BAB IV PAPR pada Discrete Fourier Transform Spread-Orthogonal Division Multiplexing Bab empat ini membahas tentang PAPR (Peak to Average Power Ratio) yang merupakan salah satu penyebab digunakannya DFTS-OFDM pada proses uplink jaringan Generasi Keempat. 4. PAPR pada DFTS-OFDM Pada Bab II telah dijelaskan secara umum mengenai OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) dimana salah satu kendala dalam sistem OFDM adalah nilai PAPR (Peak to Average Power Ratio)-nya yang tinggi. PAPR adalah perbandingan antara daya puncak sinyal dengan daya rata-ratanya. PAPR sinyal hasil dari mapping PSK base band adalah sebesar 0 db karena semua simbol mempunyai daya yang sama. Tetapi setelah dilakukan proses IDFT/IFFT, seperti ditunjukkan pada Gambar 4., hasil superposisi dari dua atau lebih subcarrier dapat menghasilkan variasi daya dengan nilai puncak yang besar. Hal ini disebabkan oleh modulasi masingmasing subcarrier dengan frekuensi yang berbeda sehingga apabila beberapa subcarrier mempunyai fasa yang koheren, akan muncul amplituda dengan level yang jauh lebih besar dari daya sinyalnya. 5
52 Gambar 4. PAPR pada OFDM Nilai PAPR yang besar pada OFDM membutuhkan amplifier dengan dynamic range yang lebar untuk mengakomodasi amplitudo sinyal. Jika hal ini tidak terpenuhi maka akan terjadi distorsi nonlinear yang menyebabkan subcarrier menjadi tidak lagi ortogonal dan pada akhirnya menurunkan performansi OFDM. Power Amplifier (PA) merupakan salah satu komponen yang tidak linear jika amplitude masukan melampaui batas tertentu. Idealnya, output dari PA sama dengan input yang diberikan dikalikan dengan gain factor. Pada kenyataannya, PA memiliki daerah linear yang terbatas sebelum daerah saturasi dari level output maksimum. Gambar 4.2 Power Amplifier
53 Dari Gambar 4.2, PA dikatakan ideal jika berada pada daerah linear. PA kemudian mengalami saturasi seiring dengan bertambahnya daya masukan. Untuk sinyal dengan nilai PAPR yang besar, titik operasi harus bergeser ke kiri (ke daerah linear) untuk mempertahankan penguatan yang linear. Pergeseran ini menyebabkan daya masukan rata-rata berkurang dan konsekuensinya PA akan membutuhkan Input Power Back Off (IBO) untuk menjaga daya puncak dari sinyal lebih kecil atau sama dengan input saturasi. Sementara itu, nilai IBO paling tidak harus lebih kecil atau sama dengan nilai PAPR sinyalnya. PA yang tidak linear menyebabkan distorsi yang sifatnya nonlinear sehingga akan muncul intermodulasi, yaitu frekuensi baru pada sinyal yang ditransmisikan. Intermodulasi dapat menyebabkan terjadinya interferensi diantara subcarrier dan pelebaran spektral dari sinyal keseluruhan. Gejala intermodulasi ditandai dengan munculnya Inter Carrier Interference (ICI) dan Adjacent Channel Interference (ACI). Hal ini dapat dikurangi dengan menaikkan IBO dari PA. Tapi solusi ini tidak memuaskan, karena menaikkan IBO selain dapat mengurangi daya kirim ratarata PA, juga akan mengurangi efisiensi PA. Gambar 4.3 Sinyal Input OFDM
54 Secara matematis, PAPR suatu sinyal S(t) dideskripsikan sebagai berikut [0] : max! " # $! %! " # &...(4.) '()*+*,-. /0 Sebagai permisalan sinyal hasil dari mapping PSK base band dinyatakan sebagai : maka nilai daya peak-nya sebesar : 2 3#45! (4.2) max. / (4.3) max6 2 78. 2 978 : dan nilai daya rata-ratanya : sehingga nilai PAPRnya sebesar : (4.4). / ; % < 2 3#45!. 2 =3#45 @ A '! > BBCDE 0 'G '
55 Sinyal OFDM hasil keluaran dari IDFT yang secara matematis dinyatakan sebagai: H 2 78 Untuk penyederhanaan, diasumsikan satu nilai untuk semua subcarrier. Sehingga nilai peak sinyal : max. / maxkh 2 78. H / 2 978 max6. / 2 3#45! 2 =3#45! : =3#45! : max6. / 2 3#45! maxn. / O maxn /. O P.P )*Q. / P 2 Dan nilai rata-rata daya sinyalnya sebesar :. / KH 2 78. H / K. / H H 2 78 K. / H H 2 78 / KH H. L P.P P. / P 2 978 L.2 978 978 L L L
56 Sehingga nilai PAPRnya sebesar [0] : STU VWW P P P Persamaan di atas menyatakan nilai PAPR maksimum pada sistem OFDM bersifat linear dengan jumlah subcarrier-nya. Saat N sinyal ditambahkan dengan fasa yang sama, sinyal tersebut akan menghasilkan nilai puncak yang besarnya N kali dari daya rataratanya, sehingga nilai PAPR akan bertambah besar jika jumlah N diperbesar. Persamaan di atas hanya berlaku jika semua bit yang dikirim bernilai ''. Sedangkan untuk data acak, nilai PAPR yang dihasilkan dari subcarrier 200 sampai 2000 umumnya sekitar db. Seperti dijelaskan sebelumnya, nilai PAPR yang tinggi memiliki beberapa efek negatif yang tidak dapat diabaikan sehingga diperlukan suatu teknik untuk mereduksinya sehingga dapat mengurangi degradasi performansi OFDM dan efisiensi penggunaan PA meningkat. DFTS-OFDM yang memanfaatkan modulasi single carrier dan bekerja pada ranah frekuensi ini memiliki keunggulan dibandingkan OFDM, yaitu sinyal DFTS-OFDM memiliki nilai PAPR yang lebih rendah. DFTS-OFDM mendapat perhatian yang beasr sebagai alternative pengganti OFDM, khususnya pada komunikasi uplink dimana nilai PAPR yang rendah sangat menguntungkan untuk komunikasi mobile terutama konsumsi daya. DFTS-OFDM menjadi kandidat kuat untuk proses komunikasi uplink pada Jaringan Generasi Keempat. Gambar 4.4 Proses pengiriman data pada DFTS-OFDM [0]
57 Pada DFTS-OFDM simbol-simbol data pada ranah waktu diubah ke dalam ranah frekuensi oleh DFT sebelum melalui proses modulasi. Subcarrier-subcarrier yang orthogonal membuat tiap user menempati subcarrier yang berbeda-beda pada ranah frekuensi, sama dengan proses yang terjadi pada OFDM. Dikarenakan oleh keseluruhan sinyal yang dikirim adalah sinyal single carrier, maka PAPR akan lebih rendah dibandingkan dengan OFDM yang menghasilkan sinyal multicarrier. Pada Gambar 4.4 terlihat proses menghasilkan simbol-simbol DFTS-OFDM hasil transmisi. Terdapat M subcarrier, dimana N (>M) subcarrier ditempati oleh data masukan. Pada ranah waktu, data masukan memiliki durasi simbol sebesar T detik dan durasi simbol tersebut dikompres menjadi @X Y I [.@ setelah melewati modulasi DFTS- Z OFDM. Gambar 4.5 Metode Pemetaan pada Subcarrier [7] Terdapat dua metode dalam memilih subcarrier untuk proses pengiriman data. Pada Gambar 4.5 kiri adalah proses pemetaan Distributed dimana keluaran DFT dari data masukan dialokasikan di seluruh bandwidth dengan zeros pada setiap subcarrier yang tidak terpakai, sedangkan pada Gambar 4.5 kanan adalah proses pemetaan Localized dimana subcarrier yang ditempati oleh keluaran DFT adalah yang berasal dari
58 data masukan. Kemudian setelah proses pemetaan subcarrier,data dalam ranah frekuensi diubah kembali menjadi data dalam ranah waktu oleh IDFT. 4.2 Analisis Matematis PAPR pada DFTS-OFDM Pada DFTS-OFDM terdapat dua metode yang dapat digunakan sebagai proses pemetaan seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, yaitu metode Distributed Mapping atau yang sering disebut IFDMA (Interleaved-FDMA) dan metode Localized Mapping atau LFDMA (Localized-FDMA). Gambar 4.6a Pengiriman Simbol DFTS-OFDM dalam Ranah Frekuensi [7] Gambar 4.6b Pengiriman Simbol DFTS-OFDM dalam Ranah Waktu
59 Gambar 4.6a merupakan contoh dari proses pengiriman simbol DFTS-OFDM dalam ranah frekuensi dengan menggunakan dua metode, yaitu IFDMA dan LFDMA untuk nilai P 4,^ 4 '*+ _ 6. Kemudian dimisalkan data simbol yang akan dimodulasi dengan aq D : + 0,,,P de dan sampel pada ranah frekuensi adalah aq :f 0,,,P de setelah DFT dari aq D :+ 0,,,P de. ghj:k i 0,,,_ dl adalah sampel pada ranah frekuensi setelah proses subcarrier mapping. Sedangkan Gambar 4.6b adalah contoh proses pengiriman simbol-simbol DFTS-OFDM pada ranah waktu dengan aq m:) 0,,,_ de yang merupakan data simbol pada ranah waktu setelah IDFT dari ghnk i : 0,,,_ d l. Sinyal hasil transmisi pada DFTS-OFDM untuk masing-masing data dalam blok dirumuskan sebagai [7] : Z9; Q 2 7op H Qq r d)@x 4.4 J Dimana ω c adalah frekuensi carrier sistem dan r(t) adalah sinyal baseband. Sedangkan untuk PAPR pada DFTS-OFDM dirumuskan sebagai berikut [0] : max ZX Q _@X % ZX Q ' max Qq J,;,,Z9; _ Z9; J Qq Dimana simbol aqq e diperoleh dari mengambil IDFT dari ahx i e Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat 2 metode dalam proses pemetaan subcarrier. Untuk IFDMA hasil ranah frekuensi dari proses subcarrier mapping yaitu ahx i e dapat dituliskan sebagai berikut:
x 60 hx i s h iu, k ^.f 0 v f v P d t 0,k*(++w* dengan ) P.y z+, serta 0 v y v ^ d '*+ 0 v + v P d. Seperti pada Gambar 4.6b dapat dikatakan persamaan di atas: Saat k = 0, maka l = 0, maka hx h Saat k =, maka l = 4, maka hx { h ; Saat k = 2, maka l = 8, maka hx h Saat k = 3, maka l = 2, maka hx ; h } Untuk l lainnya hx i bernilai 0 aqq e dapat diperoleh dengan melakukan M-point idft pada ahx i e. Jika m = N.q + n, dengan 0 q Q- dan 0 n N- maka [7] : Qq ~ Qq I D Z9; _ H h X i 2 78 Z i ^. P H h ij 2 78I D I ^ P H h 2 78D I ƒ ^QD Hasil aqq e adalah pengulangan dari simbol-simbol masukan asli {x n } pada ranah waktu. PAPR dari isyarat IFDMA sama dengan kasus pada conventional single carrier signal. Contoh isyarat IFDMA dapat dilihat pada Gambar 4.6a.
6 Sedangkan pada metode LFDMA frekuensi sampel setelah proses pemetaan subcarrier ahx i e adalah hx i h i, 0 v k v P d 0, P v k v _ d x dan jika nilai ) P.y z+, dimana 0 v + v P d '*+ 0 v y v ^ d, maka [7] : Z9; Qq Qq td _ H h X i 2 78 Z i ij ^. P H h i2 78tD ti i ij Untuk y 0, maka Qq Qq td ^. P H h i2 78tD ij ti i 4.5 ^. P H h i2 78D I i ij ^QD Pd Kemudian untuk y 0, dengan h i Q 2 dˆ2 P k k0, maka : Qq Qq td ^<d278 t>. P H BJ Q B d2 78 D9B I ti Š 4.6 Dapat dilihat bahwa dalam ranah waktu, isyarat LFDMA akan memiliki nilai simbol masukan pada posisi kelipatan ke-n, contoh untuk kasus pada gambar 4.6a, maka
62 isyarat LFDMA akan memiliki nilai simbol masukan pada posisi ke-0, 4, 8, dan 2. Nilai-nilai di antaranya (yang bersimbol? pada Gambar 4.6a) adalah penjumlahan semua simbol-simbol masukan waktu pada blok masukan dengan perbedaan pembobot kompleks, sehingga akan meningkatkan PAPR. 4.3 Desain Simulasi Untuk lebih memperjelas nilai PAPR pada kedua proses pemetaan yang sipakai dalam DFTS-OFDM, maka disertakan simulasi nilai PAPR sebagai berikut : Gambar 4.7 Blok Diagram Modulator DFTS-OFDM untuk Simulasi. function papr_scfdma () totalsubcarriers = 256; % Jumlah total subcarrier numsymbols = 64; % Ukuran blok data Q = totalsubcarriers/numsymbols; % Faktor Penyebaran Bandwidth IFDMA filtertype = 'rr'; % Jenis filter pulse shaping rollofffactor = 0.0999999999; % Faktor Rolloff untuk filter raised-cosine % Untuk mengatasi divide-by-zero, sebagai contoh gunakan 0.099999999 Fs = 5e6; % Bandwidth sistem Ts = /Fs; % Periode Sampling Nos = 8; % Faktor Oversampling if filtertype == 'rc' % Jika Menggunakan filter Raised-cosine psfilter = rcpulse(ts, Nos, rollofffactor); elseif filtertype == 'rr' % Jika Menggunakan filter Root raised-cosine psfilter = rrcpulse(ts, Nos, rollofffactor); end numruns = 000; % Jumlah iterasi
63 papr_ifdma = zeros(,numruns); % Inisialisasi nilai PAPR papr_lfdma = zeros(,numruns); papr_ifdma_ps = zeros(,numruns); papr_lfdma_ps = zeros(,numruns); for n = :numruns, % Pembentukan data random: tmp = round(rand(numsymbols,2)); tmp = tmp*2 - ; data = (tmp(:,) + j*tmp(:,2))/sqrt(2); % Konversi ke ranah frekuensi menggunakan FFT X = fft(data); % Inisialisasi subcarrier Yifdma = zeros(totalsubcarriers,); Ylfdma = zeros(totalsubcarriers,); % Subcarrier mapping Yifdma(:Q:totalSubcarriers) = X; Ylfdma(:numSymbols) = X; 2 % Konversi data ke ranah waktu menggunakan ifft yifdma = ifft(yifdma); ylfdma = ifft(ylfdma); 3 % Tanpa pulse shaping y_result_ifdma = yifdma; y_result_lfdma = ylfdma; % Dengan Pulse shaping % Up-sample simbol-simbol y_oversampled_ifdma_ps(:nos:nos*totalsubcarriers) = yifdma; y_oversampled_lfdma_ps(:nos:nos*totalsubcarriers) = ylfdma; % Lakukan filtering y_result_ifdma_ps = filter(psfilter,, y_oversampled_ifdma_ps); y_result_lfdma_ps = filter(psfilter,, y_oversampled_lfdma_ps);
64 % Menghitung PAPR: papr_ifdma(n) = 0*log0(max(abs(y_result_ifdma).^2) / mean(abs(y_result_ifdma).^2)); papr_lfdma(n) = 0*log0(max(abs(y_result_lfdma).^2) / mean(abs(y_result_lfdma).^2)); papr_ifdma_ps(n) = 0*log0(max(abs(y_result_ifdma_PS).^2) / mean(abs(y_result_ifdma_ps).^2)); papr_lfdma_ps(n) = 0*log0(max(abs(y_result_lfdma_PS).^2) / mean(abs(y_result_lfdma_ps).^2)); end % Menggambar CCDF (Complementary Cumulative Distribution Function): [Ni,Xi] = hist(papr_ifdma, 00); [Nl,Xl] = hist(papr_lfdma, 00); [NiPS,XiPS] = hist(papr_ifdma_ps, 00); [NlPS,XlPS] = hist(papr_lfdma_ps, 00); figure; semilogy(xi,-cumsum(ni)/max(cumsum(ni)),'r') hold on semilogy(xl,-cumsum(nl)/max(cumsum(nl)),'b') hold on semilogy(xips,-cumsum(nips)/max(cumsum(nips)),'r--') hold on semilogy(xlps,-cumsum(nlps)/max(cumsum(nlps)),'b--') title('ccdf PAPR SC-FDMA menggunakan IFDMA (merah) & LFDMA (biru)'); xlabel('papr [db]'); ylabel('pr(papr>papr0)'); grid on; % Menyimpan data: save papr_scfdma;
65 Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.8. Hasil tersebut adalah dengan menggunakan jumlah total subcarrier M = 256, ukuran blok data masukan N = 64, sehingga Q = 4, format modulasinya adalah menggunakan QPSK, untuk Raised cosine pulse dilakukan oversampling 8 kali. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4.8, dapat dilihat bahwa untuk IFDMA memiliki PAPR yang lebih rendah daripada LFDMA baik saat menggunakan filter pulse shaping maupun tanpa filter pulse shaping. Dapat dilihat bahwa dengan menggunakan filter pulse shaping maka untuk IFDMA PAPR akan meningkat dengan sangat tinggi, sedangkan untuk LFDMA peningkatan PAPR-nya tidak terlalu tinggi. Garis Lurus: Tanpa Filter Pulse Shaping Garis Putus-Putus: Menggunakan Filter Pulse Shaping Gambar 4.8 Grafik perbandingan CCDF dari PAPR untuk IFDMA dan LFDMA menggunakan filter pulse shaping (filter Root raised-cosine) dan tanpa filter pulse shaping (M=256, N=64, QPSK, BW=5MHz)