BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

KAJIAN HUKUM DALAM MEMERANGI KEGIATAN IUU FISHING DI INDONESIA

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

KERANGKA ACUAN KERJA TAHUN 2016 PENGADAAN DATA SATELIT RADAR COSMO-SKYMED

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat PenangananPelanggaran Tahun 2014

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) MK DASAR KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP (PSP-301 )

Peraturan...

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari s/d Juli 2007 di Kabupaten Jayapura dan Merauke Provinsi Papua.

BAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang-

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

PENANGANAN PERKARA PERIKANAN

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING)

KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TERTIBKAN RUMPON ILEGAL

Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

BAB III PRASARANA DAN SARANA Pasal 7

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI TAHUN 2015

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

3 METODOLOGI. (check list) dan negara. aturan hukum. analisis deskriptif mengacu dari. Jakarta, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing)

Grafik 1. Area Bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. 1

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

BAB II. Aspek-Aspek Hukum Tentang VMS (Vessel Monitoring System) dan Illegal Fishing

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

MONITORING DAN EVALUASI ATAS GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.50/MEN/2012 TENTANG

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

BAB.III AKUNTABILITAS KINERJA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. keindahan panorama yang membuat seluruh dunia kagum akan negeri ini. Dengan

Illegal Fishing dan Kedaulatan Laut Indonesia. Disusun Oleh :

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

JAKARTA (4/3/2015)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/KEPMEN-KP/SJ/2014 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 2. Peraturan Pres

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

pemerintah pusat yang diharapkan segera diwujudkan di kawasan kepulauan Natuna Barat. ILyas sabli

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengenai implementasi kebijakan publik. Penelitian implementasi kebijakan dilakukan atas kegiatan pemerintah dalam mengatasi fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu kebijakan pengawasan perikanan. Kebijakan pengawasan perikanan sebagai bentuk kehadiran negara mengatur pelaksanaan tertib peraturan perundangan di bidang perikanan dan kelautan. Penyelenggaraan kebijakan pengawasan perikanan mengalami dinamika dan masih menempuh jalan terjal. Praktik penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) menjadi perhatian publik saat ini secara khusus di Indonesia, tetapi praktik ini telah terjadi sejak lama dan terjadi di berbagai negara. Praktik illegal fishing menjadi isu global, sebagai sebuah ancaman baru bagi global, sebagai sebuah kejahatan teroganisir dan menimbulkan kerugian (Schmidt, 2005; Liddick, 2014). Praktik illegal fishing telah menjadi ancaman bagi pengelolaan perikanan, kerusakan ekosistem perairan dan berkurangnya stok ikan (Corveler, 2002; Pitcher, et.al, 2002). Praktik ini berevolusi dan berkembang subur di Indonesia. Sihotang (2005) menyebutkan bahwa perairan Indonesia menjadi lokasi favorit bagi kapal perikanan asing untuk mencari sumber daya ikan. Kondisi perairan yang subur akan sumber daya telah menjadi daya tarik bagi kapal ikan asing serta adanya kondisi perairan yang telah overfishing di beberapa perairan negara-negara asal kapal asing. Nikijuluw (2008) menyoroti praktik illegal fishing di Indonesia tidak 1

hanya dilakukan nelayan asing, tetapi nelayan lokal juga turut andil. Nelayan lokal menggunakan berbagai modus operandi untuk melakukan praktik ini. Modus operandi yang sering dilakukan yaitu menggunakan alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan yang tidak sesuai ketentuan, melanggar jalur penangkapan, melanggar daerah penangkapan ikan (fishing ground), menangkap ikan menggunakan bom dan tindakan mark down ukuran kapal (Darmawan, 2006; Nikijuluw, 2008). Illegal fishing telah mengancam keberlanjutan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungan. Berbagai upaya dan perhatian dunia tercurahkan untuk memberantas praktik perikanan ilegal. Pada tingkat global telah ada sebuah kesepakatan bersama negara-negara di dunia. Melalui FAO diterbitkan sebuah dokumen kesepakatan yaitu International Plan of Action on Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IPOA IUU fishing). Dokumen tersebut menjadi pedoman, panduan bagi negara-negara anggota FAO dalam kerangka memberantas praktik IUU fishing. Ketentuan IPOA IUU fishing telah sepenuhnya sesuai dengan aturan-aturan internasional lainnya, seperti UNCLOS, UN Fish Agreement, FAO compliance Agreement dan FAO CCRF (Tsamenyi, et.al, 2010). IPOA IUU fishing diterjemahkan dalam dokumen rencana aksi regional/kawasan dan nasional. Hal yang sama juga di lakukan Indonesia. Indonesia melakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan atau ketentuan global dengan aturan-aturan dalam negeri, diantaranya melakukan ratifikasi UNCLOS 1982 dalam sebuah Undang-Undang, kemudian menerbitkan Undang-Undang mengenai perikanan yang telah 2

berevolusi sebanyak 3 kali perubahan di masa pasca kemerdekaan (Raditya, 2010; Solihin, Koeshendrajana & Arthatiani, 2012; Tribawono, 2013). Keberadaan Undang-Undang mengenai perikanan menjadi penting dalam pelaksanan kegiatan perikanan di tanah air. Tribawono, (2013) memaparkan bahwa keberadaan Undang-Undang mengenai perikanan menunjukkan adanya kehadiran negara mengelola sektor perikanan. Undang-Undang mengenai perikanan memiliki fungsi sebagai instrumen hukum nasional dalam kerangka pengawasan dan upaya penegakan hukum atas praktik illegal fishing yang terjadi di Indonesia. Sejalan pendapat Baird, (2004) mengemukakan bahwa pengawasan dan penegakan hukum merupakan salah satu strategi untuk memerangi praktik illegal fishing. Praktik illegal fishing di Indonesia sudah menjadi fakta. Praktik illegal fishing di Indonesia tergambar adanya penangkapan kapal perikanan yang melakukan pelanggaran dan/atau kejahatan di bidang perikanan. Kapal tersebut ditangkap oleh aparat pemerintah, kemudian dilakukan pembuktian dan penjatuhan hukuman. Data Ditjen PSDKP memberikan gambaran jumlah pelaku illegal fishing periode 2010-2014 mengalami dinamika sebagaimana tersaji dalam tabel 1.1. dan para pelaku illegal fishing tidak hanya kapal perikanan asing saja tetapi terdapat pula kapal perikanan lokal (Direktorat Jenderal PSDKP, 2016). Merujuk data dalam tabel 1.1. menunjukkan adanya kelemahan dalam menjalankan kebijakan pengawasan perikanan, dimana masih ditemuinya kapal perikanan yang melakukan praktik illegal fishing. Jika ditelisik lebih mendalam, apakah penangkapan pelaku illegal fishing menjadi keberhasilan dalam 3

menjalankan pengawasan perikanan atau justru sebaliknya jumlah pelaku ilegal yang ditangkap menunjukkan adanya kegagalan atau ketidakefektifan pelaksanaan kebijakan pengawasan perikanan yang dilakukan pemerintah. Pada dasarnya upaya pengawasan perikanan dalam rangka memberantas praktik illegal fishing oleh pemerintah merupakan bentuk kehadiran pemerintah dalam memecahkan permasalahan publik. Kebijakan pengawasan perikanan merupakan amanat langsung dari Undang-Undang mengenai perikanan dan dipergunakan sebagai instrumen kontrol atas pelaksanaan ketentuan dan penegakan hukum di bidang perikanan. Keberhasilan penyelenggaraan kebijakan pengawasan perikanan dapat memberikan pengaruh berkurangnya praktik illegal fishing. NO. Tabel 1. 1. Hasil Operasi Kapal Pengawas KKP Periode 2010 s/d 2015 TAHUN KAPAL IKAN YANG DIPROSES/KAWAL KII 1 KIA 2 JUMLAH (UNIT) 1 2010 24 159 183 2 2011 30 76 106 3 2012 42 70 112 4 2013 24 44 68 5 2014 22 16 38 6 2015 48 60 108 JUMLAH 190 425 615 sumber: http://sip.psdkp.kkp.go.id/article/rekapitulasi-tangkapan-2007-2016-474.html, diakses tanggal 18 Februari 2016 Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan tergabung dalam WPPNRI 711 merupakan salah satu pintu masuk yang berada di perbatasan terluar dan memiliki tingkat kerawanan tinggi atas aktivitas penangkapan ikan 1 KII merupakan akronim dari Kapal Perikanan Indonesia atau sering disebut Kapal Ikan Indonesia; 2 KIA merupakan akronim dari Kapal Perikanan Asing atau sering disebut Kapal Ikan Asing. 4

secara ilegal. Pengawasan perikanan di WPPNRI 711 menjadi kewenangan Stasiun Pengawasan SDKP Pontianak dengan wilayah kerja yang cukup luas. Beberapa wilayah kerja pengawasan berada di daerah remote dan lokasi rawan terjadinya illegal fishing mengingat perairan tersebut berbatasan dengan beberapa negara seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia. Stasiun Pontianak menjadi salah satu tujuan bagi kapal pengawas untuk menyerahkan para pelaku dan kemudian diproses oleh penyidik (PPNS perikanan), selain itu pengawasan perikanan dilakukan pada sentra perikanan yang terletak di beberapa wilayah kerja. Berdasarkan kajian disampaikan bahwa maraknya praktik illegal fishing di Indonesia terjadi karena adanya ekspansi aktifitas penangkapan ikan yang signifikan, lemahnya pengawasan oleh aparat, lemahnya penegakan hukum tindak pidana perikanan (Sihotang, 2005; Darmawan, 2006). Merujuk kajian Koeshendrajana, et al., (2012) memaparkan bahwa upaya pemberantasan llegal fishing di Indonesia mengalami kelemahan. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakjelasan aturan-aturan, dukungan sarana dan prasarana tidak memadai serta adanya penegakan hukum yang menunjukkan kelemahan. Di sisi lain penegakan hukum atas kasus-kasus tindak pidana perikanan memerlukan harmonisasi dan sinkrosisasi peraturan perundangan yang digunakan, kemudian penanganan tindak pidana perikanan terkesan tidak serius karena terdapat beberapa putusan hakim perikanan kepada para pelaku dijatuhkan tidak maksimal (Nugroho, 2013; Jaelani & Udiyo, 2015). Hal yang sama juga dikemukakan Ishak (2015), pengawasan perikanan dilakukan untuk memerangi illegal fishing di perairan ZEEI. Namun, terdapat 5

faktor-faktor yang menjadi penghambat diantaranya jumlah SDM yang terbatas, sistem pemantauan dan perijinan belum terintegrasi, dukungan sarana dan prasarana serta anggaran tidak memadai Kajian Ishak mendukung hasil kajian Naim (2010). Hasil kajian Naim menyampaikan penanganan tindak pidana perikanan yang terjadi di perairan Maluku Utara belum efektif karena keterbatasan jumlah PPNS perikanan. Sementara kajian Tiwow, (2012) memberikan gambaran mengenai praktik illegal fishing oleh nelayan lokal sebagai akibat ketidakpatuhan terhadap aturanaturan karena adanya tumpang tindih peraturan dalam hal penerbitan ijin pengukuran kapal. Penelitian Rudiansyah (2015) memberikan warna lain dalam upaya penanganan illegal fishing oleh pemerintah. Upaya penanganan illegal fishing di perairan Raja Ampat mengalami kegagalan karena adanya upaya pelemahan dalam penegakan hukum yang disebabkan adanya oknum aparat sebagai pemburu rente dan secara sengaja bertindak sebagai negosiator dan memiliki kepentingan-kepentingan tertentu. Di lain pihak, Pemerintah melakukan upaya-upaya solutif guna mengatasi praktik illegal fishing. Undang-Undang perikanan Indonesia secara jelas telah mengamanatkan mengenai perijinan dalam usaha perikanan sebagai bentuk pengendalian atas pemanfaatan sumber daya ikan dan pelanggaran atas hal tersebut dikenakan sanksi tegas, sebagai contoh tertuang dalam ketentuan pasal93 ayat (1) Jo pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 3. Selain itu, Undang-Undang perikanan mengamanatkan pengawasan perikanan sebagai salah 3 Ketentuan penggunaan dokumen SIPI dan SIKPI diatur dalam pasal 27, ayat (1) (2), dan (3) UU Nomor 45 Tahun 2009. Pelanggaran atas penggunaan SIPI dan SIKPI akan dikenakan pidana dan tertuang dalam pasal 93 ayat (1); 6

satu upaya untuk memastikan pengelolaan perikanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Penyelenggaraan pengawasan perikanan dijalankan oleh pengawas perikanan atas setiap aktivitas pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan. Pengawasan perikanan sebagai sebuah kebijakan memiliki tujuan yang hendak dicapai dan disampaikan kepada publik serta diharapkan dapat merubah kondisi sebagaimana yang dikehendaki publik. Pengawasan perikanan telah berlangsung lama dijalankan pemerintah, tetapi masih mengalami dinamika. Dinamika penyelenggaraan pengawasan perikanan memberikan gambaran indikasi kegagalan. Studi implementasi kebijakan menjadi sebuah metode untuk menggali penyebab kegagalan penyelenggaraan kebijakan pengawasan perikanan. Maraknya praktik illegal fishing menunjukkan adanya kegagalan implementasi kebijakan pengawasan perikanan. Argumen yang dibangun dalam penelitian ini yaitu adanya kegagalan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan pengawasan perikanan disebabkan adanya perubahan atas isi kebijakan, faktor lingkungan kebijakan, dukungan sumber daya anggaran serta sikap dan perilaku pengawas perikanan (street-level bureaucrats). Karena itu untuk memberikan deskripsi pelaksanaan kebijakan pengawasan perikanan dapat ditinjau dari tahapan atau aktivitas implementasi kebijakan pengawasan perikanan yang dilakukan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, peneliti menyusun rumusan masalah penelitian yaitu: mengapa penyelenggaraan pengawasan perikanan 7

belum mampu mengatasi praktik illegal fishing? Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan spesifik sebagai berikut: 1) Bagaimana implementasi kebijakan pengawasan perikanan? 2) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengawasan perikanan? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Untuk menganalisis implementasi kebijakan pengawasan perikanan. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengawasan perikanan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara akademis maupun praktis. Manfaat dari sisi akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan baru dan berkontribusi dalam perkembangan penelitian kebijakan publik secara khusus studi implementasi kebijakan. Manfaat yang diharapkan dari sisi praktis, yaitu penelitian ini dapat menjadi referensi dalam pengambilan keputusan, perumusan dan evaluasi terhadap kebijakan pengawasan perikanan. 1.5. Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu mengenai fenomena illegal fishing sebagai topik penelitian yang ditinjau dari sudut pandang ilmu kebijakan publik masih minim informasi. Hasil penelusuran dokumen hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena illegal fishing dan pengawasan perikanan pada umumnya dikaji dari 8

sisi pelaksanaan secara teknis perikanan dan tinjauan sisi hukum. Sementara studi mengenai illegal fishing dan pengawasan perikanan ditinjau dari sudut pandang kebijakan belum banyak dilakukan. Beberapa diantara penelitian berkaitan illegal fishing dilakukan oleh Naim, (2010). Hasil penelitian memaparkan beberapa hal yang menjadi perhatian yaitu pengawasan sumberdaya perikanan dilakukan dalam rangka penanganan illegal fishing di perairan Maluku Utara dilaksanakan oleh pemerintah dan aparaturnya, adanya dukungan publik (partisipasi) yang tinggi serta ketersediaan aparatur secara khusus PPNS perikanan belum memadai. Kajian lain mengenai pengawasan perikanan dilakukan Tiwow, (2012). Pengawasan perikanan ditinjau dari sudut pandang hukum. Melalui analisis tinjauan hukum pelaksanaan pengawasan perikanan, studi ini menunjukkan bahwa peraturan perundangan yang melandasi pengawasan perikanan ada dan dapat digunakan sebagai pedoman, kemudian analisis mendalam yang dilakukan mengenai tumpang tindih peraturan telah menunjukkan adanya ketidakpatuhan yang mengakibatkan praktik illegal fishing oleh nelayan. Hal ini disebabkan karena ada in-efisiensi yang harus dikeluarkan nelayan guna mengurus perijinan. Koeshendrajana, et al., (2012) selaku Tim peneliti Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP), Balitbang KP melakukan kajian hukum dalam memerangi kegiatan IUU fishing di Indonesia. Tim peneliti mengemukakan bahwa upaya pemberantasan IUU fishing belum efektif dilakukan sebagai akibat adanya hambatan-hambatan. Karena itu, kajian ini melihat harmonisasi peraturan internasional dan nasional sebagai instrumen dasar 9

pelaksaanaan pengawasan perikanan, kemudian meninjau sinkronisasi pelaksanaan tugas pokok para pelaksana (aktor pemerintah) terkait penegakan hukum penanganan tindak pidana perikanan. Selanjutnya tim peneliti melakukan tinjauan mengenai efektifitas kelembagaan dalam rangka implementasi peraturan teknis mengenai usaha perikanan. Selanjutnya kajian Ishak, (2015) secara spesifik mengangkat pengawasan perikanan dalam rangka memerangi illegal fishing di perairan ZEEI. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengawasan perikanan menjadi penting untuk mengatasi praktik illegal fishing yang terjadi di perairan ZEEI. Kajian memaparkan adanya faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan pengawasan penangkapan ikan di ZEEI, diantaranya kerjasama antar lembaga, kerjasama dengan beberapa negara serta adanya perangkat hukum yang memadai. Selain itu, faktor yang menjadi penghambat yaitu jumlah SDM yang terbatas, sistem integrasi data yang belum terintegrasi, dukungan sarana dan prasarana belum memadai, dukungan anggaran masih rendah. Kajian Rudiansyah, (2015) menunjukkan hal yang menguatkan adanya konflik kepentingan antar aparatur negara dalam menangani tindak pidana perikanan yang terjadi di Raja ampat. Karena itu menjadi penting guna meneliti mengenai aktor garda depan (streetlevel bureaucrats) dalam menjalankan sebuah kebijakan publik. Penelitian terdahulu mengenai illegal fishng tersaji sebagaimana tabel 1.2. Hasil penelitian terdahulu belum ada yang menyinggung atau menggunakan perspektif kebijakan publik. Karena itu penelitian yang diajukan memiliki perbedaan yang mendasar yaitu 1) pengawasan perikanan ditinjau dari perspektif 10

studi kebijakan (tahap implementasi kebijakan); 2) kebijakan dan hasil implementasi kebijakan menjadi fokus kajian; 3) adapun lokasi penelitian akan dilaksanakan di Jakarta (KKP) dan Pontianak (UPT Stasiun PSDKP Pontianak) yang menggambarkan kewenangan dalam implementasi kebijakan pengawasan perikanan. Tabel 1. 2. Ringkasan hasil penelusuran atas beberapa penelitian terdahulu No. Judul Penelitian Aspek Kajian Metode dan Analisis 1. Pengawasan Sumberdaya Perikanan dalam Penanganan Illegal Fishing di Perairan Provinsi Maluku Utara (Naim, 2010) 1) Mengkaji kapasitas pengawasan perikanan di wilayah perairan provinsi Maluku Utara; 2) Menganalisis efektifitas pengawasan perikanan sebagai upaya pemberantasan praktik IUU fishing; 3) Mengkaji persepsi masyarakat tentang pengetahuan IUU fishing dan efektivitas pengawasan di 1) Metode Kualitatif - studi kasus 2) Analisis deskriptif 2. Tinjauan Hukum dalam Pelaksanaan Pengawasan Sumber Daya Perikanan (Tiwow, 2012) 3. Kajian Hukum dalam rangka memerangi kegiatan IUU Fishing di Indonesia (Koeshendrajana, et al., 2012) perairan Maluku utara 1) Menganalisis peraturan perundangan bidang perikanan dalam rangka pengelolaan SDI sebagai landasan dalam pelaksanaan pengawasan sumber daya perikanan; 2) Mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan dalam sudut pandang hukum terkait dengan pengawasan sumber daya perikanan. 1) Memetakan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan nasional dan internasional terkait dengan penanganan IUU Fishing di Indonesia; 2) Mengkaji efektifitas kelembagaan para pemangku kepentingan terkait penegakan hukum tindak pidana IUU Fishing di Indonesia; 3) Memberikan rekomendasi opsi kebijakan untuk diterapkan dalam rangka implementasi peraturan teknis untuk penanggulangan IUU Fishing 1) Metode Kualitatif 2) Analisis perspektif hukum Analisis deskriptif 11

No. Judul Penelitian Aspek Kajian Metode dan Analisis 4. Pengawasan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Ishak, 2015) Menguraikan pentingnya pengawasan perikanan sebagai upaya pencegahan terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya ikan secara khusus oleh kapal-kapal penangkapan ikan yang beroperasi di ZEE Indonesia 1) Metode kualitatif 2) Analisis deskriptif 5. Peran Aparatur Negara dalam Penanganan Kegiatan Perikanan yang Tidak Sah di Perairan Raja Ampat (Rudiansyah, 2015) 1. Menggali peran aparatur negara dalam penanganan penegakan hukum tindak pidana perikanan. 2. Menganalisis aspek ekonomi politik penanganan tindak pidana perikanan ditinjau dari konflik kepentingan antar aparatur negara Metode penelitian kualitatif Sumber: Naim (2010), Koeshendrajana, et al.,(2012), Tiwow (2012), Ishak (2015), (Rudiansyah, 2015) 12