2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

A. Perspektif Historis

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Penelitian B. Identifikasi Masalah... 10

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. yang secara ilmiah disebut sebagai berkebutuhan khusus, masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

PEDOMAN WAWANCARA. Annisa Restu Purwanti, 2015 MANAJEMEN PEMBINAAN PESERTA DIDIK FULL DAY SCHOOL

EVALUASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF TINGKAT SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KOJA JAKARTA UTARA (Studi Pada SDN Tugu Utara 11)

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikannya dan mencapai standar minimal yang telah ditentukan.

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

139 Dwi Lestari Yuniawati, 2013 Manajemen Sekolah Berbasis Program Akselerasi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Memasuki akhir milenium kedua, pertanyaan tentang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghormati,

BAB I PENDAHULUAN. Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi peserta didik memperoleh layanan pendidikan yang bermutu adalah hak. Tidak terkecuali peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus. Sejauh ini layanan pendidikan bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus kebanyakan masih dilaksanakan pada sistem pendidikan segregatif di sekolahsekolah luar biasa atau sekolah khusus. Pendidikan segregatif hanyalah salah satu dari beberapa jenis layanan pendidikan yang melayani kebutuhan pendidikan peserta didik dengan berkebutuhan khusus. Peserta didik mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan layanan pendidikan di sekolah umum (public school) melalui layanan pendidikan integratif maupun pendidikan inklusif. Namun, layanan pendidikan integratif saat ini secara eksplisit sudah mulai ditinggalkan dan dilanjutkan dengan pemberian layanan pendidikan inklusif. Akan tetapi, apakah layanan pendidikan inklusif yang diterapkan di lingkungan sekolah umum di Indonesia sudah menerapkan sistem yang inklusi atau hanya berganti nama dari pendidikan berbasis integrasi? Pemerintah Indonesia melalui Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan atau Bakat Istimewa pasal 2 ayat (1) memuat tujuan diadakannya layanan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah umum yaitu agar peserta didik berkebutuhan khusus dapat memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan peraturan tersebut peserta didik berkebutuhan khusus dijamin secara legal untuk mendapatkan layanan pendidikan di sekolahsekolah umum dengan lingkungan yang lebih heterogen dibandingkan dengan layanan pendidikan yang ditemukan di sekolah luar biasa serta cakupan kurikulum akademik yang lebih luas. 1

2 Dalam kenyataannya, inklusi peserta didik dengan kebutuhan khusus di sekolah umum atau reguler tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak kendala-kendala yang ditemui selama pelaksanaan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Kendala-kendala tersebut dapat ditemukan pada lingkungan pembelajaran, proses pembelajaran, sumber daya manusia, hingga manajemen sekolah. Kendala tersebut dapat berupa lingkungan sekolah yang belum aksesibel, sikap guru yang masih setengah hati menerima anak berkebutuhan khusus dikarenakan kebingungan yang dialami dan kurangnya pengalaman berinteraksi secara langsung dengan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, hingga tindakan bullying dan diskriminasi yang dilakukan oleh peserta didik terhadap anak berkebutuhan khusus yang didasari oleh kebutuhan khusus yang melekat di diri anak yang menjadikan ia berbeda dengan peserta didik lain pada umumnya. Namun apabila ditinjau dari sisi positif, dari aspek-aspek ditemukannya kendala dalam pemberian layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dapat pula ditemukan aspek-aspek yang justru menjadi penunjang keberlangsungan layanan pendidikan mereka. Aspek penunjang ini dapat terlihat dari adanya Special Educational Needs Coordinator (SENCO) di sekolah yang membantu dan mempermudah anak berkebutuhan khusus untuk mengikuti pembelajaran dengan lebih baik, keberadaan guru pembimbing khusus di kelas, keberadaan pusat sumber, dan ketersediaan media pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Peserta didik tunanetra pada khususnya, secara umum banyak dari mereka yang tidak memiliki hambatan intelektual yang dapat membuat mereka tertinggal secara akademik dengan peserta didik pada umumnya. Ditinjau dari aspek ini maka kemampuan intelektual peserta didik tunanetra tanpa disabilitas atau ketunaan lain dinilai cukup mampu untuk mengikuti pendidikan bersama peserta didik pada umumnya. Penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa prestasi akademik dari peserta didik berkebutuhan khusus dalam program pendidikan inklusif telah menunjukkan bahwa mereka telah melampaui secara konsisten peserta-peserta didik dengan hambatan/disabilitas yang sama dalam setting pendidikan segregatif di sekolah

3 khusus atau sekolah luar biasa (Allen, 1986,1999; Allen & Osborn, 1984; Geers, 1990; Jensema, 1975; Kluwin & Moores; 1985, 1989; Wang & Baker, 1985-86; dalam Eriks-Brophy, dkk., 2006). Apabila peserta didik tunanetra di sekolah umum mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dan memadai, maka tidaklah mengherankan apabila hasil penelitian di atas menunjukkan hasil yang positif. Namun, tentu saja hasil atau luaran dari pembelajaran yang dialami oleh peserta didik tunanetra di sekolah umum tidak akan terlepas dari penunjang dan kendala yang dimiliki sekolah tersebut. Masalah-masalah dalam pelayanan pendidikan inklusif di sekolah umum ini tidak dapat terelakkan terjadi pula pada salah satu sekolah menengah atas swasta di kota bandung. SMA swasta ini sejak beberapa tahun terakhir telah membuka kesempatan bagi peserta didik yang memiliki kebutuhan terhadap layanan khusus untuk menjadi peserta didik, khususnya peserta didik tunanetra. Memiliki karakteristik yang berbeda dengan peserta didik pada umumnya sebagai dampak dari ketunanetraannya mengakibatkan pula adanya perbedaan dalam gaya belajar yang memengaruhi proses belajar peserta didik, orientasi dan mobilitas, hingga proses sosialisasi peserta didik tunanetra selama di sekolah. Dari masalah-masalah tersebut dapat diamati bagaimana proses pemberian layanan pendidikan inklusif bagi peserta didik tunanetra di sekolah tersebut. Maka dari itu penulis tergerak untuk melakukan studi mengenai analisis pelaksanaan pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus, khususnya tunanetra di salah satu sekolah menengah atas swasta di Kota Bandung. Sehingga bergerak dari latar belakang tersebut penulis merumuskan judul penelitian LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA. B. Fokus Masalah Agar memudahkan penulis dalam melaksanan penelitian, rumusan fokus masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana layanan pendidikan bagi peserta didik tunanetra di sekolah?

4 Untuk memperoleh data penelitan, maka dibuatlah beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses kegiatan belajar mengajar peserta didik tunanetra? 2. Apakah sekolah memiliki layanan support system untuk menunjang pendidikan peserta didik tunanetra? 3. Apakah lingkungan fisik di sekolah aksesibel bagi peserta didik tunanetra? 4. Bagaimanakah proses sosialisasi peserta didik tunanetra dengan peserta didik lainnya di lingkungan sekolah? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui layanan pendidikan inklusif bagi peserta didik tunanetra di sekolah. b. Tujuan Khusus 1) Memperoleh data mengenai proses kegiatan belajar mengajar peserta didik tunanetra di sekolah. 2) Memperoleh data mengenai support system yang dimiliki oleh sekolah 3) Mengetahui aksesibilitas yang disediakan oleh sekolah. 4) Mengetahui kegiatan sosialisasi peserta didik tunanetra dengan peserta didik lain di sekolah 2. Kegunaan Penelitian a. Bagi Penulis 1) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penulis tentang pendukung dan kendala yang timbul dari layanan pendidikan peserta didik tunanetra di sekolah umum. 2) Menambah pengalaman penulis dalam melakukan penelitian pendidikan. b. Bagi Sekolah 1) Menjadi bahan evaluasi sekolah dalam memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik tunanetra.

5 2) Menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan layanan pendidikan bagi peserta didik tunanetra. c. Bagi Guru Bagi guru agar menjadi masukan dalam pemberian pelayanan pembelajaran yang optimal bagi peserta didik tunanetra. d. Bagi Peserta Didik Bagi peserta didik dapat menambah informasi mengenai proses sosialisasi peserta didik dengan kebutuhan khusus dengan peserta didik pada umumnya pada lingkungan yang inklusif.