EFEKTIVITAS PELET NPK ORGANIK BERBAHAN AMPAS TAHU, TEPUNG DARAH SAPI DAN ARANG SABUT KELAPA DALAM BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH REGOSOL MAKALAH SEMINAR PROPOSAL Disusun oleh : Wisnu Kuntoro Aji 20120210098 Program Studi Agroteknologi Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2016
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman pangan terpenting nomor tiga di dunia setelah gandum dan padi. Biji Jagung menjadi makanan pokok sebagian penduduk Afrika dan beberapa daerah di Indonesia. Selain dijadikan makanan pokok, Jagung juga digunakan sebagai pakan ternak, sumber minyak pangan, dan bahan dasar pembuatan tepung maizena. Berbagai produk turunan hasil Jagung telah menjadi bahan baku produk industri. Beberapa diantaranya adalah Bioenergi, Industri Kimia, Kosmetika, dan Farmasi (Academia, 2015). Menurut Septian (2014) produksi Jagung Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2013 terus mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 produksi Jagung Indonesia adalah 18.327.636 ton. Tahun 2011 produksi Jagung menurun menjadi 17.643.250 ton. Tahun 2012 produksi Jagung meningkat hingga mencapai angka produksi 19.387.022 ton. Pada tahun 2013 Indonesia mengalami penurunan produksi Jagung hingga menjadi 18.510.435 ton. Menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) (2014), rata-rata kenaikan konsumsi Jagung nasional adalah 8 % per tahun, sementara angka peningkatan produksi Jagung hanya 6 % per tahun. Banyak petani Indonesia yang melakukan budidaya Jagung di tanah Regosol. Luas lahan Regosol di Indonesia adalah 3,3 jujta hektar. Tanah Regosol tersebar di Pulau Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara (Puji, 2014). Tanah Regosol umumnya memiliki kandungan bahan organik yang rendah karena tanah ini belum mengalami perkembangan yang sempurna. Umur tanah yang masih muda, sehingga belum banyak bahan organik yang terkandung di dalamnya. Tekstur tanah Regosol didominasi oleh fraksi pasir sehingga daya ikat airnya rendah. Untuk memperbaiki daya ikat tanah Regosol terhadap air, dapat dilakukan penambahan bahan organik untuk memperbaiki sifat fisika, kimai serta biologi tanah. 1
Selain kualitas lahan yang rendah, pengembangan usaha tani Jagung juga terhalang oleh kelangkaan dan harga pupuk anorganik yang semakin tinggi. Dampak lingkungan akibat aplikasi pupuk anorganik secara terus-menerus juga menjadi penyebab penurunan kualitas lahan yang berdampak pada penurunan produktivitas Jagung. Kasus yang sering terjadi adalah pencemaran air dan kemampatan tanah akibat penggunaan pupuk anorganik N dan P yang berlebihan. Menanggapi hal tersebut, penggunaan pupuk organik untuk budidaya tanaman Jagung merupakan solusi yang dapat dilakukan guna menunjang peningkatan produktivitas dan konservasi lingkungan. Pupuk organik dapat dibuat dalam berbagai formulasi, misalnya cair (POC), granule maupun dalam formulasi pelet. Dari berbagai formulasi pupuk organik yang dapat dibuat, pelet adalah formulasi paling sesuai bagi tanaman Jagung. Pupuk pelet mudah dibuat dan diaplikasikan, sifat pelet yang slow release (melepas unsur hara secara lambat) sangat cocok bagi tanah yang digunakan dalam budidaya tanaman Jagung misalnya jenis tanah Regosol yang bertekstur remah dan tidak dapat menyimpan unsur hara dari pupuk untuk waktu lama. Penggunaan perekat pelet dari lempung Grumusol juga mampu mengikat lebih banyak air karena sebagian besar tanah Grumusol terdiri dari fraksi lempung. Pupuk pelet organik untuk tanaman Jagung harus mengandung unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium (NPK) karena selama siklus hidupnya, tanaman Jagung membutuhkan unsur hara makro NPK. Banyak bahan organik di sekitar kita yang mengandung Nitrogen, Phospor dan Kalium namun selama ini belum optimal pemanfaatannya. Pemanfaatan limbah untuk memproduksi pupuk organik adalah alternatif yang paling tepat dilakukan. Di Indonesia limbah dihasilkan dari berbagai sumber, mulai dari industri hingga dari rumah potong hewan (RPH). Beberapa limbah yang dapat dijadikan bahan pupuk pelet NPK organik antara lain ampas tahu, darah sapi dan arang sabut kelapa, dimana ketiga limbah tersebut memiliki kandungan N, P, dan K yang cukup tinggi (Soeminaboedhy dan Tedjowulan, 2004). Ampas tahu mengandung sisa protein dari kedelai yang tidak tergumpal. Menurut Asmoro dkk., (2008) ampas tahu mengandung N sebesar 1,24 % dan 2
K 2 O sebesar 1,34 %. Ampas tahu akan berbau menyengat setelah 12 jam, sehingga perlu diolah menjadi produk yang bermanfaat seperti pupuk organik. Selain ampas tahu, darah sapi adalah limbah yang mencemari lingkungan di sekitar rumah potong hewan. Menurut Kompas (2013) setiap hari lebih dari 1000 ekor sapi disembelih di Indonesia untuk dikonsusi dagingnya. Berat total darah sapi adalah 7,7% dari berat tubuh sapi. Limbah darah sapi dapat diolah menjadi pupuk organik dalam bentuk tepung darah. Menurut Sri Wahyuni (2014) tepung darah sapi mengandung N 13,25 %, P 1,00 % dan K 0,60 %. Limbah lain yang dapat diolah menjadi pupuk organik adalah sabut kelapa. Dalam penelitian Waryanti, dkk (2014) menyatakan bahwa sabut kelapa mengandung K 2 O sebesar 10,25 %. Pemberian pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah yang selanjutnya berdampak pada peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman Jagung. Penggunaan pelet NPK organik pada budidaya tanaman Jagung juga diharapkan mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik serta pencemaran lingkungan akibat limbah. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh pemberian pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Jagung di tanah Regosol? 2. Berapakah dosis pupuk pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa yang paling efektif bagi tanaman Jagung? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pemberian pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Jagung di tanah Regosol. 3
2. Menetapkan dosis pupuk pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa yang paling efektif bagi tanaman Jagung? II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) termasuk dalam keluarga rumput-rumputan. Dalam sistematika (Taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman Jagung diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Graminae Famili : Graminaeae Genus : Zea Spesies : Zea Mays L. Tanaman Jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis Jagung lokal, hibrida maupun kompsit. Berbagai jenis Jagung tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan serta syarat tumbuhnya masing-masing. Umumnyan petani di Indonesia membudidaykan tanaman Jagung yang berumur genjah (80-90 hari). Varietas Jagung berumur genjah umumnya cukup tenggang terhadap kekeringan. Jagung umur genjah juga dapat diintegrasikan dengan sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) Jagung dari 1-2 kali setahun menjadi 3-4 kali dengan sistem tanam sisip. Jagung berumur genjah yang memiliki potensi hasil paling tinggi adalah Jagung Hibrida, yakni dengan umur panen 89 hari setelah tanam (HST) dengan hasil mencapai 12 ton/hektar (Dalmadi, 2015). 4
Untuk mencapai umur panen yang genjah serta hasil yang maksimal, tanaman Jagung memerlukan pemupukan yang sesuai dengan kebutuhannya, yaitu pupuk yang mengandung unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium. Adapun rekomendasi dosis pemupukan tanaman Jagung adalah: Urea 350 kg/hektar, SP-36 100 150 kg/hektar dan KCI 100 kg/hektar (Fachrista dan Isuukindarsyah, 2012). Adapun manfaat pemupukan bagi tanaman Jagung adalah: 1. Menjadikan daun tanaman lebih hijau, segar dan banyak mengandung butir hijau daun yang penting bagi proses fotosintesis. 2. Mempercepat pertumbuhan tanaman, jumlah anakan maksimum. 3. Memacu pertumbuhan akar. 4. Menjadikan batang lebih tegak, kuat dan mengurangi resiko rebah. 5. Meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama penyakit tanaman dan kekeringan. 6. Memacu pembentukan bunga, mempercepat pemasakan biji sehingga panen lebih cepat. 7. Menambah kandungan protein. 8. Memperlancar proses pembentukan gula dan pati. 9. Memperbesar jumlah buah/biji tiap tangkai. 10. Memperbesar ukuran buah. Namun penggunaan pupuk anorganik yang terus-menerus pada budidaya tanaman Jaung akan memberi dampak buruk bagi lingkungan dan tanaman, misalnya pencemaran air tanah karena penggunaan pupuk anorganik dengan kandungan N dan kemampatan tanah oleh pupuk anorganik dengan kandungan P yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas Jagung. Penggunaan pupuk organik dalam usaha tani Jagung sangat direkomendasikan dan diharapkan mampu meningkatkan produktivitas Jagung dan juga memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah yang digunakan untuk budidaya tanaman Jagung. 5
B. Tanah Regosol Tanah merupakan media tanam utama yang digunakan untuk budidaya tanaman. Selain paling banyak keberadaannya, bercocok tanam dengan tanah merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak waktu lama. Tanah digunakan sebagai media tanam utama karena di dalam tanah terkandung banyak unsur hara dan bahan organik yang diperlukan oleh tanaman. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tanah yang digunakan untuk budidaya tanaman, diantaranya adalah tanah latosol, Grumusol, dan regsol. Ketiga jenis tanah tersebut dapat dibedakan berdasarkan warna, tekstur, serta kandungan unsur hara di dalamnya. Tanah Regosol merupakan hasil erupsi gunung berapi yang berbutir kasar, dan merupakan salah satu tanah marjinal di daerah beriklim tropika basah yang mempunyai produktivitas rendah (Munir, 1996). Di Yogyakarta, jenis tanah ini mendominasi karena tanah Regosol di Yogyakarta terbentuk dari sisa abu vulkanik Gunung Merapi yang mengalami pelapukan. Tanah Regosol kurang subur bagi tanaman karena memiliki kandungan hara yang rendah. Tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi pasir menyebabkan daya ikat tanah Regosol akan air menjadi rendah. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah Regosol memiliki tekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60%, ph sekitar 6-7. Butiran kasar pada tanah Regosol biasanya berasal dari pasir sisa letusan gunung berapi. Perbaikan Regosol perlu dilakukan untuk memperkecil faktor pembatas yang ada pada tanah tersebut sehingga mempunyai tingkat kesesuaian yang lebih baik bila digunakan sebagai lahan pertanian. Untuk menghindari kerusakan lebih lanjut dan meluas diperlukan usaha konservasi tanah. Salah satu upaya pengeloaan untuk meningkatkan produktivitas sumberdaya lahan, perlu diberikan bahan-bahan organik kepada lahan. Aplikasi pupuk organik pada tanah Regosol merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah Regosol, sehingga tanah Regosol menjadi lebih subur dan dapat memacu peningkatan produktivitas tanaman yang ditanam di tanah Regosol. 6
C. Pupuk Pelet Pupuk pelet merupakan pupuk dengan formulasi padat yang berbentuk butiran-butiran dan sedikit memanjang. Menurut Isori (2009) pembuatan pupuk dalam bentuk pelet bertujuan untuk memudahkan aplikasinya. Pupuk pelet memiliki sifat slow release atau memiliki waktu terlarut yang relatif lama. Pupuk pelet dapat terbuat dari campuran beberapa bahan yang memiliki kandungan tertentu, dan perekat untuk menyatukan bahan-bahan yang dicampurkan. Perekat yang biasa digunakan pada pupuk pelet organik adalah dari lempung Grumusol. Jenis perekat ditentukan berdasarkan beberapa aspek, yaitu 1) aspek ekonomi bahwa lempung tanah Grumusol lebih murah daripada perekat lainnya misalnya putih telur dan tepung tapioka, 2) aspek fisika, bahwa lempung tanah Grumusol mampu mengikat air karena sebagian tanah Grumusol tersusun akan fraksi lempung, 3) aspek kimia, bahwa lempung tanah Grumusol mempunyai kadar bahan organik yang tinggi dan sebagian besar terdiri atas kadar anion (ion-) sehingga memiliki kapasitas pertukaran kation (KPK) tinggi. Pupuk NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi, dan arang sabut kelapa dibuat dalam formulasi pelet dengan filler dari lempung Grumusol. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan unsur N, P dan K dari tanaman Jagung guna menggantikan penggunaan pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Hal tersebut dapat dilakukan karena ampas tahu mengandung 1,24 % N dan 1,34 % K 2 O (Asmoro, dkk., 2008). Tepung darah sapi yang mengandung 13,25 % N, 1% P dan 0,60 % K 2 O (Wahyuni, 2014). Serta sabut kelapa yang mengandung K 2 O sebesar 10,25 % (Waryanti, dkk., 2014). Ketiga bahan tersebut dicampur lalu diberi filler dari lempung Grumusol selanjutnya dibuat dalam formulasi pelet. Sifat pelet yang slow release diharapkan mampu melepas unsur N, P dan K secara perlahan ketika diaplikasikan pada tanaman Jagung yang ditanam di tanah Regosol. Pelepasan unsur hara dari pelet secara slow release sangat bermanfaat bagi tanaman Jagung karena unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium dari bahan penyusun pelet dapat diserap secara perlahan dalam waktu lama dan dimanfaatkan dengan maksimal oleh tanaman Jagung. 7
D. Ampas Tahu Industri tahu merupakan salah satu industri pengolah berbahan baku kedelai yang penting di Indonesia. Keberadaan industri tahu hampir tidak dapat dipisahkan dengan adanya suatu pemukiman (Pusteklin, 2002). Disamping keberadaannya yang sangat penting, industri tahu juga mempunyai dampak yang cukup penting terhadap lingkungan terutama masalah limbahnya (Suprapti, 2005). Industri tahu menghasilkan limbah berupa ampas yang masih mengandung gizi. Dalam keadaan baru ampas tahu ini tidak berbau, namun setelah kurang lebih 12 jam akan timbul bau busuk secara berangsur-angsur yang sangat mengganggu lingkungan. Bau busuk dari degradasi sisa-sisa protein menjadi amoniak, dapat menyebar ke seluruh penjuru hingga mencapai radius beberapa kilometer (Pramudyanto dan Nurhasan, 1991; Purnama, 2007). Pada umumnya, ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak, namun setelah 12 jam ampas tahu akan berbau menyengat sehingga tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak. Dalam hal ini ampas tahu perlu dimanfaatkan menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Salah satu rekomendasi pemanfaatan ampas tahu adalah sebagai pupuk organik pada tanaman budidaya. Berdasarkan penelitian Asmoro dkk., (2008) ampas tahu mengandung N sebesar 1,24 % serta K 2 O sebesar 1,34 %. Selain mengandung Nitrogen dan Kalium, ampas tahu juga mengandung unsur besi (Fe) dan Kalsium (Ca). Berasarkan kandungan unsur dari ampas tahu, maka ampas tahu dapat dijadikan sebagai pupuk organik yang dapat menggantikan kebutuhan unsur N dan K dari pupuk anorganik yang biasa digunakan oleh petani. Untuk mengurangi bau menyengat yang disebabkan oleh degradasi sisasisa protein menjadi amoniak dari ampas tahu, maka ampas tahu perlu dikering anginkan. Pengeringan ampas tahu dilakukan dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari selama 1-2 hari. Setelah ampas tahu kering, dilakukan pengukuran kadar air dengan mengoven ampas tahu hingga bobotnya konstan. Setelah kadar air ampas tahu diketahi, maka dapat ditentukan jumlah ampas tahu yang dihitung 8
dalam berat kering mutlak yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman takaran pembuatan pelet NPK organik. E. Tepung Darah Sapi Darah sapi banyak dijumpai di rumah potong hewan (RPH). Menurut Kompas (2013) setiap hari lebih dari 1000 ekor sapi disembelih di Indonesia untuk dikonsusi dagingnya dan sekitar 10.000.000 ekor sapi disembelih di Indonesia saat Hari Raya Idul Adha. Menurut Sri Wahyini (2014) Berat total darah sapi adalah 7,7% dari berat tubuh sapi. Biasanya darah sapi di RPH ditampung dalam ember dan digumpalkan menjadi didih untuk dijual dan dikonsumsi oleh sebagian orang. Konsumen darah sapi relatif sedikit karena darah sapi (didih) merupakan makanan yang haram dalam ajaran Islam. Menurut Agus (2012) Kehalalan produk (baik dipakai atau dimakan) yang diedarkan dan dipasarkan di Indonesia merupakan masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Sehingga tak heran apabila biasanya darah sapi dari RPH hanya dialirkan ke parit dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Limbah darah sapi dapat diolah menjadi tepung darah dan dijadikan sebagai pupuk organik. Metode pengolahan tepung darah sapi ada 2, yaitu metode cooked dried blood meal (perebusan dan pengeringan) dan metode fermented dried blood meal (fermentasi dan pengeringan), namun metode yang sering dipakai dalam pembuatan tepung darah sapi adalah cooked dried blood meal karena prosesnya lebih mudah dan dapat dikerjakan dalam waktu yang relatif lebi singkat. Cara membuat tepung darah dengan metode cooked dried blood meal mula-mula darah segar dimasak selama 2 jam dengan suhu 80 0 C, selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari selama 2-3 hari, setelah kering lalu darah digiling hingga menjadi tepung darah. Pembuatan tepung darah dengan metode fermented dried blood meal mula-mula darah segar + 20% molasses, disimpan 14 hari, dikeringkan sinar matahari selama 3-5 hari, digiling hingga menjadi tepung darah. Tepung darah sapi mengandung N 13,25 %, P 1,00 % dan K 0,60 %. Protein yang terkandung pada tepung darah sapi akan cepat diuraikan oleh 9
mikroorganisme dalam tanah, sehingga tepung darah sapi sangat baik apabila dijadikan pupuk organik (Sri Wahyuni, 2014). F. Arang Sabut Kelapa Belakangan ini sabut kelapa menjadi limbah yang sangat umum bagi masyarakat Indonesia. Bagian dari buah kelapa yang diambil untuk dimanfaatkan sebagai bahan masakan adalah daging buah dan air kelapanya, sehingga sabut kelapa dibuang begitu saja dan kurang dimanfaatkan. Oleh karena itu, studi pemanfaatan sabut kelapa perlu dilakukan agar lebih memiliki nilai guna, sehingga dapat mereduksi jumlah sabut kelapa dalam timbunan sampah. Pemanfaatan sabut kelapa yang paling mudah, namun belum banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia khususnya petani adalah pembuatan pupuk organik dari sabut kelapa. Tanaman membutuhkan berbagai macam unsur hara untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Salah satu unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah besar (unsur hara makro) adalah Kalium (K). Dalam penelitian Waryanti dkk., (2014) menyatakan bahwa sabut kelapa mengandung unsur karbon (C) sehingga dapat dijadikan bahan karbon aktif. Selain mengandung karbon, sabut kelapa juga mengandung K 2 O sebesar 10,25%. Kandungan K 2 O dalam sabut kelapa dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk memenuhi kebutuan unsur hara makro Kalium dalam budidaya tanaman Jagung. Untuk mempermudah proses pencampuran dengan bahan organik lain dalam pembuatan pupuk organik, maka sabut kelapa diajdikan arang. Pembuatan arang sabut kelapa dilakukan dengan metode pengarangan terkontrol (pirolisis). Adapun langkah kerjanya adalah memotong sabut kelapa menjadi bagian-bagian kecil lalu dimasukkan ke dalam tong. Bakar potongan sabutu kelapa hingga menjadi bara. Setelah semua bagian menjadi bara, maka tutup rapat tong yang digunakan sebagai tempat pembakaran sabut kelapa. Setelah sabut kelapa menjadi arang, haluskan hingga menjadi serbuk arang sabut kelapa. Pembuatan arang sabut kelapa juga akan menambah unsur Karbon (C) yang baik untuk tanaman budidaya khusunya tanaman Jagung. Selain untuk budidaya Jagung, arang sabut 10
kelapa juga baik digunakan untuk media tanam sayuran dan tanaman hias (Waryanti, dkk., 2014). G. Hipotesis Perlakuan C (Pelet 70 gram/tanaman) diduga paling optimal untuk menunjang pertumbuhan dan hasil tanaman Jagung. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2016. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa, pupuk kandang, tanah Regosol, benih Jagung Hibrida, lempung Grumusol, pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl dan air. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari timbangan analitik, penggaris, Leaf Area Meter (LAM), mesin peletizer, tong, oven, cupu, sekop, gembor, kertas label, pensil, polybag ukuran 35 35 cm dan sungkup. C. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental, terdiri dari 1 faktor yaitu dosis pupuk pelet NPK organik pada tanaman Jagung yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diujikan adalah dosis pelet NPK organik yang terbuat dari ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan filler dari lempung Grumusol dengan perbandingan komposisi 2 : 1 : 1 : 1. Adapun macam perlakuannya terdiri dari: A: Pelet 50 gram/tanaman. B: Pelet 60 gram/tanaman. 11
C: Pelet 70 gram/tanaman. D: Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman. Terdapat 4 perlakuan, setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 12 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 5 polybag tanaman Jagung, yaitu 3 tanaman sampel dan 2 tanaman korban. Jadi dari 12 unit percobaan terdapat 60 polybag tanaman Jagung. D. Cara Penelitian 1. Persiapan Bahan Pupuk NPK Organik a. Pengeringan Ampas Tahu Ampas tahu dikering anginkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 1-2 hari. Setelah kering angin, dilakukan pengukuran kadar lengas ampas tahu dengan cara : i. Menimbang cupu kosong dan tutupnya (a gram). ii. Mengambil sampel ampas tahu kering angin sebanyak setengah volume cupu lalu ditimbang (b gram). iii. Cupu berisi ampas tahu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110 0 C selama 4 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator lalu ditimbang lagi (c gram). Kemudian dihitung kadar lengasnya dengan rumus : b. Pembuatan Tepung Darah Sapi dengan Metode Cooked Dried Blood Meal (Perebusan dan Pengeringan) b a x 100 %. c a Cara membuat tepung darah dengan metode cooked dried blood meal mula-mula darah segar dimasak selama 2 jam dengan suhu 80 0 C, selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari selama 2-3 hari, setelah kering lalu darah digiling hingga menjadi tepung darah. Selanjutnya tepung darah sapi diukur kadar lengasnya. Cara pengukuran kadar lengas tepung darah sama dengan pengukuran kadar lengas pada ampas tahu. c. Pembuatan Serbuk Arang Sabut Kelapa 12
Pembuatan arang sabut kelapa dilakukan dengan metode pirolisis (pengarangan terkontrol). Mula-mula sabut kelapa dipotong menjadi bagian-bagian kecil, dimasukkan ke dalam tong lalu dibakar hingga menjadi bara. Ketika semua bagian sabut kelapa telah menjadi bara, tong ditutup rapat dan ditunggu selama 60 menit hingga bara sabut kelapa menjadi arang sabut kelapa. Selanjutnya arang sabut kelapa dihaluskan hingga menjadi serbuk. 2. Pembuatan Pelet NPK Organik a. Komposisi Pelet NPK Organik Pelet NPK organik dibuat dengan bahan ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan filler dari lempung Grumusol dengan perbandingan berturut-turut 2:1:1:1. b. Cara Pembuatan Pelet NPK Organik Ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan filler dari lempung Grumusol dimasukkan ke dalam nampan dan dicampur hingga homogen. Bahan yang sudah tercampur kemudian digiling dengan mesin peletizer. Pupuk pelet yang sudah jadi diletakkan dalam wadah secara terurai kemudian dikering anginkan dalam suhu ruangan. c. Pengukuran Kadar C-organik Pelet NPK Organik Pengamatan C-organik pelet dilakukan dengan cara mengambil sampel pelet NPK organik yang telah dibuat dan dilakukan pengukuran kadar C-organik menggunakan metode Walkey and Black. d. Pengukuran Kadar N-total Pelet NPK Organik Pengamatan kadar N-total dilakukan dengan cara mengambil sampel pelet NPK organik yang telah dibuat, selanjutnya dilakukan pengukuran kadar N total dengan metode Kjehdahl. 13
Hasil pengukuran kadar C-organik dan N-total digunakan untuk menghitung C/N rasio dari pelet NPK organik yang telah dibuat, dengan rumus sebagai berikut : 3. Persiapan Media Tanam Tanah dibersihkan dari kotoran dan dikering anginkan selama 2 hari. Kemudian tanah diayak dengan mata saring 2 mm agar kerikil dan kotoran lain terpisah dari tanah. Selanjutmya campur tanah Regosol dengan pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 1. Setelah tercampur rata, media tanam ditimbang seberat 5 kg dan dimasukkan dalam polybag ukuran 35 35 cm. 4. Penanaman Benih yang digunakan adalah benih Jagung Hibrida. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang pada tanah dalam polybag sedalam 5 cm, lalu masukkan 2 benih Jagung ke dalam lubang tanam pada tanah dalam polybag. 5. Pemeliharaan a. Penjarangan Penjarangan dilakukan pada 7 hari setelah tanam dengan mempertahankan 1 tanaman Jagung per polybag yang pertumbuhannya sehat/normal. Penjarangan dilakukan dengan cara mencabut salah satu tanaman jagug pada polyag yang pertumbuhannya kurang sehat/normal. Pencabutan dilakukan secara perlahan agar tidak merusak perakaran tanaman Jagung yang dipertahankan sebagai tanaman perlakuan. b. Penyiraman Peyiraman dilakukan setiap sore hari, jumlah air yang disiramkan disesuaikan dengan melihat kondisi tanah dan hasil dari pengukuran kadar lengas tanah media tanam agar jumlah air yang disiramkan menjadi efektif. Penyiraman dilakukan menggunakan gembor. c. Aplikasi Pelet NPK Organik 14
Pemberian pupuk pelet NPK organik dilakukan pada saat tanaman Jagung berumur 7 hari. Pupuk pelet NPK organik diberikan dengan cara ditugal sedalam 5 cm dengan jarak 5 cm dari batang tanaman Jagung dan ditutup kembali dengan tanah. Dosis pelet NPK organik pada tanaman Jagung diberikan sesuai dengan masing-masing perlakuan, yaitu: A: Pelet 50 gram/tanaman. B: Pelet 60 gram/tanaman. C: Pelet 70 gram/tanaman. D: Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman. Kebutuhan pupuk tanaman Jagung adalah : Tabel 1. Kebutuhan Pupuk Tanman Jagung Jenis Pupuk Per Hektar (kg) Per tanaman (gram) Urea 350 kg 5,25 SP-36 100 kg 1,5 KCl 100 kg 1,5 Sumber : Fachrista dan Isuukindarsyah (2012). (Lampiran 3). Kebutuhan unsur NPK tanaman Jagung adalah : Tabel 2. Kebutuhan Unsur NPK Tanaman Jagung Jenis Unsur Per Hektar (kg) Per Tanaman (gram) N 161 2,41 P 36 0,54 K 60 0,9 Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3. Kandungan unsur pada pelet NPK organik yang dibuat adalah : Tabel 3. Kandungan Unsur pada Pelet NPK Organik yang Dibuat NO Jenis Unsur Persentase di dalam pelet 1 N 3,15 % 2 P 0,20 % 3 K 2,71 % Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4. 15
Sedangkan kandungan unsur dari masing-masing perlakuan adalah : Tabel 4. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan No Kandungan Perlakuan Unsur (gram) (gram/tanaman) N P K 1 A: Pelet 50. 1,58 0,10 1,35 2 B: Pelet 60. 1,90 0,12 1,63 3 C: Pelet 70. 2,20 0,14 1,90 4 D: Urea 5,25 + SP-36 1,5 + KCl 1,5 2,41 0,54 0,90 Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6. d. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Pengendalian terhadap hama dilakukan secara teknis dan juga secara kimiawi tergantung pada jenis hama dan tingkat kerusakannya. Pengendalian gulma dilakukan secara teknis dengan mencabut gulma. Pengendalian terhadap penyakit dilakukan secara kimiawi yang menyesuaikan pada penyakit yang menyerang. e. Panen Jagung dipanen dengan cara dipetik menggunakan tangan. Panen dilakukan ketika tanaman Jagung berumur 85-90 hari, ditandai dengan tongkol yang sudah terisi penuh, daun tanaman Jagung telah berwarna kuning serta rambut Jagung telah berubah warna menjadi cokelat dan kering. E. Parameter yang Diamati 1. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur setiap 5 hari sekali selama 60 hari dengan menggunakan penggaris. Tingi tanaman Jagung diukur dari pangkal batang hingga ke ujung tanaman, namun daun Jagung tidak ditelangkupkan ke atas. 2. Jumlah Daun (helai) Jumlah daun dihitung setiap 5 hari sekali selama 60 hari. Cara perhitungan jumlah daun yaitu dengan menghitung semua daun yang pernah tumbuh pada tanaman Jagung, termasuk daun yang sudah layu dan kering. 16
3. Berat Segar Tajuk (gram) Berat segar tajuk diukur sebanyak 2 kali yaitu pada saat tanaman Jagung berumur 30 hari dan 60 hari. Berat segar tajuk yang ditimbang adalah tajuk tanaman korban yang dicabut pada saat umur 30 hari dan 60 hari. Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang bagian tajuk (batang+daun) Jagung ketika baru dicabut, namun sudah dibersihkan dari kotoran yang menempel seperti tanah, pasir, dll. 4. Berat Segar Akar (gram) Berat segar akar dilakukan dengan cara mencabut secara perlahan tanaman Jagung, lalu akarnya dicuci dan dibersihkan dari tanah atau kotoran yang masih menempel. Selanjutnya akar Jagung dipisahkan dari tanaman Jagung dengan cara dipotong, selanjutnya ditimbang. Penimbangan berat segar akar dilakukan sebanyak 2 kali yaitu ketika tanaman Jagung berumur 30 hari dan 60 hari. 5. Berat Kering Tajuk (gram) Penimbangan berat kering tajuk dilakukan dengan cara membungkus tajuk Jagung dengan kertas, lalu mengeringkan tajuk (batang+daun) Jagung dengan oven pada suhu 70 0 C hingga beratnya konstan, selanjutnya tajuk Jagung ditimbang dengan timbangan analitik. Penimbangan berat kering tajuk dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu saat tanaman Jagung berumur 30 dan 60 hari. 6. Berat Kering Akar (gram) Pengukuran berat kering akar dilakukan dengan cara mencuci akar Jagung, membungkusnya dengan kertas, selanjutnya akar Jagung dioven pada suhu 70 0 C hingga beratnya konstan. Penimbangan berat kering, baik tajuk maupun akar bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak akumulasi bahan kering hasil dari proses fotosintesis tanaman Jagung, karena ketika masih segar, akumulasi bahan hasil fotosintesis masih bercampur dengan air yang terkanung dalam tubuh tanaman. 17
7. Berat Segar Tongkol (gram) Pengamatan berat segar tongkol dilakukan setelah penen dengan cara menimbang tongkol Jagung tanpa kelobot. 8. Panjang Tongkol (cm) Pengamatan panjang tongkol dilakukan setelah panen dengan cara mengukur panjang tongkol tanpa kelobot dengan menggunakan penggaris. 9. Diameter Tongkol (cm) Pengukuran diameter tongkol dilakukan dengan cara membuang kelobot Jagung, selanjutnya bagian tongkol Jagung yang paling menggembung (diasumsikan yang diameternya paling besar) dipotong dan diameter tongkol diukur menggunakan penggaris. 10. Jumlah Biji Biji Jagung dipisahkan dari tongkolnya (dipipil), lalu dihitung jumlah biji dari masing-masing tongkol. 11. Berat Biji per Tongkol Biji Jagung dirontokkan dari tongkolnya, selanjutnya biji Jagung dari masing-masing tongkol ditimbang beratnya. F. Analisis Data Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5% untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan yang diberikan. Jaika ada pengaruh nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (Duncan s Multiple Range Test) pada taraf kesalahan 5% untuk mengetahui beda nyata dari pengaruh antar perlakuan. 18
G. Jadual Penelitian No Tahapan Penelitian 1 Persiapan alat dan bahan 2 Persiapan bahan pelet NPK organik A Pengeringan ampas tahu B Pembuatan tepung darah sapi C Pembuatan arang sabut kelapa 3 A Pembuatan pelet NPK organik B Pengukuran kadar C, N dan C/N rasio 4 Persiapan media tanam A Pengayakan tanah b Pengisian tanah ke polybag 5 Penanaman 6 Pemeliharaan a Penjarangan b Penyiraman c Aplikasi pelet NPK organik d Pengendalian OPT 7 Pengamatan 8 Panen Analisis data dan 9 penyusunan laporan Bulan Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 19
DAFTAR PUSTAKA Academia. 2015. Produksi Jagung Indonesia. http://www.academia.edu/9756070/pertumbuhan_produksi_ekspor_im por_konsumsi_dan_cadangan_jagung_indonesia., diakses 5 April 2015. Agus. 2012. Membangun Kesadaran Konsumsi Makanan Halal. http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=11491., diakses 6 April 2015. Asmoro Y., Suranto, dan Sutoyo D., 2008. Pemanfaatan Limbah Tahu untuk Peningkatan Hasil Tanaman Petsai (Brassica chinesis). Jurnal Bioteknologi 5 (2): 51-55, November 2008, ISSN: 0216-6887. BAPPEBTI. 2014. Gudang SRG Solusi Jagung Impor. http://www.bappebti.go.id/id/edu/articles/detail/2989.html., diakses 6 April 2015. B. Septian. 2014. Pertumbuhan Produksi Ekspor Impor Konsumsi dan Cadangan Jagung Indonesia. http://www.academia.edu/9756070/pertumbuhan Produksi Ekspor_Impor_Konsumsi_dan_Cadangan_Jagung_Indonesia., diakses 6 April 2015. Dalmadi. 2015. Penggunaan Benih Jagung Umur Genjah merupakan Upaya Meminimalkan Kegagalan Panen. http://cybex.pertanian.go.id /materipenyuluhan /detail/10038/penggunaan-benih-jagung-umurgenjah-merupakan-upaya-untuk-meminimalkan-kegagalan-panen, diakses 15 Desember 2015. Fachrista dan Isuukindarsyah. 2012. Jagung. http://babel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content &view=article&id=163:jagung., diakses 6 April 2015. Farida Ali, Muhammad Edwar dan Aga Karisma, 2014. Pembuatan Kompos dari Ampas Tahu dengan Aktivator Stardec. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Palembang. Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta Hermana. 1985. Pengolahan Kedelai Menjadi Berbagai Bahan Makanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Isori, 2009. Pupuk Organik Pelet (POP). http://www.isori.com/2009/07/19/pupukorganik-pelet-pop., diakses 6 April 2015. 20
Kompas. 2013. Sapi, Kambing, dan Babi. http://hiburan.kompasiana.com/humor/2013/10/15/sapi-kambing-danbabi-600707.html., diakses 6 April 2015. Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia. P.T. Pustaka Jaya. Jakarta. Puji, D. 2014. Jenis Tanah yang Ada di Indonesia. http://www.dontfauji.blogspot.com/2014/08/jenis-tanah-yang-ada-diindonesia.html., diakses 6 April 2015. Pramudyanto dan Nurhasan. 1991. Penanganan Limbah Pada Pabrik Tahu. Semarang: Yayasan Bina Karya Lestari. Pusteklin. 2002. Penelitian Dasar Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair. Yogyakarta: Pusteklin. Soeminaboedhy dan Tedjowulan. 2004. Pemanfaatan Berbagai Macam Arang sebagai Sumber Unsur Hara P dan K serta sebagai Pembenah Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram. Sri Wahyuni. 2014. Pembuatan Tepung Darah. Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor. http://www.pasca.unpak.ac.id., diakses 28 April 2015. Suprapti, L. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius. Sutejo, M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta. Triawati, A. 2010. Kualitas Ligkungan Sekitar Pabrik Tahu dan Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Pupuk Cair Organik dengan Penambahan EM4 (Effective Microoganism). Surabaya. Tugas Akhir, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNAIR. Surabaya. Waryanti A., Sudarno, dan Sutrisno E. 2014. Studi Pengaruh Penambahan Sabut Kelapa pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Air Cucian Ikan terhadap Kualitas Unsur Hara Makro (CNK). Program Studi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. UNDIP. Semarang. 21
LAMPIRAN 1. Skema Penelitian Tahap 1. Persiapan alat dan bahan Pengeringan ampas tahu, ukur KL Pembuatan tepung darah sapi, ukur KL Pembuatan arang sabut kelapa Pembuatan filler lempung Grumusol Tahap 2. Pembuatan Pelet Pelet NPK Organik Tahap 3. Budidaya Jagung Persiapam media tanam Uji kadar C-organik Uji kadar N-total Pengkuran C/N rasio Penanaman Pemeliharaan : A. Penyulaman B. Penyiraman C. Aplikasi Pelet NPK organik D. Pengendalian OPT Panen perlakuan Perlakuan A: Pelet 50 gram/tanaman. B: Pelet 60 gram/tanaman. C: Pelet 70 gram/tanaman. D: Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman. Tahap 4. Pengamatan Pertumbuhan Harian : Tinggi tanaman & Jumlah daun. Tan. Korban : - Berat segar tajuk, akar - Berat kering tajuk, akar. Hasil Tongkol : berat segar, panjang, diameter. Biji : jumlah biji per tongkol & berat biji per tongkol. 22
2. Layout Penelitian B1 A4 A2 A3 C2 B3 B2 A1 C4 C3 B4 C1 - Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan. - Setiap perlakuan diulang 3 kali. - Sehingga diperoleh 12 unit percobaan. - Setiap unit percobaan terdiri dari 7 polybag (3 tanaman sampel dan 2 tanaman korban dan 2 tanaman cadangan), masing-masing polybag berisi 1 tanaman Jagung. - Total : 84 polybag tanaman Jagung (60 tanaman perlakuan dan 24 tanaman cadangan). 23
3. Kebutuhan Pupuk Urea, SP-36 dan KCl serta Kebutuhan Unsur N, P dan K Tanaman Jagung Manis A. Kebutuhan Pupuk Urea, SP-36 dan KCl Tanaman Jagung Manis menurut Fachrista dan Isuukindarsyah (2012) - Urea 350 kg/hektar. - SP-36 100 kg/hektar. - KCI 100 kg/hektar. Jarak tanam pada budidaya tanaman Jagung Manis adalah 75 20 cm. Dalam 1 hektar lahan terdapat 66666 tanaman Jagung Manis. Kebutuhan pupuk per tanaman Jagung : - Urea = 5,25 gram. - SP-36 = 1,5 gram. - KCl = 1,5 gram. B. Kebutuhan Unsur N, P dan K Tanaman Jagung Manis - Kebutuhan unsur N : Pupuk Urea menandung 46 % N. 350 kg = 161 kg N/hektar, Jadi kebutuan N per tanaman Jagung Manis = = 2,41 gram. - Kebutuhan unsur P : Pupuk SP-36 mengandung 36 % P, maka : 100 kg = 36 kg P/hektar, Jadi kebutuan P per tanaman Jagung Manis = = 0,54 gram. - Kebutuhan unsur K : Pupuk KCl mengandung 60 % K, maka : 100 kg = 60 kg K/hektar, Jadi kebutuan K per tanaman Jagung = = 0,90 gram. 24
4. Kandungan N, P, dan K (%) dari Pelet NPK Organik yang Dibuat Pelet NPK organik dibuat dari ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan perekat dari lempung Grumusol dengan perbandingan komposisi : Ampas tahu : 2 Arang sabut kelapa :1 Tepung darah sapi : 1 Perekat dari lempung Grumusol : 1 A. Kandungan N : i. Kandungan N ampas tahu adalah 1,24 % (Asmoro, dkk., 2008). 1,24 % = 0,5 %. ii. Kandunan N tepung darah sapi adalah 13,25 % (Sri Wahyuni, 2014). 13,25 % = 2,65 %. Maka kandungan N pelet NPK organik = 0,5 % + 2,65 % = 3,15 % N. B. Kandungan P : i. Ampas tahu mengandung unsur P sebesar 5,54 ppm (Asmoro, dkk., 2008). 5,54 ppm = 0,0000055 = 0,0000022 %. ii. Tepung darah sapi mengandung unsur P sebesar 1 % (Sri Wahyuni, 2014). 1 % = 0,2 %. Maka kandungan P pelet NPK organik = 0,0000022 % + 0,2 % = 0,2 % P. C. Kandungan K : i. Ampas tahu mengandung K 1,34 % (Asmoro dkk., 2008) 1,34 % = 0,54 %. ii. Kandungan K tepung darah sapi adalah 0,60 % (Sri Wahuni, 2014) 0,60 % = 0,12 %. iii. Unsur K pada arang sabut kelapa 10,25 % (Waryanti dkk., 2014). 10,25 % = 2,05 %. Maka kandungan K pelet NPK organik = 0,54 % + 0,12 % + 2,05 %. = 2,71 % K. 25
5. Jumlah Pelet NPK Organik yang Dibutuhkan Tanaman Jagung Manis Tanaman Jagung Manis membutuhkan 161 kg N/hektar atau 2,41 gram N/tanaman, 36 kg P/hektar atau 0,54 gram P/tanaman dan 60 kg K/hektar atau 0,90 gram K/tanaman (Lampiran 2). Pelet NPK organik yang dibuat mengandung 3,15 % N, 0,2 % P dan 2,71 % K (Lampiran 4). Dengan jarak tanam 75 20 cm, dalam 1 hektar terdapat 66666 tanaman Jagung Manis. Maka kebutuhan unsur hara bagi tanaman Jagung Mnais dapat terpenuhi dengan pemberian pelet sebanyak : x 161 kg = 5111,11 kg pelet NPK organik/hektar. Maka kebutuhan pelet NPK organik/tanaman adalah: = 76,6 gram pelet NPK organik/tanaman. Dari 4420,65 kg pelet NPK organik, mengandung unsur N, P dan K sebesar: - N : x 5111,11 = 161 kg N/hektar, atau = 2,41 gram N/tanaman (sesuai dengan dosis anjuran N tanaman Jagung Manis yaitu sebesar 2,41 gram N/tanaman). - P : x 5111,11 = 10,22 kg P/hektar, atau = 0,15 gram P/tanaman (tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan P tanaman Jagung Manis yaitu sebesar 0,54 gram P/tanaman). - K : x 5111,11 = 138,51 kg K/hektar, atau = 2,08 gram K/tanaman (cukup untuk memenuhi kebutuhan K tanaman Jagung Manis yaitu sebesar 0,90 gram K/tanaman). 26
6. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan Berdasarkan perhitungan di atas, maka kandungan unsur N, P dan K dari masing-masing perlakuan adalah: A. Perlakuan (A) : 50 gram pelet NPK organik/tanaman.... B. Perlakuan (B) : 60 gram pelet NPK organik/tanaman.... C. Perlakuan (C) : 70 gram pelet NPK organik/tanaman.... D. Perlakuan (D) : 5,25 gram Urea + 1,50 gram SP-36 + 1,50 gram KCl/tanaman = mengandung 2,41 gram N, 0,54 gram P, dan 0,90 gram K, merupakan jumlah unsur N, P dan K yang dibutuhkan oleh tanaman Jagung Manis (Lampiran 3). 27