RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan I. PEMOHON 1. KoalisPerempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI), yang diwakili oleh Dian Kartikasari selaku Sekretaris Jenderal KPI, sebagai Pemohon I; 2. Pusat Pemberdayaan Perempuan Dalam Politik, yang diwakili oleh Titi Sumbung, S.H., MPA., selaku Direktur Eksekutif PD Politik, sebagai Pemohon II; 3. Yayasan LBH APIK Jakarta, yang diwakili oleh Ratna Batara Munti, M.Si., selaku Direktur Eksternal, sebagai Pemohon III; 4. Lembaga Partisipasi Perempuan, yang diwakili oleh Dr. Adriana Venny, selaku Chief Advisory Board, sebagai Pemohon IV; 5. Institute Perempuan, yang diwakili oleh Rotua Valentina, S.E., S.H., M.H., selaku Ketua Institut Perempuan Bandung, sebagai Pemohon V; 6. Antarini Pratiwi, SH LLM, sebagai Pemohon VI; 7. Agung Wasono, SH ME, sebagai Pemohon VII; 8. Ir. Fitriyanti, Pemohon, sebagai Pemohon VIII; 9. Khomasanah, sebagai Pemohon IX; 10. Ir. Luki Paramita, sebagai Pemohon X; 11. Magdalena Helmina M.S., sebagai Pemohon XI; 12. Nindita Paramastuti, sebagai Pemohon XII; 13. Soelistijowati Soegondo, SH., sebagai Pemohon XIII; 14. Wahidah Suaib, sebagai Pemohon XIV; 15. Zohra Andi Baso, sebagai Pemohon XV. KUASA HUKUM Asnifriyanti Damanik, S.H., dkk,. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 17/2014) terhadap UUD 1945. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 3. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji undangundang (UU) terhadap UUD NRI Tahun 1945. 4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan para Pemohon. IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Para Pemohon adalah badan hukum privat (Pemohon I s.d Pemohon V) dan warga negara Indonesia (Pemohon VI s.d Pemohon XV) yang merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 97 ayat (2), Pasal 104 ayat (2), Pasal 109 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 121 ayat (2), Pasal 152 ayat (2) dan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: - Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (1) Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. (2) Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. (satu) orang bakal calon pimpinan komisi.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan komisi berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (5) Pemilihan pimpinan komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi. (6) Pimpinan komisi ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan komisi diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib. - Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (1) Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. (2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. (satu) orang bakal calon pimpinan Badan Legislasi. (4) Dalam hal pemilihan pimpinan Badan Legislasi berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (5) Pemilihan pimpinan Badan Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi. (6) Pimpinan Badan Legislasi ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Badan Legislasi diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib. - Pasal 109 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (1) Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. (2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. (satu) orang bakal calon pimpinan Badan Anggaran (4) Dalam hal pemilihan pimpinan Badan Anggaran berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5) Pemilihan pimpinan Badan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran. (6) Pimpinan Badan Anggaran ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Badan Anggaran diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib. - Pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (1) Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. (2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. (satu) orang bakal calon pimpinan BKSAP. (4) Dalam hal pemilihan pimpinan BKSAP berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (5) Pemilihan pimpinan BKSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BKSAP yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BKSAP. (6) Pimpinan BKSAP ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan BKSAP diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib. - Pasal 121 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (1) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. (2) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. (satu) orang bakal calon pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan. (4) Dalam hal pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (5) Pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Mahkamah Kehormatan
Dewan yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan. (6) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib - Pasal 152 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (1) Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. (2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. (satu) orang bakal calon pimpinan BURT. (4) Dalam hal pemilihan pimpinan BURT berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (5) Penetapan pimpinan BURT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BURT yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BURT. (6) Pimpinan BURT ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan BURT diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib - Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (1) Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. (2) Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. (3) Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu:
Pasal 23E UUD 1945 (1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Bahwa pengaturan jaminan keterwakilan perempuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 27/2009), dengan menyebutkan frasa memperhatikan keterwakilan perempuan, agar disetiap penentuan posisi pimpinan alat kelengkapan DPR, dilaksanakan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan dalam posisi pimpinan alat kelengkapan DPR tersebut; 2. Bahwa jaminan keterwakilan perempuan dalam wujud penempatan frasa, memperhatikan keterwakilan perempuan atau ketentuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh per seratus) keterwakilan perempuan dalam UU 27/2009, merupakan pelaksanaan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945; 3. Bahwa Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008, Mahkamah Konstitusi menegaskan kembali bahwa pemberian kuota 30% (tiga puluh per seratus) dan keharusan setidaknya ada satu bakal calon perempuan dari setiap tiga bakal calon merupakan diskriminasi positif untuk menjamin peluang lebih besar bagai keterpilihan perempuan dalam suatu pemilihan umum dalam rangka menyeimbangkan keterwakilan perempuan dan laki-laki untuk menjadi anggota DPR dan DPRD kabupaten/kota; 4. Bahwa Pasal 97 ayat (2), Pasal 104 ayat (2), Pasal 109 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 121 ayat (2), Pasal 152 ayat (2), dan Pasal 158 ayat (2) UU 17/2014 menghapuskan jaminan keterwakilan perempuan sehingga bertentangan dengan UUD 1945 dan menimbulkan konstitusionalnya para Pemohon; 5. Bahwa UU 17/2004 menghapuskan salah satu badan alat kelengkapan DPR yaitu Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), yang bertugas untuk menerima
dan menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 23E UUD 1945; 6. Bahwa dihapuskannya BAKN, telah menghilangkan jaminan keterwakilan perempuan dalam posisi pemimpinan, dimana dalam Pasal 112 UU 27/2009 memberikan jaminan keterwakilan perempuan. 7. Bahwa penghapusan jaminan keterwakilan perempuan selain bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 juga bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Ke-4; 8. Indonesia telah mengesahkan sejumlah instrumen hukum internasional yang menjamin hak-hak perempuan, diantaranya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dan Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan; 9. Bahwa dalam mewujudkan keadilan substantif yang mencakup keadilan memperoleh kesempatan, keadilan menikmati hasil, dan keadilan manfaat, maka dalam setiap menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan, DPR harus mempertimbangkan perbedaan peran, pengalaman, kebutuhan dan kepentingan laki-laki maupun perempuan; 10. Tidak ada perempuan dalam posisi strategis dalam pengambilan keputusan akan mengakibatkan terabaikannya berbagai masalah dan kepentingan perempuan baik perempuan anggota parlemen maupun seluruh perempuan Indonesia; 11. Kerugian konstitusional secara langsung yang dialami para Pemohon akibat dihapuskannya keterwakilan perempuan dalam UU 17/2004: (i) para Pemohon secara perseorangan atau kelompok melaksanakan hak dan kewajiban dalam upaya pembelaan negara, khususnya dalam mewujudkan keadilan substantif, demokrasi, pemenuhan hak-hak perempuan dan peningkatan peran dan kedudukan perempuan dalam segala aspek kehidupan; (ii) terdapat potensi penurunan jumlah atau bahkan absennya anggota dewan perwakilan perempuan yang menduduki posisi pimpinan alat kelengkapan DPR karena faktor kultural dan politik dalam proses pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR; (iii) rendahnya jumlah keterwakilan perempuan dalam posis pimpinan alat kelengkapan DPR akan berpengaruh pada rendahnya partisipasi anggota DPR perempuan; dan (iv) penghapusan keterwakilan perempuan menjadi rintantangan bagi para Pemohon untuk mewujudkan keadilan substantif, demokrasi, pemenuhan hak-hak perempuan, dan peningkatan peran dan kedudukan perempuan dalam segala aspek kehidupan; 12. Kerugian konstitusional secara tidak langsung yang dialami para Pemohon akibat dihapuskannya keterwakilan perempuan dalam UU 17/2004: (i) akan mempersulit para Pemohon untuk memperoleh informasi, berpartisipasi, dan menyuarakan aspirasi perempuan; (ii) tinggi rendahnya partisipasi perempuan dalam posisi pimpinan dan proses pengambilan keputusan, termasuk di DPR, merupakan
salah satu alat ukur kemajuan atau kemunduran pemberdayaan perempuan; dan (iii) terdapat potensi lahirnya kebijakan yang tidak berpihak kepada perempuan. VII. PETITUM 1. Mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini; 2. Menyatakan bahwa Pasal 97 ayat (2),Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat DaerahUndang-Undang Dasar 1945, sepanjang tidak dimaknai pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. 3. Menyatakan bahwa Pasal 104 ayat (2),Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. 4. Menyatakan bahwa Pasal 109 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat 5. Menyatakan bahwa Pasal 115 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. 6. Menyatakan bahwa Pasal 121 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 2 (dua) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan
dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat 7. Menyatakan bahwa Pasal 152 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota BURT dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat 8. Menyatakan bahwa Pasal 158 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan,yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat 9. Menyatakan bahwa Pasal 97 ayat (2),Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurangkurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. 10. Menyatakan bahwa Pasal 104 ayat (2),Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 kekuatan hukum mengikatsepanjang tidak dimaknai pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. 11. Menyatakan bahwa Pasal 109 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat 12. Menyatakan bahwa Pasal 115 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pimpinan BKSAP terdiri atas
1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, dan sekurangkurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. 13. Menyatakan bahwa Pasal 121 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 2 (dua) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat 14. Menyatakan bahwa Pasal 152 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurangkurangnya 30% keterwakilan perempuan, yang dipilih dari dan oleh anggota BURT dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat 15. Menyatakan bahwa Pasal 158 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan,yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. 16. Menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD 1945), sepanjang tidak dimaknai disetiap pimpinan alat kelengkapan DPR dimaknai sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan dalam posisi pimpinan alat kelengkapan DPR tersebut. 17. Atau apabila majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ex aequo et bono. Catatan: Perubahan pada Petitum.