BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

FUNGSI PAJAK. 2.Fungsi Mengatur Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan berbagai kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

PENGANTAR PERPAJAKAN. Pengantar Pajak

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB II BAHAN RUJUKAN

DASAR DASAR PERPAJAKAN. ARUMEGA ZAREFAR, SE.,M.Ak.,Akt.,CA

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI

Pengantar Perpajakan MINGGU 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Mardiasmo, 2011: 21).

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

PERTEMUAN 2 DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

Iuran rakyat ke negara. berdasarkan UU (memaksa) kepentingan negara. penggunaan publik. tanpa timbal balik ( non kontraprestasi)

Perpajakan 1. Pengantar, Pungutan Lain, Fungsi Pajak, Dasar Teori Pemungutan Pajak, Kedudukan Hukum Pajak, Hk. Pajak Materil dan Formil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik kerja Lapangan Mandiri. memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

Pengantar Perpajakan. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. ini pemungutnya dilaksakan oleh Pemerintah Pusat khususnya Depertemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi: 2006). Dalam meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian pajak menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Resmi (2011):

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tugas Akhir. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak membutuhkan kajian teori sebagai berikut : digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara.adapun beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dan Tata Cara Perpajakan memberikan definisi pajak : kontribusi wajib

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB II LANDASAN TEORI. Undang sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak membalas jasa secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1,019 trilyun atau sebesar 79% ( berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaannegara yang digunakan untuk

Repositori STIE Ekuitas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III. 2. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. dalam buku Resmi (2013) yaitu:

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pajak 2.1.1.1. Definisi Pajak Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah kepada masyarakat dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Terdapat definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu: 1. Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proposional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. (Sommerfeld Ray M. dalam Sumarsan, 2013: 4). 2. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011: 1). 3. Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undung-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Zain, 2011: 10).

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran terutang yang wajib dibayarkan oleh wajib pajak yang sifatnya dipaksakan berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan timbal balik dan digunakan untuk keperluan negara. 2.1.1.2. Ciri-ciri Pajak Berikut ini ciri-ciri pajak yang disimpulkan dari definisi pajak di atas. Menurut Waluyo (2011: 5) ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. Selain ciri-ciri pajak di atas, terdapat juga ciri-ciri pajak menurut Zain (2011: 12) sebagai berikut: 1. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungutan pajak/administrator pajak). 3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak. 5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif). Dari uraian ciri-ciri pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak tidak terlepas dari: 1. Pajak dipungut oleh negara. 2. Pajak dibayarkan oleh rakyat. 3. Pajak didasarkan dengan undang-undang. 4. Pajak bersifat memaksa. 5. Pajak tidak dapat menunjukan kontraprestasi. 6. Pajak digunakan untuk kepentingan negara.

2.1.1.3. Fungsi Pajak Menurut Sumarsan (2013: 5) pajak mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran negara. Berikut ini adalah beberapa fungsi pajak menurut Sumarsan (2013: 5) adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintahan. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi. 2.1.1.4. Pengelompokan Pajak Pajak dapat dikelompokan dalam beberapa kelompok (Mardiasmo, 2011: 4): 1. Menurut golongannya 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.

2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut sifatnya 1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan 2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut lembaga pemungutnya 1) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. 2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas: (1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor (2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel

2.1.1.5. Hukum Pajak Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak (Mardiasmo, 2011: 5). Ada 2 macam hukum Pajak yaitu: 1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenai pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-Undang Pajak Penghasilan 2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain: 1) Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak. 2) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak. 3) Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.

2.1.1.6. Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 6) terdapat 3 tata cara pemungutan pajak, yaitu: 1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel: 1) Stelsel nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yakni setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. 2) Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. 3) Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. 2. Asas Pemungutan Pajak 1) Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

2) Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. 3) Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. 3. Sistem Pemungutan Pajak 1) Official Assessment System Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: (1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. (2) Wajib Pajak bersifat pasif. (3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-cirinya: (1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

(2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. (3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 2.1.1.7. Tarif Pajak Ada 4 macam tarif pajak (Mardiasmo, 2011: 9): 1. Tarif sebanding/proporsional berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai 10%. 2. Tarif tetap berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: Bea Materai untuk cek 3. Tarif progresif persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 4. Tarif degresif persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar 2.1.2. Kesadaran Membayar Pajak Kesadaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008), kesadaran adalah keinsafan, keadaan mengerti akan hal dirasakan atau dialami oleh seseorang. Kesadaran identik dengan kemauan yaitu suatu dorongan dari alam sadar berdasarkan pertimbangan pikiran dan

perasaan serta seluruh pribadi yang menimbulkan kegiatan yang terarah tercapainya tujuan tertentu yang berhubungan dengan pribadinya. Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada Wajib Pajak selaku pihak pemberi dana bagi negara. Di samping itu juga tergantung pada kemauan Wajib Pajak sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Siti Kurnia Rahayu, 2010: 163). Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan yang semudah dan sesederhana untuk mendapatkan sesuatu (konsumsi) bagi masyarakat, tetapi di dalam pelaksanaannya penuh dengan hal yang bersifat emosional. Pada dasarnya tidak seorangpun menikmati kegiatan membayar pajak seperti menikmati kegiatan belanja. Di samping itu potensi bertahan untuk tidak membayar pajak sudah menjaditaxpayers behavior. Maka dari itu kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan faktor terpenting (Siti Kurnia Rahayu, 2010: 163). Menurut Irianto (2005: 36), menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak. Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar

pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara. Salah satu ciri negara maju adalah jika kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi, mendekati 100%. Seandainya dari 50 juta yang belum bayar pajak, sudah membayar kewajibannya tentu Indonesia akan lebih maju dari sekarang (Susanto, 2012). Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak. Indikasi tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak antara lain: 1. Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditetapkan. 2. Tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa. 3. Tingginya Tax Ratio 4. Semakin Bertambahnya jumlah Wajib Pajak baru. 5. Rendahnya jumlah tunggakan / tagihan wajib pajak.

6. Tertib, patuh dan disiplin membayar pajak atau minimnya jumlah pelanggaran pemenuhan kewajiban perpajakan. Menurut Susanto (2012) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Masyarakat Untuk Membayar Pajak adalah: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran masyarakat yang cukup menonjol adalah kepemimpinan, kualitas pelayanan, dan motivasi. 2. Faktor ekonomi/tingkat pendapatan. Masyarakat yang miskin akan menemukan kesulitan untuk membayar pajak. Kebanyakan mereka akan memenuhi kebutuhan hidup terlebih dahulu sebelum membayar pajak. Karenanya tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut memiliki kesadaran dan kepatuhan akan ketentuan hukum dan kewajibannya. Adapun indikator dalam mengukur tingkat Kesadaran Wajib Pajak yaitu: 1. Kesadaran untuk membayar pajak bukan karena paksaan 2. Kesadaran bahwa pajak diatur undang-undang 3. Kesadaran akan fungsi pajak 4. Kesadaran akan manfaat pajak yang dibayarkan 5. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan Negara 6. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara

2.1.3. Pengetahuan Perpajakan Tentang Peraturan Pemerintah Pengetahuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008), pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu yang dapat berwujud barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal, atau bersangkutan dengan masalah kejiwaan. Pada tataran pendidikan mulai pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi masih belum tersosialisasi pajak secara menyeluruh, kecuali mereka yang menempuh jurusan perpajakan. Kurangnya sosialisasi mungkin berdampak pada rendahnya kesadaran masyarakat yang pada akhirnya mungkin menyebabkan rendahnya tingkat keputuhan pajak (Supriyati dan Nur Hidayati, 2008). Veronica Carolina (2009: 7) Pengetahuan Pajak adalah informasi pajak yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Konsep pengetahuan atau pemahaman pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010: 88) yaitu wajib pajak harus meliputi : 1. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. Pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan di Indonesia 3. Pengetahuan mengenai Fungsi Perpajakan

Pengetahuan akan pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Sebagian besar wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu juga ada yang diperoleh dari radio, televisi, majalah pajak, surat kabar, internet, buku perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak, dan adapula yang diperoleh dari penelitian pajak. Namun frekuensi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sering dilakukan. Bahkan, pengetahuan tentang pajak belum secara komprehensif menyentuh dunia pendidikan (Supriyati dan Hidayati, 2008). Adapun indikator dalam mengukur tingkat pengetahuan pajak yaitu: 1. Wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu juga ada yang diperoleh dari radio, televisi, majalah pajak, suratkab ar, internet, buku perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak, dan adapula yang diperoleh dari penelitian pajak 2. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap fungsi pajak 3. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap peraturan pajak 4. Pegetahuan dan pemahaman mengenai Surat Pemberitahuan (SPT) 5. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap tarif pajak 6. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan

2.1.4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Dalam modul pelatihan pajak terapan brevet oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2015: 185) disebutkan bahwa pada tahun 2013 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Wajib Pajak orang pribadi tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) 2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. 2.1.5. Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008), istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam Zain (2011: 31) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana : 1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-rundangan perpajakan 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 stdd KMK No. 235/KMK.03/2003 menyatakan bahwa: Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Adapun indikator dalam mengukur kepatuhan Wajib Pajak, yaitu: 1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri 2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan 3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan 2.1.6 Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai

perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada Wajib Pajak selaku pihak pemberi dana bagi negara. Di samping itu juga tergantung pada kemauan Wajib Pajak sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Siti Kurnia Rahayu, 2010: 163). 2.1.7 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada tataran pendidikan mulai pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi masih belum tersosialisasi pajak secara menyeluruh, kecuali mereka yang menempuh jurusan perpajakan. Kurangnya sosialisasi mungkin berdampak pada rendahnya kesadaran masyarakat yang pada akhirnya mungkin menyebabkan rendahnya tingkat keputuhan pajak (Supriyati dan Nur Hidayati, 2008). Veronica Carolina (2009: 7) Pengetahuan Pajak adalah informasi pajak yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan.

2.2. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti/ No Tahun 1 Panca wati Hardi ningsih (2011) 2 Siti Musya rofah dan Adi Purno mo (2008) 3 Ni Ketut Muliari dan Putu Ery Setia wan (2010) Judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Pengaruh Kesadaran Dan Persepsi Tentang Sanksi, Dan Hasrat Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Hasil Penelitian Kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kesadaran yang dimiliki wajib pajak maka semakin meningkatkan kemauan membayar kewajiban perpajakan. Kesadaran dan persepsi tentang sanksi dan hasrat berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Persepsi tentang sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan Variabel Persamaan Dalam faktor yang diteliti terdapat kesamaan yaitu kesadaran membayar pajak Kesamaan nya adalah terdapat variabel kesadaran dalam penelitian tersebut Kesamaan nya adalah terdapat variabel kesadaran dalam penelitian tersebut Variabel Perbedaan Perbedaannya peneliti terdahulu juga meneliti variabel kemauan membayar pajak dan beberapa faktor lainnya dalam penelitiannya Perbedaannya adalah peneliti sebelumnya meniliti variabel persepsi tentang sanksi dan hasrat membayar dalam penelitiaan nya Perbedaannya adalah peneliti sebelumnya meniliti variabel persepsi tentang sanksi perpajakan

4 Islamiah Kamil 5 Natrah Saad (2013) Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi The Effect of Taxpayer Awareness, Knowledge, Tax Penalties and Tax Authorities Services on the Tax Complience Tax Knowledge, Tax Complexity and Tax Compliance: Taxpayers View pelaporan wajib pajak orang pribadi Kesadaran membayar pajak, pengetahuan, sanksi pajak dan Pelayanan pajak berpengaruh positif trhadap kepatuhan pajak Pengetahuan perpajakan, kompleksitas pajak, dan kepatuhan perpajakan berpengaruh positif terhadap pandangan wajib pajak Kesamaan nya adalah terdapat variabel kesadaran membayar dan sanksi dalam penelitian Kesamaan nya adalah terdapat variabel pengetahuan perpajakan dalam penelitian dalam penelitiannya Perbedaannya peneliti terdahulu juga meniliti variabel sanksi pajak dan pelayanan pajak dalam penelitiannya Perbedaannya peneliti sebelumnya meneliti variabel kompleksitas pajak dalam penelitiannya 2.3. Kerangka Pemikiran Zain (2011: 10) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Irianto (2005: 36), menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak.

Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara. Konsep pengetahuan atau pemahaman pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010: 88) yaitu wajib pajak harus meliputi : 1. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. Pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan di Indonesia 3. Pengetahuan mengenai Fungsi Perpajakan. Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam Zain (2011: 31) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana :

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-rundangan perpajakan 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Dari uraian kerangka pemikiran di atas dapat disajikan skema model pemikiran mengenai faktor yang mempengaruhi kemauan untuk membayar pajak yang akan penulis teliti dalam gambar 2.1 berikut ini: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Kesadaran Membayar Pajak (X 1 ) Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Y) Pengetahuan perpajakan tentang Peraturan Pemerintah (X 2 )

Dari skema model kerangka pemikiran di atas dijelaskan bahwa dua faktor tersebut merupakan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kepatuhan membayar pajak. Pertama, kesadaran membayar pajak. Kesadaran membayar pajak untuk melakukan pembayaran pajak dinilai masih rendah, padahal kesadaran merupakan hal yang paling utama yang ada dalam diri Wajib Pajak sendiri untuk membayar pajak. Kedua, pengetahuan tentang Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, wajib pajak dengan sendirinya akan melakukan kewajiban perpajakannya apabila pengetahuan tentang peraturan perpajakan sudah baik. 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan tiga hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1 (H 1 ) : Kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hipotesis 2 (H 2 ) : Pengetahuan tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hipotesis 3 (H 3 ) : Kesadaran membayar pajak dan pengetahuan tentang peraturan perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.