BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SANKSI KEBIRI KIMIA, TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN, DAN ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembedaan antara bidang ilmu yang satu dengan yang lain adalah kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN SELAMA PROSES PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana. Pengertian tindak pidana yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM. HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB III PENUTUP. Perlindungan Anak Daerah Istimewa Yogyakarta adalah: b. Pencabulan, meskipun kadang-kadang pencabulan masuk dalam

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, susunan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

1. PENDAHULUAN. dengan meyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dalam Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

[

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kejahatan yang semakin marak terjadi di kalangan masyarakat, dimana

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SANKSI KEBIRI KIMIA, TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN, DAN ANAK 2.1. Sanksi Kebiri Kimia Kebiri yang berarti dihilangkan. Kebiri atau yang dapat disebut dengan kastrasi, dalam hal ini kebiri kimia adalah tindakan bedah atau menggunakan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan dan ovarium pada betina, dilakukan pada hewan atau manusia 1 Kebiri kimia yang artinya menghilangkan hormon testosteron dengan menyuntikan bahan kimia atau pil ke dalam tubuh manusia. Asal muasal kebiri kimia dari kebiri fisik dengan fungsi yang berbeda-beda di setiap negara sampai perkembangan jaman yang akhirnya sampai kebiri dilakukan dengan cara kimiawi. Berawal dari sebuah simbol penghukuman berlandaskan keagaaman, yang dilakukan pada mayat prajurit yang dianggap bersalah. Berlanjut hingga zaman dinasti tiongkok menjadi salah satu syarat seorang kasim penjaga istana agar tidak melakukan pelecehan atau menghilangkan kehormatan kerajaan istana yang bertugas menjaga istri, selir dan anak-anak raja pada zaman itu. Di zaman modern kebiri kimia digunakan sebagai bedah medis secara kimia didalam prosedur menghilangkan kelamin pria yang ingin menjadi wanita (Transgander). Sanksi merupakan akibat dari suatu perbuatan yang mendapat reaksi dari pihak lain. Sanksi memiliki arti yang sangat luas, dalam hal ini sanksi adalah Maret 2017 1 Anom, 2016, Kebiri, URL: https://id.wikipedia.org/wiki/kebiri, diakses pada tanggal 2 27

konsekuensi yang logis dari sebuah perbuatan yang dilakukan karena sebuah pelanggaran hukum. Sanksi hukum dapat dibedakan lagi berdasarkan lapangan hukumnya, misalnya sanksi perdata, sanksi administrasi, sanksi pidana. 2 Uraian tersebut di atas apabila di tarik dari kata Pemidanaan (Strafrecht) diartikan kembali yang sama pengertiannya dengan sebuah penghukuman, kemudian penghukuman tersebut merupakan sebuah sanksi, sanksi pidana yang mencakup semua jenis hukum pidana atau pengaturan hukum pidana yang diatur didalam KUHP maupun ketentuan di luar KUHP. 3 Pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkenaan dengan sanksi dalam hukum pidana. Adanya persamaannya dengan pengertian umum, yaitu sebagai suatu sanksi yang berupa tindakan yang menderitakan atau suatu nestapa. Di indonesia menggunakan dua jenis saknsi Pidana yaitu Pidana (straf) dan tindakan (maatregels) dalam menerapkan konsep individualisasi pemidanaan dibangun dalam rangka paradigma modern. Melalui dua jalur (double track system), sanksi pemidanaan akan lebih mencerminkan keadilan dari sudut pandang korban, pelaku, maupun masyarakat. Menurut Muljatno, sanksi pidana merupakan larangan yang disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, yang masuk kedalam unsur formil dari unsur-unsur tidak pidana. 4 Sanksi pidana dijatuhkan kepada seseorang yang memang dinyatakan dan terbukti bersalah atas sebuah perbuatan yang melanggar hukum pidana, yang 2 Sri Sutatiek, 2013, Rekonstruksi Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Anak Di Indonesia, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, hlm 1. 3 Tolib Setiady, Op.cit, hlm 6 4 Moeljatno, 2009, Asas-asas Hukum Pidana, Rineika Cipta, Jakarta, hlm 3 28

membutuhkan kehati-hatian didalam penjatuhannya agar tidak mengurangi hak asasi manusia Perwujudan suatu sanksi pidana dapat dilihat sebagai suatu proses, perwujudan kebijakan melalui tiga tahap yaitu: 5 1. Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang 2. Tahap pemberian atau penjatuhan pidana oleh pengadilan 3. Tahap pelaksanaan pidana oleh aparat eksekusi pidana Sesuai dengan tujuan pemidanaan melalui kebijakan pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. Dalam arti keseluruhannya yaitu Suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan diambil dari definisi Marc Ancel yang merumuskan The rational organization of the control of crime by society. 6 Pemidanaan atau penjatuhan sanksi di Indonesia terhadap seorang pelaku kejahatan menimbulkan banyak pandangan dari berbagai sudut pandang, mengenai teori pemidanaan yaitu pemidanaan yang berdasarkan teori absolute teori pembalasan (vergeldings theorien) seseorang yang telah melanggar hukum pidana dijatuhi sanksi sebagai bentuk untuk pembalasan atas apa yang telah dilakukan. Dalam teori ini pemberian sanksi sebagai bentuk pembalasan yang dijatuhi oleh negara bertujuan menderitakan penjahat akibat perbuatannya. Teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien) menjelaskan bahwa penjatuhan sebuah hukuman harus memiliki mafaat, berprinsip setiap pemberian sanksi berguna 5 Muliadi dan Barda Nawawi A, 1984, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni (Kotak Pos 272), Bandung, hlm 178 6 Barda Nawawi Arief I, Op.cit. hlm 3 29

untuk kesejahteraan masyarakat, dapat mencegah dengan tidak melakukan penyiksaan namun memberi efek jera sehingga setiap orang lebih berfikir ketika bertindak agar tidak melanggar peraturan yang berlaku. Pemidaan dengan teori gabungan (vereningingstheorien) yang artinya penggabungan dari teori absolute dan teori relatif dengan sudut pandang penghukuman dan sudut pertahanan tertib hukum masyarakat. 7 Sanksi pidana dalam kasus perkosaan, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri telah diatur yang salah satunya terdapat dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, di ancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 ini memperberat sanksi bagi pelaku pemerkosaan terhadap anak, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara, Perpu Nomor 1 Tahun 2016 mencantumkan tiga sanksi tambahan bagi pelaku pemerkosaan pada anak yakni, kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik. Perpu Nomor 1 Tahun 2016 ini mengubah dua Pasal dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yakni Pasal 81 dan 82, serta menambah satu Pasal 81A. Sanksi yang di buat diharapkan dapat mencegah dan menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki yaitu perbuatan yang melanggar hukum pidana, 7 Landen Marpaung, Op.cit, 105-107 30

didalam pembuatan peraturan yang menegaskan efektifitas sebuah sanksi membutuhkan proses yang tentunya berlandaskan kemanusiaan dan perkembangan jaman. Melihat hal tersebut maka pemerintah sering melakukan sebuah kebijakan formulasi sanksi demi sanksi yang sesuai untuk sekarang maupun di masa yang akan datang. Sanksi yang dicantumkan didalam Peraturan Pengganti undang-undang No 1 Tahun 2016 merupakan sebuah kebijakan sanksi yang dibuat merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan formulasi merupakan perencanaan atau program pembuat Undang-Undang mengenai apa yang dilakukan dalam menghadapi problem tertentu dan cara bagaimana melakukan atau melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan atau diprogramkan. 8 Didalam hukum pidana kebijakan formulasi sanksi merupakan sebuah upaya untuk menyeimbangkan antara perlindungan masyarakat, penanggulangan kejahatan dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan sanksi pidana merupakan kebijakan penegakan hukum berawal dari menyusun atau merumuskan hukum pidana, kemudian menerapkannya dengan peraturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan atau eksekusi hukum pidana. Kebijakan formulasi sanksi akan berguna mulai dari penyidikan sampai putusan hakim serta tahap eksekusi atau putusan hakim. Eksekusi adalah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum 8 Samsyul Fatoni, 2015, Pembaharuan Sistem Pemidanaan, Setara Press, Malang, hlm 21. 31

tetap artinya tidak ada upaya hukum lagi untuk mengubah putusan tersebut. 9 Sanksi harus memperhatikan penggunaan hukum pidana agar bertujuan nasional yang mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur, sesuai dengan Pancasila. Dimana hukum pidana memiliki tujuan untuk menanggulangi kejahatan dan pengayoman masyarakat. Perpu yang di buat diusahakan dapat mencegah dan menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki yaitu perbuatan yang melanggar hukum pidana atau merugikan secara materiil dan spirituil. Upaya pemberian sanksibertujuan untuk pencegahan dan penanggulangan kejahatan, yang dalam arti lain kebijakan kriminal (criminal policy) ini pun tidak lepas dari kebijakan sosial (social policy), yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy). 10 Sanksi tersebut juga harus memperhatikan biaya dan hasilnya, kemudian kapasitas kemampuan daya kerja dan etika bagian-bagian penegak hukum sehingga tidak melampaui kemampuan atau beban tugas. Sanksi yang di pergunakan demi menegakan hukum pidana harus sesuai dengan hukum nasional Indonesia atau hukum yang berlaku sekarang, bahwa permasalahan yang melanggar hukum pidana atau sebuah tindakan kejahatan harus sesuai dengan kriminalisasi yang dianut bangsa Indonesia yaitu sejauh mana perbuatan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, kemudian bagaimana masyarakat tersebut patut atau tidak patut dihukum atau dihukum sesuai dengan pelanggaran yang di lakukan. 215. 9 Leden Marpaung, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 10 Barda Nawawi Arief II. Op.cit, hlm 77 32

Sanksi yang patut untuk dijatuhkan, maka harus diingat sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan harus dilaksanakan dengan hati-hati. Bukan tidak mungkin sanksi yang dijatuhkan menjadi semacam bumerang dalam arti justru sebaliknya menimbulkan bahaya dan berbalik meningkatkan jumlah kejahatan yang terjadi masyarakat atau lebih parahnya akan timbul kejahatan-kejahatan yang baru dengan motif yang beragam. Sejak lahirnya UUD 1945, sebagaimana diseutkan oleh tiga guru besar hukum pidana Van Hamel, Simons, dan Van Bammelen. Perubahan, penambahan, dan sebuah pembaharuan Undang-undang telah dilakukan dari sejak dulu sehingga lahirlah beberapa peraturan perundang-undangan hukum pidana. 11 sehingga peraturan-peraturan dibawahnya dapat disesuaikan seiring dengan tindak kejahatan yang semakin beragam yang membutuhkan hukum yang berisikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perpu ini merupakan wujud kebijakan dari Presiden Republik Indonesia yang di keluarkan oleh Presiden dalam rangka mengadili tindak kejahatan yang dianggap sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa yakni tindak pidana pemerkosaan terhadap anak. 12 11 Tolib Setiady, Op. Cit, hlm 77 12 Resa, Begini Isi Lengkap Perpu Kebiri yang Resmi Diteken Oleh Bapak Presiden Jokowi, Indowarta.com, 26 Mei 2016, hlm 1 33

2.2. Tindak Pidana Pemerkosaan Tindak pidana pemerkosaan merupakan sebuah tindakan yang melanggar nilai kesusilaan, kejahatan terhadap kesusilaan yang didalam wetboek van strafrecht juga disebut misdrijven tegen de zeden. 13 Tindak pidana merupakan suatu perilaku yang memenuhi unsur pidana atau melanggar aturan pidana yang berlaku, kemudian tindakan pidana pemerkosaan sebagaimana diatur didalam Pasal 285 KUHP Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun. Kekerasan, pelecahan, dan eksploitasi seksual bukan hanya menimpa wanita dewasa tetapi juga anak-anak. Kejahatan seksual atau tindak pidana pemerkosaan tidak hanya dapat berangsung di lingkungan perusahaan, perkantoran atau tempat-tempat yang memberikan kesempatan manusia berlawanan jenis dapat saling berkomunikasi tetapi juga dapat terjadi di tempat yang tidak terduga bahkan di lingkungan keluarga. 14 Pemerkosaan berasal dari kata perkosa yang berarti paksa. Memperkosa yang berarti menundukan dengan kekerasan dan memaksa. Tindak pidana perkosaan atau yang disebut verckrachting. 15 Berdasarkan uraian tersebut tindak pidana pemerkosaan adalah suatu tindak kejahatan yang memaksakan suatu hubungan kelamin yang dilarang, dengan seorang perempuan yang tanpa 13 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2009, Kejahatan melanggar norma kesusilaan dan norma kepatutan, Sinar Grafika Offset, Jakarta, hlm 1 14 Abdul wahid dan Muhamad Irfan, Op.cit, hlm 7 15 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, hlm 96. 34

persetujuannya, persetubuhan yang dilakukan secara tidak sah tanpa persetujuan dan kemauan dari seorang perempuan kemudian menimbulkan pemaksaan dengan kekerasan, dan oleh seorang laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan yang bukan istrinya atau anak dibawah umur dilakukan ketika perempuan atau anak tersebut ketakutan dan di bawah ancaman. Delik ini adalah delik sengaja melakukan perbuatan tersebut dengan cara memaksa dengan hasrat yang disertai kekerasa dan ancaman. Pemerkosaan terjadi ketika seseorang terserang nafsu birahi, dan bersifat sangat subyektif. Beberapa ahli hukum memiliki pendapat mengenai arti dari pemerkosaan, yakni menurut Soetandyo Wignjosoebroto, Pemerkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan hukum yang berlaku itu melanggar. Adapun unsur-unsur tentang pemerkosaan menurut Sugandhi adalah: a. Pemaksaan bersetubuh oleh laki-laki kepada wanita yang bukan istrinya b. Pemaksaan bersetubuh itu diikuti dengan tindakan atau ancaman kekerasan c. Kemaluan pria harus masuk pada lubang kemaluan wanita d. Mengeluarkan air mani. Pendapat ini memiliki arti, menunjuk pada perkosaan yang dilakukan secara tuntas, yang mengacu kepada pihak pelaku (laki-laki) pemerkosaan sampai mengeluarkan air mani sehingga dianggap selesai, namun apabila tidak maka tidak dikatagorikan sebagai perkosaan. 16 16 Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Op.cit, hlm 40-41 35

Pendapat yang berbeda muncul dari P.A.F Lumintang dan Djisman Samosir mendefinisikan bahwa pemerkosaan tidak mengacu kepada sebuah tindakan seksual yang memperhitungkan perlu atau tidaknya unsur air mani, namun pada intinya tindakan yang memaksa seseorang melakukan persetubuhan, adanya kekerasan disertai ancaman, hal tersebut sudah merupakan tindak pidana pemerkosaan. 17 Faktor sehingga dapat terjadinya tindak pidana pemerkosaan tersebut dapat terjadi karena berbagai macam sebab, seperti rasa dendam kepada seorang perempuan yang menyakiti pelaku, sehingga pelaku penyalurkan emosinya kepada perempuan lain bahkan anak-anak. Terjadinya pemerkosaan juga didukung oleh peran pelaku, posisi korban, dan lingkungan. 18 2.3. Anak Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak didalam hukum adat merupakan seseorang yang belum menikah dan dan belum berdiri sendiri masih di bawah tanggung jawab orang tua. 19 Anak merupakan seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Didalam ilmu Psikologis, anak adalah periode perkembangan yang merentang dari bayi hingga usia lima atau enam tahun. Berdasarkan pemaparan diatas walaupun merujuk pada 193 17 P.A.F Lumintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 18 Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Op.cit, hlm 66-67 19 Maidin Gultom, Op.cit, hlm 31 36

usianya secara biologis dan kronologis didalam ilmu psikologis seseorang termasuk dewasa namun perkembangan mentalnya atau urutan umurnya maka seseorang bisa saja didiagnosa dengan istilah anak. Secara umum anak adalah seseorang yang dilahirkan dari sebuah perkawinan antara seorang perempuan dan laki-laki, dan meskipun seseorang yang dilahirkan oleh seorang wanita tidak dengan perkawinan tetap disebut dengan anak. Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur tentang usia anak yang dikategorikan sebagai anak yang antara lain sebagai berikut: a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Di dalam kitab undang-undang hukum pidana yang dikategorikan sebagai anak terdapat dalam pasal 287 ayat (1) KUHP yang intinya usia yang dikategorikan sebagai anak adalah seseorang yang belum mencapai 15 tahun. b. Kitab Undang-undang hukum Perdata (KUHPer) Hukum perdata memiliki pengertian mengenai anak sebagai subyek hukum yang dianggap tidak mampu. Pasal 330 KUHPerdata, anak adalah orang yang belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai usia batas legitimasi hukum sebagai subyek hukum atau layak subjek hukum nasional yang ditentukan oleh perundang-undangan perdata. c. Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak. Didalam pasal 1 ayat (2) menyatakan anak adalah seseorang yang belum mencapai batas usia 21 (Dua Puluh Satu) tahun dan belum pernah kawin. d. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 37

Pasal 1 ayat (5) yang menyatakan bahwa anak sebagai manusia yang berusia dibawah 18 tahun (Delapan Belas) Tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan. UNICEF menyatakan anak merupakan penduduk yang berusia 0 sampai 18 tahun, sama halnya konvensi hak anak yang menyatakan anak adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun. Dari pengertian tersebut berbeda dengan isi dari The Minimum Age ConvenantNomor 138, anak adalah seseorang yang berumur 15 tahun kebawah. Adanya perbedaan lagi dari undang-undang kesejahteraan anak yang menyatakan anak adalah seseorang yang berumur 21 tahun ke bawah dan belum menikah. 20 Beberapa penjesalan diatas mengenai katagori usia yang mendefinisikan anak, maka terdapat didalam pasal 1 angka 1 Undang-undang no 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Undangundang tersebut mengandung makna bahwa anak-anak diatur khusus dibedakan dengan katagori orang yang bukan termasuk anak. Pasal 1 angka 12 mengenai hak anak, yakni hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah. Yang artinya anak-anak merupakan subyek hukum yang patut dlindungi oleh hukum, pemerintah, dan negara. 20 Abu Huraerah, 2007, Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa, Bandung, hlm 47 38