BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB I PENDAHULUAN. dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB III PENUTUP. a. Kesimpulan. 1. Pertanggungjawaban pidana menyangkut pemidanaannya sesuai dengan

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

PEMECATAN PRAJURIT TNI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum tersebut terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG MELAKUKAN DESERSI

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar bagi keberlangsungan dan keutuhan Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekuasaan kehakiman yang independen merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga semakin beragam baik dari jenis tindak pidana itu sendiri maupun dari sisi pelaku. Terlebih lagi tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh warga sipil, melainkan seorang anggota militer dengan sapta marga dan sumpah prajuritnya sebagai bhayangkari negara dan bangsa dalam bidang pertahanan keamanan negara, penyelamat bangsa dan negara, serta sebagai pelatih rakyat guna menyiapkan kekuatan dalam menghadapi setiap bentuk ancaman musuh atau lawan justru tidak jarang turut melakukan suatu tindak pidana terhadap masyarakat atau warga sipil. 1 Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat telah menyatakan: segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 2 Melalui isi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum tidak akan membeda-bedakan masyarakat baik dari suku, agama, ras, dan antar golongan. Namun pasal tersebut ternyata 1 Moch. Faisal Salam, 2006, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm. 21. 2 MPR RI, 2011, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Sekertariat Jendral MPR RI, Jakarta, hlm. 150. 1

2 tidak serta-merta membuat segenap Warga Negara Indonesia yang melakukan suatu tindak pidana diadili dalam satu peradilan yang sama. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 18 menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 3 Tiga di antara empat lingkungan peradilan di atas berbeda dengan Peradilan Umum. Peradilan Umum adalah peradilan bagi masyarakat pada umumnya, baik masyarakat yang mengalami perkara perdata maupun masyarakat yang mengalami perkara pidana. Pembagian kekuasaan kehakiman tersebut menimbulkan perlunya diatur suatu hukum yang khusus dan tersendiri yang terpisah dari peradilan umum bagi anggota militer yang melakukan suatu tindak pidana. Seseorang yang termasuk anggota militer dan tunduk pada hukum militer atau peradilan militer dapat dikelompokkan sebagaimana di atur dalam ketentuan-ketentuan tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 2 tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yaitu: 1. Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, http://www.komisiyudisial.go.id/downlot.php?file=uu-no-48-2009-kekuasaan-kehakiman.pdf, diakses 2 November 2016.

3 2. Mantan prajurit ABRI yang diaktifkan kembali. 3. Yang dipersamakan dengan militer seperti para mobilisan, militer tituler, dan militer asing. 4 Tindak pidana militer dibagi menjadi dua. Tindak pidana militer yang pertama adalah tindak pidana militer murni, yaitu suatu tindak pidana yang hanya dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus militer, dan yang kedua adalah tindak pidana militer campuran yaitu suatu perbuatan yang terlarang yang sebenarnya sudah ada peraturannya, hanya saja ancaman hukuman yang ada dalam pertauran tersebut dirasa terlalu ringan apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh anggota militer yang seharusnya menjaga masyarakat dari kejahatan dan ancaman musuh, maka demikianlah diatur lebih lanjut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) agar ancaman hukumannya sesuai dengan kekhasan militer. 5 Kekhususan hukum serta peradilan yang dimiliki anggota militer tidak pula membuat hukum pidana umum menjadi tidak berlaku bagi anggota militer. Hukum pidana umum tetap berlaku bagi anggota militer dan akan disebut sebagai tindak pidana campuran apabila pelakunya merupakan anggota militer, hanya saja hukum pidana militer memuat peraturan-peraturan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah di atur di dalam hukum pidana umum dan hanya berlaku bagi golongan khusus (militer) atau orang-orang karena peraturan perundang- 4 Moch. Faisal Salam, Op. Cit., hlm 32-39. 5 Ibid, hlm. 27-29.

4 undangan tersebut ditundukkan padanya. 6 Karena kekhususan yang terdapat dalam KUHPM tersebut, maka terjadi pengurangan, penambahan, atau penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 7 Adapun yang merupakan tindak pidana militer yang termasuk dalam yurisdiksi peradilan militer yaitu tindak pidana umum atau tindak pidana yang telah dikodifikasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) apabila dilakukan oleh anggota militer, maupun tindak pidana khusus (diluar kodifikasi) yang diatur dalam peraturan perundangundangan pidana lain, serta tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Tindak pidana pembunuhan misalnya, tindak pidana pembunuhan merupakan tindak pidana umum karena telah diatur dalam Pasal 338 KUHP barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 8 Apabila tindak pidana pembunuhan tersebut dilakukan oleh anggota militer, maka perkara tersebut akan diadili di peradilan militer. Selain itu tindak pidana yang bukan merupakan tindak pidana umum atau diluar kodifikasi, misalnya penyalahgunaan narkotika, serta tindak pidana yang diatur dlam KUHPM, misalnya disersi juga akan diadili di peradilan militer. Selain ketiga bentuk tindak pidana tersebut, kejahatan yang 6 Ibid, hlm. 30. 7 Ibid, hlm 42. 8 Moeljanto, 2001, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, PT Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 122.

5 dilakukan oleh anggota militer tidak akan diselesaikan melalui sidang pidana militer melainkan melalui sidang disiplin militer. Meskipun tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana umum, misalahnya tindak pidana pembunuhan, namun apabila dilakukan oleh anggota militer maka akan diadili di peradilan militer karena merupakan tindak pidana campuran dalam hukum pidana militer. Hukum pidana militer memiliki aturan tersendiri bagaimana anggota militer harus mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer, karena pertanggungjawaban tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anggota militer akan berbeda dengan pertanggungjawaban tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh warga sipil. Bertolak dari latar belakang diatas, maka penulis melakukan penulisan hukum dengan judul PERTANGGUNGJAWABAN BAGI ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN TERHADAP WARGA SIPIL dengan harapan penulis dapat mengetahui bentuk pertanggungjawaban yang dijatuhkan kepada anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap warga sipil. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah bentuk

6 pertanggungjawaban yang dijatuhkan kepada anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap warga sipil? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Tujuan Obyektif: Untuk mengetahui Apa bentuk pertanggungjawaban yang dijatuhkan kepada anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap warga sipil. 2. Tujuan Subyektif: a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya hukum pidana militer. b. Memperoleh data sebagai bahan utama penulisan hukum untuk memenuhi syarat kelulusan dalam mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Obyektif: a. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu membantu peneliti lainnya yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama di masa yang akan datang. b. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan mengenai bentuk sanksi yang dijatuhkan kepada

7 anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap warga sipil, karena perkara tersebut terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat sehingga dapat menciptakan keadilan hukum bagi masyarakat. c. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan pengetahuan baik secara teori maupun dalam praktik. 2. Manfaat Subyektif: a. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu kepada masyarakat dan penulis. b. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan baik kepada pemerintah dalam membuat Peraturan PerUndang- Undangan, maupun kepada aparat penegak hukum yang berwenang, serta pranata lain yang berhubungan dengan hukum dan ilmu hukum agar dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya tetap mengutamakan keadilan, serta dapat meningkatkan kinerja masingmasing demi kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan penulis, penulisan hukum mengenai Pertanggungjawaban Bagi Anggota Militer yang Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Terhadapa Warga Sipil belum pernah diteliti oleh peneliti lain, sehingga penulisan hukum ini merupakan karya asli penulis dan bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari penulisan hukum

8 karya peneliti lain. Apabila terdapat kesamaan dalam beberapa aspek atau tema, maka hal tersebut bukan merupakan kesengajaan penulis dan penulis berharap agar penulisan hukum ini dapat menjadi literatur pelengkap dan pembanding bagi peneliti-peneliti lain yang membutuhkan. Berikut ini beberapa penulisan hukum sebagai syarat kelulusan program Strata 1 yang tema ataupun isinya hampir menyerupai tema dari penulisan hukum milik penulis: 1. Skripsi karya Briant Ardhi Kusuma a. Judul: Pertimbangan Penjatuhan Sanksi Oleh Hakim di Pengadilan Militer Terhadap Anggota Militer yang Terbukti Menyalahgunakan Psikotropika b. Rumusan Masalah: 1) Apakah bentuk penyalahgunaan psikotropika yang banyak terjadi di kalangan militer? 2) Apakah ada pertimbangan khusus bagi hakim di lingkungan peradilan militer dalam menjatuhkan sanksi terhadap anggota militer yang terbukti menyalahgunakan psikotropika? c. Kesimpulan: pertimbangan khusus bagi hakim di lingkungan pengadilan militer dalam menjatuhkan sanksi terhadap anggota militer yang terbukti menyalahgunakan psikotropika bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan sapta marga dan sumpah prajurit, perbuatan terdakwa merusak citra TNI, terdakwa sebagai prajurit seharusnya menjadi contoh yang baik dalam

9 pemberantasan psikotropika, dan perbuatan terdakwa bertentangan dengan keharusan dan kelayakan sikap sebagai prajurit. 2. Skripsi karya Deden Miftahul Badri (080509956) a. Judul: Pertanggungjawaban Pidana Anggota Militer yang Melakukan Desersi Masa Damai di Pengadilan Militer Yogyakarta b. Rumusan Masalah: 1) Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana desersi di masa damai yang dilakukan oleh anggota militer? 2) Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap putusan Pengadilan Militer terhadap tindak pidana berupa desersi militer di masa damai? c. Kesimpulan: Terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana berupa desersi tidak hanya dijatuhi sanksi pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan sebagaimana tertera dalam Pasal 87 ayat (2) KUHPM, tetapi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf b KUHPM. 3. Skripsi karya Albertin Elena Danastri (080509795) a. Judul: Implementasi Pasal 3 TAP MPR No VII tahun 2000 dalam Proses Peradilan Bagi Anggota Militer yang Melakukan Tindak Pidana Umum

10 b. Rumusan Masalah: 1) Apakah TAP MPR RI Nomor: VII/MPR/ 2000 Pasal 3 sudah dilaksanakan dalam hal pelanggaran hukum pidana umum? 2) Apakah ditemukan kendala dalam mengimplementasikan Pasal 3 TAP MPR Nomor VII tahun 2000? c. Kesimpulan: Prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan militer dan peradilan umum sesuai dengan TAP MPR RI No. VII/MPR/2000 Pasal 3 ayat (2) huruf a, namun sampai saat ini masih belum dapat di terapkan karena sampai saat ini Undang- Undang Nomor 31 tahun 1997 masih menjadi pedoman beracara di lingkungan peradilan militer, sehingga anggota militer yang melakukan tindak pidana umum akan tetap diadili di peradilan militer. F. Batasan Konsep 1. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban merupakan perbuatan bertanggung jawab baik dalam bentuk pertanggungjawaban pidana militer maupun dalam bentuk pertanggungjawaban disiplin militer atas sesuatu yang dituntutkan kepada seseorang atas sikapnya sendiri. 2. Anggota Militer Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Militer Wajib. 3. Melakukan Tindak Pidana

11 Melakukan perbuatan yang termasuk ke dalam tindak pidana militer. 4. Pembunuhan Dengan sengaja menghilangkan nyawa oranglain. 5. Warga Sipil Seseorang yang bukan merupakan anggota militer atau dari angkatan bersenjata. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif yaitu dengan cara mencari norma atau hukum positif dalam bentuk Peraturan PerUndang-Undangan, dan melakukan deskripsi, sistematisasi, analisis, interpretasi, serta nilai hukum positifnya. 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang mencapuk tiga bahan hukum yaitu: a. Bahan hukum primer berupa: Peraturan PerUndang-Undangan yang berkaitan dengan obyek yang akan diteliti yaitu:

12 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer 3) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia 4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Menyesuaikan Hukum Pidana Tentara (Staatsblad 1934, No. 167) Dengan Keadaan Sekarang 5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 6) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer 7) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b. Bahan hukum sekunder berupa: Bahan-bahan yang dapat memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu buku-buku, pendapat hukum, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, serta data-data yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu pertanggungjawaban bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap warga sipil. c. Bahan hukum tersier berupa: Bahan-bahan yang dapat melengkapi bahan huku primer dan bahan hukum sekunder yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia.

13 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi Pustaka Dalam memperoleh data primer maupun data sekunder, peneliti mempelajari Peraturan PerUndang-Undangan, buku-buku, serta artikel yang diperoleh dari makalah atau internet yang berhubungan dengan obyek penelitian. b. Wawancara Penelitian ini didukung dengan dilakukannya tanya-jawab secara langsung kepada narasumber yang terkait dengan permasalahan yang dikaji yaitu pertanggungjawaban bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap warga sipil, untuk mendukung dan melengkapi penelitian ini. 4. Narasumber Narasumber yang diwawancarai oleh penulis adalah Bapak Budi Supriyo selaku Kepala Subbagian Perencanaan Teknologi Informasi dan Pelaporan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. 5. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Pangadilan Militer II-11 Yogyakarta. 6. Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelusuran terhadap kaidah hukum pidana militer dan Peraturan PerUndang-Undangan Nasional, kemudian disajikan secara deskriptif dengan memberikan interpretasi

14 serta gambaran berkenaan dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis. 7. Proses Berpikir Proses berpikir merupakan langkah terakhir dalam penelitian ini yang akan digunakan untuk menarik suatu kesimpulan. Proses berpikir dalam penulisan ini menggunakan analisis deduktif yaitu bertolak dari preposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini kemudian berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus. H. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, batasan konsep, metode penelitian, serta sistematika penelitian. BAB II merupakan pembahasan. Adapun yang menjadi pembahasan dalam BAB ini adalah tinjauan mengenai militer, yang meliputi pengertian militer dan peradilan militer serta susunan peradilan militer. Selain itu, BAB ini juga membahas tentang tinjauan mengenai tindak pidana pembunuhan yang meliputi pengertian tindak pidana, unsurunsur tindak pidana pembunuhan, tindak pidana militer, dan pembunuhan

15 terhadap warga sipil oleh anggota militer. BAB ini juga memuat pertanggungjawaban bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan, di mana di dalamnya terdapat hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis yaitu bentuk pertanggungjawaban bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan dan sanksi yang dijatuhkan kepada anggota militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap warga sipil. BAB III merupakan BAB terakhir dan sebagai penutup dari penulisan hukum ini, yang berisi kesimpulan dan saran.