BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah bisa dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran, hotel, rumah makan maupun industri. Salah satu kota yang menghasilkan limbah ialah Muntilan. Banyaknya jenis industri rumah tangga di kota Muntilan menjadikan kota ini juga menghasilkan banyak limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang mengakibatkan volume limbah yang ada semakin meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu indusri rumah tangga di kota Muntilan yang menghasilkan limbah ialah industri rumah tangga keripik talas kimpul. Industri rumah tangga ini memiliki sedikitnya 2 jenis limbah organik yang harus diolah setiap harinya agar tidak menjadi sampah. Limbah cair yang dihasikan berupa sisa pencucian talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium) sudah dibuatkan saluran tersendiri sedangkan limbah padat berupa kulit talas kimpul belum ada penanganan atau hanya dibuang begitu saja. Selain terdapat rumah produksi talas, di daerah sekitar juga banyak dihasilkan sekam padi dan dedak dari hasil penggilingan padi. Sekam padi dibiarkan menumpuk di gudang dan dedaknya digunakan sebagai pakan ternak, sementara itu belum ada solusi penanganan limbah tersebut. Beberapa limbah organik seperti kulit talas, sekam padi dan dedak tersebut bisa dijadikan alternatif dalam pembuatan pupuk organik/ kompos. Setiap harinya kurang lebih 80 kg talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium) diproduksi di Home Industri Seruni dan menghasilkan 1
limbah padat kurang lebih 15 kg. Menurut hasil analisis primer yang dilakukan mengenai kandungan kulit talas kimpul, kulit talas kimpul mengandung gula total sebesar 2,502% dan pati sebesar 9,769. Kandungan karbohidrat ini yang menjadi dasar kulit talas kimpul bisa digunakan sebagai kompos karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme dalam melakukan perombakan bahan organik. Kompos adalah hasil pembusukan sisa sisa tanaman yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai (Ridzany, 2015: 4). Dalam pembuatan kompos, biasanya melibatkan beberapa bahan campuran dalam pengolahannya. Selain bahan utama, perlu juga adanya bahan pelengkap yang dapat mempengaruhi struktur hasil pengomposan. Bahanbahan seperti sekam padi, dedak, jerami, serat kayu dan bahan organik lainnya bisa digunakan sebagai bahan pelengkap dalam pengomposan kulit talas. Dalam pengomposan dikenal istilah bulking agent (bahan tambahan atau pelengkap dalam pengomposan), dedak atau bekatul merupakan bulking agent yang berfungsi sebagai sumber protein sedangkan sekam padi sebagai bulking agent utama (Nugroho., dkk, 2010: 607). Menurut Graha., dkk (2015: 142), hasil akhir dari proses perombakan bahan organik menjadi kompos ini memiliki rasio C/N yang stabil dan jauh lebih rendah dari bahan awalnya. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah < 20. Adanya kebutuhan kompos yang meningkat di pasaran, maka diperlukan cara untuk meningkatkan produksi kompos. Salah satu cara 2
untuk mempercepat proses pengomposan umumnya menggunakan bantuan effective microorganism (EM4). Penggunaan EM4 digunakan sebagai formula tambahan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme yang mampu membantu dekomposisi atau perombakan bahan dalam pembuatan pengomposan Kandungan mikroorganisme dalam EM4 yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Streptomyces sp, Ragi (yeast) dan Actinomycetes. Kandungan mikroorganisme tersebut dapat mempercepat pengomposan sehingga dapat mengatasi permasalahan faktor lamanya pengomposan secara konvensional (Hidayat., dkk, 2014: 2). Selain itu, hasil pengomposan tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengandung hama dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan atau produksi tanaman. Secara langsung EM4 juga mampu menambah unsur hara tanah dan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah (Sucipto, 2012: 60). Dosis EM4 yang selama ini digunakan bervariasi, dimulai dari 0,5-10% untuk beberapa varian bahan pengomposan. Namun, belum ada variasi penggunaan EM4 dalam pengomposan kulit talas kimpul. Oleh karena itu, perlu diketahui konsentrasi EM4 yang efektif untuk proses pengomposan kulit talas kimpul. Pembuatan kompos kulit talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium) diharapkan dapat menghasilkan kompos dengan kandungan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga dapat dijadikan media tanam tanaman salah satunya adalah tanaman sawi (Brassica juncea L.). 3
Pemilihan tanaman sawi sebagai objek penelitian ini dikarenakan tanaman sawi banyak diminati dipasaran serta belum banyak dibudidayakan di daerah Muntilan padahal menurut Koppen dan Geiger, Kota Muntilan memiliki suhu rata-rata tahunan 24,9 dan suhu ini cocok untuk menanam sawi. Selain itu, tanaman sawi memiliki morfologi yang mudah diamati serta memiliki umur panen yang relatif pendek. B. Identifikasi Masalah 1. Perlu adanya pengolahan limbah kulit talas yang masih dibiarkan menumpuk. 2. Kulit talas dapat digunakan sebagai kompos. 3. Perlu adanya pemanfaatan dari sekam yang dibiarkan menumpuk di penggilingan padi. 4. Perlu adanya aktivator tambahan yang mampu mempercepat proses pengomposan bahan organik yang selama ini dirasa cenderung memakan waktu lama. 5. Hasil Pengomposan perlu diujikan dengan melihat kondisi pertumbuhan tanaman. 6. Kompos yang dihasilkan pada pengomposan belum tentu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Pementan. C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah diperlukan agar tidak meluasnya masalah yang ada sehingga pembahasan terfokus. Penelitian hanya membahas 4
mengenai pengaruh Effective Microorganisme (EM4) pada pengomposan limbah kulit talas (Xanthosoma sagittifolium) dan pengaruh hasil kompos pada pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.). D. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi EM4 terhadap kualitas hasil pengomposan kulit talas kimpul? 2. Bagaimana perbedaan kandungan unsur hara pupuk kompos dengan perlakuan EM4 dan tanpa perlakuan EM4? 3. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi EM4 pada pupuk kompos kulit talas kimpul terhadap pertumbuhan tanaman sawi? E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi EM4 terhadap kualitas hasil pengomposan kulit talas kimpul 2. Mengetahui perbedaan kandungan unsur hara pupuk kompos dengan perlakuan EM4 dan tanpa perlakuan EM4. 3. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi EM4 pada pupuk kompos kulit talas kimpul terhadap pertumbuhan tanaman sawi. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Industri Rumah tangga Seruni dan Masyarakat a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai cara pemanfaatan limbah organik terutama kulit talas kimpul 5
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pembuatan kompos yang berbahan limbah rumah tangga khususnya limbah organik menggunakan EM4. c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dan informasi mengenai dosis atau konsentrasi yang baik dalam pemberian EM4 pada pengomposan kulit talas kimpul. d. Penelitian diharapkan menjadi rekomendasi industri rumah tangga Seruni dalam memanfaatkan limbahnya menjadi kompos. 2. Bagi Peneliti a. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong para saintis untuk lebih mengeksplorasi alternatif lain selain pembuatan kompos dalam mengurangi jumlah limbah organik. G. Batasan Operasional 1. Limbah kulit talas yang digunakan merupakan jenis talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium) yang merupakan limbah dari industri rumah tangga keripik seruni dan dikumpulkan selama satu minggu produksi kemudian dicampur hingga homogen. 2. Jenis EM4 yang digunakan adalah EM4 untuk tanaman yang diproduksi oleh PT.SONGGOLANGIT PERSADA Jakarta. 3. Tanaman Sawi yang digunakan adalah tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) varietas tosakan yang berumur 21 hari. 6