BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY )

BAB I PENDAHULUAN I.1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah

Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu (Tulisan Pertama dari Dua Tulisan)

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENCEMARAN LINGKUNGAN

Indeks Harga Konsumen di 66 Kota (2007=100),

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Sampah Kota atau Municipal Solid Waste (MSW) dan Penyelesaian Masalahnya

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

commit to user BAB I PENDAHULUAN

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

BAB I PENDAHULUAN. sampah. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya, memberi

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

BAB I PENDAHULUAN. tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Selama ini sebagian besar

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

KOTA BANDAR LAMPUNG, OKTOBER 2017 INFLASI 0,11

PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I PENDAHULUAN. membuang sampah di jalan, saluran selokan, sungai dan lahan-lahan terbuka.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

1. BAB I PENDAHULUAN. diikuti kegiatan kota yang makin berkembang menimbulkan dampak adanya. Hasilnya kota menjadi tempat yang tidak nyaman.

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

STUDI EMISI KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) DAN METANA (CH 4 ) DARI KEGIATAN REDUKSI UTARA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya

BAB I P E N D A H U L U A N

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1)

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

JUMLAH DAN LOKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN LOKASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2017 INFLASI SEBESAR 0,23 PERSEN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan catatan sejarah, sistem pengelolaan sampah perkotaan (SPSP) pertama kali diperkenalkan di Athena-Yunani pada tahun 320 sebelum Masehi (SM), dimana pemerintah kota mengeluarkan aturan yang melarang masyarakat membuang sampah secara sembarangan. Pada masa itu juga telah dikembangkan suatu sistem sederhana yang mengharuskan para pemilik rumah membersihkan sampah yang ada di depan jalanan rumah mereka. Proses pembuangan akhir juga dilakukan secara sederhana yakni dengan cara menyediakan lokasi pembuangan akhir di luar pagar kota (Britannica, 2006). Setelah kejatuhan Romawi, SPSP perlahan-lahan mengalami kemunduran hingga memasuki abad pertengahan. Pada akhir abad ke 14 Masehi, telah ada petugas yang bekerja untuk mengangkut sampah ke tempat pembuangn akhir di luar pagar kota. Sejarah juga mencatat bahwa pada tahun 1714 setiap kota di Inggris telah memiliki petugas kebersihan, sedangkan untuk kota-kota di Amerika sistem pengumpulan sampah baru dimulai pada akhir abad ke 18 Masehi (Britannica, 2006). Proses pengembangan SPSP terus berlanjut hingga abad 21 ini. Penerapan SPSP tentu akan berbeda pada setiap negara, hal ini disebabkan karena para pemangku kebijakan harus mempertimbangkan berbagai aspek pengelolaan sampah perkotaan (SP) sebelum mengimplementasikan suatu SPSP pada negara mereka. Secara umum aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan SP dapat disarikan (Schübeler et al. 1996 ; EPIC,2000 ; USEPA, 2002 ; JICA, 2003 ; Stypka, 2004 ; Nie et al. 2004 ; Prawiradinata, 2004 ; EHC, 2005 ; EMTS, 2005) kedalam 6 aspek yaitu : (1) aspek lingkungan ; (2) aspek ekonomi ; (3) aspek teknis; (4) aspek

sosial ; (5) aspek kelembagaan dan (6) aspek kebijakan - yang merupakan aspek yang dihasilkan dari perumusan ke 5 aspek sebelumnya. Agar dapat disebut sebagai suatu sistem pengelolaan sampah terpadu (SPST)/integrated solid waste management (ISMW), ternyata ada tahapan yang harus dilalui oleh SPSP yang meliputi reduce, reuse, recycle, recover dan disposal. (Miranda et al. 1996 ; Zurbrügg, 2002 ; GET, 2003 ; Dubois et al, 2004, USEPA, 2002a, USEPA, 2006) Banyaknya aspek serta tahapan yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan SPSP didasarkan atas pertimbangan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan industri, disatu sisi telah banyak memberikan kemudahan bagi umat manusia, namun disisi lain hal tersebut juga menghasilkan berbagai jenis produk sisa yang jika tidak dikelola dengan baik tidak hanya dapat mendatangkan dampak bagi lingkungan lokal tetapi juga dapat mempengaruhi lingkungan secara global. Sebagai negara berkembang, perhatian Indonesia terhadap masalah lingkungan pada dasarnya telah cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai aturan serta lembaga-lembaga yang kesemuanya bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan serta tercapainya pembangunan berkelanjutan. Bahkan prosedur kerja dalam menjaga keberlanjutan lingkungan ini dituangkan kedalam satu pasal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), yakni pasal 1 ayat 2 (RI, 2009) yang menyebutkan bahwa : Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Khusus untuk pengelolaan persampahan, Pemerintah RI baru pada tahun 2008 menerbitkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Meskipun telah dituangkan ke dalam suatu aturan namun hingga saat ini SPSP yang dilakukan di Indonesia masih bersifat tidak ramah

lingkungan. Aspek ekonomi dan sosial selalu dijadikan alasan tentang tidak optimalnya penerapan SPSP. Suatu studi yang dilakukan tentang SPSP di Indonesia memperlihatkan ketidakramahan SPSP tersebut terhadap lingkungan. Hal ini terlihat dari perlakuan yang diberikan oleh SF selaku pengelola SP terhadap SP yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut (open dumping). Gambar 1.1 memperlihatkan kondisi TPA yang memperlakukan sampah perkotaan secara open dumping Gambar 1.1. Lokasi TPA-open dumping Kondisi TPA yang buruk dapat menimbulkan persoalan lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar TPA. Persoalan lingkungan yang sering terjadi seperti pencemaran air (baik air permukaan maupun air tanah), pencemaran tanah, dan pencemaran udara. Pencemaran sampah ini akan menimbulkan beberapa penyakit seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), TB paru kronis dan penyakit kulit. Bahkan pengelolaan sampah di TPA yang buruk dapat menimbulkan konflik sosial antara masyarakat sekitar dengan pemerintah atau swasta pengelola sampah. Yang terparah adalah tragedi longsornya timbunan sampah di TPA Leuwigajah, Bandung, Jawa Barat pada 21 Februari 2005 yang

merenggut kurang lebih 150 jiwa penduduk di sekitarnya (KNLH,2008). Data SPSP yang diterapkan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Data SPSP yang diterapkan di Indonesia. No. Kota Sistem Pengolahan Jenis Kota 1 Medan Open dumping Metropolitan 2 Palembang Open dumping Metropolitan 3 Jakarta Controlled landfill Metropolitan 4 Bandung Controlled landfill Metropolitan 5 Semarang Controlled landfill Metropolitan 6 Surabaya Controlled landfill Metropolitan 7 Ujung Pandang Open dumping Metropolitan 8 Padang Controlled landfill Besar 9 Bandar Lampung Open dumping Besar 10 Bogor Open dumping Besar 11 Surakarta Open dumping Besar 12 Malang Controlled landfill Besar 13 Langsa Open dumping Sedang 14 Pematang Siantar Open dumping Sedang 15 Tebing Tinggi Open dumping Sedang 16 Jambi Open dumping Sedang 17 Batam Open dumping Sedang 18 Pangkal Pinang Open dumping Sedang 19 Purwakarta Open dumping Sedang 20 Cianjur Open dumping Sedang 21 Garut Open dumping Sedang 22 Magelang Sanitary landfill Sedang 23 Yogyakarta Controlled landfill Sedang 24 Madiun Open dumping Sedang 25 Banyuwangi Open dumping Sedang 26 Palangkaraya Open dumping Sedang 27 Pontianak Controlled landfill Sedang 28 Balikpapan Controlled landfill Sedang 29 Banjarmasin Controlled landfill Sedang 30 Pare-pare Open dumping Sedang 31 Bitung Open dumping Sedang 32 Palu Open dumping Sedang 33 Denpasar Controlled landfill Sedang 34 Ambon Open dumping Sedang 35 Kupang Open dumping Sedang 36 Mataram Open dumping Sedang 37 Batu Sangkar Open dumping Kecil 38 Bandar Jaya Open dumping Kecil 39 Pendeglang Open dumping Kecil 40 Sukoharjo Open dumping Kecil 41 Pacitan Controlled landfill Kecil 42 Kandangan Open dumping Kecil 43 Bantaeng Open dumping Kecil 44 Watansoppeng Open dumping Kecil 45 Singaraja Open dumping Kecil 46 Manokwari Open dumping Kecil Sumber : (Wibowo dan Djajawinata, 2004)

Hal lain yang menarik untuk dicermati dari SPSP yang berlaku saat ini di Indonesia adalah adanya dua sektor yang terlibat dalam mengelola SP. Kedua sektor tersebut terdiri dari : (1) sektor formal (SF) yang menjalankan SPSP. SF formal ini merupakan lembaga yang ditunjuk pemerintah kota untuk mengelola SP ; (2) sektor informal (SI), yang selama ini dianggap berada di luar SPSP. SI ini terdiri para pemulung dan pengumpul sampah yang mencari nafkah dari komoditi sampah daur ulang (SDU). Ilustrasi kegiatan pengelolaan SDU oleh SI dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar 1.2. Alur Proses Kegiatan PSP di Negara Berkembang (Zurbrügg, 2002)

Keberadaan SI ini selain dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar dan memberikan kontribusi ekonomi, ternyata juga memiliki potensi untuk dapat mereduksi GRK (dampak global) dari SP yang ada. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik yang bertransformasi menjadi gas Metana (CH 4 ), Karbon dioksida (CO 2 ), dan sejumlah kecil N 2, H 2. Gas Methan ini merupakan gas rumah kaca yang memiliki efek rumah kaca 20-30 kali lebih besar dibanding dengan Karbondioksida (Suprihatin,2003). Untuk setiap satu ton sampah yang terdapat di TPA rata-rata dapat menghasilkan 0.235 m³ gas Metana (Henry et al., 1996), sedangkan jika dikomposkan akan dapat menghasilkan 0,5 ton kompos. Dengan demikian, dengan menghasilkan satu ton kompos, rata-rata emisi gas rumah kaca sebesar 0,47 ton metana atau setara dengan 9,4 ton karbon dioksida dapat dicegah (Suprihatin,2003). Hasil studi yang membuktikan bahwa SP dapat memberikan dampak secara global (CO 2 e.com, 2000; USEPA,2002a; USEPA, 2003; Dyson, 2005; USEPA, 2006) disebabkan karena dalam setiap tahapan proses produksinya : (1) proses ekstrasi dan pengolahan bahan mentah ; (2) proses pembuatan produk ; (3) proses pengunaan oleh konsumen ; (4) produk sampah, ternyata memberikan kontribusi terhadap pemanasan global melalui emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan pada setiap tahapan proses produksinya. Emisi gas rumah kaca yang berasal dari SP terdiri dari : karbon dioksida (CO2), metana (CH 4 ), nitrous oksida (N 2 O), dan perfluorocarbons (PFC). Dari jumlah tersebut, CO 2 adalah gas yang paling umum yang dipancarkan gas rumah kaca diberbagai belahan dunia (USEPA, 2006). Perkiraan GRK yang diemisikan oleh aktivitas kegiatan manusia dilakukan dengan cara menghitung nilai ekivalen seluruh GRK terhadap gas CO 2 (Tabel 1.2) yang nilainya berbeda untuk setiap GRK (IPCC, 2000 ; Gitonga, 2005 ; USEPA,2006).

Tabel 1.2. Potensi Gas Rumah Kaca Terhadap Pemanasan Global Gas Rumah Kaca Potensi Pemanasan Global Karbondioksida (CO 2 ) 1 Methan (CH4) 21-23 Nitrogen Oksida (N 2 O) 296 Sulfur hexaflouride (SF6) 22200 Hydro Fluoroarbons (HFCs) 12-12000 Perfluorcarbons (PFCs) 5700-11900 Sumber : (Laporan ke-3 IPPC tahun 2001 dalam Gitonga, 2005) Lebih lanjut USEPA (USEPA, 2002a, USEPA, 2006) menyebutkkan bahwa suatu SPSP memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap emisi GRK, karena sistem tersebut dapat mengurangi : 1. Konsumsi energi (terutama bahan bakar alami) yang berkaitan dengan proses pembuatan, transportasi, penggunaan dan pembuangan produk atau materi yang menjadi sampah. 2. Emisi yang berkaitan dengan non-energi seperti emisi CO 2 yang dihasilkan seperti proses pengubahan batu kapur menjadi kapur yang digunakan pada proses produksi alumunium dan baja. 3. Emisi CH4 dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. USEPA juga merelease perhitungan dampak yang diakibatkan oleh emisi CH 4 dari penanganan sampah kertas dengan 2 skenario yang berbeda. Gambar 1.3. Dampak Akibat SPSP terhadap GRK (USEPA, 2003b, 2006)

Gambar 1.3 menjelaskan bahwa apabila 100 ton sampah kertas per tahun dibiarkan saja terbuang di TPA, ternyata akan memberikan kontribusi terhadap GRK sebesar 62 metric ton Carbon Ekivalen (MTCE) dari seluruh rangkaian produksinya. Sedangkan apabila 50 % dari sampah kertas tersebut dapat di recycle maka akan mampu mereduksi GRK sebesar -65 ton MTCE melalui rangkaian proses produksinya (USEPA,2002a; USEPA,2006). Dalam konteks pengelolaan sampah perkotaan di Kota Medan, selain pengelolaan akhir sampah yang masih dilakukan dengan metode pembuangan terbuka (open dumping) ternyata dari hasil penelitian terdahulu terdeskripsikan bahwa SPSP yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan (DKKM) masih belum efisien dan efektif jika ditinjau secara komprehensif dari berbagai aspek pengelolaan sampah perkotaan (Rahman, 2004). Hasil penelitian tersebut menjelaskan : (1) persepsi masyarakat terhadap tingkat layanan dan pengelolaan yang diberikan Dinas Kebersihan Kota Medan (DKKM) dalam menanggulangi sampah perkotaan masih tidak baik; (2) prilaku masyarakat dalam mengelola sampah masih rendah serta (3) terjadinya disparitas income yang cukup signifikan antara SF (DKKM) dengan SI (pemulung dan pengumpul sampah). Dengan di implementasikannya UUPS (RI, 2008), dimana pada Pasal 44 dinyatakan bahwa : (1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini; (2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang- Undang ini. Keberadaan pasal tersebut tentu akan menyebabkan pemerintah kota/kabupaten harus bertindak secara responsif untuk dapat mengantisipasi permasalahan SP yang semakin kompleks. Dalam UUPS juga disebutkan secara eksplisit bahwa : (1) pemerintah daerah memiliki tugas untuk melakukan penelitian, pengembangan

teknologi pengurangan, dan penanganan sampah (Pasal 6 butir b); (2) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu serta; (3) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan (Pasal 20 ayat 2 butir a dan b). Atas dasar pemikiran tersebut maka studi untuk mengembangkan model lingkungan pengelolaan sampah perkotaan (MLPSP) yang memperhatikan : (1) aspek-aspek pengelolaan sampah perkotaan; (2) hirarki pengelolaan sampah perkotaan serta sejalan dengan paradigma sampah sebagai sumber daya (Kebijakan Nasional Pembangunan Bidang Persampahan Lokakarya Nasional Peringatan Hari Habitat Dunia, 3 Oktober 2005 dalam Setyaningrum, 2006) menjadi penting karena dapat dijadikan sebagai alat bantu pengambilan keputusan (decision support system) bagi para pemangku kebijakan (pemerintah kota/kabupaten serta stakeholder terkait) untuk menentukan alternatif teknologi pengelolaan pada pemrosesan akhir sampah perkotaan yang dapat mendukung suatu sistem pengelolaan sampah perkotaan yang berkelanjutan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang dikaji melalui penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah persepsi masyarakat kota Medan terhadap sistem pengelolaan sampah perkotaan di kota Medan. 2. Bagaimanakah alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan yang bersinergi dengan preferensi masyarakat UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. 3. Bagaimanakah kontribusi sampah perkotaan yang dikelola oleh sektor formal dan sektor informal di Kota Medan terhadap lingkungan. 1.3. Ruang Lingkup Kajian Tahapan awal studi ini adalah mengelaborasi preferensi masyarakat kota Medan terhadap sistem pengelolaan sampah perkotaan di Kota Medan

yang saat ini dikelola oleh SF (Dinas Kebersihan Kota Medan). Disisi lain SI (pengumpul sampah) secara tidak langsung juga berperan aktif dalam mengelola sampah perkotaan yang dapat didaur ulang. Preferensi masyarakat yang diteliti mencakup pendapat umum masyarakat tentang kondisi sistem pengelolaan sampah perkotaan serta skala prioritas masyarakat terhadap alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan yang dapat diterapkan pada pemrosesan akhir sampah perkotaan di Kota Medan. Penentuan skala prioritas alternatif teknologi pengelolaan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Super Decisions yang dapat melakukan komputasi terhadap matrik berpasangan dari pendapat responden terhadap alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan aspek-aspek pengelolaan sampah perkotaan serta kriteria ekonomis dan teknis dari alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan melalui studi Analytic Network Process (ANP). Setelah prioritas alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan diketahui, maka langkah selanjutnya adalah mengembangkan model lingkungan pengelolaan sampah perkotaan dengan menggunakan pendekatan sistem dinamis terhadap alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan yang sesuai dengan persyaratan yang dicantumkan dalam UUPS 2008 khususnya Pasal 44 ayat 2 dan Pasal 6 butir b. Pengembangan model dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem dinamis yang berguna untuk memahami dan menggambarkan sistem nyata yang berkaitan dengan alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan yang dapat diterapkan sebagai pemrosesan akhir sampah perkotaan. Selain itu secara bersamaan juga dielaborasi kontribusi lingkungan dari sampah perkotaan terhadap Gas Rumah Kaca. Kinerja dinamis model diketahui dengan menerapkan skenario tanpa adanya alternatif teknologi pengelolaan serta skenario adanya alternatif teknologi pengelolaan yang diterapkan pada pemrosesan akhir sampah perkotaan.

Adapun ruang lingkup kajian dari MLPSP berkaitan dengan aspekaspek dari pengelolaan SP terdiri atas : 1. Aspek Lingkungan Mengingat bahwa TPA yang beroperasi telah memiliki usia yang cukup lama (TPA Namo Bintang beroperasi sejak tahun 1987 dan TPA Terjun beroperasi sejak 1997: DK, 2002), serta jumlah timbulan sampah yang telah di berada di TPA tidak dapat diperkirakan secara valid, maka model lingkungan ini hanya membahas kontribusi lingkungan dalam bentuk Gas Rumah Kaca dari sampah perkotaan di Kota Medan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan UUPLH pada bagian pertimbangan : (1) butir e yang menyatakan : pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ; (2) Bagian ke 2 Pasal 3 butir j yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mengantisipasi isu lingkungan global. 2. Aspek Sosial Studi ini mengelaborasi persepsi masyarakat kota Medan yang berkaitan dengan sistem pengelolaan sampah perkotaan serta preferensi masyarakat yang berkaitan dengan prioritas alternatif teknologi pengelolaan sampah yang dapat diterapkan sebagai pemrosesan akhir sampah perkotaan. 3. Aspek Ekonomi MLPSP ini menganalisis nilai ekonomis yang diperoleh SF dan SI dalam mengelola SP pada kondisi tanpa adanya penerapan teknologi pengelolaan sampah perkotaan pada pemrosesan akhir dan pada kondisi adanya penerapan teknologi pengelolaan pada pemrosesan akhir sampah perkotaan. 4. Aspek Kelembagaan

MLPSP ini menganalisis preferensi masyarakat kota Medan terhadap kinerja lembaga yang diberikan tanggung jawab untuk mengelola sampah perkotaan di Kota Medan yang dalam hal ini adalah Dinas Kebersihan Kota Medan. 5. Aspek kebijakan MLPSP ini tidak ditujukan untuk merubah kebijakan yang berkaitan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota Medan SP. Analisis aspek kebijakan lebih diarahkan kepada prefrensi masyarakat yang dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi DKKM untuk dapat meningkatkan kinerja dalam rangka memberikan layanan pengelolaan sampah perkotaan. 6. Aspek Teknis Aspek teknis MLPSP mengarah pada alternatif teknologi pemrosesan akhir sampah yang sesuai dengan preferensi masyarakat serta serta bersinergi dengan UUPS (tentang penerapan teknologi yang ramah lingkungan dan Pasal 44 ayat 2 (tentang tenggat waktu yang diberikan pemerintah untuk segera menutup lokasi TPA yang bersifat open dumping. 1.4. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan model lingkungan pengelolaan sampah perkotaan (MLPSP). Dari tujuan tersebut secara operasional dielaborasi untuk : 1. Menganalisis persepsi masyarakat kota Medan terhadap sistem pengelolaan sampah perkotaan di kota Medan. 2. Menentukan alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan yang bersinergi dengan preferensi masyarakat dan Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 3. Membangun model dan menganalisis kontribusi dari sampah perkotaan yang dikelola oleh sektor formal dan sektor informal terhadap lingkungan.

1.5. Hipotesis 1. Persepsi masyarakat kota Medan terhadap sistem pengelolaan sampah perkotaan di kota Medan masih tidak baik. 2. Alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan yang bersinergi dengan preferensi masyarakat dan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dapat mendukung pengelolaan sampah perkotaan yang berkelanjutan. 3. Kontribusi sampah perkotaan terhadap lingkungan bernilai negatip apabila tidak ada penerapan teknologi pengelolaan pada pemrosesan akhir sampah perkotaan dan bernilai positip apabila ada penerapan teknologi pengelolaan pada pemrosesan akhir sampah perkotaan. 1.6. Manfaat Penelitian 1. Sebagai kontribusi ilmiah tentang kontribusi lingkungan dalam bentuk Gas Rumah Kaca dan nilai ekonomis yang dihasilkan oleh aktifitas pengelolaan sampah perkotaan. 2. Sebagai media yang dapat membantu para pemangku kebijakan untuk mengambil keputusan tentang alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan yang dapat digunakan sebagai pemrosesan akhir sampah perkotaan. 1.7. Novelty Studi Model Lingkungan Pengelolaan Sampah Perkotaan dibangun dengan mengadopsi pendekatan dinamis yang mereplikasi sistem pengelolaan sampah perkotaan di Kota Medan kedalam suatu Model. Sebelum memasuki tahapan pemodelan terlebih dahulu dilakukan studi ANP yang ditujukan untuk : (1) mengevaluasi sistem pengelolaan sampah perkotaan yang dilaksanakan saat ini; (2) mengetahui kesinergian alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan dengan preferensi masyarakat dan UUPS. Setelah tahapan studi ANP diketahui selanjutnya alternatif teknologi

pengelolaan tersebut menjadi bagian submodel teknologi pengelolaan yang merupakan salah satu submodel dari model yang dikembangkan. Analisis kinerja dinamis model dilakukan dengan bantuan perangkat lunak simulasi selanjutnya menghasilkan keluaran: (1) kontribusi lingkungan dari sistem pengelolaan sampah perkotaan pada kondisi tidak diterapkannya alternatif teknologi pengelolaan pada pemrosesan akhir sampah perkotaan; (2) kontribusi lingkungan dari sistem pengelolaan sampah perkotaan pada kondisi diterapkannya alternatif teknologi pengelolaan yang bersinergi dengan preferensi masyarakat dan UUPS pada pemrosesan akhir sampah perkotaan. Melalui kinerja dinamis dari model yang dikembangkan, selanjutnya juga dapat diketahui: (1) nilai ekonomis SDU yang dikelola oleh SI; (2) nilai ekonomis yang dapat diterima oleh SF setelah diimplementasikannya alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaaan pada pemrosesan akhir; (3) nilai Cost Benefit Ratio, Return of Investment dan Break Event Point dari setiap alternatif teknologi pengelolaan; (4) diskrepansi kontribusi lingkungan yang terjadi apabila SI dijadikan sebagai bagian dari sistem pengelolaan sampah perkotaan baik pada kondisi sebelum adanya penerapan alternatif teknologi pengelolaan maupun setelah adanya penerapan alternatif teknologi pengelolaan pada pemrosesan akhir sampah perkotaan. Dari uraian tersebut terlihat bahwa novelty dari studi ini adalah : (1) melibatkan masyarakat pada tahapan awal proses pemilihan alternatif teknologi pemrosesan akhir sampah perkotaan, (2) internalisasi kontribusi lingkungan dari aktifitas sektor informal (SI) dalam mengelola SDU yang dihasilkan oleh sampah perkotaan, (3) tetap mempertahankan eksistensi SI dalam mengelola sampah perkotaan pada tahapan implementasi alternatif teknologi pemrosesan akhir sampah perkotaan.