I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara terkaya kedua di dunia di tinjau dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. rempah yang sudah diakui dunia, berbagai tanaman yang tumbuh disetiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

BAB I PENDAHULUAN. dan memeliharanya. Salah satu cara untuk menjaga amanat dan anugrah yang Maha Kuasa yaitu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang membentuk suatu komunitas yang

I. PENDAHULUAN. Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penelitian yang berjudul Perancangan Buku Fotografi Empon-Empon

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1).

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang

Tinjauan Pustaka. A. Pengertian Tumbuhan Obat

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. dalam menciptakan kondisi lingkungan yang sehat. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dan dua pertiga merupakan luas lautan. Sedangakan diantara negara-negara di

julukan live laboratory. Sekitar jenis tanaman obat dimiliki Indonesia. Dengan kekayaan flora tersebut, tentu Indonesia memiliki potensi untuk

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, dan lebih dari 60% dari jumlah ini merupakan tumbuhan tropika.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai

I. PENDAHULUAN. kelompok besar, yaitu masyarakat pedesaan (rural) dan perkotaan (urban). Dua

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan tradisional yang berbeda-beda. Di Indonesia masih banyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. ini menyebabkan perbedaan dalam pemanfaatan tumbuhan baik dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN MELALUI PENGEMBANGAN TANAMAN BIOFARMAKA UNTUK MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat jenis tumbuhan

Lampiran 1: Jenis Tumbuhan Obat untuk Kesehatan Reproduksi oleh Masyarakat Samin Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

BAB I PENDAHULUAN. hayati. Sumber hayati merupakan sumberdaya yang dibutuhkan untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman obat di dunia, ± dari 3000 sampai 4000 jenis tumbuhan obat yang

KEANEKARAGAMAN HAYATI DARAT INDONESIA SEBAGAI SUMBER PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dihuni oleh kurang lebih suku tumbuhan yang meliputi 25-30

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Hidayat (2006) dalam

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia yang

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman industri,

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

1. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan-

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki etnis sangat beragam, yaitu terdiri atas 300 kelompok etnis. Setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

sebagai sumber pendapatan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi sumber memberikan kontribusi yang besar bagi rakyatnya.

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. ruang aktivitas manusia dan budayanya tidak bisa lepas dari atmosfir, biosfir,

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

1. BAB I PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. usahatani. Dalam upaya peningkatan pendapatan petani, pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa. Studi etnobotani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. impor yang serba mahal dan sebagainya. Mulai era 2000an pelan-pelan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kajian etnobotani di Indonesia sangat penting karena di satu pihak masih

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sudah maju maupun di negara yang masih berkembang, di daerah dataran rendah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan lingkungan yang ada pada saat ini. Dalam kaitannya dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman herbal merupakan jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi.

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara terkaya kedua di dunia di tinjau dari biodiversitas tumbuhan setelah negara brazil yang mempunyai hutan terluas di dunia. Diperkirakan diseluruh bumi terdapat 40.000 species tumbuhan, 30.000 species tumbuhan hidup di kepulauan Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 940 species tumbuhan sebagai obat dan beberapa telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Muhlisah, 1999). Penggunaan bahan alam sebagai sumber bahan baku kebutuhan hidup baik pangan, obat-obatan maupun perabotan rumah tangga semakin luas. Dalam dua dasa warsa terakhir perhatian dunia terhadap obat-obatan dan bahan alam menunjukan peningkatan baik di negara berkembang maupun negara maju. Menurut data yang dihimpun oleh Conventional on Biological Diversity, pada tahun 1993 penjualan global obat herbal diperkirakan mencapai nilai US$ 11,6 juta dan naik US$ 60 milyar pada tahun 2000 (Tabuti et al., 2002). Kecenderungan adanya peningkatan penggunaaan obat-obat dari alam (herbal) untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit dilatar belakangi oleh adanya perubahan lingkungan hidup, perilaku manusia serta perkembangan pola penyakit. Ada sejumlah aspek positif dari penggobatan obat-obat herbal yang telah diidentifikasi yaitu : lebih beragam dan fleksibel, lebih mudah di dapat dan relatif memerlukan teknologi yang lebih sederhana (Aspan, 2004). 1

2 Salah satu kelompok tanaman obat tersebut adalah empon-empon. Empon-empon berasal dari bahasa jawa, asal katanya adalah empu yang berarti rimpang induk atau akar tinggal. Kata ini digunakan untuk menyebut kelompok tanaman yang mempunyai rimpang atau akar tinggal. Tanaman yang termasuk kelompok ini umumnya adalah tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional dan bumbu-bumbu masakan. Sejalan dengan kemajuan zaman, kini penggunaan empon-empon meluas dalam industri makanan, minuman, kosmetika, bahan pewarna, dan untuk diambil minyak atsirinya (Muhlisah,1999). Perbukitan Menoreh adalah kawasan perbukitan yang membentang diwilayah barat laut Kabupaten Kulon Progo, sebelah timur Kabupaten Purworejo, dan sebagian Kabupaten Magelang, sekaligus menjadi batas alamiah bagi ketiga kabupaten tersebut. Pada perbukitan tersebut khususnya di Kabupaten Kulon Progo, terdapat etnis Jawa yang hidup turun temurun dengan kehidupan budayanya. Pengetahuan berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan pangan, ramuan obat, bahan industri dan berbagai upacara adat kebudayaan sudah sejak lama dimiliki masyarakat Jawa. Salah satu tumbuhan yang sering digunakan untuk keperluan hidup seharihari adalah tumbuhan empon-empon yang juga dikenal dengan tanaman herbal. Herdiana (2012), menyebutkan jenis tanaman herbal yang umum dikembangkan oleh masyarakat Kulon Progo sebagai bagian dari agroforestri antara lain: kunyit, jahe, temulawak, kapulaga, temu mangga, temu putih, temu ireng. Budi (2012) mengatakan bahwa hadirnya jenis herbal yang dikembangkan pada pekarangan

3 dan tegalan sebagai bentuk eksistensi pengetahuan masyarakat dalam penentuan jenis tanaman bawah pada hutan rakyat. Penggolongan nama empon-empon sebagai tanaman herbal tidak dilakukan berdasarkan klasifikasi ilmiah tertentu. Nama tersebut lebih merujuk kepada penggolongan tanaman tertentu yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Empon-empon didominasi oleh tanaman dari famili Zingiberaceae walaupun masih banyak tanaman lain dari family ini tergolong dalam empon-empon yang tidak dimanfaatkan rimpangnya, misalnya bunga kana (Muhlisah, 1999). Kondisi ini menunjukkan terdapat pemaknaan empon-empon yang spesifik berdasarkan pengetahuan lokal etnis Jawa. Lebih lanjut dikatakan Muhlisah dari sekitar 283 jenis tanaman rimpang, ada 12 jenis tanaman yang paling sering dipakai. Dua belas jenis tanaman itu ialah temu lawak, jahe, lempuyang gajah, cabe jawa, kedawung, lengkuas, lempuyang wangi, kencur, pula sari, kunyit, bangle dan adas. Dalam teknik budidaya tanaman rimpang, budidaya dilakukan pada lahan terbuka tanpa naungan. Penanaman dilakukan secara monokultur untuk menghindari persaingan hara dengan tanaman lainnya. Berbeda dengan masyarakat di perbukitan Menoreh, selama ini mengembangkan empon-empon dibawah tegakan hutan yang lembab dengan penyinaran yang kurang. Perwujudan sistem penggunaan lahan tersebut adalah melalui sistem agroforestri di lahan tegalan dan pekarangan. Awang et al., (2001) mengatakan pekarangan dan tegalan yang memiliki potensi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu disebut hutan rakyat. Sistem agroforestri herbal di hutan rakyat ini menggunakan

4 satu prinsip, yaitu menciptakan pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat yang berkelanjutan sebagai sistem kombinasi tanaman berbasis kayu (Nair, 1993). Agroforestri empon-empon merupakan sistem pengelolaan lahan yang cukup menarik dan telah lama dikembangkan oleh masyarakat Jawa. Pengetahuan masyarakat yang telah membudaya, sejarah, mitos dan teknologi yang dimiliki menciptakan sistem agroforestri masyarakat meliputi penentuan jenis, jumlah tanaman, struktur populasinya serta dinamika hutan dan manusia. Hubungan manusia dan tanaman ini melahirkan pengetahuan budidaya empon-empon di hutan rakyat. Pengetahuan budidaya tersebut melahirkan ilmu bahwa kondisi hutan rakyat yang didominasi oleh tanaman kayu menciptakan kondisi iklim mikro yang spesifik, sehingga tanaman empon-empon yang dikembangkan dapat tumbuh dengan subur dan tanaman tersebut dikatagorikan sebagai jenis tanaman yang tahan naungan atau butuh naungan. Sebagai komoditi hasil pengelolaan hutan rakyat maka empon-empon dapat dikatakan sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu dari suatu bentuk pengusahaan hutan. Pengelolaan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Indonesia mengalami peningkatan selama kurun waktu 35 tahun ini, bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar yang terbatas pada pangan, sandang dan perumahan, tetapi juga pada kebutuhan lain seperti ilmu pengetahun, rekreasi dan sebagainya. Hal tersebut mendorong masyarakat melakukan banyak upaya untuk memanfaatkan dan melestarikan HHBK. Upaya tersebut mulai dari inventarisasi, pemanfaatan, budidaya sampai dengan pelestariannya yang melibatkan berbagai

5 disiplin ilmu, diantaranya Taksonomi, Etnobotani dan Bioteknologi (Santhyami dan Sulistyawati, 2008). Satu diantara isu yang menarik saat ini dalam konsep pembangunan berkelanjutan adalah perlindungan terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat lokal, khususnya dalam pengobatan tradisional (Adimihardja, 2004). Kecenderungan masyarakat global untuk kembali ke alam (back to nature) khususnya dalam pengobatan telah menyebabkan eksplorasi dan eksploitasi terhadap kekayaan masyarakat lokal semakin meningkat. Perlindungan hukum terhadap kekayaan yang dihasilkan oleh masyarakat lokal ini menjadi sangat penting guna melindungi hak-hak mereka (Correa, 2001). Correa (2001) mengemukakan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional diperlukan karena mengingat hal-hal berikut: a. Melindungi keaslian budaya tradisional dari ancaman ekonomi, psikologis, dan budaya pihak asing. b. Kemungkinan ekspropiasi (pengambilalihan), bukan hanya terhadap objek fisik, tetapi juga dokumentasi dan photographic record dari suatu komunitas tradisional. c. Masalah kompensasi dan pembagian keuntungan (benefit sharing). d. Masalah pemeliharaan budaya atau cultural health. Untuk mengatasi masalah melindungi budaya tradisional dari ancaman ekonomi, psikologi dan budaya pihak asing, maka perlidungan pengetahuan etnis Jawa terhadap tanaman empon-empon di hutan rakyat perbukitan Menoreh dilakukan dalam bentuk penelitian. Sudah banyak penelitian yang dilakukan di

6 bidang tanaman tradisional, tetapi pengetahuan yang selama ini dihasilkan hanya terpusat pada satu jenis produk, lokasi dan kelompok pengguna sehingga pemanfaatannya sangat terbatas. Sebaliknya, tulisan ini lebih memusatkan kajiannya terhadap pengetahuan lokal beberapa jenis tanaman yang termasuk dalam kelompok empon-empon secara mendalam sebagai upaya menjelaskan dasar-dasar pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari (lebenswel). Dengan demikian, penemuan ini akan membawa kita pada pemahaman yang lebih baik tentang hubungan etnik Jawa dengan tanaman empon-empon serta peran yang sesungguhnya sebagai alat dalam upaya pembangunan dan konservasi di berbagai kondisi situasi dan strategi. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Interaksi masyarakat dengan sumberdaya hutan akan menghasilkan pengalaman sebagai akibat dari ditemuinya fenomena-fenomena alam yang terjadi secara berulang. Pengalaman tersebut diceritakan secara turun-temurun dan diakui kebenarannya oleh masyarakat sehingga menjadi tradisi. Tradisi-tradisi tersebut diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang terus menerus dilakukan dan dipercaya memiliki nilai-nilai yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sosial mereka. Tradisi-tradisi yang telah melembaga dalam tingkah laku kehidupan bermasyarakat dalam suatu komunitas etnis yang bersangkutan menghasilkan nilai-nilai budaya sebagai dasar gerak langkah mereka dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alamnya (Wiati, 2011). Saat ini terjadi penurunan minat gadis Jawa dalam memanfaatkan empon-empon sebagai bahan

7 jamu dan obat-obatan, mereka cenderung memanfaatkan obat-obatan kimia untuk mempercantik dan menyehatkan tubuhnya. Kondisi ini terlihat dengan semakin tingginya pemakaian produk-produk kosmetik dan obat-obatan kimiawi yang laris dipasaran dalam Negeri. Disisi lain pada tahun 2010 terjadi peningkatan produksi tanaman obat-obatan di Kabupaten Kulon Progo. Lima komoditas andalan tanaman obat-obatan adalah kunyit, kencur, jahe, temulawak, dan laos (BPS Kulonprogo,2011). Herdiana (2012), menyebutkan, daerah pengembangan agroforestri herbal utama berada di sepanjang perbukitan Menoreh, yang meliputi Kecamatan Girimulyo, Samigaluh, Kokap, Pengasih dan Kali Bawang. Berdasarkan kondisi tersebut maka penulis ingin mengetahui gejala-gejala sosial dibalik kondisi menurunnya minat generasi muda dalam memanfaatkan empon-empon serta meningkatnya produksi tanama obat di Kabupaten Kulon Progo, apakah telah terjadi peningkatan ataupun penurunan pengetahuan lokal terkait pengetahuan empon-empon?. Alcorn (1984) dalam Yirga (2010) menyebutkan pengetahuan adat berkembang dan berubah dalam dimensi waktu dan ruang karena melibatkan diagnosis tradisional yang rentan terdistorsi. Oleh karena itu pengetahuan tersebut dapat dideskripsikan melalui pemberian makna empon-empon oleh masyarakat Jawa, sebagai upaya menemukan hakikat masyarakat dibalik gejala-gejala sosial tersebut. Hakikat masyarakat dalam pemanfaatan empon-empon memberi pemahaman bagaimana kehidupan masyarakat itu terbentuk dalam proses yang terus menerus yang mengarah pada bentuk-bentuk penghayatan. Peningkatan pengetahuan lokal

8 dapat dilihat melalui tindakan manusia dalam menginterpretasikan apa yang menjadi pengetahuannya. Di era desentralisasi penting untuk melihat dan mengkaji pengetahuan lokal masyarakat etnis Jawa di Kulon Progo dalam memanfaatkan empon-empon sebagai upaya melindungi (conservation) pengetahuan itu sendiri dan sebagai landasan membangun strategi pengelolaan empon-empon berbasis pengetahuan lokal. Perlindungan pengetahuan ini tidak hanya dengan mendokumentasikan makna pengetahuan lokal namun juga menggambarkan interaksi manusia dan tumbuhan yang terjadi sebagai akibat perubahan orientasi pasar dan ekonomi yang akan mengancam keberadaan pengetahuan itu sendiri. Peningkatan produktivitas merupakan salah satu tujuan yang diutamakan, namun di sisi lain akan terjadi penurunan biodiversitas yang dikembangkan. Oleh karena itu pengetahuan lokal diharapkan mampu memberi kontribusi pada inovasi teknologi, upaya konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem, perlindungan spesies dan area, serta untuk pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Dari uraian tersebut, maka beberapa pertanyaan yang dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana arti, definisi, karakteristik tentang empon-empon menurut etnis Jawa di Kulon Progo. 2. Bagaimana pengetahuan empon-empon pada masyarakat etnis Jawa diperbukitan Menoreh. 3. Bagaimana pengaruh pengetahuan empon-empon terhadap keberlanjutan ekonomi dan lingkungan di daerah penelitian.

9 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada latarbelakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menemukenali dan menjelaskan arti, definisi, karakteristik empon-empon menurut etnis jawa di Kulon Progo. 2. Mendesripsikan pengetahuan lokal tanaman empon-empon etnis Jawa di Kulon Progo sebagai upaya perlindungan spesies serta untuk pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan. 3. Menjelasan dampak pengetahuan tanaman empon-empon terhadap aspek sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat di daerah penelitian. 4. Mendeskripsikan pengetahuan lokal tanaman empon-empon yang penting dilindungi dan peluang pengembangannya. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai : 1. Salah satu referensi terkait hubungan manusia dengan tanaman khususnya empon-empon di Kabupaten Kulon Progo. 2. Rujukan bagi unit manajeman hutan dalam mengembangkan empon-empon di bawah tegakan hutan rakyat. 3. Informasi kekayaan budaya yang dimiliki etnis Jawa sebagai modal pembangunan pariwisata di pemda DIY pada umumnya dan pemda Kulon Progo khususnya.