BAB IX PENUTUP. Ancaman bencana, baik bencana alam maupun bencana non-alam memang

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN... iv. MOTTO...

BAB V PROBLEM KERENTANAN BENCANA DESA TASIKMADU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

BAB III LANDASAN TEORI

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTEGRASI RPB dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004)

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. dapat diprediksi secara pasti. Dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KONTIJENSI TSUNAMI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan Bencana. kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Later Belakang

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan darurat (Emergency) menurut Federal Emergency. Management Agency (FEMA) dalam Emergency Management

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Karangwungulor ini penulis menggunakan metode Participatory Action research

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Merapi. Ada 8 Desa yang termasuk ke dalam KRB III. Penelitian ini bertujuan

BAB VI PENUTUP. dilakukan dalam proses pengurangan Risiko bencana di wilayah rawan bencana. Kabuaten Sinjai, dapat disimpulkan temuan sebagai berikut;

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian banjir dalam Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. satunya rawan terjadinya bencana alam banjir. Banjir adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

DAFTAR ISI. COVER DALAM... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii. MOTTO... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB VI DINAMIKA PROSES MEMBANGUN KESADARAN RISIKO BENCANA HIDROMETEOROLOGI. untuk melaksanakan program pendampingan di Kabupaten Trenggalek, Jawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keadaan responden berdasarkan umur pada tabel 12 berikut ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya. pemberdayaan dan modal sosial, namun bagaimanapun unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH PROVINSIRIAU NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017

Deklarasi Dhaka tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten Sukoharjo. Sukoharjo termasuk salah satu kabupaten yang sering

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I PENDAHULUAN. Bencana banjir merupakan limpahan air yang melebihi tinggi muka air

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Finalisasi RENCANA AKSI PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PESISIR SELATAN (PESSEL) TAHUN KALENDER : JANUARY - DECEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI KELURAHAN SADAR BENCANA (KELURAHAN BANJAR-SERASAN KEC.PONTIANAK TIMUR)

BAB I PENDAHULUAN. maka secara geologis, geomorfologi dan klimatologis Indonesia selalu mengalami

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMPERKUAT KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM. Prof. Dr. Ir. Nelson Pomalingo, M.Pd Bupati Kabupaten Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Selama 15 tahun terakhir, tren bencana di Indonesia didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN KANTOR PERWAKILAN PROVINSI SULAWESI UTARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. PENGESAHAN PENGUJI.iii. PERSYARATAN KEASLIAN... iv. PERSEMBAHAN...vii. ABSTRAK...

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA. USAID Adapt Asia-Pacific

MITIGASI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Transkripsi:

BAB IX PENUTUP A. Kesimpulan Ancaman bencana, baik bencana alam maupun bencana non-alam memang memiliki tingkat dampak yang berbeda-beda.di tiap tempat. Serta potensi keterpaparannya juga tidak mungkin sama, namun bencana sekali lagi merupakan sebuah hal yang dipengaruhi oleh banyak aspek yang melekat. Ancaman bencana tidak boleh jika hanya dipandang sebagai amarah alam belaka, melainkan merupakan implikasi dari banyak aspek. Ancaman bencana hidrometeorologi yang tergolong tinggi di Desa Tasikmadu, seharusnya tidak disertai dengan kerentanan yang juga tinggi. Namun, kondisi kemasyarakatn dan kebijakan yang belum memungkinkan, membuat kondisi ini menjadi tidak dapat dihindari. Setidaknya ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab tingginya kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometeorologi. Diantaranya sebagai berikut: faktor geografis yang kurang menguntungkan, kondisi masyarakat yang masih menganggap bencana sebagai hal alami dan bukan sesuatu yang penting, serta belum adanya kebijakan yang pro terhadap kebencanaan atau upaya pengurangan risiko bencana. faktor-faktor inilah yang kemudian jika tidak diupayakan sebuah langkah untuk perubahan. Maka akan semakin berdampak pada kondisi masyaarakat di masa mendatang. Karena selain terancam oleh bencana hidrometeorologi, desa ini juga terancam oleh bencana tsunami yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Kerenatanan masyarakat inilah yang kemudian harus direduksi untuk mengurangi kerentannanya. 249

250 Sebagai langkah kecil menuju perubahan, peneliti bersama subjek dampingan melakukan beberapa proses pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas desa terutama dalam mengurangi risiko bencana dan mengusahakan meniadakan risiko bencana sama sekali. Proses pembelajaran ini ialahmengadakan pembelajaran bersama melalui pembuatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Sistem Informasi Desa (SID). Yang mana dalam proses pembuatannya melalui beberapa tahapan yang sistematis untuk mencapai tujuan bersama, yakni memahami dan secara nyata melakukan tindakan perubahan menuju masyarakat yang tangguh terhadap ancaman bencana hidrometeorologi. Dengan membuat SIG dan SID, peran serta masyarakat untuk terlibat dalam proses perubahan sangat tinggi. Selain itu, beberapa stakeholder secara langsung dapat turut berpartisipasi aktif dalam proses penyadaran ini. Berikut beberapa langkah sistematis dalam proses pengorganisasisan ini: Pertama, Mapping dan transek menentukan titik rawan bencana hidrometeorologi yang mencakup mapping batas desa, mapping batas desa dan batas dusun, dan transek wilayah pemukiman. Kedua,Membuat SIG dan SID sebagai media Belajar dan Penyadaran Bencana bersama masyarakat, Ketiga, Pelatihan SIG dan SID bersama masyarakat. SIG dan SID memberikan dampak yang sangat banyak bagi proses penyadaran masyarakat, khususnya dalam mengahsilkan perencanaanperencanaan panjang bagi kehidupan masyarakat Desa Tasikmadu dimasa mendatang. Dengan danya proses belajar bersama ini memberikan beberapa pengaruh baik dari segi pemikiran, tindakan maupun kebijakan.

251 Yang pertama adalah perubahan dalam paradigma menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi. Masyarakat saat ini sudah mampu dalam membedakan antara ancaman bencana dengan bencana. kemudian dapat mengklasifikasikan karakteristik bencana dan ciri-ciri bencana. selanjutnya mampu dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat lain terkait ancaman bencana yang ada. Kedua, terbentuknya perdes tentang kebersihan lingkungan, yang nantinya akan menciptakan sistem dalam upaya pengurangan risiko bencana. diharapkan dengan terciptanya peraturan desa ini, dapat memberikan perubahan yang berarti terkait pola kebiasaan masyarakat yang masih sering membuang sampah sembarangan di sungai. Selai nitu pula, diharapkan dapat meningkatkan keilmuan dan aspek lainnya, seperti ekonomi. Ketiga, terbentuknya perencanaan matang dalam pembangunan tat ruang desa yang secara langsung akan memberikan dampak yang signifikan dalam upaya pengurangan risiko bencana. perencanaan tersebut merupakan penganggaran dana desa untuk membuat perbaikan drainase dibeberapa titik dan juga membuat sungai buatan sebagai upaya rekayasa aliran air sungai untuk mencegah terjadinya banjir bandang menahun yang selama ini terjadi di Desa tasikmadu. B. Saran Isu kebencanaan dalam kehidupan masyarakat Desa Tasikmadu memnag tidak bisa terlepas dari adanya beberapa faktor, yakni kondisi geografis, manusia dan kebijaka tat ruang wilayah.sehingga terdapat beberapa catatan untuk

252 menjadikan masyarakat memiliki kesiapsiagaan dalam bencana, yakni sebagai berikut: 1. Membangun penguasaan wilayah menjadi salah satu faktor utama yang menjadi upaya dalam proses mitigasi bencana, dimana masyarakat diajak untuk bersama-sama terlibat aktif dalam melakukan pemetaan dan membangun kembali kekuatan gotong royong dan sikap keterbukaan satu sama lain. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran akan pentingnya tata ruang wilayah yang didasarkan pada upaya pengurang risiko bencana, yang diharapkan dapat mengurangi atau mereduksi dampak baik secara material maupun non material (korabn jiwa dan harta benda). 2. Membangun kesadaran masyarakat akan tingginya ancaman bencana hidrometeorolgi juga merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan. Karena selama ini masyarakat masih menganggap bahwa bencana merupakan hal yang lumrah terjadi dan tidak perlu ditakuti (karena sudah terbiasa). Hal ini terjadi karena masyarakat belum benar-benar mengetahui apa saja ancaman bencana yang ada di desa mereka dan bahaya yang mengancam. Sehingga diharapkan setelah proses pendampingan ini masyarakat dapat menyadari secara penuh bahwa ancaman bencana dapat sewaktu-waktu terjadi dan masyarakat sudah siap siaga dalam menghadapinya. 3. Membangun kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana juga merupakan salah satu faktor penting yang perlu dilakukan dalam pendampingan ini. Disamping masyarakat mengetahui ancaman bencana, masyarakat juga harus memiliki kesadaran dalam mengurangi risiko bencana serta dapat bekerjasama dalam melakukan upaya kesiap siagaan.

253 Pendampingan yang dirancang melalui pembuatan media penyadaran berupa SIG dan SID ini dirasa peneliti lebih efektif dan aplikatif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometeorologi. Dengan proses pembelajaran yang fleksibel dan berpihak pada rakyat dengan cara menggali permasalahan melalui merumuskan masalah bersama masyarakat terlebih dahulu, membuat kegiatan aksi pendampingan ini dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendekatan dengan menggunakan participatory action research ini merupakan pendekatan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara penuh. Sehingga program yang akan dilaksanakan lebih efektif dan tepat sasaran. Hal ini pula yang kemudian menjadikan masyarakat dapat berfikir secara menyeluruh tentang kondisi kemasyarakatan dan dirinya sendiri dalam menghadapi ancaman bencana yang ada. Masyarakat dapat berfikir untuk menyelasaikan masalahnya sendiri tanpa adanya rasa keterpaksaan dari pihak manapun. Pembuatan media penyadaran melalui SIG dan SID merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah tingginya kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana. dimana media ini berfungsi untuk memberikan penyadaran secara langsung karena dilakukan secara bersama-sama di lapangan. Oleh karena itu, dapat diterapkan diberbagai tempat yang menjadi wilayah dengan potensi ancaman bencana apapun. Karena sesungguhnya media ini bersifat fleksibel dan aplikatif tergantung dari jenis dan tema yang akan diterapkan. Sehingga media penyadaran SIG dan SID ini harus diterapkan oleh pemerintah dalam upaya pengurangan risiko bencana dengan tata ruang yang ada.