IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

PENDAHULUAN. perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam dunia internasional kerapu dikenal dengan nama grouper yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Djalaluddin Gorontalo. Pemeriksaan parasit yang

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU CANTANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

Infestasi parasit pada benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu Jakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

NO. 26/MPP.Booklet/2013. Penanganan Hama dan Penyakit padaa Ikan Kakap Putih PENYUSUN: FAHRUR RAZI, SST

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

KARYA ILMIAH MERAIH SUKSES DENGAN BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

Alitropus typus dan Chironomus tentans

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beternak lele

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kondisi umum perairan lokasi penelitian Perairan pulau Semak Daun terletak di sebelah utara pulau Panggang dan Pulau Karya, dan di sebelah selatan pulau Karang Bongkok. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi karang penghalang (barier reef) sehingga terbentuk perairan dangkal terlindung (perairan karang dalam/gosong) seluas 315 ha (PKSPL 2009). Perairan ini memiliki karakteristik hidroseanografi sebagai berikut : Tipe pasut di perairan ini tergolong pasut campuran dominan tunggal, yaitu mengalami satu kali pasang dan satu kali surut selama 24 jam. Arah arus dominan menuju barat daya, yang berarti jika laut sedang pasang, maka arus akan mengalir ke barat daya, dan ketika surut akan menuju timur laut. Secara umum pola arah perambatan gelombang di lokasi Sea Farming mengikuti arah perambatan gelombang di Laut Jawa dan dipengaruhi oleh angin musim. Pada musim barat, gelombang akan merambat dari arah utara ke selatan dengan tinggi gelombang mencapai 0,5 m, sedangkan pada musim timur arah gelombang merabat dari timur ke barat dengan tinggi gelombang menacapai 0,6 m (SEAWATCH BPPT 2000 dalam PKSPL 2009). Suhu di area Sea Farming berkisar 29,6 0 C hingga 30,4 0 C. Suhu di perairan ini mempunyai pola harian yang nyata, dimana suhu merambat secara perlahan untuk mencapai nilai maksimum dan menurun secara perlahan untuk mencapai nilai minimum. Salinitas perairan berada diantara 32,53 psu hingga 33, 1 psu. Kisaran kandungan O 2 di area Sea Farming tidak terlalu besar, yaitu antara 4.421 hingga 4.596 mg/l. Selain itu, perairan di area Balai Sea Farming memiliki karakteristik kualitas air sebagai berikut: 1. Parameter Fisika Perairan terdiri dari kekeruhan, kecerahan air (kedalaman Secchi) dan kandungan partikel tersuspensi. Kandungan TSS di lokasi balai masih berada di bawah baku mutu yang tersedia (< 20 mg/l), berarti kegiatan di KJA Balai Sea Farming tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai TSS di lokasi perairan. Untuk parameter fisik lainnya seperti kekeruhan dan kecerahan air (kedalaman Secchi) masih menunjukkan nilai di bawah batas maksimal baku mutu untuk kekeruhan batas dalam baku mutu yaitu 5 m, sedangkan kekeruhan standar baku mutunya < 5 NTU. 2 Parameter Kimia Perairan terkait parameter kelarutan oksigen,

kandungan bahan organik dan nutrient dan parameter kontaminan seperti logam. Kandungan oksigen terlarut di lokasi KJA masih dalam nilai sangat baik dan berada di atas baku mutu (diatas 5 mg/l). Nilai BOD5 masih sangat jauh di bawah baku mutu yang diperkenankan yaitu 20 mg/l. Rendahnya parameter ini mengindikasikan masih rendahnya kandungan beban bahan organik yang harus diuraikan oleh bakteri secara biologis di perairan dan kolom air khususnya. Kandungan minyak lemak di lokasi ini menunjukkan nilai yang sangat rendah dibawah detection limit: < 1 mg/ L, berarti aktifitas manusia hanya memberikan sedikit sumbangan kandungan minyak lemak di kawasan ini. Berbeda dengan KJA perairan pulau Semak Daun, KJA perairan pulau Karang Congkak memiliki karakteristik kualitas air sebagai berikut : 1. Parameter fisik yaitu suhu berkisar antara 30.4-31. 0 C, kecerahan masih berada dalam batas baku mutu kedalaman sechi yaitu 3 5 m, kandungan padatan tersuspensi (TSS) berada di bawah baku mutu yang tersedia (< 20 mg/l), sedangkan untuk kekeruhan masih dibawah batas maksimal baku mutu yaitu 5 NTU. 2. Parameter kimia terdiri dari kandungan oksigen terlarut masih sangat baik dan berada diatas baku mutu 5 mg/l (6.26 7.15 mg/l), salinitas 34 psu dengan standar baku mutu antara 33 34 psu, kandungan amoniak dalam nilai yang rendah dan aman di bawah baku mutu, kandungan nitrat berada jauh melebihi kandungan maksimal yang diperbolehkan dalam baku mutu yaitu 0,008 mg/l (diduga terkait dengan peran oksigen dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi), dan kandungan logam berat yang diukur meliputi Pb, Cu, Cd dan Hg menunjukkan telah terjadi kecenderungan peningkatan nilai-nilai kandungan logam-logam di perairan. Tingginya nilai kandungan logam di lokasi diduga disebabkan oleh pengaruh massa air dari Teluk Jakarta yang masuk ke lokasi terbawa oleh arus musim. Pada saat musim timur khususnya, massa air Teluk Jakarta masuk ke kawasan ini, karena tidak dijumpai aktifitas manusia di kawasan pulau-pulau di Kepulauan Seribu yang menghasilkan logam berat.

4.1.2 Parasit yang ditemukan Ikan kerapu macan yang diambil dari KJA Perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu menunjukkan adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh parasit Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp. dan kista Myxosporea (Tabel 2 dan Tabel 3). Tabel 2. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA perairan pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal Ukuran Parasit Sampling ikan (cm) Kulit/ Organ yang diperiksa Sirip Operculum Insang Sisik D P V C 3/06/09 7-8,5 - - - - - - - 13/06/09 7,4-8,7 Diplectanum - - - - - Diplectanum; Alitropus sp. 20/06/09 8,5-10,9 Trichodina; Diplectanum - - - - - Diplectanum; Trichodina; Alitropus sp. 30/06/09 8,4 12,2 - - - - - - Diplectanum; 12/07/09 11 12,5 - - - - - - - Keterangan : (-) : tidak ditemukan parasit Berdasarkan Tabel 2, keberadaan parasit di KJA perairan pulau Semak Daun dimulai pada sampling kedua, yaitu Diplectanum (pada kulit/sisik dan insang) dan Alitropus sp. (pada insang). Untuk sampling ketiga parasit Trichodina ditemukan menyerang kulit dan insang, serta Diplectanum dan Alitropus sp. pada insang. Sampling ke-4 hanya parasit Diplectanum yang ditemukan pada insang. Untuk sampling kelima tidak ditemukan parasit saat dilakukan pemeriksaan.

Tabel 3. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA perairan pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal Sampling Ukuran ikan (cm) Parasit Organ yang diperiksa Kulit / Sisik Sirip Operculum Insang D P V C 20/06/09 10,4 11,5 - - - - - - Diplectanum; Alitropus sp. 30/06/09 10,7 12,4 - - - - - - Diplectanum; Kista Myxosporea 12/07/09 11,0 12,5 - - - - - - - 25/07/09 11,5 12,8 - - - - - - - 10/08/09 12,0 13,0 - - - - - - - Keterangan : (-) : tidak ditemukan parasit D : Sirip Dorsal V : Sirip Ventral P : Sirip Pectoral C : Sirip Caudal Berdasarkan Tabel 3, keberadaan parasit di KJA perairan pulau Karang Congkak ditemukan pada organ insang saja. Pada sampling ke-1, parasit yang ditemukan yaitu Diplectanum dan Alitropus sp. Untuk sampling ke-2, parasit Diplectanum dan Kista Myxosporea. Pada sampling berikutnya tidak ditemukan parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan. Pengambilan sampel berbeda waktunya dengan KJA di perairan Pulau Semak Daun dikarenakan kedatangan ikan yang berbeda pada masing-masing KJA. Gejala benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) terinfeksi suatu parasit ditandai lendir yang berlebihan, dan penggeripisan sirip ekor seperti Ekor gripis tampak pada Gambar 9. Lendir yang berlebihan dikarenakan adanya reaksi yang ditimbulkan oleh ikan ketika parasit yang menginfeksi tubuhnya sehingga dengan lendir ikan berupaya untuk melindungi dirinya.

Lendir Gambar 11. Tanda-tanda benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang didederkan di KJA Balai Sea Farming yang terinfeksi penyakit Adapun jenis-jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan antara lain Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp., dan kista Myxosporea seperti tampak pada Gambar 10. a. b. c. d. Gambar 12. Jenis jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan, a). Diplectanum, b). Alitropus sp., c). Trichodina d). Kista Myxosporea Parasit Diplectanum termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang. Parasit Diplectanum disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering ditemukan pada ikan laut. Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang

membedakannya dari spesies lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal), dan 2 pasang jangkar yang terletak berjauhan (Zafran et al., 1997). Menurut Diani (1996) dalam Susanti (2001) panjang Diplectanum berkisar antara 0,5 1,0 mm. a. b. c. Gambar 13. Parasit Diplectanum a). Spesimen pada insang benih kerapu macan b) Morfologi spesimen dari kerapu macan (perbesaran 40x10) c). Sketsa Parasit Diplectanum menurut Noble et al. 1989 Trichodina merupakan ektoparasit di ikan air laut yang bersifat ektokomensal, dimana mereka menggunakan inang sebagai daerah untuk

mencari makanannya, yaitu partikel air, bakteri dan detritus. Dilihat dari bentuk blade, Trichodina yang didapat pada penelitian ini memiliki blade yang bengkok seperti sabit dan bagian ujungnya meruncing. Selain itu, arah putaran blade dari Trichodina yang ditemukan melawan arah jarum jam. Thorn berbentuk agak ramping, sedikit bengkok dan meruncing ke arah tengah. Bagian tengah adhesive disc yaitu dentikel ring terdiri dari 24 dentikel (Gambar 12a.). Parasit ini merupakan protozoa dari golongan ciliata berukuran ± 50µm berbentuk bundar dengan sisi lateral berbentuk lonceng, memiliki cincin dentikel sebagai alat penempel dan memiliki silia di sekeliling tubuhnya. Gambar 14. Parasit Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan Parasit Alitropus sp. (Gambar 13) yaitu parasit Crustacea yang masuk ke dalam kelas Isopoda, Family Aegidae, dan Genus Alitropus sp.. Alitropus sp. memiliki badan pipih, lebar, oval dengan bagian perut yang datar dan permukaan punggung yang agak cembung, memiliki dua antena, mata yang besar dan bersifat fakultatif. Secara umum tubuh Isopoda terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala (cephalon) yang tidak bersegmen, dilengkapi sepasang mata, dua pasang antena dan mulut. Tubuh (peraon) terdiri dari 7 segmen dan masing-masing dilengkapi sepasang kaki (peraepoda). Bagian terakhir dari Isopoda adalah pleon yang terdiri dari 6 segmen dan segmen tersakhir disebut pleotelson (Kabata 1985).

Gambar 15. Parasit Alitropus sp. Tabel 4. Prevalensi (P) dan Intensitas (I) parasit yang menyerang benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Balai Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu. Tanggal Sampling Ukuran ikan (cm) Diplectanum Trichodina Alitropus sp. P(%) I P(%) I P(%) I 3/06/09 7,0-8,5 0 0 0 0 0 0 13/06/09 7,4-8,7 100 71.67 0 0 60 1.3 20/06/09 8,5-10,9 100 72.8 40 46.5 0 0 30/06/09 8,4-12,2 100 5.5 0 0 0 0 12/07/09 11,0-12,5 0 0 0 0 0 0 Dilihat hasil pada Tabel 4, sampling pertama tidak ditemukan parasit. Sampling kedua, prevalensi parasit Diplectanum 100% dan Alitropus sp. nilai prevalensinya sebesar 60%. Sampling ketiga, parasit Diplectanum memiliki prevalensi sebesar 100%, sedangkan untuk prevalensi parasit Trichodina 40%. Untuk sampling keempat 100% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Diplectanum. Nilai 100% menyatakan bahwa ikan yang terserang parasit Diplectanum dan Alitropus sp. sebesar 60% dari jumlah ikan yang diperiksa sedangkan ikan yang terinfeksi parasit Trichodina sebanyak 40% dari jumlah ikan yang diperiksa.

Pada sampling kedua intensitas Diplectanum sebesar 71.67 dan Alitropus sp.1.3, berarti jumlah rata-rata parasit Diplectanum ditemukan pada ikan yang terinfeksi sebesar 71.67 dan parasit Alitropus sp. sebesar 1,3 dari jumlah ratarata parasit yang ditemukan dari jumlah ikan yang terinfeksi parasit tersebut. Untuk sampling ketiga diperoleh intensitas parasit Diplectanum sebesar 72.8, dan Trichodina 46.5. Untuk sampling keempat nilai intensitas parasit Diplectanum adalah 5.5 berarti sebanyak 5.5 Diplectanum ditemukan dari 5 ekor ikan yang diperiksa. Pada sampling kelima tidak dilakukan penghitungan karena parasit tidak ditemukan. Tabel 5. Prevalensi (P) dan Intensitas rata-rata (I) parasit yang menyerang benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Perairan Pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal Sampling Ukuran ikan (cm) Diplectanum Kista Myxosporea Alitropus sp. P(%) I P(%) I P(%) I 20/06/09 10,4 11,5 100 62.8 0 0 20 1 30/06/09 10,7 12,4 40 15 20 10 0 0 12/07/09 11,0 12,5 0 0 0 0 0 0 25/07/09 11,5 12,8 0 0 0 0 0 0 10/08/09 12,0 13,0 0 0 0 0 0 0 Pada Tabel 5. sampling pertama yaitu sebesar 100% ikan yang terinfeksi parasit Diplectanum, sedangkan Alitropus sp. memiliki nilai prevalensi parasit 20 % dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Alitropus sp. Untuk sampling kedua, prevalensi Diplectanum sebesar 40%, dan kista Myxosporea sebesar 20% berarti sebanyak 20% ikan yang terinfeksi parasit kista Myxosporea dari jumlah ikan yang diperiksa. Sampling ketiga, keempat dan kelima tidak ditemukan parasit. Intensitas parasit tertinggi yang menyerang benih kerapu macan di KJA perairan pulau Karang Congkak diperoleh dari sampling tanggal 20 Juni 2009 yaitu Diplectanum sebesar 62.8 yang berarti ada 62.8 parasit Diplectanum yang menginfeksi benih ikan kerapu macan. Selain itu, terdapat intensitas parasit

Alitropus sp. 1, dan 15 Kista Myxosporea dari jumlah rata-rata ikan yang terinfeksi parasit tersebut. 4.2 Pembahasan Benih ikan kerapu macan di KJA Perairan Pulau Semak Daun terinfeksi oleh parasit. Parasit yang ditemukan yaitu Diplectanum, Trichodina dan Alitropus sp. Sedangkan, benih ikan di KJA Perairan Pulau Karang Congkak terinfeksi parasit Diplectanum, Alitropus sp., dan kista Myxosporea. Diplectanum merupakan parasit yang bersifat inang spesifik, dan lebih dominan menyerang insang. Parasit ini banyak ditemukan menyerang ikan-ikan dari famili Serrenidae. Kabata (1985) menemukan Diplectanum sp. menyerang ikan Epinephelus tauvina yang dipelihara di karamba jaring apung perairan Singapura. Diplectanum ditemukan dikulit kemungkinan karena terhempas dari insang dan menempel dikulit. Hal ini dapat dilihat dari intensitas rata-rata Diplectanum yang ditemukan dikulit sangat sedikit. Ikan kerapu yang terinfeksi Diplectanum terlihat bernapas lebih cepat dengan tutup insang yang selalu terbuka. Infeksi Diplectanum mempunyai hubungan erat dengan penyakit sistemik seperti vibriosis. Insang yang terinfeksi biasanya berwarna pucat dan produksi lendirnya berlebihan (Chong & Chao, 1986). Selain itu, gejala klinis yang ditimbulkan adalah menurunnya nafsu makan, tingkah laku berenang yang abnormal pada permukaan air, warna tubuh berubah menjadi pucat. Parasit Diplectanum ditemukan pada semua ikan sampel, dan umumnya menyerang organ insang. Serangan berat dari parasit ini dapat merusak filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan kematian karena adanya gangguan pernapasan. Selain itu, gangguan pernafasan disebabkan oleh karena produksi lendir yang berlebihan sehingga insang tertutup lendir. Warna insang ikan kerapu yang terinfeksi terlihat pucat (Zafran et al., 1998; Koesharyani et al., 2001). Vektor atau pembawa parasit Diplectanum sp. ialah air. Hal ini dapat dilihat dari siklus hidupnya. Diplectanum memiliki siklus hidup langsung (Grabda 1991), artinya tidak melibatkan inang antara dimana telur yang dilepaskan diperairan, setelah 2-3 hari akan menetas menjadi larva bersilia (oncomirasidium) yang bergerak bebas di alam (diperairan) selama 6-8 jam maksimal 24 jam,

kemudian mencari inang yang tepat. Oncomirasidium akan menempel pada insang dan berkembang menjadi dewasa. Trichodina mempunyai siklus hidup yang sangat sederhana. Yaitu mereka merupakan inang tunggal dan tidak menggunakan pergantian generasi atau penggandaan diri secara asexual pada inang. Reproduksinya dengan pembelahan menjadi dua, membelah diri dengan langsung. Sehingga menghasilkan anak dengan jumlah denticle setengah dari sel induk. Pelengkapan denticle dipulihkan oleh syntesis denticle baru dari tepi sel bagian luar. Transmisi terjadi melalui kontak langsung dari host yang terinfeksi dan tidak terinfeksi, dan juga dengan berenang aktif dari trichodinids dari satu host ke yang lain. Trichodina sel berenang dengan permukaan adoral menghadap ke depan. Di permukaan, mereka bergerak lateral, dengan menghadap adoral permukaan substrat. Trichodina yang ditemukan oleh Sonya (2006) pada ikan kerapu macan yaitu Trichodina retuncinata, Trichodina sp.1, dan Trichodina sp.2 jika dilihat dari arah putaran dentikelnya yaitu searah jarum jam. Akan tetapi, Trichodina yang ditemukan pada penelitian yaitu melawan jarum jam. Hal ini berarti, ada jenis Trichodina lain yang juga menyerang ikan kerapu macan dan ditemukan di perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Dengan ini, telah ditemukannya 4 spesies Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan. Ikan kerapu yang terinfeksi mengalami iritasi pada kulit, produksi lendir berlebih, insang pucat, megap-megap sehingga ikan sering menggantung di permukaan air atau dipinggir jaring, nafsu makan menurun, gerakan ikan lemah, sirip ekor rusak dan berwarna kemerahan akibat pembuluh darah kapiler pada sirip pecah. Luka yang disebabkan oleh parasit Trichodina dapat dijadikan sebagai jalan masuk bagi bakteri untuk menginfeksi benih ikan kerapu macan. Parasit Alitropus sp. melekat pada ikan dan melewati stadia jantan sebelum menjadi betina. Baik Isopoda jantan maupun betina menempel secara permanen ditubuh ikan. Kemudian telur dilepaskan ke perairan dan berkembang menjadi larva lalu melekat pada inang hingga dewasa ketika ikan dalam keadaan lemah atau lingkungan yang buruk. Isopoda kemungkinan mempunyai inang spesifik yang tinggi dan akan mencari kesempatan untuk memilih inang yang tepat. Isopoda ini merupakan parasit fakultatif, yaitu parasit yang akan menempel pada ikan jika keadaannya lemah atau lingkungan yang buruk. Dengan sifat oportunistik dan parasit fakultatif, maka derajat kerusakan pada ikan bervariasi

sesuai dengan tempat penempelan dan perbandingan antara intensitas Isopoda dengan inangnya. Ukuran Isopoda yang besar dapat menyebabkan kerusakan dan abrasi jika menempel pada kulit dan insang ikan (Grabda 1991). Alitropus sp. ditemukan menyerang insang dan permukaan kulit benih ikan kerapu macan yang dipelihara di keramba jaring apung. Serangan Alitropus sp. pada insang benih ikan kerapu macan menyebabkan ikan mengalami kesulitan bernafas sehingga insang pucat, kehilangan nafsu makan dan berenang tidak teratur. Akibat serangan parasit ini jaringan tubuh ikan rusak, nekrosis pada dermis dan filamen insang. Parasit ini bila tidak segera ditangani menyebabkan kematian bagi ikan. Gejala klinis ikan yang terserang parasit Alitropus sp. yaitu abnormalitas dalam berenang, gerakan lamban, kehilangan nafsu makan, anemia, pertumbuhan lambat dan kematian akan terjadi pada hari ke 2-3 setelah ikan diserang Alitropus sp. (Koesharyani et al., 1999). Oleh masyarakat pulau Seribu parasit ini disebut kutu jokong. Klasifikasi parasit golongan Myxosporea didasarkan pada karakteristik morfologi dari fase vegetative dan spora (Dana dalam Suryani 1998). Spora Myxosporea terbentuk oleh cangkang yang terdiri dari dua katup yang biasanya simetrik dalam bentuk maupun ukuran. Pada bagian apora terdapat kapsul polar, dan pada bagian posterior terdapat sporoplasma (Kudo dalam Suryani 1998). Pada sampel ikan yang terinfeksi Myxosporea dapat dilihat insang tampak pucat dan terdapat bintik merah pada bagian lamella insang. Kista Myxosporea hanya ditemukan pada benih ikan kerapu macan di KJA perairan Pulau Karang Congkak. Kista Myxosporea ditemukan pada ikan kerapu macan yang berukuran ± 10 cm, dengan umur ikan ± 30 hari. Dilihat dari siklus hidupnya kista Myxosporea berasal dari cacing tubificid sebagai tuan rumah perantara, kemudian masuk ke dalam tubuh ikan melalui pakan atau air. Di dalam tubuh ikan, cacing bereproduksi menghasilkan telur. Myxosporea menyerang epitel ikan dan dalam waktu 1-1,5 bulan membentuk kista di organ inang. Pada pemeliharaan ikan di KJA pakan yang diberikan yaitu pakan buatan atau pellet. Kista ini diduga berasal dari hatchery sebagai tempat awal pemeliharaan ikan, karena kita tidak mengetahui ikan ketika di hatchery diberi pakan pellet atau rucah. Apabila dilihat dari keragaman parasit yang terdapat di perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak jumlah spesies parasitnya termasuk

sedikit. Menurut Noble et al. (1989) ikan yang menghabiskan seluruh siklus hidupnya hanya di satu tipe perairan akan memiliki parasit lebih sedikit daripada ikan yang berpindah-pindah. Pada awal pemeliharaan benih ikan kerapu macan tidak terinfeksi parasit namun setelah seminggu pemeliharaan ikan terinfeksi parasit, diduga ikan pada saat itu dalam kondisi stress atau lemah. Hal yang menyebabkan ikan dalam kondisi stress atau lemah dikarenakan adanya perubahan lingkungan pemeliharaan, ikan yang semula dipelihara didalam bak di hatchery kemudian didederkan di KJA. Pemeliharaan ikan di hatchery lingkungannya lebih terkontrol dibandingkan di KJA. Di KJA lingkungan pemeliharaan ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam. Adanya arus dan suhu yang selalu berfluktuasi mengakibatkan ikan stress. Akan tetapi setelah satu bulan pemeliharaan di KJA perairan Pulau Semak Daun, parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan tidak ditemukan. Kemungkinan ikan sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, selain itu diduga karena ikan sudah diberi penanganan pengobatan. Parasit yang ditemukan memang hidup di perairan sekitar KJA, dengan air sebagai vektornya maka parasit akan siap menyerang ikan jika dalam kondisi ikan melemah. Selain itu, ikan-ikan yang hidup di perairan sekitar KJA kemungkinan juga bisa menularkan parasit. KJA perairan Pulau Semak Daun dilihat dari nilai intensitas serangan parasit dan waktu kemunculan parasit yang lebih dominan dibanding KJA perairan Pulau Karang Congkak. Hal ini berarti potensi KJA perairan Pulau Semak Daun untuk terserang penyakit parasit lebih besar dibanding KJA pulau Karang Congkak. Sifat lingkungan perairan dengan arus yang tidak besar yang memungkinkan parasit dapat berkembang biak dengan baik. Penurunan intensitas parasit Diplectanum pada masing-masing lokasi KJA dikarenakan ikan mengalami pertambahan ukuran. Ektoparasit pada ikan karnivora akan berkurang intensitasnya jika ikan tersebut mengalami pertambahan pertumbuhan. Insang yang menjadi substrat oleh parasit Diplectanum akan mengeras, sehingga Diplectanum tidak dapat berkembang biak. Selain itu, dikarenakan telah dilakukan tindakan pengobatan yaitu pencucian ikan dengan air tawar dan diberi acriflavin maka intensitas serangan parasit Diplectanum berkurang.

Kondisi lingkungan berhubungan erat dengan penyebab ikan terserang penyakit. Serangan penyakit terjadi pada pengambilan sampel pertama hingga ketiga. Kemungkinan pada saat itu kondisi lingkungan yang buruk menyebabkan ikan terserang penyakit. Kondisi gelombang dan arus dipengaruhi oleh angin musim. Pada musim angin timur, perairan dari Teluk Jakarta masuk ke dalam perairan kepulauan Seribu. Musim angin timur ditandai dengan sedikitnya curah hujan tetapi angin kencang. Sebagaimana kita tahu, perairan Teluk Jakarta saat ini sudah tercemar akan limbah. Sampah yang terbawa oleh gelombang masuk ke dalam perairan lokasi KJA terperangkap membuat kondisi ikan menjadi stress. Selain itu, adanya serangan penyakit parasit kemungkinan tertular dari ikan-ikan yang hidup di perairan lokasi KJA. Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau didalam organisme lain yang menjadi inangnya dengan mengambil keuntungan dari inang dan menimbulkan kerugian pada inang. Parasit tumbuh dan berkembang dengan menempel pada inangnya. Menurut hasil penelitian Rahayu (2009), pada Bulan Agustus hingga September KJA di Perairan pulau Karang Congkak dan Semak Daun, Kepulauan Seribu Jakarta benih ikan kerapu yang didederkan terinfeksi penyakit parasit dan bakteri. Parasit yang ditemukan adalah Trichodina, Diplectanum, kista Myxosporea dan Metacercaria sedangkan untuk bakteri adalah Vibrio sp. 1 dan Vibrio sp.2. Pada bulan Agustus hingga September mengalami peralihan musim yaitu musim penghujan dengan dipengaruhi angin musim Barat, perairan dari Lautan bebas dan sekitar pulau Karang Congkak dan Semak Daun masuk ke dalam lokasi KJA. Gelombang pada musim angin barat tidak sebesar pada musim angin timur, dan curah hujan yang tinggi. Air membawa sampah limbah rumah tangga dari pulau sekitar masuk dan terperangkap di lokasi KJA. Penyakit bakteri yang ditemukan oleh Rahayu (2009) diduga merupakan infeksi sekuder dari serangan parasit. Hal ini terkait hasil penelitian yang dilakukan pada bulan sebelumnya dengan musim yang berbeda didapat parasit Diplectanum yang menyebabkan infeksi sekunder. Prevalensi dan intensitas parasit Diplectanum yang ditemukan juga lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Rahayu (2009). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa parasit yang menginfeksi benih kerapu macan seperti Diplectanum, Trichodina, dan Alitropus sp. berasal dari perairan sekitar lokasi KJA. Oleh karena ikan pernah terinfeksi parasit tersebut maka perlu diwaspadainya parasit akan menginfeksi kembali di pembesaran.

Upaya untuk menanggulangi serangan penyakit parasit dilakukan pencegahan dan pengobatan. Hal yang memacu kecepatan perkembangbiakan organisme parasit dan penyakit sehingga dapat merugikan inang, bahkan dapat menyebabkan kematian yaitu kondisi kepadatan tinggi, dan jaring kotor serta jarang diganti dan dibersihkan. Kondisi lingkungan perairan di sekitar memang tidak bisa dikendalikan, tidak seperti dalam hatchery yang bisa kita kontrol. Hal ini menjadi resiko tersendiri dalam pemeliharaan ikan di KJA. Tindakan pencegahan yang dilakukan antara lain mengatur kondisi kepadatan ikan dan penggunaan jaring yang bersih serta melakukan pencucian dengan air tawar selama 5-10 menit secara rutin dan berkala. Pemberian pakan dicampur dengan multivitamin, guna meningkatkan daya tahan tubuh ikan. Terhadap penyakit Trichodina tindakan yang lebih penting ialah pencegahan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan suasana kesegaran dan kesehatan bagi ikan, sehingga ikan mempunyai daya tahan yang besar terhadap penyakit ini. Caranya ialah dengan memilih lokasi di mana air dapat selalu berganti lewat arus yang cukup. Bila ikan telah diketahui terserang penyakit maka tindakan yang perlu dilakukan ialah pengobatan. Tindakan pengobatan bila ikan terinfeksi parasit adalah sebagai berikut (Ghufran dan Kordi ( 2004)) ; 1. Parasit Diplectanum -perendaman dengan air tawar selama 15 menit kemudian untuk mengantisipasi adanya infeksi sekunder direndam acriflavin 10 ppm selama 1 jam -perendaman formalin 250 ppm selama 1 jam -perendaman dengan air laut bersalinitas tinggi 60 ppt selama 15 menit (selama pengobatan diberi aerasi cukup) 2. Parasit Trichodina -ikan direndam dalam larutan Formalin 200 ppm selama 30-60 menit. Perendaman diulang sampai ikan benar-benar sembuh. -ikan direndam dengan air tawar selama 15 menit atau dengan methylene blue 0,1 ppm selama 30 menit. Perendaman diulang sebanyak 2-3 kali. (selama pengobatan diberi aerasi cukup) 3. Parasit Alitropus sp. -ikan direndam dalam air tawar selama 15-30 menit -perendaman dengan formalin 200 ppm selama 30 menit (selama pengobatan diberi aerasi cukup)

-atau dengan pengendalian mekanis dengan mengambil langsung parasit ini dari bagian tubuh ikan yang terserang. 4. Kista Myxosporea -ikan direndam dalam air tawar selama 10-15 menit. -Penyakit disebabkan oleh parasit ini hingga kini belum ditemukan obat yang efektif.