BAB 1 PENDAHULUAN. Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2003). Penggunaan pestisida dalam mengatasi organisme pengganggu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-qur an yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan pada WHO setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. (DBD) Filariasis. Didaerah tropis seperti Indonesia, Pada tahun 2001, wabah demam

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Nyamuk merupakan serangga yang seringkali. membuat kita risau akibat gigitannya.

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sering ditemukan di daerah tropis dan. subtropics. Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case

BAB I PENDAHULUAN. Petani merupakan kelompok kerja terbesar di berbagai negara di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan hewan atau tumbuhan pengganggu seperti binatang pengerat, termasuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB I PENDAHULUAN. dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Ae. aegypti ini menjadi penyakit tular virus

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

BAB II KERANGKA TEORI

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 2. BAHAN KIMIA DALAM RUMAH TANGGALatihan soal 2.4. Jamur. Cacing. Serangga. Tikus

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

2007, prevalensi minum alkohol di Indonesia pada laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue. DBD merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor. yang membawa penyakit demam berdarah dengue.

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun dan saat ini Indonesia merupakan negara nomor 3 (tiga) dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam. glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sasaran utama toksikasi (Diaz, 2006). Hati merupakan organ

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah. kesehatan utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh merupakan salah satu minuman yang sangat populer di dunia.

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

I. PENDAHULUAN. maupun pelarut dan reagensia (Syabatini, 2008). Dalam dunia kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya dengan 80% dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,

BAB I PENDAHULUAN. fast food atau makanan cepat saji. Makanan ini telah populer di masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok keempat di dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia (Wudianto, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kematian mencapai korban jiwa. 3 Sekitar 80% keracunan. dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini kehidupan mulai beranjak kembali kepada obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. Warna merupakan salah satu sifat yang penting dari makanan, di samping juga

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di dunia, tercatat sejumlah 2 juta ton pestisida telah digunakan pertahunnya. Jenis pestisida yang banyak digunakan antara lain herbisida, insektisida, dan fungisida (De et al., 2014). Berdasarkan Permenkes RI No. 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor, insektisida adalah zat kimia atau bahan lain yang digunakan untuk mengendalikan nyamuk vektor dewasa maupun larva/jentik nyamuk. Keracunan insektisida merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian praktisi kesehatan di seluruh dunia. Hal ini terutama terjadi di negara pertanian dan negara endemik penyakit akibat serangan nyamuk termasuk Indonesia berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 (DJPPPL KEMENKES RI, 2012). Salah satu cara penggunaan insektisida adalah sebagai bahan aktif obat antinyamuk. Industri obat antinyamuk di Indonesia sangat berkembang pesat. Hal ini dikarenakan Indonesia beriklim tropis yang menyebabkan perkembangbiakan nyamuk tidak terkendali terutama pada musim pancaroba. Nyamuk merupakan vektor dari berbagai penyakit berbahaya seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, Filariasis, Malaria dan lain-lain (KEMENKES RI, 2015). Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan penggunaan insektisida oleh masyarakat sebagai upaya pencegahan pengendalian nyamuk (Sunaryo et al., 2015). Obat antinyamuk banyak digunakan oleh masyarakat karena mudah didapat, banyak dijual dan efektif dalam mengusir nyamuk (Sunaryo et al., 2015). Berdasarkan penelitian Raini pada tahun 2009 di Jakarta, disimpulkan bahwa 80% Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

masyarakat menggunakan insektisida jenis obat antinyamuk. Obat antinyamuk dengan berbagai bahan aktifnya digunakan dalam bentuk repellent, aerosol/semprot, bakar, mat, dan lain sebagainya (Sih et al., 2013). Obat antinyamuk jenis aerosol dinilai sangat cepat dan praktis dalam membasmi atau membunuh serangga daripada jenis lain sehingga banyak digunakan (Nazimek, 2011; Pemba dan Kadangwe, 2012; AMCA, 2014). Obat antinyamuk jenis aerosol juga memiliki dampak buruk untuk kesehatan tubuh manusia. Bahan kimia obat antinyamuk aerosol terdiri dari bahan padat dan cair. Bahan tersebut disuspensikan dalam cairan sehingga terlarut dan dapat melayang di udara bila disemprotkan. Natadisastra (2009) menjelaskan bahwa ukuran bahan kimia yang terdapat didalam obat antinyamuk aerosol yang disemprotkan berkisar 0,1-500 mikron. Ukuran tersebut jauh lebih besar daripada jenis asap ataupun uap. Sehingga obat antinyamuk aerosol dapat memberi pengaruh lebih buruk terhadap kesehatan tubuh saat masuk melalui rongga hidung, mukosa mata, mulut, kulit dan terus berlanjut melalui aliran darah menuju organ-organ (Wudianto, 2007). Penelitian tentang pengaruh obat antinyamuk terhadap kesehatan telah banyak dilakukan sebelumnya, terutama obat antinyamuk jenis bakar, losion dan elektrik (Swale, 2014; Esya, 2015; Amelia et al., 2015). Sedangkan penelitian mengenai pengaruh obat antinyamuk jenis aerosol masih banyak yang menimbulkan perdebatan. Beberapa penelitian menyatakan obat antinyamuk atau insektisida lain jenis aerosol masih di kategorikan aman dan hanya berpengaruh apabila terpapar secara kronik (Hasan et al., 2015). Sementara itu, Soderlund (2012) dari studi meta-analisisnya menerangkan bahwa banyak gangguan sistem Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2

organ yang ditemukan pada kasus terpapar insektisida piretroid aerosol akut dan kronik. Penggunaan obat antinyamuk di satu sisi memberikan keuntungan dan di sisi lainnya dapat menjadi faktor yang meningkatkan angka keracunan dan gangguan kesehatan lainnya apabila digunakan dalam dosis dan cara yang tidak tepat (WHO, 2009; Judge, 2015). Hal ini dikarenakan obat antinyamuk mengandung senyawa seperti organofosfat, karbamat, organoklorin, dan piretroid (WHO, 2009). Dampak buruk yang ditimbulkan senyawa tersebut tergantung pada jenis, jumlah, usia dan bahan campuran yang digunakan (Igho dan Afoke, 2016). Piretroid adalah salah satu jenis insektisida sintetis pada obat antinyamuk yang memiliki dampak buruk bagi kesehatan (Saillenfait et al., 2015). Keracunan piretroid bisa menimbulkan kerusakan sel yang diketahui melalui pemeriksaan histopatologi (Taiwo et al.,2008). Selain itu, piretroid juga memiliki efek immmunosupresan, menginduksi stres oksidatif, alergi, hipertensi dan penurunan kadar testosteron (Issam et al., 2012). Pada mamalia dan serangga, target utama piretroid adalah sistem saraf (Weiner et al., 2009; Wolansky dan Harrill, 2008; Wolansky dan Tornero-Velez, 2013; Saillenfait et al., 2015). Kandungan piretroid dapat menghasilkan radikal bebas yang dapat menginduksi stres oksidatif. Stres oksidatif adalah keadaan dimana produksi radikal bebas (oksidan) melebihi sistem pertahanan tubuh (antioksidan) (Aragawal et al, 2005). Radikal bebas dapat merusak sel neuron pada otak (Rehman et al., 2014). Otak merupakan organ yang rentan terhadap kerusakan oksidatif karena tingginya kejadian metabolisme oksidatif serta Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3

sedikitnya kandungan enzim pertahanan sel (Armenta et al., 2014). Piretroid juga mempengaruhi aktivitas kanal natrium yang menyebabkan neuron tereksitasi berkepanjangan sehingga aktivitas saraf menjadi terganggu (Iwanicka et al., 2015). Perubahan gambaran histologi korteks motorik dapat menjadi parameter keracunan piretroid. Hasan et al (2015) membuktikan bahwa jaringan saraf pada tikus yang diinduksi piretroid akan mengalami kerusakan struktur membran, pembengkakan sel akibat inflamasi, peningkatan vaskularisasi, serta disolusi badan Nissl. Penelitian lainnya berhasil membuktikan bahwa piretroid yang diinduksikan secara oral menghasilkan nekrosis serebrum dan serebelum tikus (Hasan, Shahid dan Kumar, 2012; Igho dan Afoke, 2016). Berdasarkan peningkatan penggunaan obat antinyamuk aerosol yang berbahan piretroid yang diketahui memiliki efek merusak struktur jaringan saraf, maka diperlukan informasi yang akurat tentang cara dan dosis piretroid yang aman untuk digunakan. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh paparan secara inhalasi obat antinyamuk yang mengandung piretroid terhadap gambaran histopatologi korteks serebrum otak pada tikus. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dituliskan rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh paparan obat antinyamuk aerosol terhadap gambaran histopatologi korteks serebrum otak tikus wistar (Rattus novergicus)? Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paparan obat antinyamuk aerosol terhadap gambaran histopatologi korteks serebrum otak tikus wistar (Rattus novergicus). 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh paparan obat antinyamuk aerosol terhadap gambaran histopatologi korteks serebrum otak tikus wistar (Rattus novergicus). 2. Mengetahui perbedaan gambaran histopatologi korteks serebrum otak tikus wistar (Rattus novergicus) yang dipapar obat antinyamuk aerosol dengan yang tidak dipapar. 3. Mengetahui perbedaan gambaran histopatologi korteks serebrum otak tikus wistar (Rattus novergicus) yang dipapar obat antinyamuk aerosol dengan dosis yang bertingkat. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi klinisi Menambah pengetahuan tentang gambaran histopatologi korteks serebrum tikus wistar (Rattus novergicus) yang dipapar obat antinyamuk aerosol. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah perbendaharaan bahan bacaan bagi civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Andalas untuk penelitian selanjutnya. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5

1.4.3 Bagi Perkembangan IPTEK 1. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan mengenai pengaruh paparan obat antinyamuk aerosol terhadap kesehatan. 2. Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh paparan obat antinyamuk aerosol terhadap kesehatan. 1.4.4 Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat pengaruh paparan obat antinyamuk aerosol terhadap kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6