BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEBERSIHAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SISWI SMA KELAS XI IPA DI SMA NEGERI 1 TAWANGSARI

Atnesia Ajeng, Asridini Annisatya Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

ANALISIS FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KEPUTIHAN PADA SISWI SMK NEGERI 8 MEDAN. Oleh : RONAULI AGNES MARPAUNG

PERILAKU SANTRI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENITAL EKSTERNA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU DENGAN TERJADINYA KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMA KRISTEN 1 TOMOHON

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

PENGARUH PENGETAHUAN REMAJA TENTANG VULVA HYGIENE

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI SMA NEGERI 9 SEMARANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

Kata kunci : Pengetahuan, remaja puteri, kebersihan, genetalia eksterna PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO)

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB l PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

UPAYA MENINGKATKAN KEBERSIHAN GENETALIA REMAJA PUTRI UNTUK MENCEGAH KEJADIAN FLOUR ALBUS DI SMA DALAM MUHAMMADIYAH KALIREJO LAMPUNG TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI

ASSOCIATION BETWEEN KNOWLEDGE OF FEMALE TEENAGERSON REPRODUCTIVE HEALTH AND THE INCIDENCE OF FLUOR ALBUS AT SMPN 2 BANGLI BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Kelas X Tentang Flour Albus Dengan

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pencegahan Keputihan di SMK Muhammadiyah 1 Moyudan Sleman Yogyakarta

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIOVISUAL TERHADAP PERILAKU PERSONAL HYGIENE (GENITALIA) REMAJA PUTRI DALAM MENCEGAH KEPUTIHAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS X TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE SAAT MEANTRUASI DI SMKN 02 BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA WANITA PERIMENOPAUSE DI DESA MOJO KECAMATAN ANDONG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi Asia dan tertinggi ke-3 di

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PERAWATAN VULVA HYGIENE PADA WANITA DI LAPAS SEMARANG TAHUN 2014

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN CARA PENCEGAHAN FLOUR ALBUS

Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Puteri Terhadap Perilaku Menjaga Kebersihan Daerah Kewanitaan di SMA N 1 Gamping¹

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan

PERAWATAN ORGAN REPRODUKSI DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL REPRODUCTIVE ORGANS CARE AND INCIDENT OF FLUOR ALBUS TO PREGNANT WOMEN

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 15 SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 1, April 2013 ISSN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERSEDIAAN SUMBER ATAU FASILITAS DENGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

PERAWATAN VAGINA, KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENDAPATAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

PERILAKU PENGGUNAAN TISU TOILET TERHADAP KEJADIAN KEPUTIHAN PADA REMAJA

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan sosial. Sebagian besar masyarakat memandang sebelah mata

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

Transkripsi:

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRAC... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR SINGKATAN... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.3.1 Tujuan Umum... 5 1.3.2 Tujuan Khusus... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.4.1 Manfaat Praktis... 6 1.4.2 Manfaat Teoritis... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputihan... 7 2.1.1 Pengertian Keputihan... 7 2.1.2 Etiologi Keputihan... 7 2.1.3 Klasifikasi Keputihan... 11 2.1.4 Pencegahan Keputihan... 13

2.2 Remaja... 15 2.2.1 Pengertian Remaja... 15 2.2.2 Tahapan Masa Remaja... 15 2.2.3 Perubahan Fisik Remaja... 16 2.2.4 Siklus Menstruasi pada Remaja... 17 2.3 Perilaku Vulva Hygiene... 17 2.3.1 Pengertian Perilaku... 17 2.3.2 Domain Perilaku... 18 2.3.3 Determinan Perilaku Kesehatan... 20 2.3.4 Perilaku Vulva Hygiene... 21 2.3.5 Manfaat Perilaku Vulva Hygiene... 23 2.4 Hubungan Perilaku Vulva Hygiene dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri... 24 BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep... 26 3.2 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Variabel... 27 3.2.1 Variabel Penelitian... 27 3.2.2 Definisi Operasional Variabel... 28 3.3 Hipotesis... 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 29 4.2 Kerangka Kerja... 30 4.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 31 4.3.1 Tempat Penelitian... 31 4.3.2 Waktu Penelitian... 31 4.4 Populasi,Sample, dan Teknik Sampling Penelitian... 31 4.4.1 Populasi Penelitian... 31 4.4.2 Sample... 31 4.4.4 Teknik Sampling... 32 4.5 Teknik Pengumpulan Data... 33

4.5.1 Jenis Data Yang Dikumpulkan... 33 4.5.2 Cara Pengumpulan Data... 33 4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data... 34 4.5.4 Etika Penelitian... 37 4.6 Pengolahan Dan Analisa Data... 39 4.6.1 Teknik Pengolahan Data... 39 4.6.2 Teknik Analisa Data... 40 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian... 41 5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian... 41 5.1.2 Analisa Data Univariat... 42 5.1.3 Analisa Data Bivariat... 43 5.2 Pembahasan Hasil Penelitian... 44 5.2.1 Perilaku Vulva Hygiene pada Remaja Putri Kelas X di SMA Negeri se- Kota Denpasar... 44 5.2.2 Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas X di SMA Negeri se-kota Denpasar... 46 5.2.3 Hubungan Perilaku Vulva Hygiene dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas X di SMA Negeri se-kota Denpasar... 48 5.3 Keterbatasan Penelitian... 49 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan... 50 6.2 Saran... 50 6.2.1 Kepada Sekolah yang Bersangkutan... 50 6.2.2 Kepada Responden... 50 6.2.3 Kepada Peneliti Selanjutnya... 51 DAFTAR PUSTAKA Lampiran

ABSTRAK Keputihan (white discharge, flour albus, leucorrhea) adalah semua cairan bukan darah yang keluar dari dalam vagina. Kejadian keputihan yang tidak mendapatkan penanganan akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan pada organ reproduksi, salah satunya adalah kemandulan. Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya keputihan adalah dengan perilaku vulva hygine. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan Desain penelitian yang digunakan adalah non-experimental design berupa penelitian korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Data diambil dari 316 sampel yang dipilih secara simple random sampling pada siswi kelas X di seluruh SMA Negeri Kota Denpasar. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner kejadian keputihan dan kuisioner perilaku vulva hygiene. Berdasarkan uji Spearman- Rank didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05), yang berarti terdapat hubungan antara perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada remaja putri. Disarankan kepada perawat untuk memberikan edukasi kepada remaja putri tentang pentingnya menjaga kebersihan vulva, sehingga risiko kejadian keputihan patologis dapat berkurang. Kata kunci : Perilaku vulva hygiene, keputihan, remaja putri Referensi : (49:2005-2015)

ABSTRACT Vaginal discharge (white discharge, flour albus, leucorrhea) is all the fluid except blood that out from the vagina. The incidence of vaginal discharge that does not get the handling will cause a variety of health problems in reproductive organs, one of them is infertility. One of the efforts to prevent the occurrence of vaginal discharge is the behavior of the vulva hygiene. This study aims to transform and determine the relationship between behavior of vulva hygiene with the incident of vaginal discharge. This study was a nonexperimental research who used cross-sectional design with simple random sampling. Data gathered by questionnaire of vaginal discharge and behavior from 316 sampel. Based on Spearman-Rank test p value = 0.000 (p <0.05), meaning that there is a relationship between behavior of vulva hygiene with the incident of vaginal discharge. It is advisable to nurses to provide education to young women about the importance of maintaining cleanliness of the vulva, so the risk of occurrence of vaginal discharge pathological can be reduced. Keywords: behavior of vulva hygiene, vaginal discharge, teenagers Reference: (49:2005-2015)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan menurut Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan adalah keadaan sejahtera, baik badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), sehat adalah suatu kondisi yang dinamis meliputi kesehatan jasmani, rohani, sosial, dan tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Menurut Nanda (2008) kesehatan adalah suatu kebutuhan dasar masyarakat, sehingga setiap masyarakat perlu untuk menjaga kesehatannya. Kesehatan yang dimiliki akan menjadi sebuah dasar untuk menentukan derajat kehidupan manusia untuk menju kearah yang lebih berkualitas. Seluruh aspek kesehatan dalam tubuh manusia harus dipertahankan, yaitu kesehatan jiwa, kesehatan pencernaan, jantung, paru, juga termasuk organ reproduksi. Kesehatan reproduksi merupakan masalah penting dalam kehidupan pembangunan kesehatan. Semua pihak dalam lapisan masyarakat harus terlibat dalam memperhatikan kesehatan reproduksi. Masalah kesehatan reproduksi tidak bisa menjadi perhatian individu saja, karena dampaknya luas dan dapat mempengaruhi segala aspek dalam kehidupan (Manuaba, Manuaba & Manuaba, 2009). Pentingnya kesehatan reproduksi ini harus didukung oleh perilaku hidup yang bersih dan sehat, sehingga akan dihasilkan kondisi yang prima. Kondisi sehat harus dipertahankan sepanjang siklus kehidupan, termasuk pada masa remaja (Tim Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010). Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa remaja diawali pada usia 12 sampai 21 tahun (Kusmiran, 2012). Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial (Andika,2010). Selain peralihan pada perkembangan fisik, mental, dan sosial, remaja juga mengalami peralihan pada kematangan organ reproduksinya.

Untuk itu, pada masa transisi inilah remaja memerlukan perhatian yang khusus dari berbagai pihak dalam lingkungannya agar tehindar dari berbagai penyakit, termasuk penyakit yang menyerang organ reproduksi (Manuaba, 2009). Masalah kesehatan reproduksi remaja merupakan hal penting yang harus diketahui oleh remaja. Kesehatan reproduksi akan menentukan bagaimana generasi bangsa yang dilahirkan oleh seorang wanita saat dewasa nanti (Manuaba dkk., 2009). Seorang remaja harus dibekali ilmu dan informasi tentang kesehatan reproduksi, agar tercapai perilaku remaja yang bersih dan sehat. Remaja yang tidak memperhatikan kesehatan reproduksinya dapat mengalami masalah seperti kehamilan dini, penyakit menular seksual, dan penyakit yang menyerang organ reproduksi, salah satunya adalah keputihan (Soetjiningsih, 2010). Keputihan (white discharge, flour albus, leucorrhea) adalah cairan atau sekret yang keluar dari dalam vagina. Cairan yang keluar tersebut bervariasi, baik warna, jumlah, bau, maupun konsistensinya (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2012; Werner, Thuman & Maxwell,2010). Keputihan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keputihan yang normal (fisiologis) dan keputihan tidak normal (patologis). Keputihan normal biasanya terjadi sebelum dan sesudah menstruasi, cairan yang keluar bening tidak berbau, jumlahnya sedikit, dan tanpa rasa gatal. Sedangkan keputihan patologis adalah keputihan yang berbahaya, cairan yang keluar berwarna, berbau busuk, jumlahnya banyak dan disertai rasa gatal (Midlineplus, 2013). Keputihan dapat terjadi karena infeksi dan non-infeksi. Infeksi disebabkan karena bakteri, virus, jamur, dan parasit, sedangkan non-infeksi disebabkan karena masuknya benda asing ke dalam vagina, memakai celana yang terlalu ketat, dan memakai celana dalam dari bahan yang tidak terbuat dari katun (Pudiastuti, 2010 ; Manuaba,2009). Keputihan dapat menyebabkan dampak yang berbahaya apabila tidak ditangani dengan tepat (Djuanda, Hamzah & Aisah, 2005). Keputihan yang dibiarkan akan menjadi pencetus kanker leher rahim dan bahkan dapat menyebabkan kemandulan pada seorang wanita ( Manuaba, 2009). Bahaya penyakit yang disebabkan oleh

keputihan terjadi karena bakteri, virus, jamur dan parasit yang ada disekitar organ kewanitaan berkembang dengan baik dan jumlahnya terus-menerus bertambah (Djuanda, Hamzah & Aisah, 2005). Angka kejadian keputihan cukup tinggi dan semua wanita pada semua golongan umur bisa mengalami kejadian keputihan. Berdasarkan penelitian mengenai kesehatan reproduksi ditemukan bahwa 70% wanita di dunia mengalami keputihan, paling sedikit satu kali seumur hidupnya (Febiliawanti, 2009). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Indonesia, sebanyak sekitar 90% wanita mengalami keputihan paling sedikit sekali seumur hidupnya (Azizah, 2015). Angka kejadian keputihan di Indonesia lebih tinggi dari negara Eropa. Hal tersebut terjadi karena Negara Indonesia beriklim tropis, sehingga jamur mudah berkembangbiak dan menyebabkan keputihan (Azizah, 2015). Kejadian keputihan di Indonesia sebanyak 90% wanita, sedangkan Eropa hanya sebanyak 25% saja (Egan, 2009). Penelitian yang dilakukan Katharini dan Yuliawati (2009) di Lampung mendapatkan hasil bahwa prevalensi remaja putri yang mengalami keputihan adalah 75%. Hasil tersebut juga didukung oleh beberapa penelitian, yaitu pada tahun 2011 di Semarang sebanyak 96,9% remaja mengalami keputihan (Ayuningtyas, 2011), dan penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 di Jakarta mendapatkan hasil sebanyak 56,2% remaja mengalami keputihan (Nurhayati, 2013). Penelitian terbaru di Jogjakarta tentang keputihan juga didapatkan hasil bahwa angka kejadian keputihan masih tinggi, yaitu sebanyak 72% remaja (Azizah, 2015). Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa angka kejadian keputihan di kalangan remaja putri masih sangat tinggi, bahkan nilainya diatas 50% dari seluruh sampel yang dilakukan dalam penelitian. Tingginya angka kejadian keputihan pada remaja harus mendapatkan penanganan yang benar dan tepat dari berbagai pihak. Selain pengobatan, perlu juga dilakukan tindakan pencegahan, agar angka kejadian keputihan dapat berkurang (Pudiastuti, 2010). Semakin dini dilakukan pencegahan, maka hasilnya pun akan semakin

baik. Salah satu cara pencegahan adalah dengan menerapkan perilaku vulva hygiene pada remaja putri (Rahman, Hidayah & Azizah, 2014). Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas dari individu yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati (Notoatmodjo, 2010). Perilaku remaja yang mau melakukan vulva hygiene dengan tepat akan menghasilkan remaja yang jauh dari kejadian keputihan, begitu pula sebaliknya, remaja akan mengalami keputihan apabila tidak melakukan vulva hygiene dengan tepat. Maka, untuk meningkatkan derajat kesehatan di kalangan remaja, diperlukan perilaku remaja yang baik dan mampu melakukan vulva hygiene dengan benar (Kusmiran, 2012 ; Rahman, Hidayah & Azizah, 2014). Perilaku remaja dalam menjaga kesehatan reproduksinya masih sangat rendah ditemukan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Menurut Profil Dinas Kesehatan Jawa Tengah (dalam Rahman, Hidayah, & Azizah, 2014) sebanyak 43,3 juta jiwa remaja berperilaku tidak sehat dan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya keputihan. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2013) di Jakarta didapatkan data sebanyak 56,9% remaja memiliki perilaku buruk dalam menjaga kebersihan organ genetalia. Bukti lain ditemukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Karuniadi di Bali (2013) yang menemukan hasil bahwa sebanyak 53,49% remaja memiliki sikap dalam perilaku genetalia yang buruk. Perilaku vulva hygiene merupakan kegiatan atau aktivitas individu khususnya wanita untuk menjaga kebersihan organ vulvanya (Nurhayati, 2013). Manfaat vulva hygiene bagi kesehatan antara lain menjaga agar vagina tetap bersih, sehingga bakteri, jamur, parasit dan virus tidak mudah tumbuh (Farage& Maibach, 2006). Tidakan vulva hygiene yang dilakukan untuk menjaga kebersihan vagina antara lain dengan mencuci vagina dengan air mengalir, mengganti celana dalam sehari minimal dua kali, mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh vagina, dan mencukur rambut vagina secara rutin (Nurhayati, 2013).

Studi pendahuluan yang dilakukan di SMA N 6 pada bulan Agustus 2015 melalui wawancara dengan delapan remaja putri kelas X didapatkan hasil bahwa semua remaja putri yang diwawancara pernah mengalami keputihan. Dua orang remaja putri mengatakan bahwa keputihan berwarna kekuningan dan kadang merasa gatal pada vagina, sedangkan enam remaja putri lainnya mengatakan bahwa keputihan berwarna bening hingga putih dan kental. Tingginya angka kejadian keputihan akan berdapak buruk bagi kehidupan individu yang mengalaminya, karena akan menimbulkan penyakit bahkan kemandulan. Hal itu juga berkesinambungan dengan tingginya pravalensi remaja yang berprilaku buruk untuk menjaga organ genetalianya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian hubungan perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada remaja putri. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian mengenai adakah hubungan perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada remaja putri kelas X di SMA Negeri Se-Kota Denpasar?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Diketahuinya hubungan perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada remaja putri kelas X di SMA Negeri Se-Kota Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan : a. Diketahuinya perilaku vulva hygiene pada remaja putri kelas X di SMA Negeri se-kota Denpasar. b. Diketahuinya kejadian keputihan pada remaja putri kelas X di SMA Negeri se-kota Denpasar.

c. Menganalisa hubungan perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada remaja putri kelas X di SMA Negeri se-kota Denpasar. 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoritis Memberikan informasi dan referensi penunjang bagi peneliti selanjutnya mengenai hubungan perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada remaja putri. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai landasan kurikulum pendidikan dalam memberikan pengetahuan dan praktik, terutama keperawatan maternitas mengenai perilaku vulva hygiene dan kejadian keputihan. b. Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan mampu digunakan untuk memberikan wawasan pada tenaga kesehatan tentang keputihan serta upaya pencegahannya, sehingga dapat digunakan sebagai upaya promotif dalam pencegahan keputihan pada remaja. c. Manfaat Bagi Siswa Hasil penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai gambaran pada siswa mengenai hubungan perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada remaja putri.