BAB I PENDAHULUAN 1..1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Oleh karena itu, pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Adanya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, maka diharapkan SDM yang berkualitas dapat terwujud dengan cara mengembangkan potensi peserta didik. Permendiknas No.41 Tahun 2007 menyatakan bahwa dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik, maka proses pembelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif,menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Oleh karena itu, salah satu cara strategis dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan menggunakan pendekatan dan model-model pembelajaran. Salah satu hakekat pendidikan adalah proses mengarahkan anak pada pertumbuhan yang makin sempurna. Melalui pendidikan anak diharapkan dapat diarahkan secara terprogram untuk mencapai penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu demi tugas-tugas profesional dan hidup. Dalam hal ini, pendidikan mengarahkan anak pada hal yang bersifat occupation-oriented atau training for life. Pendidikan IPA memiliki peran penting dalam menyiapkan anak memasuki dunia kehidupannya. Dalam kurikulum pendidikan nasional tahun 2006, pendidikan sains merupakan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Pentingnya 1
2 pendidikan IPA ini, juga dapat kita tinjau dalam Permendiknas No.22 tahun 2006 yang menguraikan bahwa IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Menurut Amien (1992) dan Widyatingtyas (2009), pada hakekatnya pendidikan IPA merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat IPA melalui pembelajaran. Dalam realitasnya, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang secara dinamis. Semangat dan isi kurikulum diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan IPTEK, menjamin relevansi dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan ketrampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional mutlak harus dilaksanakan. Selama ini pembelajaran IPA lebih banyak berlangsung secara text book, hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi tidak bermakna, peserta didik tercabut dari kehidupan nyata, dan pada akhirnya pendidikan tidak mampu memberikan bekal life skill kepada peserta didik. Dengan demikian, pembelajaran IPA semestinya dikaitkan dengan pengalaman keseharian anak. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, anak dapat dibiasakan untuk menemukan masalah dalam lingkungan lokal maupun secara global, dan merumuskan solusi ilmiah yang mengaitkan dengan konsep IPA yang sedang dipelajarinya. Ketika keberadaan IPA menjadi lebih dekat dengan diri kehidupan anak, pembelajaran sains pun akan menjadi menarik dan lebih diminati anak untuk dipelajar. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan pengamatan mengenai pembelajaran IPA yang saat ini lakukan di SD Negeri Gringgingsari, dengan metode pembelajaran yang masih konvensional, menunjukkan hasil yang belum optimal. Hampir 60% dari siswa berbicara dengan teman
3 sebangkunya dan pembicaraan mereka bukan membahas tentang pelajaran yang diikuti. Guru hanya memberi pertanyaan dengan proses berpikir tingkat rendah (C1). Hanya 25 % siswa yang menjawab pertanyaan dari guru. Sebagian siswa belum dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar. Dalam BNSP (2006) ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0-100% dengan batas kriteria ideal minimum 75%. Hasil uji kompetensi mata pelajaran IPA pokok bahasan menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa 58. Hasil ketuntasan siswa dari 20 siswa hanya 8 siswa ( 40 % ) yang memenuhi KKM sedang yang belum tuntas adalah 12 siswa ( 60 % ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : TABEL 1.1 KETUNTASAN HASIL BELAJAR IPA PRASIKLUS SISWA KELAS VI SDN GRINGGINGSARI KEC.WONOTUNGGAL No Ketuntasan Belajar Frekuensi Presentasi 1 Tuntas 8 40 % 2 Tidak Tuntas 12 60% Rata-rata 58 Skor maksimal 78 Skor minimal 40 Hasil yang kurang memenuhi harapan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor berikut : (1) Pembelajaran yang dilaksanakan selama ini didominasi oleh penggunaan metode ceramah. Penyajian materi pelajaran sains (IPA) di sekolah masih semata-mata berorientasi kepada materi yang tercantum pada kurikulum dan buku teks. Guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaitkan teori dengan isu-isu sosial dan teknologi yang ada di masyarakat dan lingkungan mereka. Demikian pula guru tidak memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan literasi sains. (2) Bagi para siswa, belajar sains tampaknya hanya untuk keperluan menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran sains dirasakan sebagai beban yang harus diingat, dihafalkan, dan dipahami dan tidak dirasakan maknanya bagi kehidupan mereka sehari-hari. Kekurangbermaknaan materi sains bagi siswa akan menyebabkan kurangnya minat dan
4 motivasi belajar. Hal tersebut juga akan bermuara pada rendahnya hasil belajar siswa dalam pelajaran sains. (3) Sumber-sumber belajar sains yang terdapat di masyarakat belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, guru masih berfokus hanya pada penggunaan buku teks sebagai sumber belajar. Dari beberapa permasalahan di atas,telah melatar belakangi mengapa penulis memilih pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) sebagai cara untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan mencoba meneliti dengan menggunakan pendekatan STM. Penelitian ini merupakan Action Research Class (penelitian tindakan kelas) yang diberi judul Implementasi Pendekatan STM ( Sains Teknologi Masyarakat ) sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas Vl SDN Gringgingsari Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014. 1..3 Cara Pemecahan Masalah Sesuai dengan perumusan masalah, maka untuk memecahkan masalah-masalah tersebut perlu mengimplementasikan pendekatan pembelajaran STM. Adapun langkah-langkah tindakan sebagai berikut : 1) Membuat rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pendekatan STM 2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas 3) Pembuatan lembaran kerja siswa (LKS) yang lebih komprehensif yang mencakup beberapa contoh isu-isu sosial dan teknologi, serta kaitan antara sains dengan masyarakat dan teknologi, yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengemukakan isu-isu sosial dan teknologi, serta kaitan antara sains dengan masyarakat dan teknologi yang lebih banyak lagi. 4) Melaksanakan pembelajaran IPA melalui pendekatan STM. Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan dengan tiga macam strategi belajar, yaitu sebagai berikut :
5 a. Strategi Pertama Menyusun topik-topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, diawal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada dilingkungan mereka. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan berbentuk konsep-konsep. b. Strategi Kedua Menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep - konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum. c. Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada disela-sela kegiatan belajar yang berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi. c.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah implementasi pendekatan pembelajaran STM dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas Vl SDN Gringgingsari Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang semester I Tahun Pelajaran 2013/2014?
6 1.5 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Secara umum yang menjadi tujuan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas VI SDN Gringgingsari, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014 menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM). 2. Manfaat Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan mempunyai manfaat, khususnya : 1) Manfaat Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat dapat meningkatkan keaktifan siswa, daya kreatifitas siswa, dan ketrampilan sosial sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Diharapkan siwa mampu memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2) Manfaat Bagi Guru Melalui pendekatan STM, guru dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengajar yang lebih inovatif serta sesuai kebutuhan kelas dan siswa, sehingga meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa. 3) Manfaat Bagi Sekolah Mampu memberikan sumbangan baik serta mendorong sekolah untuk selalu melakukan inovasi dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran IPA.