KAJIAN PENEMPATAN FASILITAS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DALAM ASPEK SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENEMPATAN PRASARANA-SARANA FASILITAS PENDIDIKAN DI KECAMATAN WORI. M.Sukri Umasangadji ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi, dimana terjadi suatu kegiatan tertentu (Gunawan 1981 dalam Iskandar,

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA

EVALUASI KETERSEDIAAN PRASARANA DAN SARANA FASILITAS PENDIDIKAN BERDASARKAN PENDEKATAN TEORI NEIGHBORHOOD UNIT (STUDI KASUS : KECAMATAN WENANG)

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

EVALUASI KETERSEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN SLTP DI KECAMATAN MAPANGET Orvans Lexsi Uang 1, Michael M. Rengkung², & Amanda S.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

Dosen Pembimbing : Ir. Sardjito, MT Selvi Purnama Dewi

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN TINGKAT PELAYANAN FASILITAS SOSIAL BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI PERKOTAAN SUBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI. Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

PENGARUH SOSIAL EKONOMI TERHADAP KUALITAS PERMUKIMAN DI KELURAHAN SIDOREJO KECAMATAN MEDAN TEMBUNG KOTA MEDAN. Mbina Pinem 1.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

Sudaryanto 1), Melania Swetika Rini 2) *

KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KEMAMPUAN. Kerangka Hubungan Lokasi Fasilitas, Gravitasi Fasilitas dan Pemanfaatan Fasilitas Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pendidikan nasional dilandasi oleh paradigma membangun

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis Desa Ranah Sungkai Kecamatan XIII Koto Kampar

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Induk, yaitu Kecamatan Kedaton, berdasarkan Peraturan Daerah

BAB II GAMBARAN OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kelurahan Tanjung Sari sekitar 8930 Ha.

PERENCANAAN FASILITAS PENDIDIKAN TINGKAT SLTA DI KABUPATEN MERAUKE

Daftar Tabel. Halaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB II MENGGAMBARKAN KONDISI OBJEKTIF SMA NEGERI 1 BALARAJA KAB. TANGERANG

PROFIL PUSKESMAS II DENPASAR UTARA

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perencanaan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai

UKDW. UU Reepublik Indonesia no.40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BANDUNG KULON Tahun ISSN / ISBN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimesional. (Dedy Miswar,

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

2014 ANALISIS LOKASI SEKOLAH DI KECAMATAN PARONGPONG KAB. BANDUNG BARAT

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUKIT BATU 2013

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

BAB I PENDAHULUAN. empat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Biro Sensus dari

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

WALIKOTA PROBOLINGGO

I. PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi disebabkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi yang

BAB I PENDAHULUAN. itu, kegiatan pembelajaran harus direncanakan dalam bentuk program

KAJIAN JANGKAUAN PELAYANAN DAN KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN DI KECAMATAN SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL

IV. GAMBARAN UMUM. Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan

FASILITAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI & SEKOLAH DASAR TERPADU!!!"#$%&'(&)#*+'#%,"()-*!!!! BAB II TINJAUAN UMUM

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA KLAMPOK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Teori, Konsep, Metode & Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi

Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR. Oleh: TITI RATA L2D

KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK DENGAN AKTIVITAS REKREASI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMNAS BANYUMANIK TUGAS AKHIR. Oleh : FAJAR MULATO L2D

DAYA JANGKAU SISWA KE SMP NEGERI 1 PADANGAN KABUPATEN BOJONEGORO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB III: DATA DAN ANALISA

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

I. PENDAHULUAN. barang-barang untuk memenuhi kebutuhan pokok harian, pasar juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

ANALISIS KAPASITAS DAN KARAKTERISTIK PARKIR KENDARAAN DI PUSAT PERBELANJAAN (Studi Kasus Solo Grand mall Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI INFRASTRUKTUR

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

PROYEKSI PRASARANA DAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN TAHUN 2012/ /2021

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

Transkripsi:

KAJIAN PENEMPATAN FASILITAS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DALAM ASPEK SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ESLI D. TAKUMANSANG ABSTRAK Infrastruktur pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ini sangat berpengaruh pada terlaksananya proses belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah. Karena infrastruktur merupakan instrumen pendukung dalam pendidikan, maka perlu dilakukan suatu perencanaan infrastruktur yang terintegrasi dengan baik pada suatu wilayah perencanaan. Dalam perencanaan Wilayah, sektor pendidikan juga mendapat perhatian yang penting dalam suatu penataan yang komprehensif dengan sektor yang lain. Namun apakah dalam penataannya infrastruktur pendidikan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap pengembangan wilayah?, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya?. Untuk itulah perlu dilakukan suatu kajian penempatan fasilitas pendidikan dasar dan menengah yang optimal, baik secara kuantitas maupun kualitasnya dalam aspek Sistem Informasi Geografis. Pendahuluan Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan yang paling elementer yaitu : afektif, kognitif, dan psikomotrik dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogianya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai. Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor apa saja yang diperlukan dalam merencanakan penempatan fasilitas pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah dalam aspek Sistem Informasi Geografis yang dalam keberadaannya merupakan suatu sistem yang sangat diperlukan dalam era teknologi dan informasi. Tinjauan Teori Sebelum mengkaji penempatan fasilitas pendidikan dasar dan penengah, perlu dibahas teori yang berkenaan dengan kajian. Kajian penempatan fasilitas pendidikan ini terkait dengan perencanaan fasilitas pendidikan itu sendiri. Sedangkan perencanaan fasilitas pendidikan tidak terlepas dari perencanaan wilayah secara keseluruhan. Fasilitas pendidikan merupakan bagian dari fasilitas secara umum yang perencanaannya pun tidak dapat terpisahkan dari perencanaan fasilitas-fasilitas sosial lainnya. Dengan demikian akan diuraikan perencanaan penempatan fasilitas pendidikan yang dalam lingkup perencanaan wilayah dan perencanaan fasilitas sosial lainnya serta teori-teori, standar dan ketentuan yang berhubungan dengan distribusi fasilitas pendidikan dasar dan menengah. Sehubungan dengan penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam kajian ini maka perlu diuraikan mengenai pengertian dan manfaat dari SIG itu sendiri serta penggunaannya dalam studi ini. Sistem informasi geografi adalah suatu proses pengumpulan data yang terorganisasi beserta tata cara pengelolaan dan penggunaannya yang mencakup lebih jauh dari pada sekedar penyajian. Artinya bahwa, suatu maksud yang ingin dicapai dengan jalan memilih dan mengatur data serta menyusun tata cara penggunaannya. Suatu sistem informasi dibuat untuk suatu keperluan tertentu atau untuk memenuhi permintaan penggunaan tertentu, maka struktur dan cara kerja system informasi berbeda-beda bergantung pada macam keperluan atau macam permintaan yang harus dipenuhi. Oleh karena kepentingan yang harus dilayani sangat beraneka ragam, maka jenis sistem informasi pun sangat beragam Namun demikian, sistem informasi mempunyai banyak gambaran (feature) umum dan menghadapi banyak persoalan yang mirip. Jadi, disamping perbedaan yang jelas terdapat banyak persamaan antar berbagai sistem informasi. Suatu persamaan yang TEKNO/Volume08/No.54/DESEMBER 2010 1

menonjol ialah semua sistem informasi menggabungkan berbagai ragam data yang dikumpulkan dari berbagai sumber (Coppock dan Anderson, 1987). 1 Untuk dapat menggabungkan data yang berasal dari berbagai sumber diperlukan suatu sistem alih rupa (transformation) data sehingga menjadi tergabungkan (compatible). Berapapun ukurannya dan apapun ruang lingkupnya, suatu system informasi perlu memiliki ketergabungan (compatibility) data yang disimpannya (Moore dan Dawson, 1977) Terdapat dua faktor yang sangat berpengaruh di dalam penentuan dan pendistribusian pusat pelayanan yaitu (Sujarto, 1989: 178, 179): 1. Faktor manusia yang akan mempergunakan pusat-pusat pelayanan tersebut. Faktor manusia ini menyangkut pertimbangan-pertimbangan mengenai jumlah penduduk yang akan mempergunakan pelayanan tersebut, kepadatan penduduk, perkembangan penduduk, status sosial ekonomi masyarakat, nilai-nilai, potensi masyarakat, pola kebudayaan dan antropologi. 2. Faktor lingkungan dimana manusia tersebut melaksanakan kegiatan kehidupannya. Ini menyangkut pertimbangan skala lingkungan dalam arti fungsi dan peranan sosial ekonominya, jaringan pergerakan, letak geografis lingkungan dan sifat keterpusatan lingkungan. Kedua faktor pertimbangan yang disebutkan di atas dalam penentuan dan pendistribusian pusat-pusat pelayanan (fasilitas) diakomodasikan dalam bentuk standar perencanaan fasilitas. Pedoman atau standar ruang yaitu alat untuk menentukan ukuran-ukuran kebutuhan ruang yang penting sebagai pedoman bagi pelaksanaan. Juga sekaligus memberikan suatu ukuran kebutuhan akan ruang dan fasilitas sehingga apa yang direncanakan di masa depan dicapai dengan baik. Dalam pendistribusian lokasi fasilitas yang memberikan pelayanan berupa jasa salah satu teori yang mendasari adalah teori yang dikemukakan oleh Palander (Palander dalam Djojodipuro, 1992). Teori Palander menyatakan setiap kegiatan jasa mempunyai pertimbangan 1 Tejojuwono Notohadiprawiro, Seminar Nasional Plantagama, Fakultas Pertanian UGM 27 Oktober 1990 ambang penduduk dan jangkauan pasar. Yang dimaksud dengan ambang penduduk (Threshold Population} adalah jumlah penduduk minimum untuk dapat mendukung suatu penawaran akan kegiatan jasa. Jangkauan pasar suatu kegiatan jasa adalah jarak dimana seseorang bersedia menempuhnya untuk mendapatkan jasa yang bersangkulan, lebih jauh dari jarak ini, orang yang bersangkutan akan aiencari tempat lain yang lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan akan jasa yang sama. Jangkauan pasar dipengaruhi juga oleh faktor waktu dan biaya yang terbuang. Penduduk tersebar secara tidak merata dan mereka harus memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa dari fasilitas yang terscbar di tempat tempat yang terpisah. Nanuin demikian, seseorang cenderung untuk memilih fasilitas yang paling aksesibel (most accessible). Adapun pengertian dari 'paling aksesibel adalah sebagai berikut (Rushton. 1979): Total jarak yang ditempuh minimum. Jarak terjauh yang ditempuh adalah minimum. Jumlah penduduk sekitar fasilitas kurang lebih sama. Jumlah penduduk sekitar fasilitas selalu lebih besar dari jumlah tertentu (misal: pusat perbelanjaan). Jumlah penduduk sekitar fasilitas selalu lebih kecil dari jumlah tertentu (misal: puskesmas). Basis Data Dalam Perencanaan Penempatan Fasilitas Pendidikan Data-data yang dibutuhkan dalam merencanakan penempatan fasilitas pendidikan adalah : A. Standar untuk pengadaan Fasilitas Sosial / Infrastruktur untuk kajian penempatan fasilitas pendidikan Fakto-faktor yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan fasilitas pendidikan menurut standar yang dikeluarkan oleh Departemen PU adalah : a. Jumlah penduduk pendukung yang akan dilayani b. Struktur penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin c. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk d. Keadaan social ekonomi penduduk. Untuk itulah pemerintah mengeluarkan standar-standar yang berkaitan dengan perencanaan fasilitas pendidikan. Ada beberapa pedoman dan peraturan serta standar TEKNO/Volume08/No.54/DESEMBER 2010 2

yang dijadikan acuan. Standar-standar tersebut antara lain adalah : 1. Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Standar ini berasal dari Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota Ditjen Cipta Karya DPU 1979. Kemudian dikeluarkan Surat Keputusan Menteri PU No. 378/Kpts/1987 tanggal 31 Agustus 1987 tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Permukiman Kota yang isinya sama dengan standar Cipta Karya. Struktur Pemerintahan yang dipergunakan berdasarkan jumlah penduduk Kelurahan (30.000 jiwa), Kecamatan (120.000 jiwa), Wilayah (480.000 jiwa) dan Kota (1 juta jiwa). Sedangkan pola persebaran fasilitas perkotaan ialah (RT (250 jiwa), RW (2500 jiwa). Kelurahan (30.000 jiwa), Kecamatan (120.000 jiwa), Wilayah (480.000 jiwa) dan Kota (1 juta jiwa). Jenis Sarana Kota Tabel 1. Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Cipta Karya Departemen PU Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa) Luas Tiap Unit Berdasakan Kepadatan Penduduk (m²) 100-200 250 500 Jiwa / ha Jiwa / Ha < 100 jiwa / Ha > 500 Jiwa / Ha Keterangan TK 1.000 2.400 1.800 1.200 900 Faktor reduksi SD 1.600 7.200 5.400 3.600 2.750 utk kepadatan >500 jiwa/ Ha: SLTP 4.800 5.400 4.050 2.700 2.025 0,75 250-500 jiwa/ha: 1,00 SLTA 4.800 5.400 4.050 2.700 2.025 100-250 jiwa/ha: 1,50 <100 jiwa/ha: 2,00 Sumber : Surat Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987 tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Pemukiman Kota Dalam Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987 tersebut, fasilitas pendidikan dibedakan menjadi : a. Taman kanak-kanak (TK) Untuk 2 kelas yang terdiri dari 35-40 murid membutuhkan minimum 1000 penduduk pendukung, dengan penempatan lokasi di tengah-tengah kelompok keluarga dan taman. b. Sekolah Dasar (SD) Untuk 6 kelas yang terdiri dari 40 murid membutuhkan minimum 1600 penduduk pendukung, dengan penempatan lokasi berada ditengahtengah kelompok keluarga dan taman. c. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Untuk 6 kelas yang terdiri dari 30 murid yang digunakan pagi dan sore, membutuhkan minimum 4500 penduduk pendukung, dengan penempatan lokasi berkelompok dengan taman dan lapangan olah raga. d. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Untuk 6 kelas yang terdiri dari 30 murid yang digunakan pagi dan sore, membutuhkan minimum 4800 penduduk pendukung, dengan penempatan lokasi berkelompok dengan taman dan lapangan olah raga. 2. Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Cipta Karya untuk Perumahan Sederhana Standar ini menggunakan struktur pemerintahan berdasarkan jumlah penduduk Kelurahan (30.000 jiwa) dan Kecamatan (120.000 jiwa). Sedangkan pola persebaran penduduk yang merupakan acuan persebaran fasilitas perkotaan adalah RT (250 jiwa), RW (2500 jiwa), Kelurahan (30.000 jiwa) dan Kecamatan (120.000 jiwa). TEKNO/Volume08/No.54/DESEMBER 2010 3

Tabel 2. Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Cipta Karya Untuk Perumahan Sederhana Jenis Sarana Kota Jumlah Penduduk Pendukung Luas Tiap Unit (m²) (jiwa) Taman Kanak-kanak 1.000 800 Sekolah Dasar 1.600 1.800 SLTP 6.000 2.400 SLTA 6.000 2.400 Sumber : Surat Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun 3. Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Departemen Dalam Negeri Standar ini menggunakan struktur pemerintahan berdasarkan jumlah penduduk Kelurahan (30.000 jiwa) dan Kecamatan (200.000 jiwa). Sedangkan pola persebaran penduduk yang merupakan acuan persebaran fasilitas perkotaan adalah (RT (250 jiwa), RW (3000 jiwa), Kelurahan (30.000 jiwa), Kecamatan (200.000 jiwa) dan Kota (1 juta jiwa). Tabel 3. Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Departemen Dalam Negeri Jenis Sarana Kota Jumlah Penduduk Pendukung Luas Tiap Unit (m²) (jiwa) Taman Kanak-kanak 750 500 Sekolah Dasar 3.000 4.000 SLTP 30.000 9.600 SLTA 30.000 9.600 Sumber : Direktorat Tata Guna Tanah Ditjen Agraria Depdagri Atlas DKI Jakarta Raya, Tanah dan kegiatan Pembangunan PUBL No. 214 Tahun 1982 4. Standar Fasilitas Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Fasilitas pendidikan yang dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan meliputi Sekolah Taman Kanak-Kanak, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Adapun fasilitas Sekolah Dasar dikelola langsung oleh Dinas Pendidikan Nasional di masing-masing Kota dan Kabupaten. Besaran standar dan jumlah fasilitas pendidikan ditentukan berdasarkan jurnlah an.ak usia sekolah dan kepadatan penduduk masing- masing daerah. A. Sekolah Taman Kanak-Kanak (STK) Wilayah Kerja STK diselenggarakan untuk melayani penduduk satu kelurahan. Meskipun STK bukan merupakan bagian dari jenjang pen didikan, keberadaan fasilitss STK dalam setiap kelurahan merupakan ketentuan yang diisyaratkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lokasi Lokasi sebuah STK harus memenuhi ketentuan sebagai berikut - mudah dicapai dari setiap bagian kelurahan - dapat dicapai oleh murid selama kurang dari 15 menit berjajan kaki - jauh dari pusat keramaian (pertokoan/perkantoran/perin dustrian) Fasilitas STK Sebuah STK setidaknya metniliki ruang-ruang sebagai berikut : TEKNO/Volume08/No.54/DESEMBER 2010 4

- minimal 3 buah ruang kelas, masing-masing berukuran min. 42 m2 (5x7 rn2) - ruang bermain, seluas min. 120 m2 - ruang peraga - ruang penunjang (ruang guru, km/wd, gudang) - taman bennain - Luas bangunan STK ditetapkan minimum 500 m2 dengan luas lahan min.1.200 m2 B. Sekolah Dasar (SD) Wilayah Kerja Sebuah SD didirikan setidaknya untuk melayani penduduk 1000-3000 jiwa. Pada wilayah berpenduduk padat dan wilayah perkotaan jumlah fasilitas SD ini disesuaikan denganjumlah penduduk usia SD. Lokasi Lokasi sebuah SD harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: Mudah dicapai dari setiap bagian kelurahan Fasilitas Sebuah SD setidaknya harus memiliki ruang-ruang sebagai berikut: - 6 buah ruang kelas berukuran masing-masing 56 m2 (7 X 8 m) - ruang perpustakaan ruang guru / kepala sekolah /wc guru - ruang wc murid / gudang dan lapangan olahraga / upacara - Sebuah SD minimal harus memiliki bangunan seluas 336 m2 (untuk 6 kelas) dengan luas lahan minimum 1500 m2 dan maksimum 3000 m2. C. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Wilayah Kerja Sebuah SMP didirikan setidaknya untuk melayani penduduk satu kecamatan (15.000-30.000 jiwa). Pada kecamatan-kecamatan berpenduduk padat dan pada wilayah perkotaan jumlah fasilitas SMP ini dapat lebih dari satu, tergantung pada jumlah murid lulusan sekolah dasar. Lokasi Lokasi sebuah SMP harus memenuhi ketentuan sebagai berikut - mudah dicapai dari setiap bagian kecamatan - dapat dicapai oleh murid selama kurang dari 30 menit berjalan kaki - jauh dari pusat keramaian (pertokoan / perkantoran / perindustrian) Fasilitas SMP Sebuah SMP setidaknya harus memiliki ruang-ruang sebagai berikut: - 3-6 buah ruang kelas berukuran masing-masing 63 m2 (7x9 m) - (jumlah kelas suatu SMP bergantung pada jenisnya) - ruang laboratorium IPA - ruang perpustakaan - ruang ketrampilan - ruang guru / tata usaha / kepala sekolah / WC guru - ruang WC murid /gudang - lapangan olahraga / upacara Sebuah SMP minimal harus memiliki bangunan seluas 507 m2 (untuk 3 kelas) dam 696 m2 (untuk 6 kelas), dengan luas lahan minimum 6.000 m2 dan 4.000 m2 di wilayah perkotaan. D. Sekolah Menengah Atas (SMA) Wilayah Kerja Sebuah SMA didirikan setidaknya untuk melayani penduduk satu kabupaten (30.000 jiwa).pada wilayah perkotaan jumlah fasilitas SMA ini dapat lebih dari satu, tergantung pada jumlah murid lulusan sokolah menengah pertama. Lokasi Lokasi sebuah SMA.harus memenuhi ketentuan sebagai berikut - mudah dicapai dari setiap bagian kecamatan - dapat dicapai oleh murid selama kurang dari 45 menit berjalan kaki TEKNO/Volume08/No.54/DESEMBER 2010 5

- jauh dari pusat keramaian (pertokoan / perkantoran / perindustrian) Fasilitas Sebuah SMA setidaknya harus memiliki ruang-ruang sebagai berikut: - 3-6 buah ruang kelas berukuran masing-masing 72 m2 (8 x 9 m) (jumlah kelas suatu SMA bergantung pada jenisnya) - 3 buah ruang laboratorium IPA (Fisika, Kimia, Biologi) - ruang perpustakaan - ruang ketrampilan elektronik - ruang ketrampilan otomotif - ruang guru / tata usaha / kepala sekolah /WC guru - ruang WC murid / gudang - lapangan olahraga / upacara Sebuah SMA minimal harus memiliki bangunan seluas 600 m2 (untuk 3 kelas) dan 816 m2 (untuk 6 kelas), dengan luas lahan minimum 1-1,7 Ha. Selengkapnya perincian ruang SMA dapat dilihat pada tabel berikut - ruang ketrampilan PKK Tabel 4. Luas Masing-masing Ruang SMA Ruang Sekolah Menengah Atas 1.104 m² 960 m² 816 m² 600 m² Kelas 6 x 72 6 x 72 6 x 72 3 x 72 Laboratorium 144 144 - - Perpustakaan 120 120 120 120 Ketrampilan 144 - - - TU/Guru/dll 180 180 180 180 KM/WC/Gudang 84 84 84 84 Rg Guru : 60 m² Rg KM/WC : 12 m² Rg. TU : 48 m² Rg. Repro : 9 m² Rg Kepsek : 30 m² Halaman : 21 m² Keterangan : Ruang laboratorium IPA dan ruang ketrampilan masih digabungkan Pada wilayah perkotaan setiap fasilitas SMA sebaiknya telah memiliki areal parkir untuk kendaraan roda 2. Ukuran dan jumlah daya tampung fasilitas sekolah menengah tergantung pada tipe-tipe sekolahnya. Selengkapnya tipe-tipe sekolah SMP dan SMA dapat dilihat pada Tabel berikut. TEKNO/Volume08/No.54/DESEMBER 2010 6

Tabel 5. Tipe Tipe Sekolah SMP dan SMA Berdasarkan Jumlah Kelas Yang Ada Tipe Jumlah Kelas Tipe A 25 30 Kelas SMP Tipe B 16 24 Kelas Tipe C 7 15 Kelas Tipe D 3 6 Kelas Tipe A 28 36 Kelas SMA Tipe B 20 27 Kelas Tipe C 9 15 Kelas Tipe Kecil 3 8 Kelas Sumber : Pembakuan SMP dan SMA Direktorat Sarana Pendidikan 1998 Diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu : SMP besar dapat menampung siswa tipe A dan B SMP sedang dapat menampung siswa tipe C SMP kecil dapat menampung siswa tipe kecil (minimum 3 kelas) SMA besar dapat menampung siswa tipe A dan B SMA sedang dapat menampung siswa tipe C SMA kecil dapat menampung siswa tipe kecil (minimum 3 kelas) SMP SMA Tabel 6. Luas Bangunan Dan Tanah SMP dan SMA Bangunan Luas Bangunan Luas Tanah Lokasi Besar 4.856 M² 17.500 M² Sedang 3.183 M² 12.000 M² Daerah Kecil 507 1.104 M² 6 000 M² Terpencil Besar 5.500 M² 1,7 2,2 Ha Sedang 3.700 M² 1,3 1,6 Ha Kecil 500 1.104 M² 1,0 1,2 Ha Sumber : Pembakuan SMP dan SMA Direktorat Sarana Pendidikan 1998 B. Ketentuan Daerah Layanan Fasilitas Pendidikan Adapun prinsip jarak dan waktu tempuh untuk sarana fasilitas masyarakat menurut konsep Neighborhood Unit dapat dibagi menjadi 5 kategori yaitu sangat dekat, dekat, sedang, cukup jauh dan jauh. Tabel 7. Jarak jangkau dan waktu tempuh dari tempat tinggal ke lokasi sarana No Kategori Jarak Jarak Tempuh Waktu Tempuh dgn jalan kaki 1 Sangat dekat 0 300 meter 0 5 menit 2 Dekat 300 600 meter 5 10 menit 3 Sedang / cukup 600 1200 meter 10 20 menit 4 Cukup jauh 1200 3000 meter 20 40 menit 5 Jauh > 3000 meter > menit Sumber ; Udjianto, 1994 TEKNO/Volume08/No.54/DESEMBER 2010 7

Pemilihan lokasi sekolah perlu mempertimbangkan kesanggupan anak-anak usia sekolah dalam menempuh jarak kesekolah, pendapatan orang tua serta keseimbangan etnis (Chapin, 1979). Dimana sebaiknya untuk sekolah dasar diletakkan di dekat permukiman dengan jarak tempuh ¼ - ½ mil Menurut Joseph D. Chiara (Chiara, 1979) radius area yang dilayani oleh elementary school adalah ¼ - ½ mil. Pada wilayah berkepadatan tinggi, lokasi sekolah berada dalam area pada walking distance maksimum. Sedangkan pada wilayah berkepadatan rendah, lokasi sekolah dapat berada di luar area pada walking distance maksimum tetapi harus terdapat layanan angkutan. Lahan yang dibutuhkan untuk penyediaan SD (elementary school) adalah minimum 7-8 are, rata-rata 12-14 are dan maksimum 16-18 are. Pada SD seharusnya terdapat akses jalan setapak dan bila terdapat jalan yang harus diseberangi, jalan tersebut harus merupakan jalan lokal. Clerence Stein's (Gallion, 1959: 279) mengembangkan konsep Neighborhood Unit dengan menetapkan jarak jangkau dan tempat tinggal ke tempat mengkonsumsi fasilitas, jarak terkecil ke SD (elementary schoo!) dan pertokoan lokal sejauh 1/2 mil (0,8 km) dari tempat tinggal, sedangkan untuk mengkonsumsi fasilitas lainnya seperti sekolah lanjutan (high school), pusat perbelanjaan distrik sejauh 1 mil (1,6 km). C. Indikator-Indikator Berdasarkan Perilaku Masyarakat Indikator-indikator yang digunakan dalam penyediaan dan penempatan fasilitas pendidikan adalah : - Indikator pemenuhan kebutuhan masyarakat - Indikator daerah jangkauan layanan - Indikator kesesuaian lokasi - Indikator aksesbilitas. Kesimpulan Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan penempatan fasilitas pendidikan harus dilakukan secara bertahap dan terintegrasi dengan baik, mulai dari proses pengumpulan data sampai pada proses analisis dan perencanaannya. Sistem informasi geografis sangat dibutuhkan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan menganalisis data yang terkait dengan perubahan di dalam komunitas. Juga merupakan dasar dalam perencanaan yang intellegence (bisa dipertanggung jawabkan, bisa ditelusuri, ada argumentasinya dan legal. Sehingga sistem informasi geografis harus dapat menyediakan informasi yang dapat dipergunakan untuk analisis sosial, lingkungan, fiskal dan dampak ekonomi serta dapat menjawab secara tepat dan cepat pertanyaan-pertanyaan mengenai lokasi fasilitas pendidikan, kondisi fasilitas pendidikan, serta jumlah dan tipe perubahan land use yang terjadi. Perencanaan lokasi pendidikan perlu memperhatikan pelayanan sistem transportasi, faktor jarak dari lokasi permukiman dan kesesuaian lahan dengan guna lahan lainnya. Dengan memperhatikan indikator-indikator dalam penentuan lokasi fasilitas pendidikan yaitu : pemenuhan kebutuhan penduduk, daerah jangkauan layanan, kesesuaian lokasi dan aksesbilitas. Dengan terpenuhinya indikatorindikator tersebut, maka diharapakan perencanaan fasilitas pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan penempatannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat diakses dengan mudah. Sehingga proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik, merata dan optimal. Daftar Pustaka Badrun Ubedilah, Sebuah Refleksi Pendidikan Untuk Masa Depan, Artikel, http://www.google.co.id. 2008. DEPDIKNAS, Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. McLeod R & Schell George P., Sistem Informasi Manajemen, PT Indeks, 2007. Nanang Fatah, DR., Prof., Metode Perencanaan Pendidikan, CV. Andira Bandung, Bandung 1999. Roos Akbar, Bahan Kuliah Sistem Informasi Perencanaan, ITB, 2008. Sa ud Udin Syaefudin, M.Ed., Ph.D., Makmun Abin Syamsuddin, M.A., DR., Prof., Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2007. Tejojuwono Notohadiprawiro, Seminar Nasional Plantagama, Fakultas Pertanian UGM 27 Oktober 1990. Tarigan Robinson, Drs., M.R.P., Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta 2006. TEKNO/Volume08/No.54/DESEMBER 2010 8