BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, lebih (Almatsir, 2003). Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi adalah keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penggunaannya didalam tubuh (Supariasa, 2002). 2.1.2 Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung yang meliputi antropometri, klinis, biokimia dan biofisika, sedangkan pengukuran dengan cara tidak langsung yaitu survey kosumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2002). 1. Pengukuran Secara Langsung a. Klinis : metode yang didasarkan atas perubahan- perubahan yang terjadi yang dihubungkan ketidakcukupan zat gizi. b. Biokimia: pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. c. Biofisik : metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan dan melihat perubahan struktur dari jaringan. d. Antropometri : merupakan pengukuran status gizi yang mudah tetapi dengan syarat tersedianya alat ukur yang baik serta ketrampilan dalam pengukuran.

8 Keunggulan Antropometri : 1) Prosedur sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan anthropometri. 2) Alatnya murah,mudah dibawa,tahan lama. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan. 3) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau. 4) Umumnya dapat mengidentikikasi status gizi sedang,kurang dan gizi buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas. 5) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu,atau dari satu generasi ke generasi berikutnya (Supariasa,2002). Kelemahan Antropometri : 1) Tidak sensitif, artinya tidak dapat mendektesi status gizi dalam waktu singkat serta tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti fe dan zink. 2) Faktor diluar gizi (penyakit,genetik,dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran anthropometri. 3) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi keajegan,akurasi,dan validasi pengukuran anthropometri gizi. 4) Kesalahan ini terjadi karena: pengukuran,perubahan hasil pengukuran,baik fisik maupun komposisi jaringan dan analisis serta asumsi yang keliru. 5) Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:latihan petugas yang tidak cukup,kesalahan alat,kesulitan pengukuran (Supariasa,2002).

9 Indeks Antropometri : Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur ( TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang dan otot.indeks tinggi badan menurut umur adalah pertumbuhan linier dan LLA adalah pengukuran terhadap otot,lemak, dan tulang pada area yang diukur (Supariasa,2002). 1) Indikator BB/U Indikator BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Kelebihan Indeks BB/U : a) Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum. b) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis. c) Berat badan dapat berfluktuasi. d) Sangat sensitif terhadap perubahan perubahan kecil. e) Dapat mendektesi kegemukan. Kelemahan Indeks BB/U : a) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat oedema maupun asites. b) Didaerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik. c) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun. d) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran,seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat menimbang. e) Secara operasioanal sering mengalami hambatan karena masalah social budaya setempat.dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya,karena dianggap seperti barang dagangan,dan sebagainya.

10 2) Indikator TB/U Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu.pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatip kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan Nampak dalam waktu yang relatif lama. Keuntungan Indeks TB/U : a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri,murah dan mudah dibawa Kelemahan Indeks TB/U : a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun. b) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya. c) Ketepatan umur sulit didapat. 3) Indikator BB/TB Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang ). Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu ( Supariasa, 2002). Keuntungan Indeks BB/TB : a) Tidak memerlukan data umur. b) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus) Kelemahan Indeks BB/TB : a) Tidak dapat memberikan gambaran,apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena factor umur tidak dipertimbangkan.

11 b) Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/ tinggi badan pada kelompok balita. c) Membutuhkan dua macam alat ukur. d) Pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,terutama bila dilakukan oleh kelompok non professional. Penelitian ini penggunaan indeks antropometri gizi dengan penggunaan soft ware standar antropometri WHO 2005, seperti tabel 2.1 Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas(Z-Score ) Berat Badan menurut Umur Gizi Buruk < - 3 SD (BB/U). Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < - 2 SD Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD Gizi Lebih >2 SD Tinggi Badan menurut Sangat Pendek < -3 SD Umur(TB/U). Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD Normal -2 Sd sampai dengan 2 SD Tinggi >2 SD Berat Badan menurut Sangat Kurus <-3 SD Tinggi Badan (BB/TB). Kurus -3 SD sampai dengan,< -2SD Normal -2 SD sampai 2 SD Gemuk >2 SD Sumber :Kementrian Kesehatan RI,2011 2. Pengukuran Secara Tidak Langsung a. Survey Konsumsi Makanan Metode pengukuran status gizi secara tidak langsung dengan melihat zat gizi yang dikonsumsi melalui metode recall 24 jam yang lalu. b. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan menganalisa data beberapa stastistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

12 c. Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya ( Supariasa, 2002). 2.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Menurut Call dan Levinson dalam Supariasa (2012 ), bahwa status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan, terutama adanya penyakit infeksi, kedua faktor ini adalah penyebab langsung, sedangkan penyebab tidak langsung kandungan zat gizi dalam bahan makanan,kebiasaan makan, ada tidaknya program pemberian makanan tambahan, pemeliharaan kesehatan,serta lingkungan fisik dan sosial. Menurut UNICEF (1998 ) dalam Supariasa (2012) menggambarkan faktor yang berhubungan dengan status gizi, pertama penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi, kedua, penyebab tidak langsung yaitu keterdediaan pangan tingkat rumah tangga, perilaku / asuhan ibu dan anak, pelayanan kesehatan dan lingkungan, ketiga masalah utama yaitu kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Keempat, masalah dasar, yaitu krisis politik dan ekonomi. Menurut Laura Jane Harper dalam Supariasa (2012 ), faktor yang mempengaruhi status gizi ditinjau dari sosial budaya dan ekonomi adalah ketersediaan pangan, tingkat pendapatan, pendidikan dan penggunaan pangan. Ketersediaan pangan meliputi pemilihan tanaman yang ditanam. Pola penanaman, pola penguasaan lahan, mutu luas lahan, cara pertanian, cara penyimpanan, faktor lingkungan, rangsangan bereproduksi dan peranan sosial. Penggunaan pangan meliputi status sosial, kepercayaan keagamaan, kepercayaan kebudayaan, keadaan kesehatan, pola makan, kehilangan tersebab oleh proses memasak, distribusi makanan dalam keluarga, besar keluarga, dan pangan yang tercecer.

13 2.2.1 Pendidikan Orang tua Menurut Abdoerrahman dalam Marut (2007), tingkat pendidikan kepala rumah tangga secara langsung ataupun tidak langsung menentukan keadaan ekonomi rumah tangga, semakin tinggi tingkat pendidikan kepala rumah tangga semakin tinggi pendapatan perkapita keluarga. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Fallah, 2004). Menurut Sediaoetama (2000), tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi dan kesehatan. Selain itu pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi tentang cara pengasuhan anak yang baik, cara menjaga kesehatan anak dan pendidikannya. Demikian juga wanita yang tidak berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan lebih rendah umumnya sulit diajak memahami dampak negatif dari bahaya mempunyai anak banyak, sehingga anaknya kekurangan kasih sayang, kurus dan menderita penyakit infeksi,farida (2004 ), dalam Lutfiana dan Budiono (2010). 2.2.2 Besar Keluarga (Jumlah Anggota Keluarga ) Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi distribusi makanan didalam keluarga, semakin besar anggota keluarga maka semakin besar resiko terjadinya kurang pemerataan terhadap makanan. Dengan kecilnya jumlah keluarga konsumsi kebutuhan

14 zat gizi dapat terpenuhi yang akan berpengaruh terhadap status gizi balita ( Andarina dan Sumarmi, 2006 ). Besarnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, idealnya keluarga mempunyai anggota maximal 4 orang. Besar keluarga yang lebih sedikit akan mengurangi resiko terhadap gizi kurang ( Mawadah, 2008). Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga, kesulitan mengurus, dan kurang bisa menciptakan suasana tenang dirumah. Kasus kurang gizi lebih banyak ditemukan pada keluarga besar dibandingkan keluarga kecil. Jumlah anak kelaparan dari keluarga besar hamper 4 kali lebih besar dibandingkan jumlah anak yang keluarga kecil. Sehingga anak anak yang dihasilkan dari keluarga demikian lebih banyak yang kurus, punya daya pikir yang lemah, kurang darah, dan terserang penyakit. Diharapkan dengan keluarga kecil selain kesejahteraan lebih terjamin maka kebutuhan akan pangan juga akan lebih terpenuhi daripada keluarga dengan jumlah besar (Anderson, et al,2008) dalam Lutfiana dan Budiono (2010). Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi tingkat intensitas kerawanan pangan keluarga, terutama pada keluarga miskin. Hasil penelitian Kigutha (1994 ) dalam Den Hartag, Van Staverin dan Broowe (1995 ) menunjukan bahwa peningkatan jumlah anggota keluarga berhubungan negatif dengan konsumsi pangan hewani dan makanan pokok, yang mengakibatkan menurunnya konsumsi energi dan protein (Hardinsyah, dkk 2010). 2.2.3 Konsumsi Zat gizi (asupan zat gizi) Menurut Pudjiadi (2001 ), kekurangan zat gizi dapat mengganggu pertumbuhan. Kekurangan energi, protein, vitamin dan trace element dapat mengurangi pertumbuhan, sebaliknya ekses berbagai mikronutrien dapat mengganggu pertumbuhan dan

15 perkembangan pula. Menurut Sunardi (1999), asup an gizi yang baik sering tidak bisa dipenuhi oleh seorang anak karena faktor dari luar dan dalam. Faktor luar diantaranya adalah ekonomi keluarga, sedangkan faktor dari dalam ada dalam diri anak yang secara psikologis muncul sebagai problema makan anak. Selain asupan energi dan protein, beberapa zat gizi mikro diperlukan terutama untuk produksi enzim, hormon, pengaturan proses biologis untuk pertumbuhan dan perkembangan (Devi,2010) 2.2.4 Konsumsi Bahan Makanan Hewani Bahan makanan hewani adalah bahan makanan yang berupa atau berasal dari hewan atau produk- produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar hewan.pangan hewani mempunyai berbagai keunggulan dibanding pangan nabati. Pertama pangan hewani terasa lebih gurih atau enak karena mengandung protein dan lemak yang banyak. Kedua, pangan hewani mengandung protein yang lebih berkualitas karena mudah digunakan tubuh dan memiliki komposisi asam amino yang lengkap (Hardinsyah, 2008). Ketiga pangan hewani mengandung berbagai zat gizi mineral yang tinggi dan mudah digunakan oleh tubuh. Misalnya kalsium pada susu, zat besi, zink dan selenium yang banyak didalam daging, hati dan telur. Kalsium dan zink berperan dalam pertumbuhan dan berbagai proses dalam tubuh. Zat besi bersama zat gizi lainnya berperan dalam pertumbuhan sel- sel darah merah hemoglobin. Hemoglobin berguna untuk membawa oksigin keseluruh bagian tubuh. Bila kadar hemoglobin rendah (anemia) maka tubuh kekurangan oksigen, badan menjadi lemah, konsentrasi belajar dan stamina atau produktifitas kerja menjadi menurun. Keempat, pangan hewani mengandung zat gizi, vitamin yang unik. Misalnya Vitamin A dalam hati dan kuning telur yang mudah digunakan tubuh. Kemudian Vitamin B12 yang tidak terdapat pada pangan nabati. Vitamin B12 yang kaya dalam

16 pangan hewani berperan penting dalam pembentukan sel darah merah yang menangkap oksigin bagi tubuh dan dalam pembentukan myelin syaraf (Hardinsyah, 2008). 2.2.5 Pangan Hewani Pangan sumber hewani adalah pangan yang digunakan sebagai lauk pauk sehari hari melengkapi makanan pokok dan menjadi zat gizi pengatur metabolisme dalam tubuh sehingga dapat menjamin pertumbuhan optimal. Beberapa pangan hewani selain mengandung protein juga diketahui mengandung zat besi tinggi yang berperan untuk mencegah anemia gizi.balita yang masih berada dalam tahap pertumbuhan sangat memerlukan asupan protein yang cukup (Riyadi dan Sukandar, 2009). Kualitas protein ditentukan oleh kelengkapan susunan asam amino esensial. Asam amino esensial adalah struktur protein yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi tubuh sendiri tidak bisa mensintesanya, sehingga harus disediakan dari makanan seharihari. Dilihat dari susunan asam amino esensial, protein hewani lebih lengkap dibandingkan dengan protein nabati, dengan demikian protein hewani digolongkan sebagai protein yang berkualitas. Termasuk kedalam kelompok asam amino esesensial adalah lysine, leusin, isoleusin, tripthopan, methionin + cystin, threonin, phenylalanine + tyrosin, valin. ( Setiawan, 2006). Berdasarkan pada kandungan asam- asam amino esensial antara protein nabati dan protein hewani dianjurkan agar proporsi protein hewani dalam makanan sekitar 20 40 persen. (Sediaoetama, 2000 dalam Setiawan, 2006). Menurut Khomsan dalam Muhamad Farhan (2008), Pangan hewani adalah sumber protein berkualitas tinggi yang dapat memperbaiki gizi masyarakat, namun apabila dikonsumsi terlalu banyak akan mendatangkan gangguan kesehatan, apabila pangan hewani dikonsumsi kurang akan menimbulkan gangguan seperti gagalnya pertumbuhan pada anak dan kurangnya kecerdasan.

17 Konsumsi pangan hewani yang cukup merupakan syarat penting untuk terpenuhinya kebutuhan gizi tubuh sehari-hari dan pangan hewani yang dikonsumsi dengan tidak berlebihan atau tidak kekurangan akan menjamin kesehatan. 2.3 Kerangka Teori Pendidikan Pekerjaan Besar Keluarga Pengetahuan Pendapatan Distribusi Makanan Pemilihan Bahan Makanan Infeksi Konsumsi Bahan Makanan - Hewani - Nabati Asupan Zat Gizi Status Gizi : - Indeks BB/U - Indeks TB/U - Indeks BB/TB Gambar 2.1 Faktor yang mempengaruhi Status Gizi Sumber : Modifikasi dari Call dan Levinson (1974 ), Laura Jane Harper dalam Supariasa (2012 )

18 2.4.1 Kerangka Konsep Faktor, Sosial Keluarga - Pendidikan Orang Tua - Besar Keluarga Konsumsi Bahan Makanan Hewani Hasil Pengukuran Antropometri - Indeks BB/U - Indeks TB/U - Indeks BB/TB Gambar 2.2 Kerangka Konsep 2.5 Hipotesis 1. Ada hubungan pendidikan kepala keluarga dengan hasil pengukuran antropometri BB/U, TB/U, BB/TB balita di wilayah kerja Puskesmas Karangmalang,Kecamatan Mijen, Kota Semarang. 2. Ada hubungan pendidikan ibu dengan hasil pengukuran antropometri BB/U, TB/U, BB/TB balita di wilayah kerja Puskesmas Karangmalang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. 3. Ada hubungan besar keluarga dengan hasil pengukuran antropometri BB/U,TB/U,BB/TB balita diwilayah kerja Puskesmas Karangmalang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.. 4. Ada hubungan konsumsi bahan makanan hewani dengan hasil pengukuran antropometri BB/U,TB/U,BB/TB balita di wilayah kerja Puskesmas Karangmalang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.