BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Makhluk sosial

PEMILIHAN KODE MASYARAKAT PESANTREN DI PESANTREN AL-AZIZ BANJARPATOMAN DAMPIT

BAB II LANDASAN TEORI. bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kedwibahasaan atau sering disebut sebagai bilingualisme merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

CAMPUR KODE SIARAN RADIO MOST FM PENYIAR ARI DI KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,

I. PENDAHULUAN. Manusia sebagai masyarakat sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang pernah diteliti antara lain sebagai berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua budaya, atau disebut juga dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa

BENTUK-BENTUK CAMPUR KODE DI KALANGAN REMAJA MASJID DESA BILUANGO ARTIKEL OLEH ETON AYUBA NIM

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

CAMPUR KODE GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 SD NEGERI 3 GEROKGAK

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menganggapnya sebagai hal yang biasa, seperti bernafas atau berjalan. (Bloomfield,

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

PENGGUNAAN BAHASA KATA TIDAK BAKU DAN CAMPUR KODE DALAM NASKAH DRAMA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012. Naskah Publikasi Ilmiah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hidupnya. Untuk dapat berinteraksi memerlukan alat komunikai yaitu. keinginan kepada anggota masyarakat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. antar-anggota masyarakat. Artis, pembawa acara, penonton, dan penelepon

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN PADA KELAS VII A SMP NEGERI 1 JAWAI

CAMPUR KODE DALAM NOVEL EDENSOR KARYA ANDREA HIRATA

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

CAMPUR KODE DALAM PERISTIWA KOMUNIKASI DI LINGKUNGAN SEKOLAH SMA NEGERI 1 KABANGKA. Herawati A1D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat terlepas

CAMPUR KODE DALAM BAHASA ANAK TK DHARMA WANITA VIII KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR. NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi dan keotonomiannya sendiri, sedangkan kode-kode lain yang

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang erat sehingga keberadaan bahasa tidak dapat dilepaskan dari

SOSIOLINGUISTIK SEBAGAI LANDASAN DASAR PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA TINGKAT SEKOLAH DASAR. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI

II. LANDASAN TEORI. Bahasa adalah sistem lambang bunyi, yang arbitrer, dipergunakan oleh

JURNAL CAMPUR KODE PADA STATUS FACEBOOK SISWA SMA DI KEDIRI TAHUN 2014

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 12 KERINCI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dengan bahasa, ketika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. sumbangan-sumbangan yang positif dari bahasa Sunda dan bahasa Asing. Untuk

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PENGAJIAN DI LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sebagai salah satu tempat interaksi bahasa berlangsung,

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989:32) 2.1.1 Campur Kode Campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu kedalam bahasa lain secara konsisten. Campur kode terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Menurut Chaer dan Agustina (2004 : 116) campur kode itu dapat berupa serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan maupun rasa keagamaan. 2.1.2 Penutur Bahasa Indonesia Penutur adalah orang yang bertutur; orang yang berbicara; orang yang mengucap atau mengucapkan (KBBI 2005:1231). Penutur bahasa Indonesia 8

adalah orang yang memiliki kemampuan mengucapkan, menggunakan, dan berbicara dengan bahasa Indonesia. 2.1.3 Anak Usia 6-10 Tahun Anak usia 6-10 tahun merupakan usia yang sangat produktif dalam perkembangan kebahasaannya. Proses pemerolehan bahasa yang masih sangat sederhana dan cepat untuk menerima sesuatu yang baru pula. Ragam bahasa yang diperoleh setiap anak umumnya adalah ragam informal. Akan tetapi pada saat memasuki dunia pendidikan bahasa anak tersebut kemudian bercampur dengan ragam formal (Dardjowidjojo 2000 : 300). Masukan yang diterima anak terkadang rancu, tetapi anak dapat memilah-milah dan kemudian membuat hipotesa-hipotesa sendiri sehingga akhirnya terbentuklah wujud bahasa yang diterima oleh masyarakat dewasa disekitarnya. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Bilingualisme Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami yaitu berkaitan dengan penggunaan dua bahasa, sedangkan bilingual atau dwibahasawan berkaitan dengan orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa. Menurut KBBI bilingual dapat diartikan sebagai orang yang mampu atau bisa memakai dua bahasa dengan baik. Sedangkan bilingualisme adalah pemakaian dua bahasa atau lebih oleh penutur bahasa atau oleh suatu masyarkat bahasa. Bilingualisme menyertakan 9

kemampuan dan psikologis penutur dan pula melibatkan konsep sosialnya. Dipandang dari ilmu Sosiolinguistik, Mackey 1962: 12, Fishman 1975:73 (dalam Chaer dan Agustina 2004:84) bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Nababan (1984:27) mengemukakan pendapatnya tentang bilingualisme dan bilingualitas yakni: Kalau kita melihat seseorang memakai dua bahasa dalam pergaulan dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan adalah kebiasaan yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi, bilingualisme menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang kain. Jika kita berpikir tentang kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa, yaitu memakai dua bahasa, kita akan sebut ini bilingualitas (dari bahasa Inggris bilinguality). Bloomfield (dalam Chaer dan Agustina, 2004:85) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Jadi, menurut Bloomfield seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) dengan derajat yang sama baiknya. Bilingualisme pada anak, Diebold tahun 1968 (dalam Chaer dan Agustina, 1995:114) menjelaskan tentang bilingualisme yang terdiri dari bilingualisme tingkat awal yaitu yang dialami oleh anak-anak yang sedang mempelajari bahasa kedua pada tahap permulaan. Pada tahap ini bilingualisme masih sangat sederhana 10

dan dalam tingkat rendah. Namun, tidak dapat diabaikan karena pada tahap inilah terletak dasar bilingualisme selanjutnya. Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa bilingualisme merupakan satu rentetan berjenjang mulai dari penguasaan B1 (bahasa ibu) ditambah dengan pengetahuan akan B2 (bahasa lain di luar bahasa ibu). 2.2.2 Campur Kode Campur kode merupakan peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual atau berdwibahasa, bahkan yang multilingual. Nababan (1984 : 32) mengatakan bahwa campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain apabila orang mencampur dua atau lebih bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa lain yang menuntut adanya pencampuran bahasa tersebut. Istilah campur kode juga dibedakan dengan alih kode. Berbicara mengenai alih kode dan campur kode, Hudson (1996) mengemukakan pendapatnya tentang kedua hal tersebut yaitu: alih kode dibatasi pada pertukaran bahasa yang sesuai untuk menyampaikan suatu maksud tertentu, dimana situasinya berubah yang disebabkan oleh pergantian bahasa yang dimilinya secara tepat. Pada kasus-kasus yang lain dimana seorang bilingual yang fasih berbicara kepada bilingual yang fasih lainnya dan mengganti bahasa tanpa menggantikannya secara keseluruhan. Jenis pergantian ini disebut campur kode. 11

Menurut Chaer dan Agustina (2004 : 114) kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur. Ada banyak pendapat mengenai alih kode dan campur kode. Namun, yang jelas kalau dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu, sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Thelander dan Fasol (dalam Chaer dan Agustina, 2005 : 115) memberikan pendapat mengenai campur kode. Thelander menjelaskan bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid pharases) dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Sementara Fasold menjelaskan kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase satu bahasa dan dia memasukkan kata tersebut dalam bahasa lain yang digunakannya dalam komunikasi, maka ia telah melakukan campur kode. Hockett (1958 : 361) mengatakan bahwa : Tulang punggung kebanyakan bahasa ditularkan umumnya melalui generasi berurutan pada usia 4-5 tahun : masa menggalaknya kompetisi anak-anak dan gengsi masa anak-anak sungguh-sungguh 12

banyak membentuk pola ujaran individu tertentu selama hidupnya dibandingkan dengan kontaknya dengan orang dewasa. Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1985:78) membedakan campur kode menjadi beberapa macam, yaitu: 1.Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata Pengertian kata adalah satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain, setiap satu stuan bebas merupakan kata. Kata dapat dibagi atas empat bagian yaitu : 1. Kata benda atau nomina 2. Kata kerja atau verba 3. Kata sifat atau adjektiva 4. Kata tugas 2.Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Berdasarkan jenis atau kategori frase dibagi menjadi: 1. Frase nominal 2. Frase verbal 3. Frase adjektival 4. Frase preposisi 3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster artinya penyisipan bentuk baster atau kata campuran menjadi serpihan dari kata yang dimasukinya. 13

4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata Penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata maksudnya penyisipan perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat. 5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom yaitu penyisipan kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang dimasukinya. 6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa Klausa adalah satua gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak. Konsep campur kode yang dipakai dalam penelitian ini pada dasarnya mengacu pada konsep Hudson yang memberikan perbedaan antara alih kode dan campur kode, kemudian pendapat Chaer dan Agustina yang juga memberikan pendapat tentang perbedaan antara alih kode dan campur kode dan teori yang dikemukakan oleh Fasold mengenai campur kode dalam komunikasi. Dalam penelitian mengenai bentuk-bentuk campur kode, peneliti mengambil pendapat Suwito yang memberikan lima jenis bentuk-bentuk campur kode. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode menurut Khan (2005) adalah karena kesantaian dan faktor kebiasaan. Sedangkan menurut Priyanto (2006) campur kode disebabkan oleh faktor-faktor sosial, keterbatasan kemampuan linguistik dan alasan-alasan yang bersifat afektif. 14

Dari kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah (1) kesantaian atau situasi informal, (2) kebiasaan, (3) faktor sosial, (4) keterbatasan kemampuan linguistik, dan (5) alasan-alasan yang bersifat afektif. 2.3 Tinjauan Pustaka Penelitian campur kode sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, di antaranya Tarihoran (2000) dalam skripsinya yang berjudul Analisis campur Kode dalam Majalah Tempo. Dalam skripsi tersebut Tarihoran membahas bentukbentuk campur kode dalam majalah Tempo dan latar belakang penutur menggunakan campur kode. Dikemukakannya bahwa bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam majalah Tempo berupa penyisipan unsur-unsur kebahasaan yang berbentuk kata, frase, dan klausa. Peneliti juga berpendapat bahwa peranan dan fungsi kebahasaan sangat menentukan di dalam melakukan campur kode tersebut. Peranan yang dimaksud siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya. Peneliti yang lain yakni Siregar (2003) yang mengkaji campur kode dalam rapat organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat mengatakan bahwa unsur-unsur yang disisipkan dalam campur kode dalam rapat organisasi tersebut terdiri atas frase, bentuk blaster, dan pengulangan kata dalam bahasa Arab. Jenis kata yang disisipkan tersebut adalah kata benda (noun), kata kerja (verba), kata sifat (adjektif), dan kata ganti (pronominal). 15

Khan (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Alih kode dan Campur Kode dalam Masyarakat Bilingual membahas tentang batasan alih kode dan campur kode serta faktor-faktor penyebab dan tujuan melakukan alih kode dan campur kode. Ia mengemukakan bahwa alih kode dan campur kode terjadi dalam masyarakat bilingual maupun multilingual. Faktor terjadinya alih kode disebabkan oleh pribadi pembicara, kedudukan, hadirnya orang ketiga dan pokok pembiacaraan atau topik sedangkan campur kode terjadi tanpa adanya sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut adanya percampuran bahasa, tetapi juga disebabkan oleh faktor kesantaian, kebiasaan, atau tidak adanya panduan yang tepat. Para peneliti sebelumnya membahas terjadinya campur kode akibat situasi formal dan informal,maupun akibat faktor kebiasaan. Namun, pada penelitian ini campur kode yang terjadi diteliti dari sisi keterbatasan kemampuan linguistik yang masih sangat sederhana dalam situasi formal yakni saat proses belajar mengajar di sekolah. Campur kode yang akan diteliti dikhususkan pada anak yang berumur 6-10 tahun yang duduk di bangku sekolah dasar kelas 1 sampai kelas 4. Penelitian ini akhirnya dapat menjadi perbandingan antara campur kode pada orang dewasa dengan campur kode yang terjadi pada anak-anak yang masih dalam proses pemerolehan bahasa. Peristiwa campur kode bagi seorang anak dalam proses pemerolehan bahasa terjadi akibat keterbatasan kosa kata yang dimiliki sehingga mengalami kesulitan dalam menyampaikan maksudnya. 16