BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan Mentawai menjadikan spesies ini dianggap sebagai cerminan leluhur Presbytis di Asia Tenggara (Fuentes, 1996). Primata ini hidup dalam kelompok kecil dengan 2 sampai 8 individu. Joja merupakan satu-satunya monyet dari keluarga Cercopithecidae yang hidup dalam tiga tipe komposisi grup, yaitu 1 jantan - 1 betina, 1 jantan banyak betina, dan banyak jantan banyak betina (Sangchantr, 2004). Joja merupakan salah satu primata endemik Indonesia yang terancam punah. Daftar merah IUCN mengkategorikannya sebagai satwa yang terancam punah (endangered). Hal ini karena tren dari populasi primata ini yang mengalami penurunan (Anonim, 2012). Primata ini juga terdaftar dalam kategori Appendix I dalam situs CITES. Ancaman terhadap primata ini adalah adanya perburuan yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk dikonsumsi. Selain itu, pengurangan habitat juga mempunyai andil dalam pengurangan populasinya di alam. Lebih kurang 31% habitatnya telah hilang (Supriatna dan Wahyono, 2000). 1
2 Pulau Siberut merupakan salah satu habitat dari Joja. Selain di pulau ini, Joja dapat ditemui di Pulau Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Keempat pulau tersebut merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Mentawai. Pulau Siberut merupakan pulau terluas di antara tiga pulau yang lain, yaitu sekitar 403.000 ha. Kerusakan hutan akibat penebangan dan deforestasi di Pulau Siberut merupakan yang paling minimum dibanding tiga pulau yang lain (Whittaker, 2006). Oleh karena itu, pada tahun 1976, sebagian pulau ini (6.500 ha) ditetapkan sebagai cadangan biosfer oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Kemudian pada tahun 1981 diperluas menjadi 56.000 ha (Asian Development Bank, 2001). Namun saat ini areal hutan Siberut mulai terancam dengan adanya pembukaan lahan untuk perladangan, legal dan illegal logging yang mulai banyak terjadi di bagian utara pulau (Setiawan, 2008). Pembukaan lahan dalam skala besar di Pulau Siberut dimulai sejak tahun 1972 ketika pemerintah menerbitkan izin untuk empat perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Empat perusahaan tersebut mendapat lahan di bagian utara dan selatan pulau. Total lahan yang telah dipanen perusahaan tersebut dalam rentang tahun 1972 hingga 1993 adalah 130.650 ha. Aktifitas penebangan sempat dihentikan antara tahun 1993 hingga 1999, namun pada tahun 2000 kembali diizinkan. Sebanyak 11 konsesi perkebunan kelapa sawit dan penebangan diusulkan atas lahan seluas 274.500 ha (68,1% dari luas total
3 Pulau Siberut. Pada saat ini, perusahaan yang memanfaatkan hasil hutan kayu di Pulau Siberut tinggal satu, yaitu PT Salaki Summa Sejahtera. Siberut Conservation Programme (SCP) adalah sebuah program di bidang pelestarian alam dan kebudayaan yang areal penelitiannya bersebelahan dengan PT Salaki Summa Sejahtera, tepatnya berada di Pulau Siberut bagian utara. Program ini merupakan hasil kerja sama antara Institut Pertanian Bogor dengan Deutschen Primatenzentrums (DPZ). Stasiun penelitian yang dikelola SCP terletak di kawasan hutan Peleonan, yaitu hutan primer yang terdiri dari hutan rawa dan hutan dataran rendah. Hutan Peleonan merupakan habitat alami bagi Joja di Pulau Siberut. Penelitian tentang Joja terus dilakukan secara langsung di habitat alaminya, salah satunya adalah Hutan Peleonan di Siberut Utara. Hal ini karena Joja tidak ditemukan di kebun binatang mana pun dan tidak dapat beradaptasi dengan baik di penangkaran (Watanabe, 1981). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Hutan Peleonan yang menjadi stasiun penelitian dari Siberut Conservation Programme (SCP). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui luas wilayah jelajah Joja dan jenis-jenis pohon yang dimanfaatkan di wilayah jelajahnya tersebut. Jenis-jenis pohon ini dikelompokkan berdasarkan pemanfaatanya dalam aktifitas harian Joja. Batasan aktifitas dalam penelitian ini disesuaikan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hadi (2012), yaitu in active (istirahat), feeding (makan), social (sosial), dan travelling (berjalan).
4 B. Rumusan Masalah Joja merupakan salah satu primata endemik yang terancam punah. Hal ini sesuai dengan statusnya yang terancam punah (endangered) menurut daftar merah IUCN. Ancaman terhadap primata ini adalah adanya perburuan dan habitat yang semakin sempit. Penyempitan habitat ini tentu berpengaruh terhadap wilayah jelajah Joja. Luas wilayah jelajah Joja menjadi semakin sempit dan terkadang dapat dijumpai Joja berada di daerah perladangan di pinggir sungai. Hal ini tentu mengancam kehidupannya karena rentan terhadap aktifitas perburuan. Atas dasar itu lah perlu upaya untuk menjaga habitat Joja, salah satunya dengan mengetahui jenis-jenis pohon yang dimanfaatkan olehnya. Hal ini karena masyarakat terkadang melakukan penebangan pohon untuk pembuatan rumah, sampan, atau membuka ladang baru. Joja merupakan primata arboreal yang sangat tergantung pada pohon. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana wilayah jelajah dari Joja tersebut dan jenis-jenis pohon apa yang dimanfaatkan pada wilayah jelajah hariannya tersebut. C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui luas wilayah jelajah Joja (Presbytis potenziani) di Siberut Utara, Kepulauan Mentawai. 2. Mengetahui jenis-jenis pohon yang dimanfaatkan oleh Joja (Presbytis potenziani) di wilayah jelajah hariannya tersebut.
5 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang luas wilayah jelajah dari Joja tersebut. 2. Menyediakan informasi tentang jenis-jenis pohon yang sering dimanfaatkan oleh Joja di wilayah jelajahnya.