STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang batas. Dampak negatif akibat menurunnya kualitas udara cukup berat terhadap lingkungan terutama kesehatan manusia, menimbulkan bau, kerusakan materi, dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kimia pencemaran udara di Kota Jakarta yang berasal dari kendaraan bermotor. Metode analisis menggunakan metode pengukuran kualitas udara dan kebisingan di ruas tol dalam kota kemudian hasilnya dibandingkan dengan baku mutu kualitas udara ambient (Kep. Gub. DKI Jakarta No. 551 / Tahun 2001). Bahan pencemar udara yang berasal dari hasil aktivitas kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO 2 ), sulfur oksida (SO 2 ), timbal (Pb), debu, dan kebisingan. Bahan pencemar udara yang berasal dari aktivitas kendaraan bermotor pada beberapa lokasi pengamatan di Jakarta secara umum rata-rata masih berada di bawah ambang batas baku mutu udara ambient, kecuali gas karbon monoksida yang telah mencapai 3592,5 μg/nm 3 di lokasi pengamatan jembatan semanggi dan debu mencapai 218,10 μg/ Nm 3 di lokasi pengamatan gedung Kor Lalulintas. Keyword: Kualitas udara, penyebaran Pb, debu dan bising. Pendahuluan Pencemaran udara merupakan suatu masalah besar di kebanyakan kota besar di dunia. Hal ini disebabkan terutama oleh adanya bahan bakar minyak yang digunakan di dalam transportasi dan industri meski konstribusi alam juga menyokong melalui kejadian seperti letusan gunung berapi dan kebakaran hutan. Di banyak negara berkembang seperti Indonesia, konsentrasi bahan pencemar udara yang berasal dari kendaraan bermotor meningkat sebagai suatu konsekuensi terhadap meningkatnya pembakaran bahan bakar fosil. Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang batas. Berdasarkan hasil pemantauan Kementerian Lingkungan Hidup melalui Air Quality Monitoring Station (AQMS), dari sepuluh kota besar di Indonesia, enam di antaranya yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jambi, dan Pekanbaru hanya memiliki udara berkategori baik selama 22 sampai 62 hari dalam setahun 77
78 atau tidak lebih dari 17 persen. Di Pontianak dan Palangkaraya penduduk harus menghirup udara dengan kategori berbahaya masing-masing selama 88 dan 22 hari. Menurunnya kualitas udara tersebut di atas terutama disebabkan penggunaan bahan bakar fosil untuk sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kota-kota besar, di samping kegiatan rumah tangga dan kebakaran hutan/lahan. Dampak negatif akibat menurunnya kualitas udara cukup berat terhadap lingkungan terutama kesehatan manusia yaitu menurunnya fungsi paru, peningkatan penyakit pernapasan, dampak karsinogen, dan beberapa penyakit lainya. Selain itu, pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan penglihatan, dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan. Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan bahan pencemar udara terhadap kesehatan manusia, maka perlu dilakukan penelitian mengenai bahanbahan pencemaran udara yang berasal dari aktivitas kendaraan bermotor khususnya di Kota Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kimia pencemaran udara di Kota Jakarta yang berasal dari kendaraan bermotor. Metode Penelitian Pengukuran kualitas udara dilakukan di lokasi penelitian yang mewakili lokasi sumber dampak dan di sekitar areal kegiatan yang mempunyai peluang untuk menerima dampak dari kegiatan transportasi. Parameter kualitas udara yang diukur adalah Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen dioksida (NO 2 ), Karbonmonoksida (CO), Timbal (Pb) dan debu (g/m³). Pengambilan contoh di lapangan digunakan dengan menggunakan gas sampler untuk gas dan dust sampler untuk debu (g/m³). Metode analisis paramater kualitas udara dapat dilihat pada Tabel 26.
79 Tabel 26. Metode analisis kualitas udara dan kebisingan No Parameter Metode analisis Waktu Pengukuran 1 Karbon Monoksida (CO) CO x meter, Sibata 1 jam 2 Nitrogen Oksida (NO ) 2 3 Sulfur Dioksida (SO ) 2 4 Ozon (O ) 3 SNI 19-4841-1996 SNI 19-4174-1996 SNI 19-4842-1998 1 jam 1 jam 1 jam 5 Timah Hitam (Pb) SNI 19-2966-1992 24 jam 6 Debu SNI 19-4840-1998 24 jam 7 Kebisingan SNI 19-165-1989 Siang dan malam hari Sumber : SK Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 Hasil analisis dibandingkan dengan baku mutu lingkungan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 551 tahun 2001. Jumlah titik pengambilan sample kualitas udara ada 5 titik di lokasi penelitian. Pengukuran kebisisngan menggunakan alat sound level meter. Pengukuran kebisingan dilakukan siang dan malam hari. Lokasi pengamatan ada 5 titik di lokasi penelitian. Cara pengukuran dan interpretasinya dilakukan menurut prosedur yang tertera dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Kualitas Udara Ambient, Baku Mutu Tingkatan Kebisingan dalam Wilayah DKI Jakarta. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan Leq (level equivalent) pada pusat-pusat aktivitas yang ada untuk memperkirakan tingkat kebisingan yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan yang diamati. Hasil dan Pembahasan Sumber dan Jenis Bahan Pencemar Udara Kesadaran masyarakat akan pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor di kota-kota besar saat ini makin tinggi. Dari berbagai sumber bergerak seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal laut, kendaraan bermotor saat ini maupun di kemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan dari pencemaran udara di perkotaan. Di DKI Jakarta,
80 kontribusi bahan pencemar dari kendaraan bermotor ke udara adalah sekitar 70% (Tugaswaty 1997). Hasil pemantauan terhadap jumlah (kuantitas) kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya dengan waktu pengambilan sampel di musim kemarau antara bulan April sampai bulan Oktober dan musim hujan antara bulan November sampai Maret tahun 2009 seperti pada Tabel 27. Untuk mengetahui korelasi tingkat pencemaran udara pada musim kemarau yaitu April sampai dengan Oktober dan musim hujan pada bulan November sampai dengan Maret. Tabel 27. Data hasil pemantauan kuantitatif kendaraan bermotor di Jakarta tahun 2008/2009. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenis Kendaraan Bermotor Truk Bus Sedan Minibus Sepeda Motor Tronton Lain-lain Bulan April Oktober November Maret 268.800 556.800 647.625 595.350 764.000 98.167 156.300 176.303 284.220 572.674 432.976 761.491 72.143 132.480 Sumber : Kor Polisi Lalu - Lintas Metro Jaya (2009) Pada musim hujan partikel Pb, debu dan CO sangat terpengaruh oleh adanya H 2 O dan pada musim kemarau sangat terpengaruh oleh arah angin. Arah angin pada wilayah penelitian bertiup dari arah Timur ke Barat (BMG 2009). Penyebaran bahan pencemar udara dari sumber pencemar ke lingkungan sekitarnya dapat melalui proses difusi, proses konveksi atau kombinasi kedua proses tersebut. Proses difusi terjadi pada waktu tidak ada angin, sehingga penyebaran pencemar udara hanya tergantung dari perbedaan konsentrasi pencemar antara lokasi dan gradien konsentrasi dan difusivitas zat pencemar udara. Proses penyebaran zat pencemar secara konveksi ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.
81 Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti (Canter 1979). Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global. Pencemar udara dibedakan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder (Hill 1978). Gas Pencemar Udara di Kota Jakarta a. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Sumber pencemaran gas SO 2 di Jakarta terutama disebabkan oleh bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh para pemilik kendaraan bermotor yang banyak mengandung belerang (S). Dalam pembakaran di mesin mobil S bersenyawa dengan O 2 membentuk gas SO 2. Konsentrasi gas SO 2 yang besar di lokasi Jembatan Semanggi disebabkan oleh padatnya lalu-lintas yang juga merupakan persimpangan jalan raya dari arah Blok M ke Harmoni dan dari Grogol ke Cawang sedangkan di lokasi Gedung Kor lalulintas Jl. MT Haryono juga merupakan daerah di sekitar simpang jalan dari Cawang ke Grogol dan dari Pasar Minggu ke Manggarai yang selalu padat lalu-lintas. Daerah-daerah lain Depan Gedung LIPI, Gedung Graha Mustika, dan Kor Lalulintas kandungan SO 2 terkecil, karena pelataran yang luas sekitar gedung Kor Lalulintas MABES POLRI mengakibatkan gas SO 2 terencerkan dengan baik.
82 Kisaran konsentrasi rataan SO 2 udara dari 18,94 μg/nm 3 (di Kor Lantas Mabes Polri) sampai 72,83 μg/nm 3 (di Jembatan Semanggi). Kadar gas SO 2 di lokasi penelitian telah melampaui baku mutu udara (>10 μg/nm 3 ). Kondisi kandungan SO 2 di lokasi penelitiaan secara detail dapat dilihat pada Table 28. Tabel 28. Hasil pengukuran SO 2 di lokasi Penelitian SO 2 (μg/nm 3 ) No Lokasi Rataan A B 1 BNN 21.3 16.6 18.94 2 Kor Lalulintas 74.1 67.6 70.81 3 LIPI 54.6 56.2 55.41 4 Mustika Ratu 42.9 41.7 42.29 5 Jembatan Semanggi 71.6 74.1 72.83 Baku Mutu Lingkungan (BML) (PP 41/99) 900 Keterangan: A diukur pada tanggal 25 Januari dan B 13 Pebruari 2008 b. Gas Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Kandungan gas NO 2 tertinggi adalah di lokasi Jembatan Semanggi dan berikutnya adalah lokasi di depan Gedung LIPI. Di kedua lokasi ini kendaraan melaju cukup cepat, sehingga reaksi oksidasi. N 2 + O 2 -> 2NO 2NO + O 2 -> 2NO 2 Reaksi tersebut mengakibatkan konsentrasi NO 2 di kedua lokasi lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lain. Sesuai dengan konsentrasi gas NO 2. Kisaran rataan kandungan gas NO 2 di lokasi penelitian dari 44,59 μg/nm 3 (Kor Lantas Mabes Polri) sampai 80,37 μg/nm 3 (Jembatan Semanggi). Dari kisaran rataan kandungan gas NO 2 di udara, daerah lokasi penelitian masih di bawah baku mutu udara (>3 μg/nm 3 ), dengan demikian di lokasi penelitian tidak mengalami pencemaran NO 2 secara serius.
83 pada Tabel 29. Kondisi kandungan NO 2 di lokasi penelitiaan secara detail dapat dilihat Tabel 29. Hasil pengukuran NO 2 di lokasi Penelitian No Lokasi NO2 (μg/nm 3 ) A B Rataan 1 BNN 41.6 47.6 44.59 2 Kor Lalulintas 52.1 55.5 53.8 3 LIPI 73.8 72.2 72.99 4 Mustika Ratu 45.2 48.5 46.84 5 Jembatan Semanggi 82.6 78.2 80.37 Baku Mutu Lingkungn (BML) (PP 41/99) 400 Keterangan: A diukur pada tanggal 25 Januari dan B 13 Pebruari 2008 c. Gas Karbon Monoksida / CO Lokasi yang memiliki konsentrasi CO tertinggi adalah Jembatan Semanggi menyusul lokasi depan Gedung LIPI. Dengan kepadatan dan kemacetan lalulintas, oksidasi bahan bakar dilakukan secara tidak sempurna, sehingga terbentuk gas CO. Reaksi bahan bakar + O 2 -> CO 2 + CO + H 2 O Konsentrasi gas CO yang terendah terdapat di lokasi Kor Lantas POLRI, yang disebabkan karena kelancaran lalu lintas, maka oksidasi bahan bakar relatif lebih sempurna, sehingga pembentukan gas CO rendah. Di samping itu di lokasi ini daerah kosong cukup luas, sehingga zat pencemar CO mengalami pengenceran yang cukup baik. Konsentrasi gas CO berkisar dari 1778 μg/nm 3 (di lokasi BADAN NARKOTIKA NASIONAL) dan tertinggi sebesar 3592,5 μg/nm 3 (di lokasi Jembatan Semanggi). Konsentrasi gas CO di ruas jalan pada lokasi penelitian masih di bawah ambang baku mutu udara DKI (lebih kecil dari 30000 μg/nm 3 ). Adapun hasil pengukuran gas CO disajikan pada Tabel 30.
84 Tabel 30. Hasil pengukuran CO (µg/nm³) di lokasi Penelitian No Lokasi Pengukuran CO (μg /Nm3) A B Rataan 1 BNN 1716 1840 1778 2 Kor Lalulintas 2567 2750 2659 3 LIPI 3150 2450 2800 4 Mustika Ratu 2250 2250 2250 5 Jembatan Semanggi 3416 3769 3593 Baku Mutu Lingkungan (BML) (PP 41/99) 30000 Keterangan: A diukur pada tanggal 25 Januari dan B 13 Pebruari 2008 Pencemar Udara Pb, debu dan Kebisingan di Kota Jakarta a. Pb Lima lokasi penelitian berdasarkan wilayah, untuk parameter Pb yang memiliki tingkat penyebaran Pb tinggi dan mendekati baku mutu adalah Jembatan Semanggi sebesar 1,34 μg/nm 3 dan Halaman Gedung LIPI sebesar 1,30 μg/nm 3 (BMU tahun 1999 sebesar 2 μg/nm 3 ) dan tiga lokasi masih jauh dibawah ambang batas (Mustika Ratu 1,08 μg/nm 3, MT Haryono 0,99 μg /Nm 3 dan BNN sebesar 0,87 μg/nm 3 ). Perbedaan konsentrasi kandungan Pb lebih disebabkan oleh perbedaan jumlah kendaraan yang melintas di kawasan tersebut dan keadaan green area (RTH) sebagai penjerap polusi. Kawasan Jembatan Semanggi dan LIPI kendaraan yang melintas lebih banyak dibanding dengan kawasan lain, hal ini diperparah lagi dengan keadaan green area/rth khususnya jumlah pohon sebagai penyerap polusi tidak memadai (apabila dibandingkan dengan syarat minimal 30% ruang terbuka hijau). Konsentrasi rataan uap Pb udara di lokasi penelitian berkisar dari 0,72 μg/nm 3 (di lokasi Jembatan Semanggi). Walaupun demikian kisaran konsentrasi uap Pb ini masih di bawah baku mutu (lebih besar dari 0,02 μg/nm 3 ).
85 Table 31. Rincian hasil pengukuran Pb di lima lokasi penelitian dapat dilihat pada b. Debu Tabel 31. Hasil pengukuran Pb di lokasi penelitian. No Lokasi Pb (μg/nm 3 ) Rataan A B 1 BNN 0.87 0.56 0.72 2 Kor Lalulintas 0.99 1.07 1.03 3 LIPI 1.3 1.33 1.32 4 Mustika Ratu 1.08 0.98 1.03 5 Jembatan Semanggi 1.34 1.46 1.4 Baku Mutu Pb (BML) (PP 41/99) 2 Keterangan: A diukur pada tanggal 25 Januari dan B 13 Februari 2008. Kandungan debu di lokasi penelitian berasal dari knalpot mobil, terutama yang berbahan bakar solar. Di samping itu debu juga berasal dari jalan-jalan raya yang terbang ke atas tertiup angin. Kandungan debu terbesar di lokasi gedung Wisma Milenia disebabkan oleh padatnya lalu-lintas dan kemacetan di daerah ini. Kadar debu yang terendah terletak di lokasi MABES POLRI/BNN. Keadaan ini disebabkan oleh daerah kosong yang luas, sehingga debu akan disebarkan angin ke seluruh ruang kosong tersebut. Kisaran rataan kadar debu di lokasi penelitian dari 173,15 μg/nm 3 (di lokasi BNN) dan tertinggi 218,10 μg/nm 3 (di lokasi gedung Kor Lantas). Walaupun demikian konsentrasi debu (μg/nm³) ini masih di bawah ambang baku mutu udara DKI (lebih kecil dari 260 μg/nm 3 ). Parameter debu lokasi yang memiliki tingkat pencemaran tinggi dan mendekati nilai ambang batas adalah kawasan MT Haryono yaitu sebesar 224,5 μg/nm 3, kawasan gedung Mustika Ratu sebesar 214,8 μg/nm 3 dan kawasan Semanggi sebesar 212,4 μg/nm 3, Sedangkan wilayah kawasan gedung LIPI dan BNN masih relatif jauh dibawah ambang batas. Rincian hasil pengukuran debu di lima lokasi penelitian dapat dilihat pada Table 32.
86 c. Kebisingan Tabel 32. Hasil pengukuran debu di lokasi penelitian. No Lokasi Debu (µg/nm 3 ) A B Rataan 1 BNN 169,8 176,5 173,2 2 Kor Lalulintas 224,5 211,7 218,1 3 LIPI 209,7 198,5 204,1 4 Mustika Ratu 214,8 197,4 206,1 5 Jembatan Semanggi 212,4 204,7 208,6 Baku Mutu (PP 41/99) 230 Keterangan: A diukur pada tanggal 25 Januari dan B 13 Februari 2008. Urutan tingkat kebisingan di lokasi penelitian (dari paling rendah ke yang tertinggi) adalah: Jembatan Semanggi (68,7 69,5 dba), LIPI (69,8 70,4 dba), Mustika Ratu (71,8 72,6 dba), BNN (74,5 76,3 dba) dan Kor Lalulintas (74,6 76,3 dba). Hampir semua lokasi penelitian telah melebihi ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan oleh MENLH tahun 1996 yaitu sebesar 70 dba. Rincian hasil pengukuran kebisingan di lima lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Hasil pengukuran kebisingan di lokasi penelitian. No Lokasi Kebisingan (dba) 1 BNN 75.4 2 Kor Lalulintas 75.45 3 LIPI 70.1 4 Mustika Ratu 72.2 5 Jembatan Semanggi 69.1 Baku Mutu Lingkungan (PP 41/99) 70 Keterangan: diukur pada tanggal 13 Februari 2008. Sumber kebisingan di lokasi penelitian relatif seragam. Hampir semua lokasi memiliki kebisingan yang sudah melewati ambang batas baku mutu kebisingan. Kebisingan yang melampaui ambang batas di lokasi BNN, Kor Lalulintas, LIPI, Mustika Ratu, dan Jembatan Semanggi. Tingkat kebisingan yang terjadi di lima lokasi umumnya disebabkan oleh kepadatan lalu lintas. Tingkat
87 kepadatan lalulintas di Bundaran Semanggi pada bulan Juli 2010 adalah, seperti terlihat pada Gambar 12. Unit Gambar 12. Hasil pengamatan 23 Juli 2010, data kendaraan yang melintas di Bundaran Semanggi Juli 2010. Sedangkan parameter kebisingan (dba), wilayah yang memiliki tingkat pencemaran tinggi dan telah melewati nilai ambang batas seluruh lokasi pengambilan sampel seperti yang tersaji pada Gambar 13. Unit Gambar 13. Hasil pengamatan 30 Juli 2010, kendaraan yang Melintas di Kuningan dan Pancoran.
88 Jumlah kendaran yang melintas di tempat yang sama pada tanggal 13 Februari 2008 dan tanggal 11 November 2011 dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Jumlah kendaran yang melintas di Kuningan dan Pancoran tanggal 13 Februari 2008 dan tanggal 11 November 2011. 13 Februari 2008 Jumlah Sedan Minibus Sepeda Tron Waktu Bus Truk Kendaraan TOTAL Motor ton 0 5 > 5 0 5 >5 0 5 > 5 08.00-10.00 413 258 1.815 207 261 283 2.964 142 2.228 4.115 6.343 12.00-14.00 502 213 2.175 298 214 539 3.686 328 2.675 5.278 7.953 17.00-20.00 512 341 2.371 283 380 334 3.473 163 2.883 4.974 7.857 TOTAL 1.427 812 6.359 788 855 1.156 10.123 633 7.786 14.367 22.153 Waktu 11 November 2011 Jumlah Sedan Minibus Sepeda Tron Kendaraan Bus Truk Motor ton 0 5 > 5 0 5 >5 0 5 > 5 TOTAL 08.00-10.00 1.542 659 2.360 821 174 203 11.753 7 3.902 13.697 17.599 12.00-14.00 1.118 906 4.203 914 113 357 8.755 11 5.321 11.238 16.559 17.00-20.00 2.060 2.130 4.6.23 1.831 122 219 10.764 14 6.683 15.181 21.864 TOTAL 4.720 3.695 11.186 3.566 409 1.092 31.272 32 15.906 40.116 56.022 Sumber : Hasil pengamatan Jumlah kendaran yang melintas di Kuningan dan Pancoran tanggal 13 Februari 2008 dan 11 November 2011. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahan pencemar udara yang berasal dari hasil aktivitas kendaraan bermotor seperti karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO 2 ), sulfur oksida (SO 2 ), timbal (Pb), debu, dan kebisingan. 2. Bahan pencemar udara yang berasal dari aktivitas kendaraan bermotor pada beberapa lokasi pengamatan di DKI Jakarta secara umum rata-rata masih berada di bawah batas ambang baku mutu udara ambient, kecuali gas
89 karbon monoksida yang telah mencapai 3592,5 (µg/nm³) di lokasi pengamatan Jembatan Semanggi dan debu yang telah mencapai 218,10 (g/m³) di lokasi pengamatan gedung Kor Lalulintas. 3. Perkembangan jumlah kendaraan yang melintas di Kuningan dan Pancoran meningkat 200% (dalam kurun waktu 3 tahun lebih).