar matahari hasil sisa dari serapan dan transmisi dari radiasi yang datang ke permukaan laut dan tubuh air laut. Perkembangan penginderaan jauh untuk mendeteksi fenomena laut terus meningkat terutama dalam mengembangkan sensor yang baik untuk mendeteksi karakteristik laut terutama pada aspek biologi dan kimia. Pemanfaatan karakteristik pantulan air laut yang biasa di sebut warna air laut menyebabkan estimasi parameter kualitas air laut melalui penginderaan jauh selama ini sering memanfaatkan citra ocean color. Penginderaan jauh Ocean Color selama ini telah terbukti sebagai alat yang baik dalam pengamatan variabel bio-geofisik dan kualitas air optis. Citra ocean color dengan tipikal wahana pengukuran pantulan air permukaan (Rrs) memiliki nilai ketidakjelasan yang rendah, resolusi spektral tinggi, dan resolusi temporal yang baik, akan tetapi cenderung memiliki keterbatasan pada 5
cakupan spasialnya (Garaba, 2016). Hal tersebut menjadi penyebab bahwa penelitian yang mengkaji fenomena pesisir dan kelautan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh selama ini cenderung dilakukan pada cakupan wilayah yang cukup luas. Fenomena tersebut menjadi sebuah tantangan baru pada saat muncul kebutuhan pemenuhan data dan informasi daerah pesisir dan pulau pulau kecil seperti yang dirumuskan dalam Undang- undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Satelit Landsat meskipun misinya dikhususkan untuk pengamatan darat menjadi sebuah alternatif dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kemunculan generasi terbaru Landsat 8 OLI pada tahun 2013 dengan perbaikan pada jumlah saluran dan kemampuan radiometriknya mendukung untuk dilakukannya penelitian dengan kajian perairan. Kajian pesisir dan kelautan yang selama ini banyak diteliti memiliki cakupan kajian yang global dan tergolong pada daerah yang luas apabila citra yang digunakan merupakan citra dengan resolusi spasial menengah. Hal tersebut menjadi sebuah tantangan baru pada saat kajian penelitian dilakukan pada skala regional atau pada cakupan yang sempit. Indonesia dengan jumlah pulau-pulau kecil yang banyak membutuhkan pemenuhuan data dan infromasi terkait kondisi lingkungan perairan lautnya karena sebagian besar warga yang tinggal di pulau pulau kecil sangat bergantung pada sumber daya laut untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Pulau Lirang merupakan salah satu pulau-pulau kecil yang berada di perbatasan Indonesia dan mebutuhkan pengembangan terkait informasi sumber daya alamnya. Informasi produktivitas primer fitoplankton serta kualitas air diperlukan dalam pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya laut di Pulau Lirang. Berdasarkan pernyataan tersebut, bisa diketahui bahwa Pulau Lirang merupakan pilihan studi kasus yang baik untuk mewakili permasalahan dan tantangan yang telah disebutkan. Kondisi produktivitas primer fitoplankton sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor yang berkaitan dengan kondisi lingkungan. Kondisi kualitas air yang menjadi 6
habitat hidup fitoplakton memiliki peran dalam mengontrol tingkat produktivitasnya. Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh kualitas perairan lebih sering mencari hubungan antara kualitas air dengan kelimpahan dan keberadaan fitoplankton, sedangkan tingkat produktivitas primernya masih jarang dibahas. Kajian akan pengaruh lingkungan tersebut belum banyak dilakukan sehingga pemanfaatan penginderaan jauh yang menggambarkan kondisi perairan mampu dimanfaatkan untuk mendeteksi masalah tersebut. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan beberapa uraian permasalahan tersebut terbentuklah 2 pertanyaan penelitian yang menjadi fokus penelitian ini : 1. Bagaimana kondisi sebaran spasial parameter kualitas air laut dan produktivitas primer fitoplankton dari ekstraksi citra Landsat 8 OLI di perairan Pulau Lirang pada Bulan April 2016? 2. Bagaimana hubungan antara masing-masing parameter kualitas air yang didapat dengan tingkat produktivitas primer fitoplankton di perairan Pulau Lirang, Maluku Barat Daya? 1.4. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui sebaran spasial parameter kualitas air laut dan produktivitas primer fitoplankton memanfaatkan Citra Landsat 8 OLI di perairan Pulau Lirang pada bulan April 2016 2. Mengkaji hubungan parameter kualitas air laut dengan tingkat produktivitas primer fitoplankton di perairan Pulau Lirang, Maluku Barat Daya 1.5. Kegunaan Penelitian 1. Memberikan sumbangan data dan infromasi terkait pemantauan kondisi biogeokimia perairan laut di salah satu pulau kecil dan terluar di wilayah Indonesia. 7
2. Menjadikan penelitian ini sebagai salah satu bahan acuan untuk peneltian selanjutnya baik dalam bidang pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk mengamati kondisi kualitas air dan produktivitas primer ataupun dalam bidang karakteristik biologi perairan laut 3. Sumber evaluasi perbandingan algoritma ekstraksi nilai-nilai parameter kualitas air laut yang memanfaatkan citra Landsat 8 OLI untuk menghasilkan perkembangan metode ektraksi parameter kualitas air laut yang terbaik 8