1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Saat ini total populasi penduduk Tiongkok tahun 2015 kurang lebih 1,49 milyar jiwa. Jumlah populasi ini meningkat sekitar 20 juta jiwa dari tahun 2004 yang berjumlah kurang lebih 1,29 milyar jiwa. (www.uniqpost.com) Pesatnya pertumbuhan penduduk menjadi permasalahan tersendiri bagi Tiongkok. Permasalahan yang muncul dari banyaknya jumlah penduduk di Tiongkok adalah ketidakseimbangan atau ketidaksetaraan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan. Diketahui bahwa pada tahun 2004 sendiri rasio jumlah penduduk antara laki-laki dengan perempuan adalah 110:100. Ketidaksetaraan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan memberikan dampak di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan. Di era sekarang ini, pendidikan menjadi salah satu isu yang banyak di perbincangkan oleh dunia Internasional. Pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki kompetensi tinggi dalam menjawab tantangan kedepannya. Dalam ranah Internasional, pendidikan berperan penting dalam menyiapkan sdm yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan daya saing dan kemandirian negara. Sejatinya kesetaraan gender atau pendidikan terhadap perempuan dapat meningkatkan produktifitas,
2 peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. (www.file.upi.edu) Permasalahan pendidikan yang terjadi di Tiongkok tidak hanya dari segi kualitas saja, namun juga dari partisipasi perempuan dalam pendidikan. Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan di Tiongkok dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 1.1 : Partisipasi Pendidikan Tahun 1999 ( in %) jenis kelamin pendidikan dasar pendidikan menengah pendidikan tinggi perempuan 48 46 39 laki-laki 52 54 61 Sumber : Li, Danke (2004) (www.ide.go.jp). Li, Danke (2004) memaparkan partisipasi perempuan pada tahun 1999 sebanyak 48% di pendidikan dasar, 46% pendidikan menengah, dan 39% di pendidikan tinggi. Hal ini berbeda dengan partisipasi laki-laki yang rata-rata diatas 50% di berbagai tingkatan pendidikan. selain itu, pada abad ke-20, kemampuan untuk membaca dan menulis bagi kaum perempuan berkisar antara 2% sampai 10%, sedangkan untuk kaum laki-laki tercatat sebanyak 30% (www.ide.go.jp). Ada beberapa faktor dan alasan yang melatarbelakangi ketidaksetaraan gender pada bidang pendidikan ini (unesco, 2010). Pertama adalah faktor ekonomi atau kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan gender pada pendidikan di Tiongkok. Rendahnya tingkat perekonomian menyebabkan para orang tua terutama di daerah pedesaan lebih
3 memfokuskan anak-anaknya terutama anak perempuan untuk membantu mencari nafkah guna meningkatkan perekonomian keluarga daripada bersekolah. Faktor kedua adalah preferensi atau pandangan budaya bagi anak-anak laki-laki. Anak perempuan dinilai kurang ekonomis di Tiongkok. Para orang tua di Tiongkok pada umumnya lebih memfokuskan pendidikan kepada anak laki-laki dibandingkan anak-anak perempuan. Mendidik anak laki-laki dipandang sebagai investasi yang baik, sedangkan mendidik anak perempuan dipandang sebagai kerugian ekonomi. Mereka berfikir bahwa anak laki-laki nantinya akan lebih mampu untuk bersaing dan lebih mampu untuk meningkatkan perekonomian keluarga, sedangkan anak perempuan kodratnya ialah sebagai ibu rumah tangga yang hanya akan mengurusi urusan rumah tangga (http://unesco.org.). Budi Santoso (2010) mengatakan kebijakan one child policy yang dikeluarkan oleh pemerintah Tiongkok juga menjadi faktor penyebab ketidaksetaraan gender pada bidang pendidikan. Kebijakan ini sejatinya bertujuan untuk mengontrol populasi penduduk Tiongkok yang sudah sangat padat. Namun, kekurangan yang ditemukan pada kebijakan satu anak ini adalah adanya ketidakadilan atau ketidaksetaraan rasio jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan (http://elib.unikom.ac.id). Menurut mereka anak perempuan nantinya hanya akan berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja, berbeda dengan anak laki-laki yang nantinya akan dapat lebih diandalkan untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Maka dari itu masyarakat atau penduduk di Tiongkok lebih menginginkan kehadiran anak lakilaki dalam keluarga, sehingga sering terjadi tindakan-tindakan kekerasan kepada
4 perempuan seperti aborsi untuk mengantisipasi kelahiran anak perempuan. Dapat dikatakan bahwa kebijakan dan persepsi tersebut secara tidak langsung mempengaruhi ketidaksetaraan atau ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan di Tiongkok (http://elib.unikom.ac.id). Hal serupa juga diungkapkan oleh Junxia Zhang (2012) yang mengatakan bahwa dalam prakteknya para perempuan maupun anak-anak perempuan masih mengalami diskriminasi seperti kekerasan fisik, pemerkosaan, pembunuhan, dan lainnya. Eksploitasi terhadap anak-anak di Tiongkok marak terjadi, baik itu di lingkungan sosial, serta di bidang pendidikan. Diskriminasi tersebut mereka dapatkan dari lingkungan sekitar dan juga dari lingkungan keluarga yang mengakibatkan ketidaksetaraan atau ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan (http://fsi.stanford.edu). Beberapa faktor diatas merupakan faktor penyebab adanya ketidakadilan atau ketidaksetaraan gender pada bidang pendidikan di Tiongkok. Namun dalam hal ini muncul UNICEF (United Nations of Children's Fund) sebagai organisasi internasional yang turut membantu permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan hak asasi anak maupun perempuan di dunia. UNICEF berfokus kepada permasalahan hak anak-anak dan perempuan di dunia. UNICEF adalah pendukung kuat bagi pendidikan universal, untuk anak perempuan serta anak lakilaki, dan lembaga ini juga bekerja untuk mengatasi kekerasan, diskriminasi atau kesenjangan terhadap anak perempuan, termasuk kesenjangan dalam bidang pendidikan.
5 Dalam hal ini UNICEF memusatkan perhatiannya kepada Tiongkok, mengingat sejarah antara kedua aktor tersebut. Dalam sejarahnya, Tiongkok merupakan negara pertama di kawasan Asia yang dengan terbuka menerima kehadiran UNICEF ketika baru muncul. Selain itu permasalahan-permasalahan seperti populasi penduduk juga menjadi perhatian UNICEF. Dengan jumlah populasi penduduk yang banyak, kekerasan yang terjadi pada anak perempuan, serta minimnya pengetahuan orang tua terhadap pentingnya perempuan dan anakanak perempuan mengakibatkan tidak setaranya gender di Tiongkok, terutama dalam bidang pendidikan. (http://elib.unikom.ac.id) Untuk mengatasi ketidakadilan atau ketidaksetaraan gender di Tiongkok, UNICEF pada tahun 2004 mengeluarkan sebuah kampanye yang diberi nama Women and Children First. Kampanye ini muncul sebagai bentuk kepedulian terhadap permasalahan yang menyangkut kelangsungan hidup perempuan di Tiongkok. Women and Children First untuk membantu perempuan dan anak di seluruh dunia yang mengalami dikriminasi. Melalui kampanye ini UNICEF berusaha mengubah cara berfikir masyarakat setempat terutama perempuan di Tiongkok. Bahwa laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan kehidupan layak dan hak yang sama sebagai manusia (http://www.unicef.cn). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat ditarik suatu rumusan permasalahan yang dapat ditinjau lebih lanjut yaitu bagaimana UNICEF mengkampanyekan Women and Children First dalam ketidaksetaraan gender pada bidang pendidikan di Tiongkok?.
6 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini memfokuskan pada isu ketidaksetaraan gender pada bidang pendidikan di Tiongkok. Kesetaraan gender dalam pendidikan atau pendidikan terhadap perempuan menjadi penting mengingat bahwa dengan adanya pendidikan terhadap perempuan, maka akan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Alasan peneliti memfokuskan pada Tiongkok adalah karena para penduduknya masih terjebak oleh kondisi pola pikir, budaya, serta pandangan terhadap anak laki-laki dengan perempuan, dan juga kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya dampak yang terjadi. Pendidikan yang disasar oleh UNICEF adalah pendidikan informal dengan menyasar individu dan juga lingkungan keluarga. Rentang waktu yang diambil oleh penulis dalam penelitian ini adalah dari tahun 2004 sampai 2008. Tahun 2004 merupakan tahun dimana UNICEF mengeluarkan kampanye Women and Children First untuk menanggulangi ketidaksetaraan gender di Tiongkok. Sedangkan tahun 2008 dipilih oleh peneliti karena pada tahun itu ketidaksetaraan gender terutama pada bidang pendidikan sudah mengalami penurunan, sehingga peneliti menggunakan tahun 2008 agar tidak ada batasan yang terlalu jauh.
7 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana ketidaksetaraan gender yang terjadi di Tiongkok, apa saja faktor penyebab ketidaksetaraan gender, pentingnya kesetaraan gender pada bidang pendidikan. 2. Untuk mengetahui bagaimana peran UNICEF sebagai organisasi internasional dalam menindaklanjuti ketidaksetaraan gender di Tiongkok, upaya-upaya yang unicef lakukan, bagaimana UNICEF mengkampanyekan Women and Children First, serta kendala dan keberhasilan yang telah UNICEF capai dalam ketidaksetaraan gender pada bidang pendidikan di Tiongkok. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini terbagi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis : Menambah wawasan dan pengetahuan tentang permasalahan pada bidang pendidikan yang terjadi saat ini, selain juga menambah wawasan tentang kesetaraan gender dalam bidang pendidikan, dan juga untuk menambah pengetahuan bagaimana peran yang diberikan UNICEF dalam mengatasi ketidaksetaraan gender di suatu negara.
8 2. Manfaat Praktis : Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi sebuah sumbangan informasi bagi segala pihak terkait fenomena serupa, terutama terkait peran UNICEF dalam mengatasi ketidaksetaraan gender pada bidang pendidikan di Tiongkok. 1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dari laporan penelitian ini terdiri dari lima bab. Sistematika dari kelima bab tersebut adalah sebagai berikut: Bab 1: Dalam bab ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematikan penulisan. Bab 2: Dalam bab ini penulis akan menguraikan tinjauan pustaka penelitian, yang terdiri dari kajian pustaka dan kerangka konseptual. Dalam kajian pustaka penulis memaparkan penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis, sedangkan dalam kerangka konseptual penulis menjelaskan konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Bab 3: Dalam bab ini penulis akan menguraikan metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sumber data, unit analisis, teknik penentuan informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian data. Bab 4: Dalam bab ini penulis akan memaparkan gambaran secara umum mengenai Ketidaksetaraan gender di Tiongkok, ketidaksetaraan gender dalam pendidikan di Tiongkok, Kampanye Women and Children First dan Sosialisasi UNICEF melalui kampanye Women and Children First.
9 Bab 5: Dalam bab ini penulis akan menguraikan simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran yang dapat penulis berikan terhadap hasil tersebut.