Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

dokumen-dokumen yang mirip
EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB III LANDASAN TEORI

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Vol.16 No.1. Februari 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

Vol.17 No.2. Agustus 2015 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. penduduk di Yogyakarta. Pembangunan hotel, apartemen, perumahan dan mall

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN ABU BATU BARA SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN ASPAL BETON AC-BC

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

PENGARUH PENAMBAHAN FILLER GRANIT DAN KERAMIK PADA CAMPURAN LASTON AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH STEEL SLAG DALAM CAMPURAN AC-WC SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR No. ½ DAN No. 8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

OPTIMASI KADAR ASPAL BETON AC 60/70 TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA LALU LINTAS BERAT MENGGUNAKAN MATERIAL LOKAL BANTAK PROYEK AKHIR

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

KAJIAN CAMPURAN PANAS AGREGAT ( AC-BC ) DENGAN SEMEN SEBAGAI FILLER BERDASARKAN UJI MARSHALL Oleh: Hendri Nofrianto*), Zulfi Hendra**) *) Dosen, **) Alumni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Padang Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian penambahan semen dalam campuran panas aspalt agregat (AC BC) sebagai filler sebesar 0.0 %, 2.0 %, 3,.0 % dan 4.0 % pada campuran panas aspal agregat yang dilaksanakan pada laboratorium PT. Statika Mitra Sarana Padang. Hasil penelitian yang dilakukan didapat jenis campuran aspal pen 60/70 yang lebih baik adalah pada kadar aspal optimum 5.7 % dengan penambahan semen sebesar 2.0 %, dibandingkan dari ketiga campuran lainnya, yaitu Satbilitas yang tinggi untuk menjaga agar campuran beraspal tahan terhadap deformasi permanen dan deformasi plastis. Durability ( keawetan ) mampu menahan gesekan antara roda kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan serta keausan akibat pengaruh cuaca. Fleksibilitas atau kelenturan yang cukup, yaitu campuran aspal pen 60/70 dengan semen 2.0 % mampu menahan lendutan akibat beban lalu lintas dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar tanpa mengalami retak. Cukup kedap air karena semen sebagai filler bersifat hydrophobic sehingga tidak ada rembesan air yang masuk kelapis pondasi di bawahnya. Kekesatan yang cukup sehingga tidak membahayakan pemakai jalan Kata-kata kunci : Filler, Kadar Aspal Optimum. 1. Pendahuluan Saat ini masih banyak terdapat ruas-ruas jalan beraspal yang dilewati lalu lintas berat masih menggunakan campuran aspal agregat dengan bahan pengisi (filler) dari abu batu yang banyak ditemui penurunan kinerja jalan berupa kerusakan dini berupa retak, alur atau perubahan bentuk lain sehingga umur rencana tidak tercapai. Solusi yang harus dilakukan sangatlah komplek. Sebagai salah satu alternatif penanganan dari aspek perkerasan jalan beraspal yang relative tahan terhadap kerusakan dini pada lapisan beraspal adalah menggunakan rancangan campuran beraspal panas yang sesuai dengan tuntutan lapangan, sala satu solusinya adalah dengan memakai semen sebagai filler. 2. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kadar aspal optimum dengan penambahan semen sebagai filler (bahan pengisi). Sedangkan tujuan penelitian untuk mengetahui kajian penambahan semen dalam campuran panas aspalt agregat (AC BC) sebagai filler sebesar 0.0 %, 2.0 %, 3,.0 % dan 4.0 % yang digabung dengan aspal biasa pen 60/70 dan dapat dilihat dari karakteristik Marshall, yaitu nilai Density, Stabilitas, Rongga Mineral dalam Agregat (VMA), Rongga didalam Campuran (VIM), dan Void Filled Bitumen (VFB), Flow dan Marshall Quotient (MQ). 3. Batasan Masalah Penelitian ini hanya membahas tentang kajian penambahan semen sebagai filler dalam campuran panas aspal agregat (AC- BC) terhadap pengujian karakteristik Marshall dengan gradasi agregat 1-2 dan agregat 0.5-1. Menggunakan semen padang type I. 2.2. Landasan Teori Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton campuran panas 65

yaitu sebagai berikut, (nofrianto hendri, 2013) : Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk. Durabilitas (keawatan/daya tahan) diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan. Kelenturan (fleksibilitas) pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu litas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Mudah dikerjakan (Workability), adalah campuran aspal agregat harus mudah dikerjakan saat penghamparan dan pemadatan untuk mencapai satuan berat jenis yang diinginkan tanpa mengalami kesulitan sampai mencapai tingkat kepadatan yang diinginkan dengan peralatan yang memungkinkan. Tahan geser/kekesatan (Skid Resistance), yaitu kekesatuan yang diberikan oleh perkerasan sehingga tidak mengalami slip baik diwaktu hujan atau basah maupun diwaktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dan ban kendaraan. diharapkan yakni mudah dalam pemeliharaan dan murah dalam pelayanan. Kedap air yaitu campuran aspal agregat harus bersifat kedap air untuk melindungi lapisan perkerasan dibawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang akan mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan beban lalu lintas. Kekakuan (Rigidity) yaitu campuran aspal agregat harus memiliki modulus kekakuan yang tinggi sehingga mampu mendistribusikan tekanan akibat beban lalu lintas secara efektif. 3. Campuran Aspal Dengan Metoda Marshall Metoda marshall test adalah suatu metoda yang mempergunakan rencana campuran untuk aspal, yang sebelumnya ditentukan oleh jumlah pemakaian bahan aspal yang tepat sehingga dapat menghasilkan komposisi yang baik, antara agregat dan aspal dengan persyaratan teknis. Campuran aspal dengan metoda marshall dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan (stabilitas) yaitu kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram, sedangkan kelelehan plastis yaitu keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0.01. Ekonomis adalah campuran harus menghasilkan jenis dan kombinasi bahan material sehingga mendapatkan suatu komposisi campuran dengan biaya yang paling murah namun sebesar mungkin memenuhi sifat-sifat yang Perhitungan dengan Metoda Marshall adalah sebagai berikut : 66

a) Berat Jenis Bulk dari Total Aggregat : P1 P2... Pn Gsb= (2.1) P1 / GsbP2 /Gsb... Pn /Gsbn b) Berat Jenis Apparent dari Total Aggregat: P1 P2... Pn Gsa = (2.2) P1 / Gsa P2 /Gsa... Pn /Gsan c) Berat Jenis Effektif dari Total Aggregat : Gsb Gsa Gse=..(2.3) 2 d) Isi Bulk dari Campuran Padat, cc : V Bulk = W ssd Ww....(2.4) e) Berat Jenis Curah pada Campuran Padat, cc : Wa Gmb =.(2.5) V Bulk f) Berat Jenis Teoritis maksimum pada campuran padat, gr/cc : Pmm Gmm= Pse Pb.. (2.6) Gse Gb g) VIM/Rongga didalam campuran Pb (prosentase dari volume aggregat total) : Gmm Gmb VIM = 100 x..(2.7) Gmm h) VMA / Rongga dalam aggregat (prosentase dari volume total) : Gmb Ps VMA = 100 -.. (2.8) Gsb i) VFMA / Rongga terisi aspal (prosentase dari VMA) : VFMA = 100 - VMA VIM VMA...(2.9) Mf j) Penyerapan aspal : Gse Gsb Pba= 100 x x Gb (2.10) Gse x Gsb k) Kadar Aspal Effektif dari total campuran Pba Pbe= Pb x Ps (2.11) 100 l) Marshal Quotient (MQ) : m) Kekuatan Sisa Marshall : MSi MRS = x 100...(2.13) MSs Dengan maksud : P 1, P 2,, P n = Prosentase Berat Aggregat 1, 2,.n Gsb, Gsb n = Berat Jenis Dari Aggregat 1, 2,.n Gsa 1, Gsa n = Berat Jenis Apparent Dari Aggregat 1, 2,.n Gsa = Berat Jenis Apparent Dari Total Aggregat Gsb = Berat Jenis Bulk Dari Total Aggregat V Bulk = Volume Bulk Campuran Padat W Ssd = Berat Jenis Kering Permukaan W W = Berat Jenis Dalam Air Gmb = Berat Jenis Bulk Dari Campuran Padat Gmm = Berat Jenis Teoritis Maksimum Campuran Padat Pmm = Prosentase Berat Dari Total Campuran Lepas 100 % = Kadar Aspal Gb = Berat Jenis Aspal Ps = Prosentase Berat Aggregat VIM Rongga Dalam Campuran VIM = Rongga Dalam Campuran VFMA = Rongga Udara Terisi Aspal VMA = Rongga Udara Dalam Aggregat Pba = Penyerapan Aspal, Prosentase Dari Berat Aggregat Pbe = Kadar Aspal Effektif, Prosentase Dari Berat Campuran MS = Stabilitas Marshall, Kg = Marshal Flow, (Mm) MSS = Stabilitas Marshall Pada Kondisi Standar, (Kg) MSI = Stabilitas Marshall Pada Kondisi Perendaman, (Kg) MS MQ =...(2.12) MF 67

4. Pembahasan 1. Stabilitas Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Kadar aspal dan Flow Gambar 2.1 Hubungan antara Kadar aspal dan Stability Gambar 2.1 menunjukan bahwa Penambahan kadar aspal mulai dari 5.0 % sampai 6.0 % pada campuran aspal biasa, ternyata nilai stabilitas mengalami peningkatan, setelah penambahan kadar aspal berikutnya nilai stabilitas menurun. Naiknya nilai stabilitas disebabkan oleh bertambahnya jumlah aspal yang menyelimuti agregat sehingga kohesi dan kerapatan campuran semakin meningkat karena fungsi aspal sebagai bahan pengikat mampu mengikat agregat kasar dan halus sehingga saling mengunci. Penurunan nilai stabilitas disebabkan oleh penambahan aspal telah berubah fungsi sebagai pelicin dan mengurangi daya ikat antara agregat, sehinga menurunkan kelekatan dan gesekan antara agregat. Gambar 2.2 Menunjukkan bahwa pada campuran aspal biasa pen 60/70 penambaahan kadar aspal mulai dari 5.0 % sampai 6.0 % nilai flow mengalami kenaikan, hal ini mengidentifikasikan bahwa penambahan kadar aspal masih mampu mengisi rongga antar butiran agregat sehingga campuran bersifat plastis atau memenuhi standar yang ditentukan spesifikasi (min 3 mm) sedangkan pada kadar aspal 6.0 % sampai 6.5 % nilai flow menurun, hal ini disebabkan rongga antar butiran agregat terisi penuh sehingga. 3. MQ (Marshall Quotient) Hubungan antara kadar aspal Marshall Quotient dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini : 2. Flow Hubungan antara kadar aspal dan flow dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut : Gambar 2.3 Grafik Hubungan antara Kadar aspal dan MQ Gambar 2.3 Menunjukkan bahwa untuk campuran aspal panas pen 60/70 biasa, penambahan kadar aspal mulai dari 5.0 % sampai 6.5 % nilai MQ mengalami penurunan Hal ini mengidentifikasikan bahwa semangkin besar kadar aspal maka 68

aspal semakin lentur ( tidak kaku lagi ). Sedangkan penambahan semen 2.0 %, 3.0 %, 4.0 % campuran aspal pen 60/70 nilai MQ lebih tinggi dibandingkan dengan aspal pen 60/70 biasa pada pada masing masing kadar aspal. 4. VMA (Voids Mineral Agregat) Hubungan antara kadar aspal dan VMA dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini: Gambar 5. Grafik Hubungan antara Kadar aspal dan Void in Mix Gambar 5. Menunjukkan Bahwa pada kadar aspal 5.0 % sampai 6.5 % untuk campuran aspal biasa pen 60/70 nilai VIM mengalami penurunan. Hal ini disebabkan setiap penambahan kadar aspal, ronga antara butiran cukup besar sehingga kadar aspal yang bertambah dapat masuk kedalam rongga dan rongga yang tersisa semakin kecil. Gambar 4. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan VMA Gambar 4 Menunjukkan bahwa pada campuran aspal pen 60/70 kadar aspal 5.0 % sampai 5.5 % mengalami penurunan, hal ini disebabkan ruang yang ada diantara partikek partikel agregat tidak terisi penuh. Sedangkan pada kadar aspal 5.5 % sampai 6.5 % nilai VMA menglami kenaikan, mengindikasikan rongga diantara partikel agregat dapat menampung jumlah kadar aspal yang besar, sehingga kerapatan diantara butiran agregat lebih bagus atau memenuhi standar yang ditentukan spesifikasi (min 15 %). 5. VIM (Void In Mix) Hubungan antara kadar aspal dan Void in Mix dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini: 6. VFB (Voids Filled Bitumen) Hubungan antara kadar aspal dan VFB dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut ini: Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Kadar aspal dan VFB Gambar 6. Menunjukkan Bahwa nilai VFB semangkin tinggi seiring penambahan kadar aspal 5.0 % sampai 6.5 %, hal ini disebabkan karena rongga antar butiran agregat masih cukup besar dan dapat menampung aspal yang masuk, semakin besar kadar aspal semakin banyak rongga yang terisi oleh aspal sehingga presentase aspal dalam rongga menjadi naik. 7. Density 69

Hubungan antara kadar aspal dan Density dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut : Gambar 7. Grafik Hubungan antara Kadar aspal dan Density kadar aspal 5,0 % sampai 6,0 % nilai density mengalami peningkatan, dan pada kadar aspal 6,0% sampai 6.5 % mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan rongga sudah berisi penuh oleh aspal dan aspal sudah mengalami kejenuhan sehingga nilai density mengalami penurunan. 2.5. Kadar Aspal Optimum Dari gambar (grafik) Stabilitas, Flow, Marshall Quotient, VMA, VIM, Density, VFB, dapat ditentukan kadar aspal optimum untuk keempat jenis gradasi campuran, seperti terlihat pada tabel 4. sampai tabel 7 berikut ini : Gambar 4.7 Menunjukkan bahwa pada campuran aspal biasa aspal pen 60/70 Tabel 4. Penentuan Kadar Aspal Optimum untuk AC-BC Aspal Biasa Pen 60/70 dengan penambah 0.0 % semen Karaktaristik Yang Di uji Stabilitas ( kg ) Kadar Aspal 5. 0 5.5 6.0 6.5 Flow ( mm ) Marshall Quotient ( kg / mm ) VMA ( % ) VIM ( % ) VFB ( % ) Kepadatan ( gr/cc ) Nilai Kadar Aspal Optimum 6.0 % 70

Tabel 5. Penentuan Kadar Aspal Optimum untuk AC-BC Aspal Biasa Pen 60/70 dengan penambah 2.0 % semen Karaktaristik Yang Kadar Aspal Di uji 5.0 5.5 6.0 6.5 Stabilitas ( kg ) Flow ( mm ) Marshall Quotient ( kg / mm ) VMA ( % ) VIM ( % ) VFB ( % ) Kepadatan ( gr/cc ) Nilai Kadar Aspal Optimum 5.7 % Tabel 6. Penentuan Kadar Aspal Optimum untuk AC-BC Aspal Biasa Pen 60/70 dengan penambah 3.0 % semen Karaktaristik Yang Di uji Stabilitas ( kg ) Kadar Aspal 5.0 5.5 6.0 4.0 Flow ( mm ) Marshall Quotient ( kg / mm ) VMA ( % ) VIM ( % ) VFB ( % ) Kepadatan ( gr/cc ) Nilai Kadar Aspal Optimum 5.7 % 71

Tabel 7. Penentuan Kadar Aspal Optimum untuk AC-BC Aspal Biasa Pen 60/70 dengan penambah 4.0 % semen Karaktaristik Yang Di Kadar Aspal uji 5.0 5.5 6.0 6.5 Stabilitas ( kg ) Flow ( mm ) Marshall Quotient ( kg / mm ) VMA ( % ) VIM ( % ) VFB ( % ) Kepadatan ( gr/cc ) Nilai Kadar Aspal Optimum 5.7 % Dari hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium, didapat pada aspal biasa pen 60/70 dengan 0.0 % Semen kadar aspalnya didapat sebesar 6.0 %. Dengan nilai VIM nya sebesar 5.0 ( nilai VIM > 5.0 % ). Sedangkan pada penambahan semen sebesar 2.0 % didapatkan kadar aspal optimum sebesar 5.7 %. Begitu juga pada penambahan semen 3.0 % didapat juga kadar aspal yang sama, akan tetapi VIM nya sangat kritis yaitu 3.7 %. Pada penambahan semen 4.0 % kadar aspal optimum nya tidak bisa ditentukan, karena nilai VMA dan nilai VIM nya tidak memenuhi persyaratn yang ada. Jika diambil kadar aspal optimum nya lebih tinggi maka nilai VIM tidak memenuhi persyaratan. Dan sebalik nya, jika diambil kadar aspal nya rendah, nilai VMA nya tidak memenuhi persyaratan. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium PT. Statika Mitra Sarana, jenis campuran aspal biasa pen 60/70 dengan penambahan semen 0.0 %, 2.0 %, 3.0 % dan 4.0 % pada campuran aspal AC-BC serta pembahasannya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada campuran aspal pen 60/70 dengan semen 0.0 % menunjukan nilai VIM diatas 5.0 %( syarat > 3.5, < 5.0 % ) ini mengindikasikan rongga dalam campuran besar, sehingga memudahkan air masuk dan akan mengurangi keawetan. 2. Pada campuran aspal pen 60/70 dengan penambahan semen 2.0 % dapat diambil kadar aspal maksimum 5.7, karena semua parameter yang diuji memenuhi syarat yang telah ditentukan. 3. Pada campuran aspal pen 60/70 dengan penambahan semen 3.0 % juga dapat diambil kadar aspal maksimum 5.7, akan tetapi nilai VIM nya kritis, sekitar 3.7 % ( mendekati syarat minimal). 4. Pada campuran aspal pen 60/70 dengan penambahn semen 4.0 % menunjukan nialai VMA dan nilai VIM tidak memenuhi syarat. Apabila diambil kadar aspal yang lebih tinggi, nilai VIM nya tidak memenuhi syarat ( 72

< 3.5 % dan > 5.0 % ). Dan sebalik nya, jika kadar aspal nya rendah maka nilai VMA nya tidak memenuhi syarat ( < 14 % ) yang telah ditentukan 5.2 Saran Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menvariasikan jumlah tumbukan DAFTAR PUSTAKA Hendarsine, 2000, Konstruksi Lapis Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Lalan Raya. Jurusan Teknik Sipil Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Nofrianto Hendri,2013, Perkerasan Jalan Raya, Padang,Cv. Andi Offset. RSNI M-01, 2003, Metode Pengujian Campuran Beraspal Panas Dengan Alat Marshall, Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. Revisi SNI 03-1737, 1989, Pelaksanaan Lapis Campuran Beraspal Panas, Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. SNI 06-6890, (2002), Cara pengambilan contoh aspal RSNI M-06, (2004), Cara Uji Campuran Beraspal Panas Untuk Ukuran Agregat Maksimum dari 25,4 mm (1 inci) Sampai Dengan 38 mm (1,5 inci Dengan Alat Marshall, Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. Zuldafitra, (2013), Skripsi, Kajian Campuran Panas Aspal Agregat (AC-WC) dengan Filler Kapur Padaman (ex Padang Panjang) Berdasarkan Uji Marshall. Padang : Institut Teknologi Padang. 73