STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

dokumen-dokumen yang mirip
ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pariwisata merupakan tempat yang sangat baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1 Merriam webster s Collegiate Dictionary. Tenth Edition (Massachussets, USA 1994), 64

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil analisis dan pembahasan terhadap

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk bermasyarakat. Jadi suatu kota bukanlah hanya

KAJIAN POLA PERGERAKAN DAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR TUGAS AKHIR

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. City walk adalah trotoar untuk pejalan kaki yang didesain unik dan menarik

REDESAIN PASAR INDUK KABUPATEN WONOSOBO

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR KHUSUS TERHADAP INTENSITAS PARKIR DI KAWASAN SIMPANG LIMA TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

Tapi apa yang kini sedang terjadi di dan dengan Jogja? Dari Jogja pula wawasan nusantara ini cukup istimewa sebagai kota

PEDOMAN WAWANCARA I. 2. Apakah tata kelola transportasi di Kota Yogyakarta sudah responsif terhadap kebutuhan masyarakat?

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang masih kental. Tidak mengherankan bahwa Yogyakarta

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Pariwisata juga merupakan suatu komponen dari pola

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan investasi dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, berasal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum Perlindungan konsumen dewasa ini mendapat cukup

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

BAB I PENDAHULUAN Fenomena Elemen Elemen Kawasan terhadap kawasan Tugu Pal Putih

KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kampus sebagai Generator Pertumbuhan Kawasan.

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan asing yang sering berkunjung ke sana. Malioboro sudah ada sejak 200-an tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKILIMA KAWASAN KHUSUS MALIOBORO A.

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

BAB I PENDAHULUAN. berekreasi, membuka lapangan pekerjaan dan berbelanja. Pada mulanya

WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA,

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang

1. Seberapa seringkah Anda mengunjungi Malioboro? a. Setahun sekali c.tiga bulan sekali b. Enam bulan sekali d. Tidak tentu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB I PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai sektor formal. Selama kurun waktu 5 tahun (2005-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

Transkripsi:

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) TUGAS AKHIR Oleh : RINA NAZLA ULFAH L2D 098 461 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2003

Abstrak Partisipasi masyarakat adalah suatu proses yang menyediakan kesempatan bagi individu-individu untuk berperan dalam proses pengambilan keputusan sebagai perwujudan demokrasi. Partisipasi didefinisikan sebagai wadah interaksi dari beberapa individu untuk saling bertukar pikiran,ide,dan gagasan atau nilai-nilai penting. Berbagai bentuk partisipasi diidentifikasikan sesuai dengan tingkatan dimana mereka berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat dianggap sebagai suatu proses yang memang diperlukan dan menjadi bagian dari aktivitas dalam masyarakat. Seperti yang dikatakan Spiegel (1968) bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan masyarakat adalah proses yang menyatukan program dengan masyarakat itu sendiri. Dalam studi kali ini yang mengambil tema partisipasi masyarakat dalam penataan ruang aktivitas PKL sepanjang Jl Malioboro dan Jl Ahmad Yani di kawasan Malioboro, partisipasi masyarakat dibatasi hanya masyarakat yang berhubungan secara langsung dengan aktivitas PKL yakni para pedagang baik itu para pedagang sektor formal maupun sektor informal atau PKL itu sendiri. Aktivitas PKL di sepanjang jalan tersebut sudah menjadi suatu permasalahan sejak dulu, untuk itu diperlukan penataan ruang bagi aktivitas PKL tersebut sehingga konflik kepentingan yang terjadi dapat dihilangkan. Penataan ruang bagi aktivitas PKL yang dirasa sesuai dan dapat menghilangkan konflik kepentingan akibat aktivitas PKL tersebut adalah penataan ruang dengan keterlibatan secara penuh dari masyarakat yang berhubungan secara langsung dalam hal ini para pedagang. Tujuan dan alasan utama studi ini dilaksanakan adalah untuk mengidentifikasikan bentuk dan tingkat dari partisipasi pedagang sebagai salah satu wujud nyata dari partisipasi masyarakat dalam proses penataan ruang aktivitas PKL di sepanjang Jl Malioboro dan Jl Ahmad Yani kawasan Malioboro. Hal itu termasuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pedagang serta pengaruh dari partisipasi pedagang tersebut baik terhadap pedagang itu sendiri maupun terhadap pihak-pihak lain seperti para pengunjung. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, studi ini menggunakan dua jenis metode analisis yakni metode analisis kuantitatif dan metone analisis kualitatif. Metode analisis kuantitatif digunakan dalam analisa untuk mengukur tingkat partisipasi pedagang serta faktor-faktor yang mempengaruhi pedagang dalam berpartisipasi. Metode analisis kualitatif digunakan dalam identifikasi bentuk partisipasi pedagang serta pengaruh partisipasi pedagang dalam penataan ruang aktivitas PKL tersebut terhadap pedagang itu sendiri dan pihak lain yakni pengunjung. Hasil studi menujukkan bahwa berdasarkan penelitian, bentuk partisipasi pedagang dalam penataan ruang aktivitas PKL di sepanjang Jl Malioboro dan Jl Ahmad Yani terlihat dari keterlibatan mereka baik secara fisik dan non fisik dalam kegiatan penataan ruang. Sumbangan dana, barang, tenaga, ide serta gagasan baik secara perseorangan maupun melalui organisasi menunjukkan kesadaran mereka dalam berpartisipasi. Namun, tingkat partisipasi mereka masih termasuk golongan sedang. Hal tersebut diketahui dari pengukuran bentukbentuk partisipasi yang dilakukan serta faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang mempengaruhinya. Pengaruh positif yang dirasakan baik secara fisik dan non fisik diharapkan dapat menambah tingkat kesadaran pedagang untuk lebih berperan serta secara aktif dalam penataan ruang aktivitas PKL di sepanjang Jl Malioboro dan Jl Ahmad Yani.

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan aktivitas di jalur utama Malioboro yakni Jl Malioboro dan Jl Ahmad Yani, bisa dikatakan mulai ramai sekitar tahun 60-an ketika seniman atau budayawan sering berkumpul di sana. Perkembangan jalur utama Malioboro sebagai kawasan perdagangan dimulai dari munculnya orang Cina yang mendirikan toko di sepanjang jalan tersebut, tetapi mulai ramai setelah terbentuknya arcade di depan toko selebar tiga meter pada tahun 1970. Pelebaran jalan dan pembuatan arcade ini adalah realisasi dari himbuan presiden untuk membenahi Malioboro dan juga kesadaran untuk menghidupkan toko toko di sepanjang Malioboro. Pada mulanya arcade tersebut dimaksudkan sebagai tempat berlindung bagi pejalan kaki, tetapi pedagang kaki lima mulai mengisi dan memanfaatkan ruang ruang tersebut, sehingga akhirnya terjadi ekspansi kegiatan oleh pedagang kaki lima di siang hari dan lesehan di malam hari. Adanya SK Walikotamadya Dati II Yogyakarta No. 056/KD/1987 yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur keberadaan PKL dianggap sebagai lampu hijau bagi para pedagang kaki lima tersebut untuk mencoba mengais keuntungan dan berdagang di Malioboro khususnya di sepanjang jalur utama Malioboro tersebut. Perkembangan Malioboro saat ini telah menjadi pusat perdagangan yang menggiurkan para pemilik modal. Hal tersebut mengakibatkan semakin banyaknya pedagang yang berjualan di sana. Dalam hal ini khususnya para pedagang kaki lima. Sektor informal ini memiliki karakteristik yang memungkinkan mereka berkembang dengan pesat. Menyerap tenaga kerja yang cukup besar, modal usaha yang relatif tidak terlalu besar, menjadikan keberadaan PKL ini menyebar dengan sangat pesat di kawasan ini. Dengan semakin berkembangnya PKL, maka intensitas aktivitas di Jalan Malioboro semakin tinggi. Adanya fenomena perkembangan PKL yang sangat pesat

2 terutama pada koridor Jl Malioboro dan Jl Ahmad Yani menimbulkan dampak negatif yaitu gangguan ketertiban yang disebabkan oleh aktivitas PKL yang cenderung menggunakan ruang pejalan dan badan jalan sehingga mengganggu alur lalu lintas dan visualisasi Jalan Malioboro yang notabene sebagai kawasan bersejarah. Jalan Malioboro cenderung semrawut karena aktivitas PKL yang belum diatur dan pengotoran lingkungan oleh limbah yang dihasilkan dari aktivitas PKL. Dari hasil observasi lapangan terlihat bahwa akibat perkembangan aktivitas PKL tersebut menyebabkan adanya konflik pada kawasan tersebut baik itu antara PKL dengan pemerintah, PKL dengan pedagang formal, maupun PKL dengan pengunjung Malioboro. Diantaranya adalah penataan areal parkir, pemanfaatan emperan dan trotoar untuk PKL, gangguan pada sirkulasi kendaraan disebabkan terbatasnya ruang jalan, ketidak nyamanan pejalan kaki diakibatkan alih fungsi trotoar yang ada, kekumuhan yang terjadi akibat kurangnya kesadaran pada pedagang untuk menjaga kebersihan, dan lain sebagainya. Konflik yang terjadi di Malioboro harus segera disikapi dan ditindaklanjuti oleh pihak pihak yang terkait di dalamnya. Pemerintah Kota Yogyakarta dalam hal ini sebagai pihak yang berwenang dalam hal penataan kawasan Yogyakarta pada umumnya dan Malioboro pada khususnya telah mengambil langkah untuk mensikapi permasalahan yang terjadi akibat penataan aktivitas PKL di sepanjang Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani tersebut. Berbagai tindakan penataan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota di Malioboro yang bertujuan untuk menertibkan aktivitas PKL. Bahkan WaliKota Yogyakarta Herry Zudianto menganggap perlunya Peraturan Daerah tersendiri yang mengatur penataan di dalam kawasan Malioboro dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi Malioboro sebagai landmark Kota Yogyakarta dalam konteks bisnis dan budaya (Kompas, 22 September 2001) Tindakan penataan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Kota cenderung menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang pro berpendapat bahwa aktivitas PKL yang terjadi saat ini sudah tidak beraturan, menganggu dan seenaknya saja sehingga membutuhkan

3 tindakan dan peraturan yang tegas dalam penataannya. Pihak yang kontra dalam hal ini para pedagang kaki lima dan organisasi organisasi sosial kemasyarakatan yang peduli terhadap para pedagang tersebut, menganggap tindakan dan peraturan yang selama ini diberlakukan semena mena dan sewenang wenang terhadap keberadaan para pedagang tersebut yang notabene termasuk golongan masyarakat tingkat bawah. Mereka beranggapan bahwa Pemerintah Kota telah bersikap tidak adil terhadap mereka. Padahal mereka merupakan potensi dan aset wisata di Malioboro pada khususnya dan Yogyakarta pada umumnya. Keberadaan mereka di sepanjang koridor Jalan Malioboro merupakan suatu ciri khas dan keunikan tersendiri yang tidak ada di daerah lain sehingga membuat wisatawan baik dalam maupun luar negeri pasti akan meluangkan waktu untuk mengunjungi Malioboro apabila berkunjung ke Yogyakarta. Yang perlu dilakukan bukanlah menggusur atau menyuruh mereka meninggalkan kawasan tersebut melainkan menata dan menertibkan mereka agar permasalahan yang disebabkan oleh dinamika mereka tersebut dapat dieliminasi. Para pedagang berpendapat bahwa tindakan dan peraturan yang disusun oleh Pemerintah Kota tersebut tidak memperhatikan dan mengakomodasi kepentingan mereka dan bersifat merugikan sehingga mereka enggan untuk ditertibkan oleh Pemerintah Kota. Hal tersebut disebabkan penyusunan peraturan dan tindakan penataan tersebut bersifat top down sehingga dominasi Pemerintah Kota sangat tinggi. Akibatnya pola penataan yang diterapkan oleh pemerintah tidak sesuai dengan aspirasi baik persepsi maupun preferensi masyarakat. Hal tersebut menyebabkan sense of belonging dan kesadaran dari masyarakat di kawasan tersebut menjadi rendah. Ditambah dengan lemahnya kontrol dan pengawasan dari pemerintah membuat permasalahan yang terjadi di Malioboro yang disebabkan keberadaan aktivitas PKL tidak akan pernah selesai dan berlarut larut dikarenakan solusi yang diambil dalam hal ini penataan yang dilakukan oleh pemerintah tidak didukung oleh semua pihak yang terkait di dalamnya. Oleh karena itu, belajar dari pengalaman yang telah lalu dibutuhkan penataan ruang yang disusun tidak hanya oleh pemerintah