BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu pengaturan individu yang sengaja dibentuk untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memasuki era globalisasi ini, negara Indonesia dihadapkan pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Masyarakat Kristen (BIMAS Kristen, 2010) Departemen Agama Propinsi

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

Studi Deskriptif Mengenai Causality Orientations pada Anggota AIESEC di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu cara untuk mengembangkan diri adalah melalui dunia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut H.Dadang Hawari, permasalahan pengkonsumsian alkohol. kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial-budaya,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhan kebutuhan (

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Urbanisasi atau perpindahaan penduduk dari desa ke kota sudah menjadi

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan yang teratas dan juga terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB II LANDASAN TEORI

Abstrak. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. Mahasiswa pada umumnya diakhir perkuliahan akan diwajibkan untuk mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual dan ilmu pengetahuan yang

2015 EFEKTIVITAS KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI DALAM SETTING KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN DETERMINASI DIRI MAHASISWA

Kata kunci : Motivasi, Motivasi Untuk Menjadi Fan Fanatik, Fan Fanatik, Klub Manchester United, Jogjkarta United Indonesia.

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan dilaksanakannya pendidikan formal. Dilihat berdasarkan prosesnya pendidikan formal dilakukan secara berjenjang, mulai dari pendidikan dasar (SD, SMP dan yang setara), pendidikan menengah (SMA dan yang setara), dan terakhir pendidikan tinggi (perguruan tinggi dan yang setara). Pendidikan tinggi memiliki perbedaan mendasar dengan pendidikan-pendidikan sebelumnya. Pendidikan tinggi merupakan persiapan untuk memasuki dunia kerja sehingga pendidikan pada jenjang ini lebih mempersiapkan mahasiswa sebagai peserta didik untuk lebih mandiri dan berdikari (www.depdiknas.co.id, 2003). Pada pendididikan tinggi, khususnya pada Fakultas Psikologi Universitas X Bandung, mahasiswa memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana cara menempuh program studinya dan berapa lama ia akan menempuhnya. Dengan kebebasan ini, mahasiswa mahasiswa dapat menyelesaikan studinya dengan waktu yang bervariasi. Fenomena yang teramati di lingkungan secara umum menunjukkan ada beberapa mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan studinya. Sistem kurikulum pendidikan tinggi untuk program Strata 1 (S1) sudah diatur sedemikian rupa sehingga mahasiswa dapat menyelesaikan studinya dalam

2 kurun waktu delapan semester atau setara dengan empat tahun. Kenyataannya, rata-rata waktu tempuh studi mahasiswa untuk menyelesaikan program studinya adalah sepuluh atau empat belas semester. Untuk beberapa kasus ada yang membutuhkan waktu sampai lebih dari enambelas semester. Lama studi bagi tiap mahasiswa dapat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor misalnya taraf kecerdasan individu tersebut, tinggi rendahnya IPK dan motivasi. Secara umum motivasi mengacu pada bermulanya tingkah laku, pengarahan, intensitas dan kegigihan perilaku (Geen, 1995). Motivasi dalam dunia pendidikan menjadi hal yang sangat penting karena konsekuensi yang dihasilkan oleh motivasi. Menurut Ormrod (2003), motivasi dalam dunia pendidikan bisa mengarahkan perilaku ke arah yang diinginkan, meningkatkan usaha dalam mencapai goal, meningkatkan proses kognitif dan peningkatan performa. Apabila hal ini diterapkan pada sampel mahasiswa maka akan terlihat dari meningkatnya Indeks Prestasi (IP). Dengan memahami motivasi, diharapkan mahasiswa dapat mengatur perilakunya untuk mencapai prestasi yang optimal (wikipedia.org). Motivasi perlu dipahami oleh para staf pengajar dan mahasiswa untuk mencapai hasil yang diinginkan yaitu menghasilkan lulusan yang berkualitas, kompeten dan siap kerja dengan tepat waktu. Motivasi dalam tiap mahasiswa berbeda-beda. Perbedaan ini bisa meliputi kualitasnya (tinggi-rendah) dan jenis (motivasi intrinsik, ekstrinsik dan amotivasi). Selain perbedaan kualitas dan jenis, terdapat pula perbedaan

3 orientasi motivasi (causality orientations). Orientasi motivasi merujuk kepada perbedaan mahasiswa dalam memandang sumber dari bermulanya suatu tingkah laku dan pengaturan tingkah laku tersebut. Dengan memahami orientasi motivasi ini, kita bisa memahami penyebab munculnya tingkah laku secara eksplisit dan implisit (Deci & Ryan, 1985). Jenis motivasi seorang mahasiswa yang akan menempuh studi dapat dilihat dari alasan mahasiswa tersebut dalam memilih jurusannnya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 20 mahasiswa semester I angkatan 2005 Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung mengenai pemilihan jurusan diperoleh hasil bahwa 40 % mahasiswa memilih kuliah di Fakultas Psikologi Universitas X karena tertarik dengan Psikologi menunjukkan motivasi intrinsik karena motivasi bersumber dari dalam dirinya. Pada mahasiswa yang memiliki motivasi dari dalam diri menunjukkan ketertarikan dan kepuasan dan rasa percaya diri dalam melakukan perilakunya, sehingga menghasilkan performa, kegigihan dan kreativitas yang lebih baik (Deci & Ryan, 1991; Sheldon, Ryan, Rawsthorne & Ilardi, 1997), vitalitas lebih kuat (Nix, Ryan, Manly & Deci, 1999), Self Esteem (Deci & Ryan, 1995) dan kesejahteraan psikologis (Ryan Deci & Grolnick, 1995) daripada mahasiswa yang memiliki motivasi dari luar diri. Hal ini akan mengarahkan mahasiswa yang memiliki motivasi dari dalam diri (intrinsik) untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada mahasiswa yang memiliki dari luar dirinya (ekstrinsik). Sebanyak 35% mahasiswa yang memilih kuliah psikologi karena

4 menurutnya sarjana psikologi dibutuhkan oleh dunia kerja atau karena keinginan orang tuanya menunjukkan motivasi yang bersumber dari luar dirinya (ekstrinsik). Pada 25% mahasiswa yang memilih kuliah di fakultas psikologi karena tidak diterima di fakultas kedokteran menunjukkan amotivasi karena tidak adanya niat atau keinginan untuk bertindak, hanya menjalani saja. Pada survey yang dilakukan terhadap 27 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X angkatan 2002 yang telah menempuh studi selama 4 tahun (8 semester) didapatkan hasil bahwa 33,33% masuk ke fakultas psikologi karena tertarik dan ingin tahu terhadap ilmu psikologi menunjukkan adanya motivasi intrinsik dan dapat pula dikatakan bahwa mahasiswa tersebut menentukan pilihan untuk kuliah di fakultas psikologi oleh dirinya sendiri. Sebanyak 37,03% mengatakan masuk ke fakultas psikologi karena keinginan orang tua atau menurutnya profesi Psikolog menjanjikan dari segi finansial atau peluang mencari kerjanya mudah. Hal ini memperlihatkan proses penentuan keputusan untuk kuliah yang bervariasi derajatnya. Terlihat bahwa keduanya menunjukkan motivasi ekstrinsik karena keduanya berasal dari luar diri atau lingkungan individu. Mahasiswa yang berkuliah karena menurutnya profesi Psikolog menjanjikan secara finansial, menunjukkan persetujuan dari dirinya atau bisa dikatakan lebih autonomous daripada yang kuliah karena keinginan orang tuanya. Pada 29,62% responden mengatakan masuk ke fakultas psikologi karena tidak diterima di fakultas kedokteran atau tidak mengetahui ilmu psikologi itu seperti apa ( kejeblos ). Hal ini menunjukkan tidak adanya pilihan

5 lain (amotivasi) sehingga mahasiswa menjalankan kuliah tanpa adanya motivasi. Hasil survey pada 27 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X angkatan 2002 yang telah menempuh studi selama 4 tahun (8 semester) juga menunjukkan sebanyak 51,85% mahasiswa mengatakan motivasinya masih sama seperti ketika pertama kali masuk. Mahasiswa yang pada awalnya memiliki motivasi intrinsik tetap memiliki motivasi intrinsik dan mahasiswa yang awalnya memiliki motivasi ekstrinsik tetap memiliki motivasi ekstrinsik. Hal yang sama dapat pula terjadi pada mahasiswa yang pada awalnya memiliki amotivasi tetap memiliki amotivasi. Sedangkan pada 29,62 % mahasiswa mengatakan motivasinya berubah menuju intrinsik karena ketertarikannya yang semakin besar pada ilmu psikologi, menjadi lebih semangat mempelajarinya dan menyadari senangnya belajar psikologi. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran atau penyelarasan diri terhadap peraturan dan nilai-nilai yang ada di fakultas psikologi (internalisasi). Berdasarkan survey, proses internalisasi terjadi dengan lebih mudah karena peran dosen yang baik, mau membantu, materi kuliah (kurikulum) yang mendukung, atau karena peran orang yang berarti (orangtua, teman dan pacar). Proses internalisasi dapat merubah motivasi yang tidak ada sama sekali (amotivasi) atau yang tadinya di luar diri menjadi ke dalam diri dan seiring dengan perubahan motivasi tersebut dapat terjadi peningkatan prestasi.

6 Pada 18,51% mahasiswa mengatakan motivasinya berubah menuju ekstrinsik karena ilmu psikologi ternyata susah untuk dipelajari dan sulit untuk mendapatkan nilai memuaskan. Hal ini terjadi karena ketidak mampuan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada di fakultas psikologi. Berdasarkan survey diketahui, bahwa proses internalisasi sulit terjadi karena materi kuliah (kurikulum) yang terlalu susah, tidak pernah mendapatkan nilai bagus atau karena kemampuan dirinya yang terbatas. Terlihat bahwa mahasiswamahasiswa memberikan respon terhadap situasi yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan orientasi motivasi (causality orientations). Causality orientations ini menentukan bermulanya tingkah laku dan pengaturan tingkah laku pada individu. Setiap individu memiliki perbedaan causality orientations dan dengan adanya perbedaan tersebut, peneliti ingin meneliti causality orientations pada mahasiswa semester I Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung. 1.2.1. Identifikasi Masalah Bagaimanakah gambaran causality orientations pada mahasiswa semester I Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung. 1.2.2. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.2.3. Maksud Penelitian

7 Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai causality orientations pada mahasiswa semester I Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung. 1.2.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai causality orientations pada mahasiswa semester I Fakultas Psikologi universitas X di Bandung. 1.3. Kegunaan Penelitian 1.3.1. Kegunaan Teoretis Memberikan informasi tambahan pada bidang ilmu Psikologi Kepribadian, Psikologi Pendidikan dan Psikologi Perkembangan mengenai causality orientations pada mahasiswa. Memberikan rujukan bagi penelitian lebih lanjut mengenai causality orientations. 1.3.2. Kegunaan Praktis Memberikan informasi tentang causality orientations mahasiswa semester I Fakultas Psikologi Universitas X kepada para staf pengajar

8 akademik Fakultas Psikologi Universitas X dalam rangka meningkatkan prestasi akademik para mahasiswa. Memberikan informasi tentang causality orientations mahasiswa semester I Fakultas Psikologi Universitas X kepada para orang tua mahasiswa dalam rangka meningkatkan prestasi akademik para mahasiswa Memberikan informasi tentang causality orientations mahasiswa semester I Fakultas Psikologi Universitas X kepada para mahasiswa sehingga para mahasiswa dapat meningkatkan prestasi akademiknya.. 1.4. Kerangka Pemikiran Mahasiswa semester I Fakultas Psikologi Universitas X Bandung untuk tahun ajaran 2006-2007 dilihat dari usianya (18-25 tahun) berada pada tahap perkembangan early adulthood. Tahap perkembangan early adulthood adalah suatu periode tatkala proses-proses dalam diri individu berada dalam keadaan transisi dari masa adolenscence menjadi masa dewasa. (Santrock, 2000). Hal penting dalam masa early adulthood adalah pemilihan karir. Dalam memilih karir perlu ditentukan pula pendidikan tinggi yang sesuai dengan karir yang akan dipilih dan dalam memulai, menjalani dan menyelesaikan pendidikan tinggi tersebut dibutuhkan motivasi. Motivasi melibatkan energi,

9 arah, kegigihan dan equifinality yang merupakan aspek dari bermulanya tingkah laku. Untuk motivasi dapat bertahan atau berkembang diperlukan suatu nutrimen tertentu dari lingkungan sosial. Nutrimen tersebut adalah needs psikologis. Tiap mahasiswa memiliki needs psikologis (Deci & Ryan, 1985). Ada tiga needs yaitu competence, relatedness, dan autonomy yang ketiganya merupakan kebutuhan universal. Needs merupakan dukungan yang dibutuhkan mahasiswa untuk proaktif, berkembang optimal, dan sejahtera secara psikologis. Mahasiswa dapat merasa pasif, ill-being, terpisah dan berfungsi secara asing apabila needs ini tidak terpuaskan. Needs for competence merujuk kepada kebutuhan untuk berhadapan dengan lingkungan secara efektif (White, 1959). Selama hidupnya, seorang mahasiswa berhadapan dengan dunianya dalam usaha untuk menguasainya dan merasa dirinya efektif ketika mampu. Needs for competence pada diri mahasiswa akan terpuaskan ketika mahasiswa tersebut misalnya mencoba mengerjakan tugas yang yang cenderung sulit namun masih dalam batas kemampuannya. Needs ini semakin terpuaskan ketika mahasiswa tersebut mendapatkan feedback positif ketika mengerjakan tugas yang menantang. Feedback positif tersebut dapat berupa pujian atau nilai baik. Needs for relatedness merujuk kepada kecenderungan kebutuhan yang pada manusia untuk berinteraksi, merasa terhubungkan dan merasa peduli terhadap orang lain (Baumeister & Leary, 1995). Banyak aktivitas dalam

10 hidup melibatkan orang lain dan diarahkan untuk merasakan sense of belongingness. Mahasiswa yang memiliki dukungan emosional akan merasakan needs ini terpuaskan. Dukungan emosional bisa berasal dari teman, orang tua atau dosen. Kepuasan emosional ini berupa rasa aman yang membuat mahasiswa tersebut berani untuk mengembangkan dirinya. Needs for autonomy berkaitan dengan kebutuhan manusia untuk menjadi agen penyebab, untuk mampu membuat keputusan sendiri, untuk bertindak sesuai dengan penghayatan diri yang sudah terintegrasi (sesuai dengan minat yang ada pada dirinya) dan untuk mengesahkan tindakannya dalam tingkat tertinggi kapasitas reflektifnya (decharms, 1968). Maksudnya adalah aspek-aspek kepribadian dalam dirinya selaras dan menjadi dasar bagi dirinya untuk bertindak. Menjadi autonomous berarti mau dan mampu untuk memilih tindakannya, walaupun tindakannya merupakan inisiatif sendiri atau merupakan respon terhadap permintaan dari orang lain yang berarti (significant persons). Needs ini merupakan needs yang paling mendasar untuk terciptanya perilaku yang ditentukan oleh diri sendiri (self-determined). Mahasiswa yang melakukan suatu aktivitas misalnya memilih jurusan kuliah berdasarkan pilihannya sendiri telah menunjukkan sense of autonomy pribadi. Terpuaskannya needs competence dan relatedness tanpa disertai terpuaskannya autonomy tidak akan mengarahkan pada kesejahteraan psikologis. Terpuaskannya ketiga needs akan merangsang munculnya motivasi intrinsik.

11 Perilaku yang muncul karena termotivasi secara intrinsik, besar kemungkinannya terjadi dalam kondisi tertentu. Pertama adalah kondisi yang memuaskan need competence yaitu ketika individu mendapatkan tantangan optimal berupa tugas-tugas yang sulit (namun masih dalam batas kemampuan individu tersebut) dan pemberian feedback yang positif atas tugas tersebut. Mahasiswa yang memperoleh tugas sulit akan tetapi mampu mengerjakannya akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Rasa percaya diri ini akan semakin kuat apabila mahasiswa tersebut mendapatkan feedback positif misalnya nilai yang baik sehingga mahasiswa tersebut menjadi lebih berani menerima tugastugas yang lebih sulit dan menantang secara intelektual di kemudian hari. Kondisi berikutnya adalah kondisi yang memuaskan need autonomy. Dalam kondisi ini, individu memiliki kesempatan untuk memilih aktivitas yang diinginkan tanpa adanya kontrol eksternal. Mahasiswa yang memilih mata kuliah pilihan yang menurutnya menarik merupakan kondisi yang memuaskan need autonomy Relatedness juga memegang peranan dalam munculnya perilaku yang termotivasi secara intrinsik. mahasiswa yang mau dan mampu untuk bertumpu secara emosional pada orang tua dan dosen cenderung mengalami competence dan autonomy yang lebih baik dalam studinya. Secara umum lebih tingginya kualitas relatedness akan memuaskan need autonomy dan competence (Ryan, 1994). Peranan relatedness ini memberikan rasa aman bagi indvidu tersebut sehingga mendukung munculnya perasaan autonomy dan competence dalam

12 diri individu tersebut. Ketiga kondisi yang mendukung autonomy, competence dan relatedness saling menunjang satu sama lain. Motivasi intrinsik mendasari perilaku yang terjadi karena kepuasan melakukan perilaku tersebut dan bukan merupakan produk dari internalisasi. Perilaku yang termotivasi secara intrisik mencerminkan ekspresi diri yang mampu membuat keputusan sendiri dan secara relatif bebas konflik. Perilaku yang termotivasi secara intrinsik berarti memiliki locus of causality internal. Dalam meregulasi tingkah laku, ada proses ketertarikan atau minat, menikmati (enjoyment) dan kepuasan dalam melakukan tingkah laku tersebut (inherent satisfaction). Pada mahasiswa hal ini terlihat ketika ia menghadapi secara aktif tugas-tugas yang menurutnya menarik, tidak hanya terlibat tetapi ada keterlibatan dan komitmen terhadap aktivitasnya sehingga akan akan mengarahkan mahasiswa untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Regulasi seperti ini disebut intrinsic regulation Motivasi ekstrinsik, mendasari perilaku dengan tujuan memperoleh suatu hasil (outcomes) tertentu. Motivasi ekstrinsik memiliki derajat otonomi yang bervariasi (Ryan & Connel, 1989; Vallerand, 1997). Mahasiswa yang mengerjakan tugas kuliah karena merasa hal itu akan membantu karirnya nanti menunjukkan persetujuan pribadi dari mahasiswa tersebut dan melibatkan proses pemilihan sedangkan mahasiswa yang mengerjakan tugas kuliah karena semata-mata patuh kepada dosen saja menunjukkan adanya compliance dengan peraturan dari luar. Keduanya tidak menunjukkan adanya kepuasan pribadi

13 dalam mengerjakan tugas sekaligus menunjukkan derajat motivasi yang berbeda yang terwujud dalam bentuk locus of causality yang berbeda-beda. Derajat motivasi yang berbeda-beda ini disebabkan karena adanya proses internalisasi. Proses internalisasi adalah proses ketika seorang individu mengambil nilai-nilai dan peraturan sosial untuk diidentifikasi sebagai miliknya. Derajat internalisasi nilai atau peraturan sosial yang tinggi akan dirasakan individu lebih autonomous atau lebih sesuai dengan dirinya (Ryan, Connel & Deci, 1985). Dalam perilaku yang termotivasi secara ekstrinsik ada empat bentuk regulasi tingkah laku. Bentuk pertama dan yang paling heteronomous adalah external regulation yang memiliki locus of causality external. Mahasiswa berperilaku karena mereka dipaksa untuk melakukannya atau karena ada reward untuk melakukan perilaku tersebut, atau dilakukan karena menghindari punishment. Pencetus utama perilaku secara harafiah berada di luar individu tersebut. Hal ini terlihat pada mahasiswa yang mengerjakan tugas karena takut dimarahi dosen. Dalam bentuk kedua yaitu introjected regulation memilliki locus of causality somewhat external, mahasiswa melakukan suatu perilaku namun tidak sepenuhnya menerima perilaku tersebut dan perilaku dilakukan untuk menghindari rasa bersalah atau untuk memperkuat ego serta sudah terlihat adanya kontrol dan keterlibatan ego. Hal ini disebabkan karena telah terjadi proses internalisasi walaupun tidak sepenuhnya. Pada mahasiswa terlihat ketika

14 ia mengerjakan tugas karena menghindari perasaan bersalah terhadap orang yang berarti (dosen atau orang tua) atau malu terhadap teman kalau tidak mengerjakan tugas tersebut. Dalam bentuk ketiga yaitu identified regulation yang memiliki locus of causality somewhat internal, mahasiswa melakukan suatu perilaku karena perilaku tersebut diterima dan dianggap penting oleh dirinya. Proses penilaian dilakukan secara sadar. Pada mahasiswa terlihat ketika ia belajar metode wawancara dan menyadari bahwa metode tersebut akan berguna pada saat ia bekerja nanti. Proses internalisasi yang terjadi belum sepenuhnya karena mahasiswa tersebut masih memandang bahwa belajar metode wawancara merupakan alat (instrumental) untuk mencapai pekerjaannya. Namun sudah ada persetujuan dari diri mahasiswa tersebut. Bentuk keempat yaitu integrated regulation pada motivasi ekstrinsik memiliki locus of causality internal. Internalisasi telah terjadi sepenuhnya. Hal ini terlihat pada mahasiswa yang sudah menyadari pentingnya suatu perilaku dan ada persetujuan dengan nilai-nilai lain yang ada pada diri mahasiswa. Regulasi ini memiliki kemiripan dengan intrinsic regulation pada motivasi intrinsik yang juga memiliki locus of causality internal. Perbedaan yang mencolok adalah integrated regulation dilakukan untuk mendapatkan hasil (outcomes) tertentu dan telah terjadi internalisasi. Hal ini terlihat pada mahasiswa yang mengerjakan tugas karena menurutnya tugas tersebut penting bagi dirinya, karirnya nanti dan agar ia dapat lulus.

15 Variasi regulasi tingkah laku pada perilaku yang termotivasi secara ekstrinsik ditentukan oleh derajat otonominya. Tahapan ini tidak selalu harus dilewati secara berurutan (Ryan, 1995). Seorang mahasiswa bisa saja memasuki tahap integrated apabila pengalaman masa lalunya memberikan pemahaman bahwa dengan mengikuti peraturan kampus ia akan lebih mudah menyelesaikan studinya. Situasi kampus yang mendukung juga mempengaruhi proses internalisasi. Hal ini terlihat pada kampus yang mempunyai suatu peraturan tertentu dan memberikan penjelasan mengapa peraturan tersebut diberlakukan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah perilaku yang terinternalisasi dan terasimiliasi dengan diri bisa meningkat seiring meningkatnya kapasitas kognitif individu dan perkembangan ego individu (Loevinger & Blasi, 1991) Amotivation suatu keadaan tidak ada niat atau keinginan untuk bertindak. Amotivation bisa muncul karena tidak mengharagai suatu aktivitas tertentu (Ryan, 1995), tidak merasa kompeten untuk melakukan suatu aktivitas tertentu (Bandura, 1986) atau karena tidak berharap aktivitas tersebut akan menghasilkan outcome yang dinginkan (Seligman, 1975). Amotivation muncul akibat tidak terpuaskannya needs autonomy, competence & relatedness. Mahasiswa yang mengalami amotivation tidak akan berperilaku sama sekali atau berperilaku tanpa niat. Mahasiswa yang diberikan tugas mungkin akan menolak mengerjakan atau mengerjakan tanpa tahu apa maksudnya. Mahasiswa yang memiliki amotivation akan memiliki locus of causality impersonal. Individu mengatur tingkah lakunya tanpa niat, merasa dirinya tidak

16 kompeten dan menunjukkan kurang atau tidak adanya kontrol perilaku. Karena tidak adanya keterlibatan diri maka regulasi tingkah lakunya disebut nonregulation. Locus of causality mengacu pada sumber dari bermulanya tingkah laku dan pengaturan tingkah laku tersebut. Ada 3 locus of causality yaitu internal, external, dan impersonal. Perbedaaan mahasiswa dalam memandang locus of causality disebut causality orientations. Terdiri dari 3 orientasi, yang pertama adalah autonomy oriented. Autonomy oriented mewakili kecenderungan umum individu terhadap motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik yang sudah terintegrasi dengan baik dengan diri mahasiswa. Dengan kata lain mahasiswa yang memiliki kecenderungan locus of causality internal dan somewhat internal akan autonomy oriented. Orientasi kedua adalah control oriented.. Control oriented mewakili kecenderungan umum individu terhadap motivasi ekstrinsik. Dengan kata lain, mahasiswa yang memiliki kecenderungan locus of causality external dan somewhat external akan control oriented. Orientasi terakhir adalah impersonally oriented. Impersonally oriented mewakili kecenderungan umum individu terhadap amotivation dan perilaku tanpa niat. Dengan kata lain, mahasiswa yang memiliki kecenderungan locus of causality impersonal akan impersonally oriented.

Need Need for Autonomy Need for Competence Need for relatedness Mahasiswa Semester I Fak. Psi Amotivation Locus of Causality Impersonal Causality Orientation Impersonal Motivasi Ekstrinsik Locus of Causality External Locus of Causality Somewhat external Causality Orientation Control Internalisasi Locus of Causality Somewhat internal Locus of Causality Internal Causality Orientation Autonomy Motivasi Intrinsik Locus of Causality Internal

1.6. Asumsi Terdapat 3 needs pada diri mahasiswa yaitu needs autonomy, competence dan relatedness yang akan mempengaruhi motivasi pada diri mahasiswa. Mahasiswa semester I fakultas psikologi yang memiliki amotivasi akan memiliki locus of causality impersonal memiliki pula causality orientation impersonal. Mahasiswa semester I fakultas psikologi yang memiliki motivasi ekstrinsik dan memiliki locus of causality external akan memiliki causality orientation control. Mahasiswa semester I fakultas psikologi yang memiliki motivasi ekstrinsik dan memiliki locus of causality somewhat external akan memiliki causality orientation control. Mahasiswa semester I fakultas psikologi yang memiliki motivasi ekstrinsik yang dipengaruhi internalisasi dan memiliki locus of causality somewhat internal akan memiliki causality orientation autonomy. Mahasiswa semester I fakultas psikologi yang memiliki motivasi ekstrinsik yang dipengaruhi internalisasi dan memiliki locus of causality internal akan memiliki causality orientation autonomy. Mahasiswa semester I fakultas psikologi yang memiliki motivasi intrinsik dan memiliki locus of causality internal akan memiliki causality orientation autonomy.